Anda di halaman 1dari 3

Nama : Radhitya Syamsuprakasa

NPM : 2306296800
Program Studi : Magister Hukum
Peminatan Hukum & Sistem Peradilan Pidana
Mata Kuliah : Filsafat Hukum
Tugas : Review Topik 4 “Classical Positivism and Pure Theory of Law”
Dosen : Dr. Agus Brotosusilo, S.H., M.A

Positivisme hukum tidak dapat dipisahkan dari kehadiran negara modern. Pemikiran
positivisme hukum merupakan bagian yang tidak dapat dilepas dari pengaruh perkembangan
positivisme (ilmu).1 Berbeda dengan pemikiran hukum kodrat yang sibuk dengan perdebatan
hukum buatan dari manusia, maka pada positivisme hukum, perdebatannya justru diturunkan
kepada permasalahan konkrit. Jawaban terhadap permasalahan konkrit tersebut, berdasarkan
prinsip-prinsip dasar yang ada dalam positivisme, yakni:2

1. Suatu tata hukum negara berlaku bukan karena mempunyai dasar dalam kehidupan sosial
(Comte dan Spenser), bukan pula bersumber pada jiwa bangsa (Savigny) dan bukan juga
karena dasar-dasar hukum alam, melainkan mendapatkan bentuk postifnya dari instansi yang
berwenang;
2. Hukum harus dipandang semata-mata dalam bentuk formalnya; bentuk hukum formal
dipisahkan dari bentuk hukum material;
3. Isi hukum (material) diakui ada, tetapi bukan bahan ilmu hukum karena dapat merusak
keberadaan ilmiah ilmu hukum.

Secara epistimologi kata “positif” diturunkan dari bahasa Latin ponere-posui-positus yang
berati meletakan. Kata “meletakan” menunjukkan bahwa dalam positivisme adalah sesuatu yang
sudah tersaji (given). Dalam bidang hukum, sesuatu yang tersaji itu adalah sumber hukum positif,
yang sudah diletakkan oleh penguasa politik.3

Argumen-argumen dari mazhab positivism selalu mereferensi pada hal-hal yang empiris
dan berupa analisis akan fakta sosial yang objektif. Bagi aliran ini hukum adalah fenomena-

1
Shidarta, Postivisme Hukum, Jakarta: Univ. Tarumanegara UPT Penerbitan, 2007, Hal 2-3.
2
Lili Rasydi dan I.B. Wyasa Putera, Hukum Sebagai Suatu Sistem, Bandung: Mmandar Maju, 2003, Hal 119.
3
Shidarta, Op.Cit, Hal 7.
fenomena sosial yang lainnya yang hanya dapat dibentuk, diadakan dan diterapkan dalam ruang
lingkup tertentu, walaupun hukum tidak dapat dilepaskan dari faktor-daktor lain seperti moralitas,
agama, etika, dan lain sebagainya.4

Pemikiran pokok tentang hukum John Austin dituangkan terutama dalam karyanya
berjudul The Province of Jurisprudence Determined. Karya tersebut paling lengkap dan penting
mengenai usaha untuk menerapkan sistem positivisme analitis dalam negara-negara modern,
bahkan Austin sering disebut sebagai pembentuk legal positivism. Dalam memberikan rumusan
tentang hukum, Austin menggantikan “cita-cita tentang keadilan (idea of justice) dengan “perintah
yang berdaulat” (comend of sovereign).5 Menurut Austin, filsafat hukum memiliki dua tugas
penting. Kegagalan membedakan keduanya, akan menimbulkan kekaburan baik intelektual
maupun moral. Kedua tugas ini berkaitan dengan dua dimensi dari hukum yakni yurisprudensi
analitis dan yurisprudensi normatif.

