PENDAHULUAN
Ibid
www.balipost.co.id, Deadline Penutupan Alat Berat Molor Bupati Klungkung Tidak
Pede, Kamis 16 Januari 2003, http://www.balipost.co.id/balipostcetak/2003/1/16/b1.htm
5
www.balipost.co.id, Fraksi PDIP Pertanyakan Peran Satpol PP, Kamis 23 oktober 2003,
http://www.balipost.co.id/balipostcetak/2003/10/23/b10.htm
4
wajib
ibid
Supremasi Hukum
Perlindungan HAM 10
Dari paparan kedua sarjana tersebut diatas, dua hal persamaan yang dapat
ditarik benang merah yakni asas legalitas dan perlindungan HAM. Sehingga yang
terkait dengan persoalan dalam paper ini adalah terkait asas legalitas dan
perlindungan HAM. Secara normatif mengenai konsep HAM, dalam pasal 1
angka 1 Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang HAM, menentukan; Hak
Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan
manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerahNya
yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum,
Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan
martabat manusia. Hak atas mendapatkan lingkungan yang baik dan sehat secara
normatif terdapat dalam pasal 28 H ayat (1) Undang-undang Dasar Negara
Moh. Mahfud MD, Demokrasi dan Konstitusi di Indonesia, Liberty, Jogjakarta, 1993, h.28
10
Subawa et.all, Hukum Tata Negara Pasca Perubahan UUD 1945, Wawasan, Denpasar,
2005, h. 56
Republik Indonesia tahun 1945 dan pasal 9 ayat (3) Undang-undang No. 39 tahun
1999 tentang HAM.
BAB II
PEMBAHASAN
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.
m.
n.
10
dan/atau
kegiatannya
menimbulkan
pencemaran
dan/atau
kerusakan
tidak adanya jaminan hak warga negara atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
Akibat timbulnya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.
b. Asas kelestarian dan berkelanjutan
Hal ini dikarenakan kebijakan pemberian ijin bertentangan upaya pelestarian
ekosistem dan lingkungan hidup demi generasi mendatang.
c. Asas keserasian dan keseimbangan
bahwa kebijakan pemberian ijin terhadap pertambangan galian C hanya lebih
mengutamakan kepentingan ekonomi dalam peningkatan pendapatan asli daerah
(PAD) kabupaten Klungkung. Sebagaimana di kutip dalam www.balipost.co.id
pendapatan dari pertambangan galian C sebesar 11% dari total PAD.11
d. Asas manfaat
meskipun pertambanga galian C dapat meningkatan kesejahteraan masyarakat
dan terbukti dari 732 orang yang mendapatkan pekerjaan. Tetapi tidak selaras dengan
lingkungannya yang rusak.
e. Asas kehati-hatian
pemerintah daerah kabupaten Klungkung tidak cermat dalam mengeluarkan
kebijakan yang membolehkan usaha pertambangan galian C.
f. Asas keadilan
bahwa kebijakan pertambangan galian C ini hanya menguntungkan pihak
pengusaha tanpa memperhatikan keadlian bagi masyarakat setempat.
11
12
g. Asas ekoregion
bahwa kebijakan pertambangan galian C, kurang memperhatikan karakteristik
sumber daya alam, ekosistem, kondisi geografis, budaya masyarakat setempat, dan
kearifan lokal.
h. Asas pencemar membayar
bahwa kebijakan pertambangan galian C, yang di timbulkan oleh pemerintah
berdampak pada kerusakan lingkungan maka pengusaha penambang maupun
pemerintah daerah wajib untuk memulihkan lingkungan terserbut.
i. Asas kearifan lokal
bahwa kebijakan tersebut berdampak pada kerusakan alam, yang mana alam
merupakan nilai-nilai luhur bagi masyarakat Bali dengan falsafah Tri Hita Karana
j. Asas tata kelola pemerintahan yang baik
bahwa kebijakan tersebut tidak dijiwai oleh prinsip transparansi yang
berdampak merusak lingkungan masyarakat setempat.
k. Asas otonomi daerah
bahwa pemerintah daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dengan
tidak memperhatikan keragaman lingkungan dsekitar daerah pertambangan.
