Anda di halaman 1dari 15

ARTIKEL TEORI HUKUM

“PARADIGMA PENEMUAN HUKUM BERDASARKAN TEORI


HUKUM”
Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah
TEORI HUKUM DAN PENEMUAN HUKUM

Dosen Pengampu:
Prof. Dr. SARSINTORINI PUTRA, SH., MH.

Oleh:
NAMA : ANANG ARDIANSYAH
NPM : 231003741020709

SEMESTER 1 (Satu)
PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS 17 AGUSTUS SEMARANG
TAHUN 2023/2024
Pradigma Penemuan Hukum Berdasarkan Teori Hukum

A. Latar Belakang

Hukum menurut Hans Kelsen seorang Ahli hukum Austria adalah

norma-norma yang diciptakan oleh otoritas yang kompeten, dan bahwa

hukum yang berlaku dapat diidentifikasi dengan norma dasar atau

“grundnorm”.1 Artinya setiap kejadian yang alami manusia pastilah ada

hukum yang mengatur, baik tertulis maupun tidak tertulis. Seiring

perkembangan zaman, manusia pasti mengalami kejadian baru yang belum

diatur oleh hukum. Contohnya penyadapan aliran listrik, yang hukumnya

belum diatur. Ketika tidak ada aturan yang spesifik, pelanggaran tersebut

akan terus jadi dan berkembang. Hal tersebut karena, Indonesia menganut

Nullum Delictum Nulla Poena Sine Praevia Lege Poenali merupakan asas

yang berlaku untuk suatu tindak pidana yang mana tidak ada perbuatan yang

dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam

perundangundangan yang telah ada sebelum perbuatan tersebut dilakukan.2

Oleh Karena itu, penemuan tentang hukum penting dilakukan.

Penemuan hukum didasarkan darai pemahaman terhadap evolusi dan

perkembangan hukum sebagai suatu sistem yang mengatur perilaku manusia

1
Jimly Asshiddiqie, M. Ali Safa’at. 2006. “Teori Hans Kelsen Tentang Hukum.” Sekretariat Jenderal
& Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI 61.
2
Rachmat Trijono, 2016, Kamus Hukum, 2016, Pustaka Kemang, Jakarta. hal.137
dalam masyarakat. Proses penemuan hukum dipengaruhi oleh berbagai teori

hukum yang muncul dari waktu ke waktu. Beberapa teori ini mencerminkan

pandangan tentang sumber-sumber hukum, sifat hukum, dan peran lembaga-

lembaga hukum.

Pradigma penemuan hukum dimulai dengan Teori Naturalis, teori

ini menganggap hukum memiliki sifat inheren yang bersumber dari alam

atau kodrat manusia. Menurut teori ini, hukum ditemukan bukan diciptakan.

Hukum dianggap sebagai entitas yang eksis sejak awal dan dapat

diidentifikasi melalui akal budi dan penelitian alam. Pendukung teori

tersebut adalah Aristotelesyang berpendapat bahwa hukum adalah sesuatu

yang alami dan inheren dalam struktur sosial manusia. Menurutnya, hukum

merupakan ekspresi dari kodrat manusia yang bersifat rasional.

Selanjutnya yaitu Teori Positivis: Positivisme hukum menekankan bahwa

hukum adalah produk dari kebijakan penguasa atau otoritas yang berdaulat.

Penemuan hukum dalam konteks ini didasarkan pada aturan-aturan yang

ditetapkan oleh penguasa atau lembaga hukum yang sah. Hukum ditemukan

melalui penetapan norma-norma yang telah ditetapkan oleh otoritas. Ketiga

yaitu Teori Realis: Teori ini menekankan pengaruh faktor-faktor sosial,

politik, dan ekonomi terhadap pembentukan hukum. Menurut penganut teori

realis, penemuan hukum terkait erat dengan analisis terhadap kasus-kasus

nyata dan pengaruh kekuasaan serta nilai-nilai dalam masyarakat. Keempat,

Teori Kritis: Teori ini memandang hukum sebagai alat kontrol sosial yang
mencerminkan kepentingan kelas atau kelompok tertentu. Penemuan hukum