Seorang jurist positivism yaitu Jeremy Bentham menolak mazhab natural law dan nilai
yang berasal dari pandangan yang subjektif, kedua hal tersebut ia ganti dengan suatu standard
norma yang berdasarkan dari keuntungan, kesenangan dan kepuasan manusia (advantages,
pleasure and satisfaction) yang sekarang dikenal dengan teori Utilitarianisme. Bentham juga
mengatakan bahwa perlindungan dari pembunuhan bukan berasal dari hak yang berasal dari alam
(natural rights) yang abstrak dan juga bagi kemerdekaan dan hak milik karena hak itu muncul dari
penegakan hukum secara legal yang berasal dari kebahagiaan masyarakat (because the security
resulting form legally enforced duties leads to general happiness).6

Selanjutnya terkait Theory of Law, Ide mengenai Teori Hukum Murni (the Pure Theory of
Law) diperkenalkan oleh seorang filsuf dan ahli hukum terkemuka dari Austria yaitu Hans Kelsen
(1881-1973). The pure theory of law yang mempresentasikan hukum sebagaimana adanya tanpa
mempertahankan dengan menyebutnya adil, atau menolaknya dengan menyebut tidak adil. Teori
ini mencari hukum yang riil dan mungkin, bukan hukum yang benar. Berikut ini merupakan pokok-
pokok dari pemikiran Pure Theory of Law yang dikemukakan Kelsen sebagaimana telah

4
Antonius Cahyadi dan E. Fernando M. Manullang, Pengantar ke Filsafat Hukum, Jakarta: Prenada, 2010, Hal 58.
5
Anthon F Susanto, Ilmu Hukum Non Sistematik (Pondasi Filsafat Pengembangan Ilmu Hukum Indonesia),
Yogyakarta: Genta Publishing, 2010, Hal 85.
6
Michael J. Sandel, Justice: what’s the right things to do?, (New York: Farar, Straus and Giroux, 2010), Hal 213.
dituangkan dan dianalisis lebih lanjut dalam buku karya Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie dalam
bukunya Teori Hans Kelsen Tentang Hukum yang diterbitkan pada tahun 2006.7

The pure theory of law ini sendiri menekankan pada pembedaan yang jelas antara hukum
empiris dan keadilan transedental dengan mengeluarkannya dari lingkup kajian hukum. Hukum
bukan merupakan manifestasi dari otoritas super-human, tetapi merupakan suatu teknik social
yang spesifik berdasarkan pengalaman manusia.8

Adapun yang menjadi dasar-dasar esensial dari pemikiran Kelsen menurut Friedmann
adalah sebagai berikut:

1. Tujuan teori hukum, setiap tiap ilmu pengetahuan, adalah untuk mengurangi kekacauan dan
kemajemukan menjadi kesatuan;
2. Teori hukum adalah ilmu pengetahuan mengenai hukum yang berlaku (das sollen) bukan
mengenai hukum yang seharusnya (das sein);
3. Hukum adalah ilmu pengetahuan normative, bukan ilmu alam;
4. Teori hukum sebagai teori tentang norma-norma, tidak ada hubungannya dengan daya kerja
norma-norma hukum;
5. Teori hukum adalah formal, suatu teori tentang cara menata, mengubah isi dengan cara yang
khusus, hubungan antara teori hukum dan sistem yang khas dari hukum positif ialah hubungan
apa yang menjadi mungkin dengan hukum yang nyata.9

7
Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H., M. Ali Safa’at, S.H., M.H., Teori Hans Kelsen Tentang Hukum, (Jakarta :
Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, 2006), Hal 11.
8
Hans Kelsen, Pure Theory of Law, Translation from the Second (Revised and Enlarged) German Edition,
Translated by : Max Knight, (Berkeley, Los Angeles, London : University of California Press, 1967).
9
W. Friedmann, Teori & Filsafat Hukum: Telaah kritis Atas Teori-Teori Hukum (Susunan I), Judul Asli : Legal
Theory, Penerjemah L Mohamad Arifin, Cet. 2, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 1993), Hal 170.

Anda mungkin juga menyukai