Anda di halaman 1dari 8

TUGAS ILMU HUKUM

DI

Oleh:

Muhammad Zhamir

220102077

Dosen Pengampu:

Arifin Abdullah, S.H.I., M.H.

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN AR-RANIRY

2022
PEMBAHASAN
1. Subjek Hukum
Istilah subjek hukum merupakan terjemahan dari bahasa Belanda rechtssubject. Kata subject
dalam bahasa Belanda dan Inggris berasal dari bahasa Latin subjectus yang artinya di bawah
kekuasaan orang lain (subordinasi). Berdasarkan pengertian dalam bahasa Latin ini Franken
menyatakan, bahwa kata subject memberikan gambaran yang pasif dalam arti lebih banyak
menerima kewajiban daripada mempunyai hak. Oleh karena itu, istilah subjek hukum sebenarnya
kurang tepat jika istilah itu diperuntukkan bagi mereka yang mempunyai hak. Dalam bahasa
Inggris, dikenal istilah person untuk menyebut sesuatu yang mempunyai hak. Menurut Paton,
istilah person berasal dari baha- sa Latin persona yang ekuivalen dengan bahasa Yunani
prosopon. Baik persona maupun prosopon pada awalnya merujuk kepada topeng yang dikenakan
oleh pemain untuk menggambarkan dewa atau pahlawan dalam suatu drama. Barulah pada abad
VI Boethius mendeinisikan persona sebagai sosok makhluk yang rasional. Pada perkembangan-
nya, person diartikan sebagai sesuatu yang dapat mempunyai hak dan kewajiban. Sebenarnya
lebih tepat istilah person dalam bahasa Inggris diadaptasi dalam bahasa Indonesia. Akan tetapi,
istilah subjek hukum atau dalam bahasa Belanda rechtssubject sudah menjadi istilah yang baku
dalam studi hukum Indonesia maupun Belanda, kiranya istilah tersebut dapat dipertahankan.

2. Lembaga Hukum
1. Hakim, merupakari pihak yang berwenang memberikan keadilan dan memutuskan perkara
tertentu dalam proses peradilan. Proses pengadilan diawali dan perkara yang dilimpahkan
oleh kepolisian. Hakim memutuskan bersalah atau tidaknya seseorang yang sedang dalam
proses peradilan dengan berbagai pertimbangan yang adil.
2. Jaksa, merupakan pihak yang menyampaikan dakwaan dalam proses pengadilan terhadap
orang yang diduga telah melanggar hukum.
3. Polisi, merupakan kepanjangan tangan lembaga hukum yang bertugas sebagai penyidik.
Dalam tugasnya polisi mencari barang bukti, mengumpulkan keterangan dan berbagai
sumber, baik keterangan saksi peristiwa maupun keterangan saksi ahli.
4. Advokat, merupakan pihak yang mewakili kliennya untuk melakukan tindakan hukum
berdasarkan surat kuasa yang diberikan untuk pembelaan atau penuntutan pada acara
persidangan di pengadilan. Advokat sering disebut pengacara.
5. Petugas lembaga pemasyarakatan, merupakan petugas yang mengawasi pelaksanaan
hukuman yang dijatuhkan kepada terdakwa. Petugas lembaga kemasyarakatan bertugas di
penjara atau lembaga pemasyarakatan untuk memastikan hukuman yang dijalani terdakwa
berjalan sesuai prosedur.
3. Objek Hukum

Obyek hukum ialah segala sesuatu yang berhubungan guna bagi subyek hukum dan yang
dapat menjadi obyek sesuatu perhubungan hukum (C.S.T Kansil, 1989). Dengan kata lain objek
hukum adalah segala sesuatu yang bermanfaat bagi subjek hukum serta yang dapat menjadi
objek dalm suatu perhubungan hukum (Said Sampara, dkk 2009: 158).

Biasanya obyek hukum itu disebut benda. Menurut hukum perdata, benda ialah segala
barang-barang dan hak-hak yang dapat dimiliki orang (vide Pasal 499 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata = KUHP).

Menurut Pasal 503 KUHP, benda itu dapat dibagi dalam;

1. Benda yang berwujud, yaitu segala sesuatu yang dapat diraba oleh pancaindera,
seperti; rumah, buku dan lain-lain.
2. Benda yang tak berwujud (benda immaterial) yaitu segala macam hak, seperti; hak
cipta, hak merk perdagangan dan lain-lain.

Selanjutnya menurut Pasal 504 KUHP benda dapat juga dibagi atas;

A. Benda yang tak bergerak (benda tetap), yaitu benda yang tak dapat dipindahkan,
seperti: tanah, dan segala apa yang ditanam atau yang dibangunkan di atasnya,
misalnya; pohon-pohon, gedung, mesin-mesin dalam pabrik, hak erfpacht (hak guna
usaha), hipotik dan lain-lain. Kapal yang besarnya 20 m3 termasuk juga golongan
benda tetap.
B. Benda yang bergerak (benda tak tetap) yaitu benda-benda yang dapat dipindahkan,
seperti; sepeda, meja, hewan, wesel dan lain- lain
4. Asas Hukum