2.2
pengusahaan terhadap sumber daya alam (SDA) di Indonesia adalah Pasal 33 Ayat
(3) UUD 1945. Di dalam pasal tersebut diirumuskan bahwa Bumi dan air dan
13
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan
untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Mengenai rumusan di muka tidak
pernah ada penjelasan atau kejelasan resmi tentang makna dikuasai oleh negara
Namun satu hal yang telah disepakati bahwa dikuasai oleh negara tidak sama dengan
dimiliki negara. Kesepakatan ini bertalian dengan atau suatu bentuk reaksi dari
system atau konsep domein yang dipergunakan pada masa kolonial
Hindia
Belanda.
Konsep atau lebih dikenal dengan asas domein , mengandung pengertian
kepemilikan (ownership). Negara adalah pemilik atas tanah, karena itu memiliki
segala wewenang melakukan tindakan yang bersifat kepemilikan (eigensdaad). 12
UU No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Agraria (UUPA) merumuskan
makna hak menguasai negara sebagai wewenang untuk :
a. mengatur dan menyelenggarakan perubahan, penggunaan, persediaan dan
pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut;
b. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan
bumi, air dan ruang agkasa;
c. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum mengenai bumi, air dan
ruang angkasa. 13
Selanjutnya disebutkan wewenang menguasai tersebut digunakan untuk mencapai
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dan pelaksanaannya dapat dikuasakan kepada
daerah dan masyarakat hukum adat.14 Dalam penjelasan umum lebih ditegaskan
bahwa negara tidak memiliki , melainkan bertindak selaku pemegang kekuasaan. Jadi
bersifat publik atau kepemerintahan belaka (bestuursdaad). Yang seringkali dilupakan
12
Bagir Manan, Menyongsong Fajar Otonomi Daerah, (Yogyakarta : Pusat Studi Hukum UII, 2004),
hlm.230.
13
UU No.5 Tahun 1960 Pasal 2 Ayat (2).
14
Ibid , Ayat (3) dan Ayat (4).
14
adalah tujuan dari dikuasai Negara. Baik dalam UUD 1945 maupun UUPA
ditegaskan bahwa hak menguasai oleh Negara adalah untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat. Berdasarkan tujuan tersebut, setidak-tidaknya ada laranganlarangan yang tidak boleh dilanggar, yaitu :
a. Apabila dengan itikad baik tanah-tanah telah dikuasai dan dimanfaatkan oleh
rakyat, maka kenyataan itu harus dihormati dan dilindungi. Keberadaan rakyat di
tanah-tanah tersebut merupakan salah satu penjelmaan dari tujuan kemakmuran
rakyat. Rakyat harus mendapat hak didahulukan dari pada occupant baru yang
menyalahgunakan formalitas-formalitas hukum yang berlaku;
b. Tanah yang dikuasai Negara tetapi telah dimanfaatkan rakyat dengan itikad baik
(ter geode trouw) hanya dapat dicabut atau diasingkan dari mereka, semata-mata
untuk kepentingan umum, yaitu untuk kepentingan sosial dan atau kepentingan
Negara;15
c. Setiap pencabutan atau pemutusan hubungan hukum atau hubungan konkrit yang
diduduki atau dimanfaatkan rakyat dengan itikad baik, harus dijamin tidak akan
menurunkan status atau kualitas hidup mereka karena hubungan mereka dengan
tanah tersebut.
Berdasarkan logika di atas, maka semestinya makna dikuasai oleh Negara
mengandung arti :
1. Hak (Negara) itu harus dilihat sebagai antitesis dari asas domein yang memberi
wewenang kepada Negara untuk melakukan tindakan kepemilikan yang
bertentangan dengan asas kepunyaan menurut adat istiadat. Hak kepunyaan
didasarkan pada asas komunal dan penguasa hanya sebagai pengatur belaka;
2. Hak menguasai oleh Negara tidak boleh dilepaskan dari tujuan yaitu demi
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Negara harus memberikan hak terdahulu
15
kepada rakyat yang telah secara nyata dan dengan itikad baik memanfaatkan
tanah.
Bahan galian tambang merupakan salah satu kekayaan yang terkandung dalam
bumi dan dalam air. Dalam bumi diartikan sebagai dipermukaan atau dibawah bumi.
