Anda di halaman 1dari 51

Filsafat

hukum
Program Doktor Ilmu
Hukum Pascasarjana
Unpatti 2022
02 Aliran-aliran FH
Pengantar
Filsafat Hukum: Refleksi sistematis
terhadap landasan kefilsafatan hukum,
yang mencakup landasan ontologi,
epistemologi, teleologi, dan axiologi

Answers to these questions come from


many schools of thought in general
jurisprudence
Aliran Filsafat Hukum

Dalam filsafat hukum dikenal pembagian pelbagai aliran atau


mazhab,
Northrop membagi aliran atau madzhab filsafat hukum ke
dalam 5 (lima) aliran:
a. Legal Positivism.
b. Pragmatic Legal Realism.
c. Neo Kantian and Kelsenian Ethical Jurisprudence.
d. Functional Anthropological or Sociological Jurisprudence.
e. Naturalistic Jurisprudence.
Aliran Filsafat Hukum
Lili Rasjidi membagi aliran/madzhab filsafat hukum ke dalam 6 aliran
besar:
a.Aliran Hukum Alam:
1) Yang Irrasional.
2) Yang Rasional.
b.Aliran Hukum Positif:
1) Analitis.
2) Murni.
c.Aliran Utilitarianisme.
d.Madzhab Sejarah.
e.Sociological Jurisprudence.
f.Pragmatic Legal Realism.
Aliran Filsafat Hukum
Soehardjo Sastrosoehardjo: 9 aliran yaitu:
a.Aliran Hukum Kodrat/Hukum Alam.
b.Aliran Idealisme Transendental (Kantianisme).
c.Aliran Neo Kantianisme.
d.Aliran Sejarah.
e.Aliran Positivisme.
f.Aliran Ajaran Hukum Umum.
g.Aliran Sosiologi Hukum.
h.Aliran Realisme Hukum.
i.Aliran Hukum Bebas.
Pembagian aliran dalam filsafat hukum tidak sama, karena memang
tergantung pada penafsiran dalam memilah-milahkan aliran dalam fh
1. Natural Law
2.Legal Positivism
3.Neo Positivism
4.Legal Historism
5.Interessenjurisprudenz
6.Legal Marxism
7. Sociological Jurisprudence
8. Legal Realism
9.Fenomenologi Hukum Alam
10.Critical Legal Studies
NATURAL LAW:

● attempts to identify a moral compass to guide


the lawmaking power of the state and to
promote 'the good'. “An unjust law is no law
at all" .
● Natural law theory is the idea that there are
rational objective limits to the power of
legislative rulers.
NATURAL LAW:
● Secara kodrati telah tersedia pola ideal
moralitas (prinsip-prinsip moral) yang sifatnya
given berkat partisipasi ilahi dalam alam.
Prinsip-prinsip moral itulah yang disebut hukum
alam atau lex naturalis/natural law
NATURAL LAW:
● Aristoteles, merumuskan secara padat mengenai
sari hukum alam, demikian: honeste vivere
(hidup terhormat), neminem non laedere
(tidak mengganggu orang lain), uniqum suum
tribuere (berikan pada tiap orang apa yang
menjadi haknya).
NATURAL LAW:
● Dari tiga sari hukum alam inilah, kemudian
berkembang ragam teori mengenai keadilan
Hukum alam, adalah pola ilahi. Ia tidak
diciptakan oleh manusia. Tapi sebaliknya, ia
given dalam diri manusia berupa budi dan
nurani yang ditanamkan oleh ilahi pada diri
setiap individu.
NATURAL LAW:
● Hukum alam—berupa nilai-nilai moral dan
keadilan sebagaimana dirumuskan Aristoteles itu
—tertanam dalam budi dan nurani manusia.
Karena itu, (bocah 2 tahun itu sudah bisa
protes kepada sang ibu ketika kue kakaknya
lebih besar dari kue miliknya). Tanpa harus
belajar teori keadilan numerik-nya Aristoteles,
bocah itu sudah memilikinya.
NATURAL LAW:
● Dan tanpa harus belajar teori hukum alam yang
dikenal bernilai tinggi itu, bocah itu sudah
mempratikkannya. Mengapa? Karena Alkhalik
menanamkan budi dan nurani dalam diri
manusia
LEGAL POSITIVISM, ther
e is no
necessary connection betw
een law
and morality and that the fo
Aliran law comes from some basic
rce of
social
facts.
Positivism means that the la
w is
something that is "posited
Legal Positivism, menyangkal tiga tesis natural law.
Bagi legal positivism, hukum adalah kenyataan
yuridis semata—yang dihasilkan oleh otoritas
negara, serta tidak memiliki asosiasi mutlak dengan
nilai-nilai moral.
Sumber hukum adalah kemauan yang berdaulat
(the source of a law is the will of the sovereign).
Negara, adalah pembentuk hukum dan sekaligus
tuhan dunia hukum (the god of the world of law)
Positivisme yuridis hanya mengakui aturan-aturan
legal buatan negara sebagai hukum yang sejati.
Kesejatian aturan2 tsb, terletak pada legalisasi
yang ditetapkan negara sehingga bermakna yuridis
Positivisme yuridis menolak supremasi moral atas
hukum.
Hukum valid sebagai hukum, tidak tergantung pada
muatan moral yang dikandungnya, melainkan
semata-mata karena telah ditetapkan oleh negara
sebagai hukum yang sah)
Positivisme yuridis menolak asosiasi mutlak antara hukum
dengan nilai-nilai moral dan keadilan.
Suatu aturan bermakna secara yuridis karena bentuk
yuridisnya, bukan karena adil atau tidak adil. I
su-isu moral dan keadilan merupakan bidang non hukum
yang dikaji oleh disiplin lain, dan hanya relevan dalam law
making process. Dan law making process, bukanlah
wilayah yuridis melainkan wilayah politik.
Positivisme yuridis hanya mengakui otoritas negara
sebagai satusatunya sumber dan pencipta hukum.
Positivisme yuridis memisahkan secara tegas antara
hukum positif dengan hukum alam. Pemisahan antara
hukum yang ada dengan hukum yang seharusnya ada
Legal Positivism Antitesa Natural Law

