Anda di halaman 1dari 6

1

A. LATAR BELAKANG
Dalam Undang-Undang Nomor 14/1970 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
Kekuasaan Kehakiman disebutkan adanya empat lingkungan peradilan.
Sebagaimana diatur dalam Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang 14 Tahun 1970
bahwa keempat lingkungan peradilan itu meliputi :
a. Peradilan Umum b. Peradilan Agama c. Peradilan Militer d.

Peradilan

Tata

Usaha Negara
Adapun kompetensi absolut masing-masing lingkungan peradilan dapat
digambarkan secara garis besar sebagai berikut. Pasal 10 Undang-Undang Nomor
14/1970 merumuskan sebagai berikut :
(1) Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan:
a. Peradilan Umum b. Peradilan Agama c. Peradilan Militer d.

Peradilan

Tata Usaha Negara


(2) Mahkamah Agung adalah Pengadilan Negara Tertinggi
(3) Terhadap putusan-putusan yang diberikan tingkat terakhir oleh pengadilanpengadilan lain dari Mahkamah Agung, kasasi dapat diminta kepada Mahkamah
Agung
(4) Mahkamah Agung rhelakukan pengawasan tertinggi atas perbuatan pengadilan
yang lain, menurut ketentuan yang ditetapkan dengan undang-undang.
B. KEKUASAAN PEMERINTAHAN DAN PERADILAN
Dengan demikian, permasalahannya adalah sengketa-sengketa tata usaha
negara apa saja yang dapat digugat di Peradilan Umum setelah berlakunya UndangUndang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara? Sengketa tata
usaha negara yang dimaksud adalah :
1. Sengketa tata usaha negara yang timbul sehubungan dengan dikeluarkannya
suatu keputusan yang memuat pengaturan yang bersifat perdata.
2. Sengketa tata saha negara yang timbul sehubungan dengan dikeluarkannya suatu
keputusan yang memuat pengaturan yang bersifat umum.
3. Sengketa tata usaha negara yang timbul sehubungan dengan dilaksanakannya
suatu keputusan yang masih memerlukan persetujuan.
4. Sengketa

tata

usaha

negara

yang

timbul

sehubungan

dilaksanakannya putusan Peradilan Tata Usaha Negara.

dengan

tidak

2
5. Sengketa tata usaha negara yang timbul sehubungan dengan perbuatan nyata
badan/pejabat tata usaha negara.
Keputusan TUN yang dapat menjadi sengketa di Peradilan Tata Usaha Negara
harus memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:
a. Dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara
b. Berdasarkan wewenang dan kewajiban menurut suatu peraturan perundangundangan
c. Berlaku untuk seseorang tertentu maupun umum,
Dengan demikian kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara mempunyai ciri-ciri:Yang
bersengketa adalah orang atau badan perdata dengan badan atau pejabat tata usaha
negara
1. Objek sengketa adalah keputusan tata usaha negara berupa penetapan tertulis
yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara
2. Keputusan yang dijadikan objek sengketa berisi tindakan tata usaha negara
3. Keputusan yang dijadikan objek sengketa itu bersifat individual, konkret dan
final yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.
A. PANDANGAN

PARA

SARJANA

MENGENAI

KEPUTUSAN

YANG

MERUPAKAN PERBUATAN HUKUM PERDATA


Keputusan yang melebur ke dalam perbuatan hukum perdata itu adalah:
1. Keputusan yang jangkauannya akan melahirkan atau justru menolak terjadinya
suatu perbuatan hukum perdata.
2. Keputusan yang akan melebur dalam perbuatan hukum perdata
3. Keputusan yang menyebabkan dipenuhinya atau justru tidak dipenuhi suatu
syarat yang perlu harus ada suatu perbuatan hukum perdata dapat bekerja dengan
sah.
4. Keputusan yang merupakan pelaksanaan dari perbuatan hukum perdata.
.
Badan atau pejabat tata usaha negara dalam melaksanakan fungsi pelayanan kepada
rakyat selalu bertindak melalui dua macam peranan (roles). Philipus M. Hadjon,
menyebutkan dua macam badan atau pejabat tata usaha negara:

3
1. Selaku pelaku hukum publik (public actor) yang menjalankan kekuasaan publik
(public authority openbaar gezag).
2. Selaku pelaku hukum keperdataan (civil actor), melakukan pelbagai hukum
keperdataan (privaatrechtelijke handeling),
GUGATAN PERDATA TERHADAP BADAN ATAU PEJABAT TATA USAHA
NEGARA YANG TIDAK MELAKSANAKAN PUTUSAN PENGADILAN TATA
USAHA NEGARA
A. PELAKSANAAN PUTUSAN MENURUT KETENTUAN HUKUM POSITIF
Para penegak hukum (Pengadilan Tata Usaha Negara) sekarang terus berupaya
agar putusan hakim dijalankan oleh badan/pejabat tata usaha negara yang
mengeluarkan Keputusan Tata Usaha Negara yang tidak sah menurut hukum. Pada
paragraf ini akan diuraikan tigahal sebagai berikut:
Analisa ketentuan hukum tentang pelaksanaan putusan, Upaya pelaksanaan putusan,
Eksekusi mengambang (floating execution)
a. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Pengadilan Tata Usaha Negara
Pasal 115 menyebutkan:
Hanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap yang dapat
dilaksanakan.

Menurut Pasal 97 ayat (7) putusan Peradilan Tata Usaha Negara pada

dasarnya berupa :
Gugatan ditolak, Gugatan dikabulkan, Gugatan tidak diterima, Gugatan gugur
b. Undang- UndangNomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum
Pada bagian lain, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum
juga dapat dipakai sebagai dasar hukum yang ada relevansinya dengan pelaksanaan
putusan oleh Tergugat, meskipun hal itu sifatnya implisit.
c.

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok

Kekuasaan Kehakiman jo Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999


Pasal 10 ayat (1) butir a dan penjelasan ketentuan ini yang mengatur tentang
Peradilan Umum dan kewenangannya. Dengan demikian pasal tersebut dijadikan
dasar hukum bagi Peradilan Umum untuk menyelesaikan gugatan perdata

2. UPAYA PELAKSANAAN PUTUSAN


Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 menyebutkan bahwa dalam hal
Tergugat ditetapkan harus melakukan kewajiban untuk membayar ganti rugi dan
pemberian rehabilitasi, kepada Tergugat diberi jangka waktu sampai tiga bulan untuk
melaksanakannya..
3. EKSEKUSI MENGAMBANG (FLOATING EXECUTION)
Agar putusan Pengadilan Tata Usaha Negara dijalankan, ketua pengadilan
lembagakeadilan yang satu ini diberikan kewenangan untuk terus mengawasi
pelaksanaan putusan hakim.
1. KRITERIA

PERBUATAN

MELANGGAR

HUKUM

OLEH

PENGUASA

(ONRECHTMATIGE OVERHEIDSDAAD)
Syarat-syarat yang harus dipenuhi suatu perbuatan dikategorikan sebagai perbuatan
melawan hukum jika perbuatan itu memenuhi unsur-unsur:
1. Perbuatan itu sifatnya melanggar hukum karena berten tangan dengan kewajiban
hukum pelaku, melanggar hak orang lain, perbuatan tersebut dianggap
bertentangan dengan kesusilaan dan kecermatan.
2. Tanpa perbuatan tersebut tidak akan menimbulkan kerugian.
3. Perbuatan hukum itu disebabkan karena kesalahan pela-kunya sendiri. Artinya,
orangnya tidak berhati-hati untuk menghindari perbuatan tersebut.
4. Gugatan kerugian yang diminta berupa ganti kerugian per-nyataan, dan perintah
atau larangan hakim.
1. Keputusan yang merupakan pengaturan yang bersifat umum yang dapat digugat
di Pengadilan Negeri dibahas berdasar-kan:
a. Pengertian-pengertian dasar, b. Peristilahan, c.
keputusan yang bersifat umum, d.

Bentuk-bentuk

Kemungkinan gugatan terhadap keputusan

yang bersifat umum


2. Akibat hukum keputusan yang masih memerlukan persetujuan, 3.
nyata (feitelijke handeling)

Perbuatan

A. KEPUTUSAN YANG MERUPAKAN PENGATURAN YANG BERSIFAT UMUM


YANG DAPAT DIGUGAT DI PENGADILAN NEGERI
PENGERTIAN DASAR
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN),
khususnya penjelasan Pasal 2 antara lain menyebutkan:
Yang dimaksud dengan Keputusan Tata Usaha Negara yang memuat pengaturan yang
bersifat umum adalah: Pengaturan yang memuat norma-norma hukum yang
dituangkan dalam bentuk peraturan yang kekuatan berlakunya mengikat setiap orang.
Keputusan Tata Usaha Negara yang demikian bukan meru-pakan suatupenetapan
tertulis

yang

jangkauan

berlakunya

hanya

mengikat

perseorangan/individu.