dalam konteks ini melibatkan analisis terhadap bagaimana hukum dapat

digunakan untuk memelihara ketidaksetaraan atau sebaliknya, untuk

mencapai keadilan sosial. Kelima, Teori Progresif: Teori ini melihat hukum

sebagai entitas yang dapat berkembang dan berubah seiring waktu,

mencerminkan perkembangan nilai-nilai masyarakat. Penemuan hukum

dalam teori ini terkait dengan adaptasi hukum terhadap perubahan sosial dan

kebutuhan masyarakat. Terakhir, Teori Postmodern: Dalam konteks

globalisasi dan kompleksitas masyarakat modern, teori postmodern

mempertanyakan ide-ide absolutitas hukum. Penemuan hukum dalam

pandangan ini melibatkan pemahaman bahwa hukum dapat bervariasi dan

ditafsirkan secara beragam tergantung pada konteks budaya dan historisnya.

Latar belakang penemuan hukum berdasarkan teori hukum

mencerminkan perjalanan panjang dari pandangan alamiah hingga

pandangan yang lebih kritis dan kontekstual. Pengaruh teori-teori ini

terhadap perkembangan hukum telah membentuk cara kita memahami dan

menerapkan norma-norma dalam masyarakat. Analisis terhadap penemuan

hukum berdasarkan teori hukum juga berkaitan tentang hukum baru yang

menyesuaikan perkembangan zaman. Penemuan hukum didasarkan pada UU


No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik3, mengatur bentuk sarana

perlindungan hukum preventif.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana konsep evolusi dan perkembangan hukum sebagai suatu sistem

yang mengatur perilaku manusia dalam masyarakat tercermin dalam berbagai

teori hukum yang berkembang dari waktu ke waktu.

C. Pembahasan

Evolusi hukum sebagai sistem pengatur perilaku manusia mencerminkan

respons terhadap dinamika masyarakat. Perkembangan hukum dari waktu ke

waktu dengan melibatkan berbagai teori hukum yang memandang hukum

sebagai hasil dari evolusi sosial dan kebutuhan manusia.

1. Teori Naturalisme: Teori naturalisme, yang dianut oleh Aristoteles,

Thomas Aquinas, dan lainnya, melihat hukum sebagai sesuatu yang

intrinsik dan terkait dengan kodrat manusia. Artikel ini akan membahas

bagaimana hukum ditemukan secara alami melalui prinsip-prinsip moral

dan keadilan yang berasal dari sifat manusia.4 Naturalisme atau

Pandangan hukum dalam masyarakat kuno, dengan mengacu pada

pemikiran Aristoteles tentang hukum alam dan konsep hukum dalam

hukum Romawi.

3
UU. No 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. 2016.
4
Aristotle. (350 SM). "Nicomachean Ethics." Publisher: Hackett Publishing Company.
semua orang dilahirkan samasama bebas dan merdeka serta memiliki

hakhak tertentu yang bersifat alami, inheren, dan tidak dapat dikurangi.

Di antara hakhak itu adalah hak untuk menikmati dan mempertahankan

hidup dan hak atas kebebasan mendapatkan, memiliki, dan melindungi

hak milik (acquiring, possesing, and protecting property), dan mencari

serta mendapatkan kebahagian hidup dan keselamatan”.5

2. Teori Positivis: Peraturan hukum positif yang betentangan dengan

prinsip- prinsip hukum alam, tidak sah. Peraturan hukum tersebut batal

demi hukum dan tidak membebankan kewajiban kepada setiap orang

(Rules of positive law that conflict with principles of natural law are

invalid. Such rulers are null and avoid and imposed no obligation to

anyone).6 Perkembangan positivisme hukum pada abad ke-19 dengan

kontribusi dari John Austin dan Hans Kelsen, yang melihat hukum

sebagai perintah otoritas yang dapat diterapkan.7 Dalam positivisme,

kepastian hukum adalah napas sebuah aturan. Mazhab ini dianut

mayoritas negara Eropa kecuali Inggris, dan termasuk Indonesia. Mazhab

positivisme lahir dari semangat revolusi Prancis yang melawan

absolutisme penguasa karena melegalkan konvensi atau kebiasaan yang

mengikat dan semena-mena. Belanda datang ke Indonesia membawa

pengaruh positivisme hukum. Contoh putusan

5
Jimly Asshiddiqie, Green Constitution, Nuansa Hijau Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, (Jakarta: Rajawali Press, 2009), hlm. 14.
6
Atmadja, I Dewa Gede, I. Nyoman Putu Budiarta. 2018. “Teori-Teori Hukum.” Setara Press 233.
7
Kelsen, H. (1934). "Pure Theory of Law." Publisher: University of California Press.
bermazhab positivisme hukum adalah penghapusan ribuan Peraturan

Daerah yang bermasalah/bertentangan dengan hierarki di atasnya. Ada

3.143 Perda yang dicabut atau direvisi dan dipublikasikan oleh situs resmi

Kemendagri www.kemendagri.go.id pada 21 Juni 2016.