Hukum, menurut positivisme yuridis, merupakan produk


artifisial pemegang otoritas (negara), dan tidak ada
kaitan langsung dengan kehendak alam, kehendak dewa-
dewi, ataupun kehendak Tuhan. Ini berbeda sekali dengan
asumsi hukum alam, yakni bahwa hukum merupakan
bagian tak terpisahkan dari kehendak alam dan kehendak
ilahi.
Positivisme yuridis hanya mengakui tata hukum positif
(yang telah ditetapkan berlaku kini dan di sini).
Legal Positivism Antitesa Natural Law

Keharusan alam dan kehendak ilahi dalam bentuk prinsip-


prinsip moral dan keadilan (yang oleh hukum kodrat dianggap
sebagai “hukum sejati”), tidak bisa serta merta dianggap
sebagai hukum jika belum dirumuskan oleh otoritas yang
berwenang menjadi tata hukum positif
Hukum di mata legal positivism lebih merupakan institusi
formalyang tidak harus dipaksakan untuk dikaitkan dengan
perkara moral dan keadilan.
Hukum adalah hukum karena secara formal telah ditetapkan
sbg tata hukum positif oleh otoritas yg berwenang.

Nilai-nilai moral maupun keadilan bukan merupakan unsur


mutlak bagi hukum.