Pengertian Keputusan Tata Usaha Negara yang bersifat umum dan bukan merupakan
pene-tapan tertulis itu menurut Indroharto meliputi:
1. Norma konkret, 2.

Rencana, 3. Perundang-undangan

semu

(pseudo

wetgeving)
BENTUK-BENTUK KEPUTUSAN YANG BERSIFAT UMUM
Sebagaimana disebutkan dalam paragraf tentang pengertian dasar, bahwa untuk
menguraikan dan menganalisis bentuk-bentuk keputusan yang merupakan pengaturan
yang bersifat umum akan dipergunakan konsep Indro harto sebagai titik tolak.
Indroharto menyebutkan bahwa keputusan yang me rupakan pengaturan yang bersifat
umum meliputi : Norma konkret, Rencana, Perundang-undangan semu (pseudo
welgeving).
a.

Norma Konkret

(1) Pengertian norma konkret


Norma konkret menurut Belinfante: Suatu tindakan hukum administrasi yang dapat
memberikan isi yang konkret serta pelaksanaan praktis menurut waktu dan tempat
dalam ketentuan umum yang mengikat. bentuk-bentuk dari norma konkret itu meliputi:
(ad. 1) Peraturan, Istilah peraturan dalam bahasa Belanda disebut dengan istilah
regeling yang berarti peraturan, aturan. Dalam kaitannya dengan hal ini, A. Attamimi
menyebutkan bahwa suatu peraturan harus mengandung ketentuan-ketentuan yang

6
bersifat peraturan (regeling) dan kemungkinan campuran antara peraturan dengan
penetapan (beschikking).
(ad 2) Keputusan, Secara umum badan atau pej abat tata usaha negara pada
departemen-departemen

dan

lembaga

pemerintahan

non

departemen,

dalam

menyelenggarakan pemerintahan di tingkat Pemda Tingkat I dan Tingkat II


b. Rencana (sebagai salah satu bentuk Keputusan Tata Usaha Negara yang bersifat
umum)
Menurut Belinfante rencana adalah: Keseluruhan peraturan yang bersangkut paut
yang mengusahakan dengan sepenuhnya terwujudnya suatu keadaan tertentu yang
teratur. (Suatu tindakan yang berhubungan secara menyeluruh yang memperjuangkan
dapat terselenggarakannya suatu keadaan yang teratur).
c.

Perundang-undangan semu (pseudo wetgeving) sebagai salah satu bentuk

Keputusan Tata Usaha Negara yang memuat pengaturan yang bersifat hukum
Belinfante mengattikan perundang-undangan semu sebagai: Suatu tindakan hukum
administrasi dan bukan merupakan peraturan umum yang mengikat yang timbul
menurut peraturan-peraturan yang dituliskan untuk itu dalam hukum tata negara dan
ditetapkan oleh badan yang dinyatakan berwenang, dalam hukum tata negara, untuk
perundang-undangan dalam arti material.
B. AKIBAT PELAKSANAAN KEPUTUSAN YANG MASIH MEMERLUKAN
PERSETUJUAN
Unsur-unsur perbuatan melanggar hukum menurut pasal tersebut antara lain:
1. Perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad, 2.
3. Menimbulkan kerugian, 4.

Hubungan

kausal

Harus ada kesalahan

antara

perbuatan

dengan

kerugian yang ditimbulkan


C. PERBUATAN NYATA (FEITELIJKE HANDELING)
Bentuk-bentuk konkret dari perbuatan nyata (feitelijke handelingen) dapat
dicontohkan sebagai berikut:
a) Perbuatan Nyata Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dalam Fungsi Pelayanan.
b) Perbuatan Nyata Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dalam Fungsi
Pembangunan,
c) Perbuatan Nyata Badan atau Pej abat Tata Usaha Negara dalam Rangka
Penegakan Hukum.

Anda mungkin juga menyukai