3. Teori Realis

Beberapa tokoh yang dikenal sebagai pelopor Teori Realis Hukum

termasuk Jerome Frank, Karl Llewellyn, dan Roscoe Pound. Meskipun

bermacam-macam dalam pendekatan dan fokusnya, mereka semua

berkontribusi pada pemahaman hukum sebagai suatu fenomena sosial

yang kompleks dan dapat dianalisis dengan pendekatan empiris. Teori

Realis Hukum berpengaruh dalam pengembangan hukum dan sistem

peradilan, terutama di Amerika Serikat pada awal abad ke-20. Negara

penganut realisme hukum adalah Amerika Serikat. Dalam sistem hukum

Anglo- saxon di Amerika Serikat, hakim bisa memvonis seorang penjahat

hingga ratusan tahun tanpa melihat batasan normal usia manusia. Tokoh

realisme hukum di Indonesia Satjipto Rahardjo melalui teori hukum

progresif berpendapat “hukum untuk manusia, bukan untuk hukum itu

sendiri.”, pendekatan teori kedaulatan rakyat adalah Adagium latin “vox

populi vox dei” atau suara rakyat adalah suara Tuhan. Contoh realisme

dalam hubungan internasional salah satunya terlihat pada kondisi dunia

setelah Perang Dunia II. Kala itu, dunia mulai memasuki era Perang
Dingin yang berlangsung sejak 1947 hingga kehancuran Uni Soviet pada

1990-an.

4. Teori Kritis

Teori Kritis Hukum, termasuk pengaruh dari pemikir seperti Karl Marx,

Antonio Gramsci, dan Max Horkheimer. Teori ini mengakui bahwa

hukum bukanlah entitas netral, tetapi mencerminkan kepentingan politik

dan ekonomi. Perkembangan hukum pada abad ke-20 dengan penekanan

pada pandangan konstruktivisme hukum oleh Herbert Hart dan Joseph

Raz. Sebagai istilah, teori kritis memiliki dua makna dengan asal-usul dan

sejarah yang berbeda: pertama berasal dari sosiologi dan yang kedua

berasal dari kritik sastra, di mana digunakan dan diterapkan sebagai

istilah umum yang dapat menggambarkan teori yang didasarkan atas

kritik; dengan demikian, teori Max Horkheimer menggambarkan teori

kritis adalah, sejauh berusaha "untuk membebaskan manusia dari keadaan

yang memperbudak mereka”.8 Dalam filsafat, istilah

teori kritis menggambarkan filosofi neo-Marxis dari Frankfurt School,

yang dikembangkan di Jerman pada 1930-an. Teori Frankfurt menarik

tentang metode kritis Karl Marx dan Sigmund Freud. Teori Kritis

menyatakan bahwa ideologi adalah kendala utama untuk pembebasan

manusia.9

5. Teori Progresif

8
(Horkheimer 1982, 244)
9
Geuss, R. The Idea of a Critical Theory,Cambridge,Cambridge University Press.
Hukum kontemporer dan dampak globalisasi terhadap evolusi hukum

modern, dengan merujuk pada pemikiran Ronald Dworkin dan John

Rawls. Kejujuran dan ketulusan menjadi mahkota penegakan hukum.