Di dalam air diartikan berada di bawah air yaitu di atas atau di bawah bumi yang
berair (sungai, danau, laut , rawa). Bahan galian tambang untuk sebagian didapati di
atas permukaan bumi atau bagian permukaan bumi yang berada di bawah air. Oleh
karena itu pengertian bahan galian harus diartikan baik yang diperoleh dengan
menggali maupun dengan cara-cara mengambil di bagian permukaan bumi termasuk
permukaan bumi yang ada di bawah air.
16
daerah
meliputi
seluruh
kewenangan
bidang
17
a.
b.
c.
d.
e.
f.
18
Oleh karena itu pemegang hak milik atas kekayaan alam berupa aneka
ragam bahan galian yang terkandung di dalam bumi dan air di wilayah hukum
(pertambangan) Indonesia adalah hak milik bangsa Indonesia (mineral right). Bangsa
Indonesia sebagai pemilik bahan galian tersebut memberikan kekuasaan kepada
Negara untuk mengatur dan mengurus serta memanfaatkan kekayaan alam tersebut
dengan sebaik-baiknya untuk kemakmuran rakyat. Hal ini berarti pula Negara
diberikan hak penguasaan (authority right) atas kekayaan alam milik bangsa
Indonesia, agar dapat dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Kemudian untuk penyelenggaraan selanjutnya, mengingat Negara tidak mungkin
menyelenggarakan sendiri, maka HPN ini dilaksanakan oleh pemerintah sebagai
penyelenggara pemerintahan sehari-hari. Jadi pemerintah sebagai pemegang kuasa
pertambangan (KP). Selanjutnya dalam penyelenggaraan atas penguasaan kekayaan
alam tersebut , sesuai dengan kewenangan pemerintah, menurut Soepomo (dikutip
oleh Ismail Suny, 2005), maka melalui lembaga-lembaga yang dibentuknya dapat
melakukan kerjasama pengusahaan pertambangan dengan pihak lain (investor)
sebagai pelaksana pengusahaan pertambangan (mining right). Konstruksi demikian
dapat digambarkan dalam skema berikut :
19
Dalam pelaksanaannya di era otonomi daerah saat ini, persepsi tentang konsep
penguasaan dan pengusahaan sering bercampur aduk dalam penafsiran yang
salah. Ada pemerintah daerah yang memiliki persepsi bahwa bahan galian atau
sumber daya alam yang terdapat di daerahnya seolah-olah adalah milik rakyat di
daerah tersebut. Padahal seharusnya pengertiaannya adalah dimanapun bahan galian
tersebut berada adalah milik seluruh rakyat Indonesia secara bersama-sama. Hal ini
yang dalam pelaksanaannya akhirnya sering menjadi permasalahan dalam kaitannya
dengan pemberian perijinan di bidang pertambangan.
20
21
Lihat lebih lanjut Pasal 14 huruf f, Pasal 19 Ayat (3), Pasal 20 Ayat (1) UU
No.33 Tahun 2004.
Berdasarkan deskripsi pembagian atas hasil pertambangan di atas, maka dapat
digarisbawahi bahwa meskipun daerah memiliki kekayaan alam yang melimpah,
tetapi daerah yang bersangkutan tidak bisa menampakkan diri kepada daerah lainnya
sebagai daerah yang kaya. Hal ini dikarenakan undang-undang telah mengatur adanya
pembagian hasil yang diperoleh dari pengelolaan sumber daya alam tersebut. Di sisi
lain undang-undang telah menempatkan posisi pemerintah memperoleh pembagian
hasil yang besar. Ini berarti diperlukan adanya campur tangan pemerintah di sektor
pertambangan untuk tujuan kepentingan nasional, sehingga hasil yang diperoleh dari
pengelolaaan sektor pertambangan bisa dinikmati oleh seluruh rakyat Indonesia dan
bukan semata-mata oleh daerah yang didapati memiliki kekayaan sumber daya alam.
operasional. Indikasi dari hal tersebut , dari 175 pasal yang terdapat dalam UU
Minerba, setidaknya 22 pasal menyebutkan ketentuan sebagaimana dimaksud pada
pasal ini, akan diatur dengan peraturan pemerintah, dan 3 pasal menyebutkan
ketentuan sebagaimana dimaksud pada pasal ini, akan diatur dengan peraturan
daerah, provinsi/kabupaten/kota.
