Anda di halaman 1dari 8

FILSAFAT HUKUM

ASPEK EKSISTENSI HUKUM

I. Segi Filosofis Eksistensi Hukum Dianalisis dari Ruang Lingkup Filsafat Hukum mencakup :
Kajian Aspek Ontologi Hukum
Menurut Prof. Soetandyo Wignyosoebroto menunjukkan ada 6 pemaknaan ontologI hukum
sebagai hakekat hukum sesuai filsafat hukum, yaitu :
a. Aliran Hukum Alam/Kodrat
Memaknai hakekat hukum itu adalah asas-asas kebenaran dan keadilan atau asas-asas
moral yang bersifat kodrati dan berlaku universal. Friedman 1 menyatakan bahwa aliran
ini timbul karena kegagalan umat manusia dalam mencari keadilan yang absolute.
Hukum alam disini dipandang sebagai hukum yang berlaku universal dan abadi.
b. Aliran Positivisme Hukum
Hakekat hukum adalah norma-norma positif dalam sistem perundang-undangan suatu
Negara. Menurut Prof. H.L.A Hart2 ciri pengertian posotivisme pada ilmu hukum dewasa
ini sebagai berikut: (i) pengertian bahwa hukum adalah perintah dari manusia(command
of human being); (ii) pengertian bahwa tidak ada hubungan yang mutlak/penting antara
hukum (law) dan moral, atau hukum sebagaimana yang berlaku /ada dan hukum yang
seharusnya; (iii) pengertian bahwa analisa konsep hukum adalah: mempunyai arti
penting, harus membedakan penyelidikan: - historis mengenai sebab musabab dan
sumber hukum, sosiologis mengenai hubungan hukum dan gejala sosial lainnya, dan
penyelidikan hukum secara kritis/penilaian baik yang didasarkan moral, tujuan sosial,
fungsi hukum, dan lain-lainnya; (iv) pengertian bahwa sistem hukum adalah merupakan
sistem yang logis, tetap, dan bersifat tertutup dalam mana keputusan-keputusan hukum
yang benar/tepat biasanya dapat diperoleh dengan alat-alat logika dari peraturanperaturan hukum yang telah ditentukan sebelumnya tanpa memperhatikan tujuan-tujuan
sosial, politik dan ukuran-ukuran moral; (v) pengertian bahwa petimbangan1

Friedman, 1990, Teori dan Filsafat Hukum, Jakarta: Rajawali, hlm. 47.

Lihat bukunya: The Concept of Law Oxford University Press, 1975, Lihat juga Friedman, Legal Theory, hlm. 287

pertimbangan moral tidak dapat dibuat/dipertahankan sebagai pernyataan kenyataan yang


harus dibuktikan dengan argumentasi-argumentasi rasional, pembuktian/percobaan.
c. Aliran Utilitarianisme
Hakekat hukum adalah norma-norma positif yang dimplementasikan ke dalam peraturan
perundang-undangan. Aliran ini adalah aliran yang meletakkan kemanfaatan sebagai
tujuan hukum. Kemanfaatan disini diartiakn sebagai kebahagiaan (happiness).3 Jadi, baik
buruk/adil tidaknya suatu hukum, bergantung kepada apakah hukum itu memberikan
kebahagiaan kepada manusia atau tidak.
d. Aliran Sociological Jurisprudence
Hakekat hukum menurut aliran ini yaitu putusan-putusan hakim inconcerto yang
tersistemastisasi sebagai judge made law (hukum yang diputus oleh hakim). Menurut
aliran Sociological Jurisprudence ini, hukum yang baik haruslah hukum yang sesuai
dengan hukum yang hidup di masyarakat4.
e. Aliran/Mashab Sejarah
Memaknai hakekat hukum adalah perilaku social yang terlembagakan, eksis sebagai
variable sosial-empirik. Hukum bersemayam pada jiwa masyarakat/bangsa (volkgeist).
f. Aliran Realisme Hukum
Hakekat hukum adalah manifestasi makna-makna simbolik para pelaku sosial
sebagaimana tampak dalam interaksi mereka. Hakekat hukum berlangsung dalam
dinamika hukum yang merupakan kreasi dari hakim. Dalam pandangan penganut realism
(para realis), hukum adalah hasil dari kekuatan-kekuatan sosial dan alat control sosial.
Karena itu, program ilmu hukum realis hamper tidak terbatas, kepribadian manusia,
lingkungan sosial, keadaan ekonomi, kepentingan bisnis, gagasan yang sedang berlaku,
emosi-emosi umum, semua ini adalah pembentuk hukum dan hasil hukum dalam
kehidupan. Liewellyn mengatakan bahwa hal yang pokok dalam ilmu hukum realis
adalah gerakan dalam pemikiran dan kerja tentang hukum.5
Berbeda dengan aliran-aliran filsafat hukum O. Notohamidjojo yang mengemukakan tiga teori
tentang hakekat hukum yaitu :

