Anda di halaman 1dari 7

Nama : Naufal Hasanuddin Djohan

NIM : 11000120140532

Kuliah Hukum Progresif


Tugas Merangkum Hukum dan Masyarakat Kelas A
Dosen Pengampu: Prof.Dr. Suteki SH,. M.Hum.

Part 1

Hukum Progresif memiliki visi yaitu hukum untuk manusia, bukan hukum untuk
hukum, dan manusia bukan untuk hukum. Telosnya adalah hukum progresif dapat
bringing justice to the people. Keadilan yang dimaksud bukan hanya keadilan yang
formal namun juga keadilan yang substantif atau substantive justice. Rekam jejak
progresif: melihat dari perkembangan ilmu hukum. Diawali dengan ortodhocs
jurisprudence yang hanya menafsirkan hukum dalam rules and logics. Adapun 1912
muncul Sociological Jurisprudence oleh Roscoe Pound. Kemudian melahirkan Socio-
legal study dan Sociological of Law merupakan perkembangan Ortodhocs. Sehingga,
hukum itu not only as rule and logics but also behavior, and behind behavior. Adapun
konsepsi hukum progresif ini kemudian dikembangkan oleh Prof.Satjipto Rahardjo
yang berkiblat dari Law and Society dari Steven Vago. Mempelajari hukum haruslah
out of the box. Karena, hukum not only in rules and logics but also society.

Perkembangan Ilmu Hukum

1. Orthodocs Jurisprudence (19th Century) with 100% juris and logics


Only Rules and Logics/Hans Kelsen and John Austine.
2. Sociological Jurisprudence (20th Century)
75% Jurist and 25% Society / Roscoe Pound.
Kedua aliran yang excist tersebut melahirkan Socio Legal Study (50% jurist and
50% society emphasize) dan Sociology of Law (25% Jurist and 75% Society
emphasize).

Part 2
Faktor yang mempengaruhi masa depan Hukum Progresif.
a. Faktor Objektif
Berkenaan dengan kebenaran sisi objek. Objek harus benar, artinya konten dari
hukum progresif harus mengandung nilai-nilai kebenaran. Hukum progresif
tidak bisa hanya memandang hukum dari perundang-undangan saja, namun
juga harus berpikir dengan behavior even behind behavior. Kebenaran ini
ditemukan berdasarkan cara pandang atau paradigm yang bagaimana. Apabila
dilihat dari legal positivism a la Hans Kelsen, maka hal ini adalah kesalahan
karena Kelsen melihat hukum adalah peraturan perundang-undangan dan
mengesampingkan hal-hal lain. Sehingga hanya berdasarkan pada Black Letter
Law. Padahal, semua hal termasuk ilmu itu selalu berkembang, sehingga
objeknya pun berkembang. Tidak ada sesuatu yang mematung, bahwa dunia itu
mengalir, seperti kata Heraclitus dunia ini merupakan dunia yang pantareih.
Bahwa dari sisi objek hukum progresif itu mengandung kebenaran karena tidak
hanya melihat hukum sebagai peraturan perundang-undangan namun juga
melihat behavior and it’s behind behavior. Tidak seperti Ortodhocs law yang
hanya melihat hukum sebagai norma-norma sebagai alat untuk mengukur
kebenaran untuk menghukumi sesuatu. Padahal masih banyak perspektif lain
atas itu.
b. Faktor Subjektif
Masa depan hukum progresif ditentukan oleh penganut dan pendukungnya
sendiri:
a) Aspek Paradigmatik Hukum Progresif
1) Ontology atau pemaknaan
Hukum Progresif itu bukan sekadar peraturan dan logika, tetapi juga
perilaku bahkan apa yang ada di balik perilaku (midset).
2) Epistimologi
Hukum Progresif sebagai objek kajian secara kritis. Sarananya Crtitical
Thinking yaitu berpikir secara jernih, independen dan terbebas dari
pengaruh kekuasaan. Sehingga dapat menemukan sebenar-benarnya
ilmu dan sebenar-benarnya hukum. Secara epistimologi berarti mencari
pengetahuan dengan menempatkan diri dalam posisi apa. Dalam hal ini
menempatkan hukum sebagai kajian yang bisa dikritisi sehingga akan
muncul kebenaran-kebenaran sejati.
3) Metodologi
Metodologi yang dipakai bukan hanya dalam legal positivisim. Namun
dengan menggunakan kombinasi atau mix method dari Abbas
Tashakkori dan Charles Teddlie. Di dalam pemikiran hukum progresif
diperlukan mix method, misalnya pada Legal Pluralism Approach
seperti yang di tulis Werner Menski dalam Comparative Law in Global
Context. Bahwa di Afrika-Asia hukum tidak bisa didekati dengan
state/legal positivism saja, sehingga harus juga mendekati dengan aspek
sociolegal approach karena di dalamnya ada natural law yaitu moral,
ethics and religion. Tautan ketiga ini dinamakan Legal Pluralism.
4) Aksiologi (pemihakan terhadap nilai)
Pemihakan atas nilai, sehingga nilai mana yang akan diunggulkan
adalah kunci. Hukum progresif tidak anti undang-undang namun
bagaimana hukum dapat menghadirkan keadilan substantive kepada
masyarakat sebagai the perfect justice. Sehingga kemudian diperlukan
langkah-langkah seperti Rule Breaking.
b) Future
Future dapat tetap bisa berjalan, jika terdapat kepatuhan pendukungnya.
Artinya, jika tidak mengarah kepada kepatuhan tersebut, akan sulit bagi
Hukum Progresif untuk tetap survive.
Pemikiran Hukum yang Progresif seharusnya terdapat kebijakan untuk tidak
menegakan hukum atau policy of non-enforcement of law demi permuliaan keadilan
substantive. Namun masih banyak kasus yang tidak menegakan substantive justice
misalnya pada kasus IBHRS yang di dalam penegakan hukumnya negara cenderung
melaksanakan standar yang tidak jelas, baik secara penahanan yang dilakukan sebelum
pemeriksaan dll.