Hal tersebut berarti bagaimana nanti implementasi yang lebih pasti dari UU
Minerba ini dan bagimana arah serta gambaran pengelolaan sektor pertambangan ke
depan yang lebih pasti, akan sangat tergantung pada situasi, kondisi, dan kepentingan
pengambil kebijakan pada saat peraturan pemerintah (PP) dan Perda dibuat. Di
samping itu UU Minerba juga mewajibkan pemerintah untuk menetapkan tata ruang
nasional wilayah pertambangan dengan ditunjang data geologis secara tepat. Ini
berarti sejauh penetapan itu belum dilakukan, maka tidak boleh ada pengeluaran ijin
penambangan oleh pemerintah daerah sehingga bisa terjadi moratorium
(jeda)
berlaku.
Penerapan
undang-undang
lainnya
terkait
dengan
masalah
perlindungan masyarakat korban yang terkena dampak usaha tambang. Berikut ini
akan diperbandingkan sisi perubahan yang terkandung dalam undang-undang baru.
TABEL 1
Perbandingan UU No.11/1967 dan UU No.4/2009
No
Materi Pokok
Judul
saan Negara/HPN
23
Pemda (Pasal 4)
(Pasal 1)
Penggolongan/Pengelo
mpokan
* Pengelompokan usaha
pertambangan : mineral
dan batubara
* Penggolongan tambang
mineral : radioaktif,
logam, bukan logam,
batuan (Pasal 34)
Kewenangan
Pengelolaan
* 21 kewenangan berada di
tangan Pusat
* 14 kewenangan berada di
tangan provinsi
* 12 kewenangan berada di
tangan kabupaten/kota
(Pasal 6-8)
Wilayah Pertambangan
* Wilayah pertambangan
adalah bagian dari tata
ruang nasional,
ditetapkan pemerintah
setelah koordinasi
dengan Pemda dan DPR
(Pasal 10)
* Wilayah pertambangan
tdr : wilayah usaha
pertambangan (WUP),
wilayah pertambangan
rakyat (WPR) dan
wilayah pencadangan
nasional (WPN) Pasal
14 s/d 33
24
Legalitas Usaha
Sistem/Rezim Perijinan
(Pasal 35), terdiri atas :
Tahapan Usaha
* Investor Nasional/domestic
(PMDN), berupa : KP, SIPD,
PKP2B
25
75)
9
Kewajiban Pelaku
Usaha
Pembinaan &
Pengawasan
26
11
Ketentuan Peralihan
(terkait status hukum
investasi existing
Ketentuan
yang
tercantum dalam pasal
KK
dan
PKP2B
dimaksud disesuaikan
selambat-lambatnya 1
tahun sejak UU ini
diundang-kan , kecuali
mengenai peneri-maan
Negara.
27
perubahan sistem/rezim dalam undang-undang yang baru (UU Minerba) ini adalah
mengembalikan asas HPN pada posisi secara ketatanegaraan. Hal ini bisa dilihat pada tabel
di bawah ini.
TABEL 2
Perbandingan Sistem /rezim Perijinan Dan Sistem/rezim Kontrak
Subyek
1. Hubungan Hukum
Sistem/rezim Perijinan
Sistem/rezim Kontrak
2. Penerapan Hukum
Oleh Pemerintah
3. Pilihan Hukum
4. Akibat Hukum
Sepihak
5.Penyelesaian sengketa
PTUN
Arbitrase
6. Kepastian Hukum
Lebih Terjamin
Antar
Pihak
8. Sumber Hukum
Prinsip desentralisasi yang dianut dalam UU No.4 Tahun 2009 (UU Minerba)
dapat dikatakan sebagai langkah maju, tetapi masih dipenuhi dengan tantangan.
Sebagian ruang bagi peran daerah (provinsi, kabupaten/kota) dapat teridentifikasi
dalam undang-undang ini. Secara umum, aspek pembagian kewenangan antar
28
pemerintahan (pusat dan daerah) jika merujuk UUD 1945 dan UU No.32 tahun 2004
yang menjadi landasan dalam penyusunan UU No.4 tahun 2009, maka substansi yang
terkandung dalam UU No.4 Thun 2009 menggariskan kewenangan eksklusif
pemerintah (pusat) dalam hal sebagai berikut :
a. Penetapan kebijakan nasional;
b. Pembuatan peraturan perundang-undangan;
c. Penetapan standard, pedoman dan kriteria;
d. Penetapan sistem perijinan pertambangan minerba nasional;
e. Penetapan wilayah pertambangan setelah berkonsultasi dengan Pemda dan
DPR.