Darji Darmodiharjo dan Shidarta, 2004, Pokok-Pokok Filsafart Hukum: Apa dan Bagaimana Filsafat Hukum
Indonesia, Jakarta:Gramedia Pustaka Utama, hlm. 117-121.

Paton, 1951, hlm. 21.

Friedman, Op. cit, hlm. 191.

1. Teori Imperatif, menentukan hakekat hukum dari asalnya hukum itu. Menurut teori
imperatif asal dari hukum adalah negara. Variannya meliputi :
a. Teori Etatatis (John Austin) yang menyatakan hakekat hukum atau hukum yang
sebenarnya terletak pada perintah (command) badan yang berdaulat dalam satu
masyarakat politik (negara).
b. Teori Hukum Murni (Hans Kelsen), (i) Kehendak negara (Wille des Staat) yang
memisahkan secara tajam antara sein (kenyataan/fakta) dari sollen (keharusan);
(ii) Hakekat hukum identik dengan negara, sehingga Negara adalah personifikasi
hukum atau negara adalah badan hukum.
2. Teori Indikatif adalah teori yang menunjuk (indicare) kepada kenyataan yang lebih
dalam. Variannya meliputi :
a. Mashab sejarah hukum (Historische Rechtsschool) dari Von Savigny, hakekat
hukum adalah pernyataan dari jiwa bangsa (volkgeist).
b. Teori kedaulatan hukum (Rechtssouvereniteit) dari Krabbe, hakekat hukum adalah
kesadaran hukum individual.
3. Teori Optatif, merumuskan hakekat hukum dengan menekankan pada tujuan hukum.
Variannya meliputi :
a. Teori Optatif Individualis, yang dianut oleh Jeremy Bentham. Menurutnya
hakekat hukum dalam kaitan dengan tujuannya adalah the greatest happiness for
the greatest number (kebahagiaan yang sebesar-besarnya bagi individu
sebanyak-banyaknya).
b. Teori Optatif Universalis yang dianut oleh Adolf Hitler. Ia merumuskan bahwa
hakekat hukum adalah segala tindakan apapun yang berguna bagi bangsa.
Aksiologi Hukum
Sidartha, mengemukakan Aksiologi Hukum (ajaran tentang nilai hukum) dikaitkan dengan
tujuan hukum adalah sebagai berikut :
1. Aliran hukum alam/kodrat, aksiolog hukum sebagai nilai abadi dari hukum adalah
keadilan.

2. Aliran positivisme hukum, aspek aksiologis diperjuangkannya nilai kepastian hukum,


dengan sumber hukum formal berupa peraturan perundang-undangan.
3. Aliran utilitarianisme, bahwa aksiologi yang dianut adalah nilai kepastian hukum diikuti
kemanfaatan (doelmatigheid), sedangkan nilai keadilan diabaikan.
4. Mashab sejarah hukum, mengadopsi secara simultan aspek aksiologi hukum yakni
kemanfaatan dan keadilan.
5. Aliran Sociological Jurisprudence, aspek aksiologi hukumnya secara bersamaan
mengadopsi kemanfaatan dan kepastian hukum.
6. Aliran realisme hukum, aspek aksiologi hukum yang diadopsi adalah kemanfaatan.