merupakan antitesis dari prinsip hukum alam yang mengakui


keadilan sebagai unsur konstitutif (unsur mutlak) dari
hukum
Menurut positivisme yuridis, dasar keberlakuan hukum adalah
legalitas (penetapan oleh otoritas sebagai hukum yang
berlaku).
Tata hukum itu nyata dan berlaku, bukan karena sesuai
dengan kehendak alam dan ilahi, tetapi semata-mata karena
hukum itu telah di-posited (ditetapkan) sebagai hukum
positif oleh otoritas yang berwenang.
(positivism means that the law is something that is
posited).
berbeda sekali dengan ajaran hukum kodrat yang meyakini
bahwa dasar keberlakuan hukum terletak pada kesesuaiannya
dengan kehendak alam atau kehendak ilahi yang tercermin
dalam prinsip-prinsip moral dan keadilan
Aliran Formalisme dan
Realisme Hukum
Istilah "formalisme hukum" dan "realisme hukum"
memiliki sejarah yang panjang dalam pemikiran hukum.
"Formalis" bisa berarti sempit, konservatif, munafik,
tahan terhadap perubahan, kasuistik, secara
deskriptif tidak akurat (yaitu, "tidak realistis”),
menara gading, menyesatkan, otoriter-tetapi juga
keras, sederhana, beralasan, terkendali.
“Realis" bisa berarti sinis, reduksionis,manipulatif,
menentang hukum, politik, epistemologis tetapi juga
progresif, manusiawi, jujur, dewasa, bermata jernih.
Realisme Hukum
Realisme hukum adalah aliran yang tidak menyetujui
adanya preseden (adanya ikatan antara putusan hakim
dengan putusan hakim sebelumnya dalam menangani
sebuah masalah yang serupa).
Tidak menggunakan sumber hukum secara formil,
melainkan menggunakan prilaku pelaku sosial yang
nyata terjadi untuk menghakimi suatu kasus.
Sehingga aliran ini secara otomatis tidak mempercayai
kepastian hukum yang hanya mementingkan seberapa
prediktibelnya suatu hukum. 
Realisme Hukum
 Pandangan realisme hukum (legal realism) berasal dari
pandangan neopositivisme. Pandangan yang bermula
dari pandangan positivisme yang berpangkal pada
empirisme yang mengunggulkan ilmu pengetahuan
ilmiah.
Tokoh-tokoh dalam positivisme seperti Jeremy
Bentham, John Stuart Mill, Adolf Merkel, dan John
Austin menghindari semua ucapan yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Realisme Hukum
 Pada abad XX mulai perkembangan di mana pandangan
bahwa pengetahuan bukan ilmiah tidak dapat dipercaya
menyebabkan para filsuf mencari jalan keluar dari
masalah pengetahuan dengan menyelidiki isi pengertian
dan bahasa secara mendalam.
Realisme Hukum
 Inilah yang membedakan pandangan neopositivisme
dengan pandangan positivisme. di mana pandangan
neopositivisme memberi perhatian yang lebih besar
kepada logika dan kepada hubungan yang era tantara
logika dan bahasa.
Di Amerika Serikat, empirisme memiliki bentuk sendiri
yaitu aliran pragmatism yang menyangkal kemungkinan
untuk manusia dapat mengetahui teoritis yang benar.
Perlu dilakukan penyelidikan atas ide-ide dalam praktik
hidup.
Realisme Hukum
Hal ini dimulai pada awal abad XIX tatkala ilmu
pengetahuan empiris dan teknologi sangat mendominasi
perkembangan masyarakat Amerika Serikat dan
dengan perkembangan ini melahirkan pergerakan
intelektualitas yang mempengaruhi filsafat dan ilmu
sosial, bahkan logika.
Hal tersebut dipergunakan menerangkan dan
memperbesar pengetahuan secara empirik dan untuk
memberikan solusi praktis terhadap permasalahan
sosial.
Realisme Hukum
Sikap pragmatism di Amerika Serikat tersebut
dianggap sebagai realistis.
Beberapa filsuf american legal realism antara lain
O.W.Holmes, J. Frank, K.Llewellyn dan W. Twining.
Pemikiran mereka memiliki pengaruh besar di awal
abad ke XX dimana di Amerika Serikat terjadi
pergerakan dari sangat individualis ke bentuk
masyarakat yang kolektif. 
Lebih lanjut bagi American legal realism, yang
terpenting adalah apa yang diperlakukan hukum
secara aktual
Realisme Hukum
Pihak yang menjalankan hukum hanya terbatas pada
hakim dan pihak-pihak yang berada di pengadilan.
Merekalah yang dipandang sebagai pembuat hukum.
Oleh karenanya kaidah-kaidah hukum merupakan
generalisasi dari kekuatan para hakim.
Ilmu hukum harus berpedoman kepada hakim.
Salah satu tokoh American Legal Realism adalah
Jerome New Frank, Ia merupakan seorang advokat
praktek, Salah satu bukunya yang terkenal adalah 
Law and the Modern Mind dan menjadi jurisprudential
bestseller dan mendapat kritik yang luas.
Realisme Hukum
Apa yang disebut realisme Frank adalah adanya
kesamaan tentang sebuah ikatan negatif karakteristik
yaitu skeptisme terhadap teori hukum konvensional.
Skeptisme yang disimulasikan untuk sebuah semangat
mereformasi untuk kepentingan keadilan dari cara
pandang pengadilan.
Frank mengungkapkan “rule skeptics” yang bertujuan
untuk mewujudkan kepastian hukum yang lebih besar.