Part 3
Lanjutan IB HRS, Adanya Diskresi yang cenderung diskriminatif yang tebang pilih
dan kriminalisasi ulama, dan ketiga adalah Pemerintah tidak mematuhi putusan MK.
c) Dinamika Pendukungnya
Hukum Progresif senantiasa mengikuti perkembangan zaman. Agar
mendapatkan masa depan Hukum Progresif cerah, dibutuhkan pendukung
yang juga dinamis dan kreatif dalam mengikuti perkembangan zaman.
Hukum progresif dapat merupakan sebagai gabungan dan kumpulan
hukum-hukum lain.
Wajah Hukum Progresif
1. Optik
Optik atau tipe dan penilaian terhadap hukum adalah “not only rule and logic,
but also behavior even behind this behavior”. Kita memahami hukum bukan
sebatas peraturan, namun ke arah perilaku bahkan sampai pada makna
perilakunya. Seseorang bertindak melakukan suatu tindakan tertentu karena atas
rangsangan makna tertentu. Sehingga harus bisa memberi, mencari dan
memaknai atas hukum itu sendiri dan apa yang ada dibaliknya. Bahkan simbol
itu merupakan suatu peraturan yang perlu dimaknai (Rechtfinding: Hukum itu
sudah ada di peraturan, tetapi harus ditemukan).
2. Tipe
Tipe dari Hukum Progresif adalah responsive, aspiratif dan mencoba membedah
apa yang ada di depannya menggunakan critical thinking.
3. Sikap
Sikapnya ialah peduli terhadap Meta juridical, hukum alam atau natural law.
Dalam Hukum Progresif, hukum alam harus dipertimbangkan, yaitu moral,
ethics, and religion. Misalnya Indonesia sebagai negara yang religius pada pasal
29 ayat (1) UUD NRI 1945 yang kontradiksi dengan adanya industry miras.
Sehingga, penegakan hukum tidak hanya berdasarkan pada peraturan-peraturan
saja misalnya pada Pasal 5 (1) UUD 48 Tahun 2009 (UU Kekuasaan Kehakiman)
dimana hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, memahami, mengikuti nilai-
nilai hukum dan rasa keadilan dalam masyarakat.