Epistemologi Hukum
Epistemoligi menurut Sidartha dalam arti metode penelitian hukum, yaitu :
1. Metode penelitian hukum doktrinal deduktif (legal research) disebut juga penelitian

hukum normatif, merupakan epistemologi hukum dari aliran hukum alam/kodrat dan aliran
positivisme hukum. Perbedaannya pada landasan epistemologinya, hukum alam/kodrat
bersifat teologis, metafisika, dan rational. Sedangkan aliran positivisme hukum landasan
epistemologinya pada validasi norma-norma hukum positif. John Austin meletakkan
landasan epistemologi pada perintah negara (sovereign command), dan Hans Kelsen
meletakkan validasi itu pada Grundnorm sebagai norma dasar dari hierarkhi norma-norma
hukum yang menjadi obyek penelitian hukum normatif. Notohamidjojo mengemukakan
metode hukum (aspek epistemologi hukum) dimaksudkan untuk menemukan menemukan
makna hukum, yaitu melalui interpretasi hukum dan konstruksi hukum. L.B Curzon
membedakan arti antara interpretasi dan konstruksi hukum. Interpretasi atau penafsiran
diartikan memberikan makna yang tepat arti kata suatu pasal undang-undang; kontruksi
merujuk pada mengatasi ambiguitas atau multi tafsir, kekaburan dan ketidakpastian norma
hukum pasal-pasal.
Jenis-jenis interpretasi hukum :
a. Interpretasi gramatikal, yaitu jenis penafsiran arti kata undang-undang menurut
kebiasaan umum/sehari-hari dan menurut kebiasaan teknis yuridis.

b. Interpretasi sistematis, yaitu penafsiran dalam rangkaian (konteks) dengan


keyentuan undang-undang lain.
c. Interpretasi historis, (1) Wetshistoris interpretatie, dengan memperhatikan sejarah
pembentukan undang-undang, dengan menyimak risalah pembentukan undangundang yang bersangkutan. (2) Rechtshistoris interpretatie, dengan meneliti sejarah
suatu lembaga hukum yang bersangkutan.
d. Interpretasi teologis adalah penafsiran ketentuan undang-undang sesuai dengan
tujuan menurut keadaan dalam masyarakat.
e. Interpretasi otentik, penafsiran resmi yang diberikan oleh pembentuk undangundang sendiri.
Jenis-jenis konstruksi hukum:
a. Anologische wetstoepassing, yaitu dengan memperluas penerapan suatu pasal
undang-undang.
b. Argumentum a contrario, yakni kontruksi hukum bahwa terhadap kasus yang tidak
ditentukan secara tegas dalam ketentuan pasal suatu undang-undang tidak boleh
diterapkan atau diberlakukan.
c. Rechtsverfijning (penghalusan hukum), yaitu konstruksi hukum bahwa pihak
korban yang melakukan kesalahan turut menanggung resiko atas perbuatannya.
Dan epistemologi Empiris melahirkan beberapa jenis teori hukum, sebagai berikut :
1. Teori Positivisme Hukum, mencakup :
a. Command Theory of Law (John Austin), hukum perintah yang
berkuasa/superior politik terhadap rakyat imperior dalam politik yakni
rakyat yang tanpa/tidak memiliki kekuasaan (powerless).
b. Normative Theory of Law (Hans Kelsen), hukum adalah norma yang bersifat
das sollen (yang seharusnya) dan tersusun secara hirarkis.
2. Historical Theory of Law, mencakup :
a. Teori von Savigny, hukum sebagai manifestasi/perwujudan jiwa rakyat /
jiwa bangsa (volkgist) dalam perkembangan sejarah.