Empati, kepedulian, dan dedikasi menghadirkan keadilan, menjadi roh

penyelenggara hukum. Kepentingan manusia (kesejahteraan dan

kebahagiannya) menjadi titik orientasi dan tujuan akhir dari hukum.10

Artinya paradigma hukum progresif mengatakan bahwa hukum adalah

untuk manusia. Apabila kita berpegangan pada keyakinan bahwa manusia

itu adalah untuk hukum, maka manusia itu akan selalu diusahakan,

mungkin juga dipaksakan, untuk bisa masuk ke dalam skemaskema yang

telah dibuat oleh hukum. Karena pada dasarnya the live of lawhas not

been logis, but experience.11 kehadiran dari gagasan hukum progresif lahir

sebagai koreksi terhadap kelemahan hukum modern yang kerap

meminggirkan keadilan sejati. Secara moral, Hukum progresif

menghendaki agar cara berhukum tidak mengikuti model status quo,

melainkan secara aktif mencari dan menemukan avenues baru sehingga

manfaat kehadiran hukum dalam masyarakat lebih meningkat. Oleh

karena itu, hukum progresif sangat setuju dengan pikiran-pikiran kreatif

dan

10
Sudjiono Sastroatmojo, Konfigurasi Hukum Progresif, Artikel dalam Jurnal Ilmu Hukum, Vol.8 No
2 September 2005, hlm 186.
11
Penjelasan bahwa hukum itu adalah prilaku, bukan aturan, lihat Satjipto Rahardjo, Hukum Itu
Perilaku Kita Sendiri, artikel pada Harian Kompas, 23 September 2002.
inovatif dalam hukum untuk menembus kebuntuan.12 Sesuai dengan

pendapat sudjipto kejujuran dan ketulusan menjadi mahkota penegak

hukum. Empati, kepedulian,dan dedikasi menghadirkan keadilan, menjadi

roh penyelenggara hukum. Kepentingan manusia (kesejahteraan dan

kebahagiannya ) menjadi titik orientasi dan tujuan akhir hukum.13

6. Teori Postmodern

Menurut Rosenau pada tahun 1992 Post-modernist (penganut post-

modernisme) lebih berorientasi terhadap kritik budaya sehingga lebih luas

cakupannya, sedangkan kaum post-struktural lebih menekankan pada

metode dan masalah epistemologi, seperti dekonstruksi, bahasa, wacana,

makna, dan simbol.14Revolusi Perancis adalah salah satu contoh

postmodernisme yang bisa dilihat dari lambang, semboyan, tata kelola

kota dan industri, yang merupakan ciri khas dari postmodernisme. Post-

modernisme dalam arsitek dimulai setelah masa modern. 15 For Douglas

Crimp, Abigail Solomon-Godeau dalam fotografi juga mengkritik

postmodern theory. Menurut mereka, postmodern adalah masa akhir

1970- an sampai awal tahun 1980-an. Pertentangan yang lain menurut

Bartens bahwa postmodern malah merusak tatanan nilai yang sudah

ada,

12
Satjipto Rahardjo, Hukum Progresif Sebuah Sintesa Hukum Indonesia, Yogyakarta: Genta
Publishing, 2009 18
13
Satjipto Rahardjo. Biarkan Hukum Mengalir, PT. Kompas, Jakarta, 2007, hlm. 139
14
Rosenau, Pauline. Post-Modernism and the Social Sciences. Princeton University Press, New Jersey,
1992.
15
Gardner, Katy dan David Lewis. Anthropology, Development and the Postmodern Challenge. Pluto
Press, USA, 1996.
pendefinisian postmodern terlalu radikal dari budaya yang sudah ada.

Menurut Derrida, postmodern terlalu bebas, sehingga tidak bisa mewakili

semuanya. Pada awal munculnya postmodern theory sekitar tahun 1960-

an, awalnya aplikasi teori ini sangat kaku dan tidak artistik sehingga

malah bisa merusak tata nilai dan definisi benda itu sendiri. Namun sejak

tahun 1980-an, Olson menggunakan hermeneutika Heidegger dan Derrida

sehingga menjadikan definisi lebih luwes dan sesuai ruang & waktu saat

ini. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa Teori Postmodern tidak

relevan dan sulit diterapkan.

