HUKUM Anggota Kelompok 1. Rima Melati (2110113111) 2. Marsha Izzah Fadhila (2110111079) 3. Khalil Jeriyandra (2110111113) 4. Pradana Bhagaskara (2110113152) TEORI POSITIVISME HUKUM
Positivisme merupakan reaksi thd hukum
alam dan timbul pasca runtuhnya Kekaisaran Romawi yg mengakibatkan berdirinya negara-negara yg bercorak nasional, yg masing-masing menyatakan dirinya berdaulat dan berwenang membentuk sistem hukumnya sendiri. Alasan munculnya teori positivisme Filsafat hukum positivisme muncul pada abad XVIII-XIX dan berkembang di Eropa Kontinental, khususnya Prancis. Aliran filsafat hukum positivisme berpendapat bahwa hukum adalah positivisme yuridis dalam arti yang mutlak dan memisahkan antara hukum dengan moral dan agama serta memisahkan antara hukum yang berlaku dan hukum yang 1seharusnya, antara das sein dan 3 das sollen. Bahkan tidak sedikit pembicaraan terhadap positivisme hukum sampai pada kesimpulan, bahwa dalam kacamata positivisme tiada hukum lain kecuali perintah penguasa 2 4 (law is command from the lawgivers), hukum itu identik dengan undang-undang. Keberadaan UU telah menjamin kepastian hukum, sehingga penerapannya lebih mudah, dan di luar UU tidak ada hukum. Latar belakang munculnya aliran filsafat hukum positivisme adalah mereaksi aliran filsafat hukum idealis yang dikemukakan oleh aliran Hukum Alam. Aliran filsafat hukum alam mengajarkan bahwa hukum didasarkan pada aktifitas yang berkenaan dengan metafisik dan selalu menggunakan spekulasi teoritis. Teori hukum alam mengkonsepsikan hukum sebagai aturan yang terdapat di alam perkembangan manusia dan selaras dengan kodrat manusia, mengandung moral dan menyatukan antara yang sekarang dan yang seharusnya. Hukum diputuskan berdasarkan hati nurani, untuk menuju keadilan yang sesungguhnya (substansi). Tokoh hukum alam, seperti; Imanuel Kant, Thomas Aquinas, Hugo de Grrof, menkonsepsikan hukum selalu berkaitan dengan keilahian atau kepercayaan, selalu akrab dengan moral. Pada perkembangannya, teori hukum dari aliran filsafat hukum alam, banyak diitervensi oleh kekuasaan kaisar atau raja, Raja dianggap sebagai wakil Tuhan yang menjadi penyebab hukum tidak adil atau tidak sesuai dengan tujuannya. Ciri-Ciri Positivisme Menurut H.L.A HART: Hukum adalah perintah adalah perintah; Tidak ada hubungan yg mutlak antara hukum dengan moral atau antara “ law as it is” dengan “law as it ougth to be”; Analisis mengenai pengertian hukum adalah suatu yg penting, dan harus dibedakan dari studi sejarah, sosiologis serta penilaian kritis dalam makna moral, tujuan-tujuan dan fungsi-fungsi sosial; Sistem hukum adalah suatu sistem logika yg tertutup, yg merupakan putusan-putusan yg tepat dan dapat dideduksikan dari aturan-aturan yg ada sebelumnya; Pertimbangan tentang moral tidak dapat dibuat atau dibuktikan dengan menggunakan argumen-argumen dan bukti-bukti yg logis, misalnya keterangan tentang fakta. Ciri-Ciri Positivisme Menurut John Austin: Hukum: perintah ( command) dari pihak yg berkuasa (sovereign) dan memiliki sanksi (sanction) Semua hukum positif berasal dari pihak yg berdaulat Karakter hukum positif yg terpenting terletak pada sifatnya yg imperatif Obyek kajian ilmu hukum adalah hukum positif (hukum sebagaimana adanya), dan bukan hukum sebagaimana seharusnya. Secara tegas hukum dipisahkan dari keadilan Hukum tidak didasarkan pada nilai-nilai baik atau buruk, melainkan pada kekuasaan dari pemegang kedaulatan. Pembedaan Hukum: 1) Hukum Tuhan; 2) Hukum yg dibuat manusia untuk manusia (hukum positif dan moralitas positif). Tokoh yang menganut Teori Positivisme A. J Bentham Esensi dari ajaran yang dikemukakan oleh Jeremy Bentham antara lain: 1) Tujuan hukum dan wujud keadilan menurut Jeremy Bentham adalah untuk mewujudkan kebahagiaan dinikmati oleh sebanyak mungkin individu di dalam masyarakat/bangsa (the greatest happiness of the greatest number). 2) Tujuan perundang-undangan adalah untuk menghasilkan kebahagiaan bagi masyarakat, untuk itu perundang-undangan harus berusaha untuk mencapai empat tujuan, yaitu: a. untuk memberikan nafkah hidup (to provide subsistence) b. untuk memberikan makanan yang berlimpah (to provide abundance) c. untuk memberikan perlindungan (to provide security) d. untuk mencapai persamaan (to attain equality) B. John Austin membedakan hukum menjadi 2 yaitu Hukum yang dibuat oleh Tuhan untuk manusia Hukum yang dibuat oleh manusia untuk manusia Hukum buatan manusia dapat dibedakan dalam: 1). Positive Law, yaitu hukum yang dengan tepat disebut “hukum positif”, yang dapat berupa: a. Hukum yang dibuat oleh kekuasaan politik yang lebih tinggi untuk orang-orang yang secara politis merupakan bawahannya. Contohnya adalah undang-undang. b. Peraturan yang diadakan oleh orang-orang sebagai pribadi berdasarkan hak-hak yang sah yang diberikan kepadanya oleh penguasa yang lebih tinggi. Contohnya adalah hak-hak yang diberikan kepada wali (guardian) atas orang yang ada dibawah perwaliannya. 2). Positive Morality , yaitu hukum yang bukan dalam arti sebenarnya. Merupakan aturan-aturan yang tidak dibuat oleh seorang penguasa politik, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang dapat berupa ketentuan-ketentuan yang dibuat oleh perkumpulan-perkumpulan, peraturan tentang mode, dalil-dalil tentang ilmu alam, maupun ketentuan-ketentuan yang lazim dinamakan ”hukum internasional.” C. Hans Kelsen Ajaran hukum Hans Kelsen terdiri dari dua konsep. a. Ajaran hukum murni (Reine Rechtlehre) adalah bahwa hukum itu harus dipisahkan dari sosiologis, moral, politis, historis, dan sebagainya. b. Ajaran Stuffenbau Theory mulanya dikemukakan oleh Adolf Merkl kemudian dipopulerkan oleh Hans Kelsen. Teori ini melihat hukum sebagai suatu sistem yang terdiri dari susunan norma yang berbentuk piramida. Norma yang lebih rendah memperoleh kekuatannya dari suatu norma yang lebih tinggi. D. Gustav Radbruch mengajarkan bahwa hukum harus memuat tiga nilai dasar, yakni; 1. nilai keadilan (aspek filosofis) 2. nilai kepastian (aspek yuridis) 3. nilai kemanfaatan (aspek sosiologis). Gustav menkonsepsikan bahwa hukum sebagai paduan antara nilai-nilai yang harus diwujudkan dan kenyataan yang tidak boleh melanggar nilai-nilai itu, Oleh karena itu pengupayaan keadilan harus diwujudkan dalam peraturan yang nyata, yang berwujud undang- undang. TERIMAKASIH