Di luar hal-hal tersebut di atas, jenis-jenis kewenangan terutama perijinan antar pusat,
provinsi dan kabupaten/kota bersubstansi sama dan hanya berbeda dalam skala
cakupan wililayah. Sebagai rincian dalam hal pembagian kewenangan antara pusat,
provinsi dan kabupaten/kota dapat dilihat pada table di bawah ini.
TABEL 3
Kewenangan Pengelolaan Minerba
No.
1
Kewenangan Pusat
Kewenangan Provinsi
Kewenangan Kab./Kota
Pemberian
IUP,
pembinaan, penyelesaian
konflik masyarakat dan
pengawasan usaha pertambangan yang berada pada
lintas wilayah provinsi dan
atau wilayah laut lebih dari
12 mil dari garis pantai
Pemberian IUP,
pembinaan, penye-lesaian
konflik masyarakat dan pengawasan usaha
pertambangan pa-da lintas
wilayah kab./kota dan atau
wilayah laut 4 mil sampai
dengan 12 mil
Pemberian
IUP,
29
pembinaan, penye-lesaian
konflik masyarakat dan pengawasan
usaha
pertambangan yg lokasi
penambangannya berada
pa-da
batas
wilayah
provinsi dan atau wilayah
laut lebih dari 12 mil dari
garis pantai
Pemberian
IUP,
pembinaan, penye-lesaian
konflik masyarakat dan pengawasan
usaha
pertambangan
operasi
produksi yang berdampak
lingkungan langsung lintas
provinsi dan atau dalam
wilayah laut lebih dari 12
mil dari garis pantai.
Pemberian
IUP,
pembinaan, penye-lesaian
konflik masyarakat dan pengawasan
usaha
pertambangan
operasi
produksi yang kegiatannya
berada pada lintas wilayah
kab/kota dan atau wilayah
laut 4 mil sampai dengan
12 mil
Pemberian
IUP,
pembinaan, penye-lesaian
konflik masyarakat dan
pengawasan
usaha
pertambangan
yang
berdampak
lingkungan
lang-sung lintas kab/kota
dan atau wila-yah laut 4
mil sampai dengan 12 mil
30
31
2.3
Galian C Gunaksa saat ini oleh pemerintah kabupaten klungkung telah ditutup
melalui peraturan bupati kabupaten klungkung nomor 2 Tahun 2011 tentang rencana
rinci tata ruang kawasan strategis eks pertambangan bahan galian golongan C.
Dengan adanya peraturan bupati tersebut dapat dikatakan kegiatan pertambangan
galian C yang ada di klungkung saat ini sudah tidak diizinkan lagi, dan setiap
kegiatan pertambangan di kawasan tersebut dapat dikategorikan sebagai kegiatan
yang illegal. Selanjutnya melalui Peraturan Bupati Nomor 2 Tahun 2011 tentang
rencana rinci tata ruang kawasan strategis eks pertambangan bahan galian golongan c,
kawasan galian C di dorong perkembangannya sebagai kawasan daya tarik wisata
baru yang terintegrasi dan bersinergi dengan kawasan sekitar dan kawasan lainnya di
Bali. Sebagaimana disebutkan dalam pasal 2 huruf b Perbub nomor 2 tahun 2011.
Kemudian rencana untuk mewujudkan kawasan daya tarik wisata baru di eks galian
C dalam pasal 2 huruf d diberikan landasan untuk memberikan pedoman penyusunan
Detail Engineering Design bagi beberapa proyek pembangunan fisik dan alat
pengendalian pemanfaatan ruang yang lebih detail dan operasional. Wilayah yang
masuk dalam perencanaan Rencana tata ruang kawasan strategis eks Pertambangan
bahan galian C, yang secara administrasi meliputi 5 (lima) desa, yaitu:
a. Desa Gelgel
b. Desa Tangkas
c. Desa Jumpai
d. Desa sampalan klod
e. Desa Gunaksa
32
Sedangkan untuk
33
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
1. Bahwa pemberian ijin pertambangan galian C di Desa Gunaksa, Desa
Tangkas dan Desa Jumpai oleh pemerintah daerah Kabupaten Klungkung
bertentangan dengan Pasal 2 UU yakni Asas tanggung jawab negara, Asas
kelestarian dan berkelanjutan, Asas keserasian dan keseimbangan, Asas
manfaat, Asas kehati-hatian, Asas keadilan, Asas ekoregion, Asas pencemar
membayar, Asas kearifan lokal, Asas tata kelola pemerintahan yang baik,
Asas tata kelola pemerintahan yang baik, dan Asas otonomi daerah. Serta
Pasal 28 H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.