Penemuan hukum didasarkan pada UU No. 25 Tahun 2009

tentang Pelayanan Publik, mengatur bentuk sarana perlindungan hukum

preventif. Harjono mengemukakan antara lain: “perlindungan hukum

preventif yang merupakan upaya non-yudisial untuk mencegah terjadinya

tindakan yang melanggar hak warga masyarakat sebagai subyek hukum,

dilakukan dengan memberi peringatan, teguran, somasi, keberatan, dan

pengaduan”. Ini menunjukkan bahwa sarana “perlindungan hukum bagi

rakyat” dalam bentuk perindungan hukum preventif di Indonesia, mulai

berkembang, seperti halnya yang sudah berlangsung lebih dahulu di

Eropa.16 Penemuan Hukum juga sebagai sistem yang responsif terhadap

dinamika masyarakat,

16
Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, Edisi Khusus Peradaban, 2007,
hal. 4
hukum terus berkembang untuk memenuhi kebutuhan dan nilai-nilai yang

berkembang. Dengan melihat berbagai teori hukum, kita dapat memahami

bagaimana konsep evolusi dan perkembangan hukum tercermin dalam

upaya manusia untuk menciptakan tatanan hukum yang sesuai dengan

tuntutan masyarakatnya.

D. Kesimpulan dan Saran

Artikel ini bertujuan untuk mengulas konsep penemuan hukum

berdasarkan berbagai teori hukum yang ada. Dengan merinci perspektif

Naturalisme, Postivis, Realis, Kritis, daN Teori Progresif. Artikel ini menggali

bagaimana hukum ditemukan atau dibentuk dalam masyarakat. Diskusi tentang

peran legislatif, yudikatif, dan eksekutif dalam penemuan hukum juga akan

diperkenalkan untuk memberikan gambaran komprehensif. Penemuan hukum

didasarkan pada UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik17, mengatur

bentuk sarana perlindungan hukum preventif.

Adapun saran untuk Peneliti selanjutnya yaitu :

1. Analisis yang Lebih Mendalam:

Untuk memperkaya pemahaman tentang evolusi dan perkembangan hukum,

penelitian lebih lanjut dapat dilakukan dengan fokus pada perkembangan

17
UU. No 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. 2016.
hukum dalam konteks budaya dan sosial yang berbeda. Hal ini dapat

membantu memperluas perspektif terhadap dampak perbedaan kultural

terhadap perkembangan sistem hukum.

2. Inklusi Perspektif Global:

Menambahkan perspektif global dalam analisis konsep evolusi hukum dapat

memberikan gambaran yang lebih komprehensif. Membandingkan

perkembangan sistem hukum dari berbagai negara dan budaya dapat

mengidentifikasi pola dan tren universal, sekaligus memahami keunikan setiap

sistem.

3. Melibatkan Perspektif Interdisipliner:

Mengintegrasikan perspektif dari ilmu sosial lainnya, seperti sosiologi,

antropologi, dan sejarah, dapat memberikan wawasan yang lebih kaya

terhadap faktor-faktor yang memengaruhi evolusi hukum. Pendekatan

interdisipliner memungkinkan penelaahan lebih holistik terhadap dinamika

sosial dan budaya.


Daftar Pustaka

Aristotle. (350 SM). "Nicomachean Ethics." Publisher: Hackett Publishing

Company. Atmadja, I Dewa Gede, I. Nyoman Putu Budiarta. 2018. “Teori-Teori

Hukum.”

Setara Press 233.

Austin, J. (1832). "The Province of Jurisprudence Determined." Publisher: Hackett

Publishing Company.

Gardner, Katy dan David Lewis. Anthropology, Development and the Postmodern

Challenge. Pluto Press, USA, 1996.

Geuss, R. The Idea of a Critical Theory,Cambridge,Cambridge University Press.

Hart, H.L.A. (1961). "The Concept of Law." Publisher: Oxford University Press.

Kelsen, H. (1934). "Pure Theory of Law." Publisher: University of California Press.

Laili, Afrohatul, and Anisa Rizki Fadhila. 2021. “Teori Hukum Progresif (Prof. Dr.

Satjipto Rahardjo, S.H.).” Jurnal Sinda 1(1):1–11.

Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, Edisi Khusus

Peradaban, 2007, hal. 4

Puji Purwatiningsih, Aris, and Hendri Hermawan Adinugraha. 2018. “Histori

Filantropi: Tinjauan Teori Postmodern.” ZISWAF : Jurnal Zakat Dan Wakaf

5(1):149. doi: 10.21043/ziswaf.v5i1.3573.


Rosenau, Pauline. Post-Modernism and the Social Sciences. Princeton University

Press, New Jersey, 1992.

UU. No 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. 2016.

Anda mungkin juga menyukai