Realisme Hukum
Terdapat pandangan bahwa ketika para sarjana
hukum mengajukan suatu gugatan mereka seharusnya
dapat memperdikasi putusan pengadilan terhadap klien
mereka, padahal mereka tidak dapat menjamin
mengenai bagaimana putusan pengadilan tersebut.
Skeptisme ini dilihat sebagai suatu permasalahan
karena “paper rules” atau peraturan hukum formal
yang disampaikan dalam pendapat pengadilan sering
tidak dapat dijadikan petunjuk untuk mempredikasi
putusan pengadilan.
Realisme Hukum
Sebaliknya “real rules” yaitu diskripsi atas
ketidakseragaman atau peraturan dalam perilaku
judisial yang sebenarnya dan real rules ini akan lebih
dapat dihandalkan untuk menjadi sebuah instrument
prediksi. Rule skeptics terfokus secara ekslusif
hampir di pengadilan yang lebih tinggi yaitu pengadilan
banding yang bertujuan untuk mencari makna
terhadap akurasi tabakan atas putusan banding.
Realisme Hukum
Di kelompok yang lain terdapat “fact skeptics”  yang
kepentingan utamanya adalah dalam sidang pengadilan
(pengadilan tingkat pertama).
Kemudian bersama dengan rule skeptics mereka
mensimulasikan faktor kepentingan, mempengaruhi
putusan banding, di mana sering pendapat dari
pengadilan tidak memberikan petunjuk.
Realisme Hukum
Seberapa tepat dan ditentukannya kemungkinan
peraturan hukum formal, seberapa ditentukannya
ketidakseragaman dibalik peraturan hukum formal,
pada akhirnya akan mustahil karena
ketidaksepahaman akan fakta-fakta dan hal tersebut
tidak pernah diterapkan atau dicoba untuk
dipergunakan untuk untuk memprediksi keputusan
ditingkat banding. 
Realisme Hukum
Fact skeptics berpandangan bahwa oleh karena
pengejaran terhadap peningkatan yang besar akan
kepastian hukum lebih tepatnya bertujuan
meningkatkan keadilan judisial.
Frank memilih fact skeptics.
Alasannya jika suatu diterima sebagai kebenaran
diskripsi konvensional dari bagaimana pengadilan
memperoleh keputusan, maka keputusan atas suatu
hasil gugatan dari aplikasi sebuah peraturan hukum
atau peraturan fakta dari gugatan.
Realisme Hukum
Pendapat Frank tsb terlihat khususnya ketika kesaksian
sangat penting pada persidangan disampaikan secara oral
dan bertentangan, maka persidangan pengadilan menemukan
fakta2 yang melibatkan sebuah faktor multideminsional yg
sukar dipahami.
Terdapat dua hal. Pertama, hakim akan mempelajari
mengenai fakta tentang saksi dan sbg manusia, saksi
sering kali melakukan kesalahan dalam melakukan
observasi. Kedua, hakim dan juri juga merupakan manusia
yang memiliki prasangka terhadap saksi, pihak lain dalam
perkara atau pengacara dan jaksa.
Realisme Hukum
Prasangka bisa didasarkan pada rasial, agama, politik,
ekonomi yang terkadang diduga oleh pihak lain.
Akan tetapi terdapat ketidakkesepakatan bias yang
tersembunyi dari hakim dan juri.
Bias yang tidak disadari, dirahasiakan dan sangat
tinggi ideosymatic yang tidak dapat diformulasikan
sebagai ketidaksepahaman atau disarikan ke dalam
pola perilaku yang teratur baik dari hakim atau pun
juri.
Realisme Hukum
Tantangan untuk mengubah putusan pengadilan
tersebut adalah ketidakmampuan untuk meramalkan
hal tertentu apa yang dipercaya sebagai fakta oleh
hakim atau pun juri.
Berdasarkan diskripsi konvensional, penilaian dalam
sebuah persidangan terdiri dari dua komponen yang
secara logikal menjadi satu menghasilkan putusan.
Pertama, menentukan fakta-fakta dan kedua,
menentukan hukum apa yang akan diaplikasikan
terhadap fakta-fakta tersebut.
Realisme Hukum
Kenyataannya kedua komponen tersebut tidak
dibedakan tetapi terjalin melalui proses persidangan
hakim dan juri.
Tidak terdiferensiasi komposisi dalam analisis maupun
penjabaran dalam fakta atau peraturan.
Hal ini membuat suatu putusan tanpa dilengkapi
dengan penjelasan dan mungkin dapat salah
dideskripsikan.
Realisme Hukum
Kesimpulan dari pandangan Frank adalah hukum
dicerminkan dari perilaku ahli hukum (lawyer) yang
bekerja di pengadilan, terutama pengadilan tingkat
bawah dan yang lebih tinggi (banding).
Hukum dipandang sbg suatu kumpulan fakta2 yg
disampaikan di pengadilan dan dipilih oleh hakim/ juri
yg kemudian dimasukkan dalam putusan pengadilan.
Ketidakpastian akan hukum terjadi karena
ketidaktahuan akan pola persamaan atau
ketidaksamaan fakta2 yang dijadikan pertimbangan
atau masukan dalam putusan pengadilan
Realisme Hukum
Hal ini menjadi permasalahan untuk menciptakan
kepastian hukum.
Keadilan dalam pandangan Frank merupakan keadilan
yudisial, yang tercermin dalam putusan pengadilan.
Oleh karenanya kepastian hukum pada akhirnya akan
menciptakan keadilan yudisial.
Realisme bercabang dua, yakni Realisme Hukum Amerika
dan Realisme Hukum Skandinavia.