Oleh karenanya dari tinjauan konsep negara hukum, maka pemberian ijin
tersebut telah bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3) UUD NRI 1945.
2. Dengan adanya peraturan bupati bupati kabupaten klungkung nomor 2 Tahun
2011 tentang rencana rinci tata ruang kawasan strategis eks pertambangan
bahan galian golongan C dapat dikatakan kegiatan pertambangan galian C
yang ada di klungkung saat ini sudah tidak diizinkan lagi, dan setiap kegiatan
pertambangan di kawasan tersebut dapat dikategorikan sebagai kegiatan yang
illegal. Selanjutnya melalui Peraturan Bupati Nomor 2 Tahun 2011 tentang
rencana rinci tata ruang kawasan strategis eks pertambangan bahan galian
golongan c, kawasan galian C di dorong perkembangannya sebagai kawasan
34
daya tarik wisata baru yang terintegrasi dan bersinergi dengan kawasan sekitar
dan kawasan lainnya di Bali.
3.2. Saran
1. Agar tindakan pemerintah daerah Kabupaten Klungkung atau lainnya,
menjadikan asas-asas Perlindungan dan Pengelolaan lingkungan hidup
sebagai pedoman untuk mengeluarkan kebijakan.
2. Pengelolaan kawasan berdasarkan Peraturan Bupati Kabupaten Klungkung
No. 2 Tahun 2011 agar segera ditindaklanjuti dalam proses pemulihan
wilayah eks. Galian C.
35
Daftar Bacaan
Buku Literatur :
Abrar Saleng, 2004, Hukum Pertambangan, UII Press, Yogyakarta.
Bagir Manan, 1994, Hubungan Antara Pemerintah Pusat Dan Daerah Menurut
UUD1945, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.
Bagir Manan, 2004, Menyongsong Fajar Otonomi Daerah, Pusat Studi Hukum UII,
Yogyakarta.
Boedi Harsono, 1995, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Penyusunan , Isi Dan
Pelaksanaannya, Djambatan, Jakarta.
De Haan, Paul, 1986, Bestuursrecht in de Sociale Rechtsstaat, deel 1, KluwerDeventer.
Indroharto, Usaha Memahami Undang-undang Tentang PTUN, Pustaka Sinar
Harapan, Jakarta, 1991.
Pound, Roscoe, 1966, An Introduction to the Philosophy of Law, Yale University
Press, New Haven.
Moh. Mahfud MD, Demokrasi dan Konstitusi di Indonesia, Liberty, Jogjakarta, 1993
Philipus M. Hadjon et.al, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Gajah Mada
University Press, cetakan pertama, 1993.
Subawa et.all, Hukum Tata Negara Pasca Perubahan UUD 1945, Wawasan,
Denpasar, 2005.
Internet :
www.klungkungkab.go.id, Galian C Ditutup Total, 28 Juli 2004, diakses pada
http://www.klungkungkab.go.id/index.php/baca-berita/4867/Galian-CDitutup-Total
www.balipost.co.id, Bekas Galian C Gunaksa Berpotensi Mengancam Keselamatan
Jiwa, Senin, 3 November 2003,
http://www.balipost.co.id/balipostcetak/2003/10/23/b10.htmwww.balipost.co.id,
Deadline Penutupan Alat Berat Molor Bupati Klungkung Tidak Pede,
Kamis
16
Januari
2003,
http://www.balipost.co.id/balipostcetak/2003/1/16/b1.htm
www.balipost.co.id, Fraksi PDIP Pertanyakan Peran Satpol PP, Kamis 23 oktober
36
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN :
UNDANG UNDANG DASAR NKRI 1945
Undang-undang No.11 Tahun 1967 tentang Ketentuan Ketentuan Pokok
Pertambangan
UUndang-undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
Undang-undang No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pemerintah dan Pemeritahan Daerah
Undang-undang No.4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Peraturan Bupati Klungkung No 2 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang
Kawasan Strategis Eks Pertambangan Bahan Galian Golongan C
37