b. Teori Henry Maine, hukum berkembang dalam sejarah bahwa berlakunya


hukum itu dari status seseorang ke kontrak.
3. Sociological Theory of Law, mencakup :
a. Eugen Ehrlich, kekuatan hukum tidak terdapat pada undang-undang dan
yurisprudensi tetapi diddalam masyarakat itu sendiri sebagai hukum yang
hidup di dalam masyarakat (living law).
b. Roscoe Pound, membedakan tiga kepentingan dalam hubungan hukum dan
masyarakat, yaitu : (i) menurut kepentingan pribadi, (ii) kepentingan publik,
dan (iii) kepentingan sosial.
c. Realist Theory of Law, apapun yang akan dilakukan oleh hakim dalam
memutus perkara itulah hukum.
II. Asal Muasal Hukum
Persoalan mengenai asal muasal hukum merupakan masalah fundamental dalam Jurisprudence.
Dimana Hari Chand mengemukakan dua pendekatan didalam menyimak asal usul hukum,
yakni :
1. Pendekatan Historis-Sosiologis
Mencatat bahwa asal muasal hukum berawal dari suasana masyarakat primitif
(sederhana dikaitkan dengan perkembangan budaya, bahasa, kebiasaan, yang
merupakan hasil dari interaksi sosial, produk sosial. Malinoswski memandang
bahwa hukum dalam masyarakat primitif lahir dari kebutuhan masyarakat itu
sendiri. Sedangkan Hart dalam analisisnya menyatakan makna hukum harus
diartikan dalam arti luas, tidak hanya hukum modern, tetapi juga hukum masyarakat
primitif. Hukum masyarakat primitif berwujud customary law (hukum kebiasaan)
tidak memiliki dasar rasional. Sedangka hukum modern sebagai suatu sistem berisi
norma primer dan norma sekunder diback up oleh sanksi (punishment).
2. Pendekatan Filsafat Negara
Uraian mengenai asal hukum dicermati menurut 4 paham kenegaraan, yaitu :

a. Paham Teokrasi dibedakan atas teokrasi lama dan teokrasi modern.


Paham teokrasi lama memandang asal hukum langsung diturunkan dari
Tuhan. Teokrasi modern megambarkan asal hukum, melalui dua tahapan :
-

Tuhan menciptakan negara dengan raja memerintah atas anugrah


Tuhan.

Paham

teokrasi

modern

memandang

hukum berasal

dari

kehendak Tuhan yang diturunkan tidak secara langsung, akan


tetapi melalui perantara raja.
b. Paham perjanjian masyarakat, dikembangkan tiga serangkai, Thomas
Hobbes, John Locke, dan Janc Jack Rousseau, sama-sama berdasar pada
filsafat hukum alam. Inti ajarannya asal hukum, hasil dari perjanjian
masyarakat (contract social). Perbedaannya terletak pada penekanan
masing-masing, Hobbes menekankan keamanan hidup, John Locke
penekanannya pada kepastian hukum, Rosseau penekananya pada
kebebasan politik.
c. Paham kedaulatan negara (Staats Souvereniteit) merupakan ajaran yang
bersifat alamiah bahwa negara memiliki kekuasaan asli, karena itu tidak
perlu dicarikan dasar pembenaran yuridisnya. Menurut paham kedaulatan
negara hukum berasal dari kehendak negara (staats will). Jadi, menurut
paham kedaulatan negara keabsahan suatu norma hukum karena undangundang itu berasal dari pejabat negara yang berwenang. Berbeda halnya
dengan

keabsahan

norma

hukum

adat

(customary

law)

karena

efektivitasnya, penerimaan/pengakuan komunitasnya sejalan.


d. Paham kedaulatan hukum (Recht Souvereniteit) merupakan reaksi terhadap
paham kedaulatan negara. Jika menurut paham kedaulatan negara asal
hukum lahir atas kehendak negara, maka paham kedaulatan hukum
memandang hukum berasal dari kesadaran hukum individual. Paham
kedaulatan hukum berpendapat validitas hukum berada didalam bathin

manusia yakni kesadaran hukum individual, dan bukan karena perintah


negara.

Anda mungkin juga menyukai