Theory of Substantive Justice


Keadilan Substantif sebagai tujuan dari Hukum Progresif, kita harus memahami
beberapa hal:
1. Hukum itu sifatnya harus goal oriented not rule bounded Jadi penegakan
hukum harus lebih ditekankan pada tujuan, tidak terbelenggu pada peraturan.
Ketika misalnya peraturan itu ditegakkan malah justru menimbulkan
ketidakadilan (Policy of non-enforcement of Law). Misalnya, Polisi melakukan
diskresi atau ketika pemulung yang terpaksa mencuri singkong di masa
pandemi untuk menghidupi keluarganya (setelah diinterogasi) yang dilepaskan
dan disantuni.
2. The Law for human, not human for the law. Hukum itu untuk manusia, bukan
manusia untuk hukum. Artinya ketika hukum itu sudah tidak sesuai lagi dengan
kebutuhan manusia dalam artian positif maka hukum itu harus disesuaikan/
diubah. Hukum bukan untuk hukum. Jika hukum untuk hukum artinya tidak
peduli apapun kondisinya, yang penting hukum harus dijalankan Fiat Justitia
ruat caelum.Adagium ini merupakan adagium yang positivistic, rule bounded
dan akan memakan korban.
3. Beyond of the Text to Protect Lower Class with Compassion. Maksudnya adalah
hukum itu diterapkan melampaui text (rule and logic) untuk melindungi kelas
yang lebih rendah dengan keterlibatan. Karena orang yang berpunya akan
menjadi pemenang, sementara Donald Black mengatakan tumpul ke atas tajam
ke bawah atau hukum pisau dapur. Sehingga, diperlukan hukum progresif untuk
memberikan keadilan substantive. Bringing substantive justice in the people.
Seorang ahli hukum harus belajar beyond on the text and beyond the rules and
logics.
Part 4
Question and Answer
Berkenaan dengan literature hukum progresif, seperti filsafat hukum progressif oleh
awaluddin Marwan. Juga terdapat pada simpsiom Hukum Progresif sebagai sebuah
buku.
Berkenaan dengan kepastian hukum, menurut Radbruch adanya 3 nilai dasar dan
tujuan secara filosofis harus mewujudkan keadilan, secara yuridis harus memberikan
certainty dan sociologi dalam bidang expediency atau utility. Keadilan dapat
dirapalkan bukan hanya dengan peraturan perundang-undangan. Sehingga harus
adanya pertimbangan-pertimbangan lain dari sosiologis, hukum adat dll. Sehingga
menciptakan kepastian hukum yang adil. Ketika hakim menemukan pertentangan
antara hukum dan keadilan, maka hakim harus mengutakamakan keadilan sehingga ada
kemungkinan untuk menciptakan policy of non-enforcement. Bahkan Radbruch pun
menjelaskan ketiga nilai tersebut sebagai Spannungverheltnis atau ketegangan nilai-
nilai. Ketika hukum negara tidak bersesuaian pencarian keadilan, maka peraturan
hukum negara wajib diabaikan oleh hakim.

Pertanyaan kedua
Berkenaan dengan Hukum Tata Negara dan Konstitusi, misalnya saat Piagam
Madinah sebagai konstitusi tertulis pertama di dunia. Darisana dapat dipelajari sebuah
pluralism. Sehingga, seharusnya konstitusi dapat mengadopsi piagam madinah untuk
mengakomodasi hukum progresif yang mengayomi pluralitas bangsa. Sehingga
pembuatan hukum dan penegakan hukum berakhir pada kesejahteraan sosial sebagai
welfare state. Pembentukan konstitusi yang baru dapat melalui rehctsfinding kearah
sejarah atas hukum-hukum yang berlalu pada masa lalu.
Pembangunan hukum dapat didasari dari hukum adat, hukum agama dan hukum
modern. Sebagai landasan untuk penemuan hukum sehingga menciptakan konstitusi
yang baru.

Pertanyaan ketiga
Cerminan dari omnibus law. Secara pembentukannya omnibus law menyimpang dari
UU 12 tahun 2011. Omnibus law hanya berperspektif pada cipta dan investasi.
Sehingga menimbulkan kerugian-kerugian bagi tenaga kerja. Karena investment ini,
peran oligarki akan hadir dengan sangat kuat. Baik pengusaha dan penguasa yang
bersatu. Adapun omnibus law ini lahir saat banyak kritik, salah ketik dan langsung
ketok bahwa UU ini adalah UU tik-tok.

Anda mungkin juga menyukai