Realisme Hukum Amerika menempatkan empirisme dalam


sentuhan pragmatis sikap hidup yang menekankan aspek
manfaat dan kegunaaan berdasarkan pengalaman.
Realisme Amerika beranjak dari sikap yang demikian, maka
Holmes dan Frank, dan Cardozo, tidak terlalu tergiur dengan
gambaran2 ideal tentang hukum, dan juga tidak terbius
dengan lukisan2 normatif yang apriori tentang hukum
Realisme Hukum Skandinavia, berbeda lagi.Aliran ini
menempatkan empirisme dalam sentuhan psikologi.Aliran
yang berkembang di Swedia awal abad ke-20.
RHS mencari kebenaran suatu pengertian dalam situasi
tertentu dengan menggunakan psikologi, yang justru
menaruh perhatian pada perilaku manusia ketika berada
dalam kontrol hukum.
Dengan memanfaatkan psikologi, para eksponen aliran ini
mengkaji perilaku manusia (terhadap hukum) untuk
menemukan arti hukum yang sebenarnya.
● Realisme hukum adalah aliran yang tidak menyetujui
adanya preseden (adanya ikatan antara putusan
hakim dengan putusan hakim sebelumnya dalam
menangani sebuah masalah yang serupa).
● Tidak menggunakan sumber hukum secara formil,
melainkan menggunakan prilaku pelaku sosial yang
nyata terjadi untuk menghakimi suatu kasus.
Sehingga aliran ini secara otomatis tidak
mempercayai kepastian hukum yang hanya
mementingkan seberapa prediktibelnya suatu hukum.
REALISME HUKUM MUNCUL KARENA
● Adanya gerakan2 untuk menguji nilai2 tradisional
yang ada pada tahun 1920 (contoh : adanya
anggapan yang mengatakan bahwa raja yang baik itu
pastilah adil, dan anggapan yang dipercayai oleh
masyarakat tersebut ternyata adalah salah);
● Munculnya ilmu-ilmu perilaku seperti psikologi
● Banyaknya disparitas putusan2. Sehingga munculnya
ketidakpercayaan terhadap hukum di atas kertas,
dan menumbuhkan rasa kepercayaan kepada hukum
yang berdasarkan fakta yang real.
Beberapa point RH (Llewellyn)
● Bahwa hukum tidak stabil (momentary), namun
terus bergerak;
● Bahwa konsepsi hukum selalu tentang masyarakat,
sehingga hukum harus bermanfaat bagi masyarakat
(social end);
● Hukum bergerak lebih lambat dari masyarakat ;
● Hukum adalah tumpul karena tidak dapat
menyentuh orang-orang yang memiliki harta
Pendapat ini kembali dikerucutkan kedalam  4 hal
terpenting :

● Realisme bertolak belakang dengan formal law


● Hukum bergerak dan dibuat oleh hakim
● Hukum adalah demi kepentingan masyarakat
● Hakim adalah manusia biasa
Refleksi :
● Sebenarnya realisme hukum muncul karena adanya
keputusasaan yang dirasakan oleh masyarakat atas
ketidakmampuan hukum yg ada utk menjawab segala
rasa keadilan yang diperlukan oleh masyarakat.
● Banyaknya disparitas putusan serta tumpulnya hukum
yang tidak mampu menjangkau orang yang memiliki
harta melimpah menyebabkan masyarakat menolak
adanya hukum secara formil yang menggeneralisirkan
setiap kasus yang ada.
● Realisme hukum menolak adanya preseden dan hal ini
adalah pemikiran yang wajar karena disertai dengan
alasan-alasan yang kuat.
● Diskusi :
●  Apakah ukuran prediktibelnya suatu perkara atau
dapat dikatakan sebagai kepastian hukum adalah
memang tidak terlalu diperlukan sesuai yang
dikatakan oleh realisme hukum?
● Apakah pandangan hakim di pengadilan dapat
menjawab segala kasus yang ada secara seefektif
mungkin jika tanpa didampingi sumber hukum
secara formil?
WHOA!
Terima kasih

Anda mungkin juga menyukai