Anda di halaman 1dari 4

UNIVERSITAS INDONESIA

TUGAS FILSAFAT HUKUM III

CLASSICAL POSITIVISM & PURE THEORY OF LAW

DANIEL FRIDOLIN S
NPM : 1806245556

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA


PROGRAM PASCASARJANA
Classical Positivism and Pure Theory of Law & Modern Analytical and
Normative Jurisprudence

Keberadaan positivisme hukum tidak dapat dilepaskan dari kehadiran negara modern. Sebelum abad ke 18
pikiran itu talah hadir, dan menjadi semakin kuat sejak kehadiran negara modern. Selain itu, pemikiran positivisme
hukum adalah bagian yang tidak dapat dilepas dari pengaruh perkembangan positivisme (ilmu). Berbeda dengan
pemikiran hukum kodrat yang sibuk dengan permasalahan validasi hukum buatan manusia, maka pada positivisme
hukum, aktivitasnya justru diturunkan kepada permasalahan konkrit. Jawaban terhadap permasalahan konkrit tersebut,
berdasarkan prinsip-prinsip dasar yang ada dalam p ositivisme, yakni:
1. Suatu tata hukum negara berlaku bukan karena mempunyai dasar dalam kehidupan sosial (Comte dan Spenser),
bukan pula bersumber pada jiwa bangsa (Savigny) dan bukan juga karena dasar-dasar hukum alam, melainkan
mendapatkan bentuk postifnya dari instansi yang berwenang.

2. Hukum harus dipandang semata-mata dalam bentuk formalnya; bentuk hukum formal dipisahkan dari bentuk hukum
material.
3. Isi hukum (material) diakui ada, tetapi bukan bahan ilmu hukum karena dapat merusak keberadaan ilmiah ilmu hukum.

Secara epistimologi kata “positif” diturunkan dari bahasa Latin ponere-posui-positus yang berati meletakan.
Kata “meletakan” menunjukkan bahwa dalam positivisme adalah sesuatu yang sudah tersaji (given). Dalam bidang
hukum, sesuatu yang tersaji itu adalah sumber hukum positif, yang sudah diletakkan oleh penguasa politik.
Argumen-argumen dari mazhab positivism selalu mereferensi pada hal-hal yang empiris dan berupa analisis
akan fakta sosial yang objektif. Bagi aliran ini hukum adalah fenomena-fenomena sosial yang lainnya yang hanya dapat
dibentuk, diadakan dan diterapkan dalam ruang lingkup tertentu, walaupun hukum tidak dapat dilepaskan dari faktor-
daktor lain seperti moralitas, agama, etika, dan lain sebagainya
Seorang jurist positivism yaitu Jeremy Bentham menolak mazhab natural law dan nilai yang berasal dari pandangan
yang subjektif, kedua hal tersebut ia ganti dengan suatu standard norma yang berdasarkan dari keuntungan, kesenangan dan
kepuasan manusia (advantages, pleasure and satisfaction) yang sekarang dikenal dengan teori Utilitarianisme. Teori
utilitarianisme mengatakan bahwa prinsip moralitas yang paling tinggi adalah untuk meningkatkan kebahagiaan,
menyeimbangkan secara keseluruhan antara kenikmatan dan kesengsaraan, hal tersebut terjadi karena rasa kebahagiaan dan
kesengsaraan adalah tuan dari kedaulatan kita (sovereign master), dalam hukum tidak ada masalah kebaikan atau keburukan,
atau hukum yang tertinggi atau yang terendah dalam ukuran nilai. Kebahagiaan dan kesengsaraan mengendalikan kita disetiap
kali kita melakukan sesuatu hal dan menentukan apa yang seharusnya dilakukan.
Bentham juga mengatakan bahwa perlindungan dari pembunuhan bukan berasal dari hak yang berasal dari alam
(natural rights) yang abstrak dan juga bagi kemerdekaan dan hak milik karena hak itu muncul dari penegakan hukum secara
legal yang berasal dari kebahagiaan masyarakat (because the security resulting form legally enforced duties leads to general
happiness.
Selanjutnya terkait Theory of Law, Ide mengenai Teori Hukum Murni (the Pure Theory of Law) diperkenalkan
oleh seorang filsuf dan ahli hukum terkemuka dari Austria yaitu Hans Kelsen (1881-1973). The pure theory of law yang
mempresentasikan hukum sebagaimana adanya tanpa mempertahankan dengan menyebutnya adil, atau menolaknya
dengan menyebut tidak adil. Teori ini mencari hukum yang riil dan mungkin, bukan hukum yang benar. Berikut ini
merupakan pokok-pokok dari pemikiran Pure Theory of Law yang dikemukakan Kelsen .

The pure theory of law ini sendiri menekankan pada pembedaan yang jelas antara hukum empiris dan keadilan
transedental dengan mengeluarkannya dari lingkup kajian hukum. Hukum bukan merupakan manifestasi dari otoritas super-
human, tetapi merupakan suatu teknik social yang spesifik berdasarkan pengalaman manusia.

Menurut the pure theory of law, hukum harus dibersihkan dari unsur-unsur yang non-yuridis, seperti unsur sosiologis,
politis, histories, bahkan etis. Hans Kelsen memahami teorinya ini sebagai teori kognisi hukum, teori pengetahuan hukum. Dan
satu-satunya tujuan dari adanya teori the pure theory of law ini adalah kognisis atau pengetahuan tentang objeknya, tepatnya
ditetapkan sebagai hukum itu sendiri.

Adapun yang menjadi dasar-dasar esensial dari pemikiran Kelsen menurut Friedmann adalah sebagai berikut :

1. Tujuan teori hukum, setiap tiap ilmu pengetahuan, adalah untuk mengurangi kekacauan dan kemajemukan
menjadi kesatuan.

2. Teori hukum adalah ilmu pengetahuan mengenai hukum yang berlaku (das sollen) bukan mengenai hukum
yang seharusnya (das sein).
3. Hukum adalah ilmu pengetahuan normative, bukan ilmu alam.

4. Teori hukum sebagai teori tentang norma-norma, tidak ada hubungannya dengan daya kerja norma-norma
hukum.

5. Teori hukum adalah formal, suatu teori tentang cara menata, mengubah isi dengan cara yang khusus, hubungan
antara teori hukum dan sistem yang khas dari hukum positif ialah hubungan apa yang menjadi mungkin dengan
hukum yang nyata.

Anda mungkin juga menyukai