Asas hukum merupakan unsur penting dan pokok dari peraturan hukum. Pembentukan
hukum praktis sedapat mungkin berorientasi pada asas-asas hukum. Asas hukum menjadi dasar-
dasar atau petunjuk arah dalam pembentukan hukum positif. Asas adalah sesuatu yang menjadi
tumpuan berfikir atau berpendapat. Menurut Satjipto Rahardjo (1996: 47), asas hukum bukan
peraturan hukum, namun tidak ada hukum yang bisa dipahami tanpa mengetahui asas-asas
hukum yang ada di dalamnya. Oleh karena itu untuk memahami hukum suatu bangsa dengan
sebaik-baiknya tidak bisa hanya melihat pada peraturan-peraturan hukumnya saja, melainkan
harus menggalinya sampai pada asas-asas hukumnya. Asas hukum inilah yang memberi makna
etis kepada peraturan-peraturan hukum serta tata hukum. Menurut The Liang Gie (1982: 10),
asas adalah suatu dalil umum yang dinyatakan dalam istilah umum tanpa menyarankan cara-cara
khusus mengenai pelaksanaannya, yang diterapkan pada serangkaian perbuatan untuk menjadi
petunjuk yang tepat bagi perbuatan itu. Untuk mencari arti dari asas hukum yang paling tepat,
kiranya perlu diuraikan pandangan dari para ahli. Berikut ini pandangan para ahli seperti
Bellefroid, van Eikema Hommes, dan Scholten tentang arti asas hukum dalam Sudikno
Mertokusumo, (2009: 5) yakni Bellefroid berpendapat bahwa azas hukum umum adalah norma
dasar yang dijabarkan dari hukum positif dan yang oleh ilmu hukum tidak dianggap berasal dari
aturan-aturan yang lebih umum. Azas hukum umum itu merupakan pengendapan hukum positif
dalam suatu masyarakat. Sedangkan van Eikema Hommes mengataka bahwa azas hukum tidak
boleh dianggap sebagai norma-norma hukum yang konkret, akan tetapi perlu dipandang sebagai
dasar-dasar umum atau petunjuk-petunjuk bagi hukum yang berlaku. Pembentukan hukum
praktis perlu berorientasi pada azas-azas hukum tersebut. Dengan kata lain azas hukum ialah
dasardasar petunjuk arah dalam pembentukan hukum positif. Lain lagi pendapat Van Der
Velden, yang mengatakan bahwa azas hukum adalah tipe putusan tertentu yang dapat digunakan
sebagai tolak ukur untuk menilai situasi atau digunakan sebagai pedoman berperilaku. Azas
hukum didasarkan atas satu nilai atau lebih yang menentukan situasi yang bernilai yang harus
direalisasi. Menurut Scholten azas hukum adalah kecenderungan-kecenderungan yang
diisyaratkan oleh pandangan kesusilaan kita pada hukum, merupakan sifat-sifat umum dengan
segala keterbatasannya sebagai pembawaan yang umum itu, tetapi yang tidak boleh tidak harus
ada. Dari apa yang diuraikan di atas daptlah kiranya disimpulkan bahwa azas hukum bukan
merupakan konkret, melainkan merupakan pikiran dasar yang umum dan abstrak, atau
merupakan latar belakang peraturan konkret yang terdapat dalam dan di belakang setiap sistem
hukum yang terjelma dalam peraturan perundang-undangan dan putusan hakim yang merupakan
hukum positif dan dapat diketemukan dengan mencari sifat-sifat atau ciri-ciri yang umum dalam
peraturan konkret tersebut. Azas hukum mempunyai dua landasan. Pertama azas hukum itu
berakar dalam kenyataan masyarakat dan kedua pada nilai-nilai yang dipilih sebagai pedoman
oleh kehidupan bersama. Penyatuan faktor riil dan idiil hukum ini merupakan fungsi azas hukum

5. Peristiwa Hukum

Rumusan yang tercantum dalam peraturan hukum itu seolah - olah sesuatu yang sedang
tidur dan pada waktunya akan bangun kalau ada sesuatu yang menggerakkannya. Sesuatu yang
menggerakkan peraturan-hukum itu sehingga secara efektif bisa menunjukkan potensinya untuk
mengatur dinamakan " peristiwa hukum ". peristiwa hukum adalah sesuatu kejadian dalam
masyarakat yang menggerakkan suatu peraturan hukum tertentu sehingga ketentuan-ketentuan
yang tercantum didalamnya lalu diwujudkan digambarkan menurut Prof. Dr. Satjipto Rahardjo,
S.H. Tidak semua peristiwa yang terjadi dalam masyarakat itu adalah merupakan peristiwa
hukum, sebab tak bisa menggerakkan hukum, atau tidak diberi akibat oleh hukum. Misalnya
Muhammad Haikal mengambil mobil miliknya di pelataran Parkit Proyek Senen, akan timbullah
suatu peristiwa, akan tetapi bukan perisiewa hukum, sebab peristiwa itu tidak menggerakkan
peraturan hukum, atau tidak diberi akibat oleh hukum. Tentu akan lain halnya manakala
Muhammad Haikal mengambil mobil milik orang lain, sebab peristiwa ini menggerakkan
peraturan hukum atau diberi akibat oleh hukum untuk melindungi si pemilik mobil itu. Prof. Dr.
Sudikno Mertokusumo, S.H. mengemukakan bahwa peristiwa hukum pada hakekatnya adalah
kejadian, keadaan atau perbuatan orang yang oleh hukum di hubungkan. Menurut Prof. Mr. van
Apeldoorn, peristiwa hukum ialah peristiwa yang bercla sarkan hukum, menimbulkan atau
menghapuskan hak, sedangkan Mr. Bellefrold mengemukakan bahwa peristiwa hukum adalah
peristiwa sosial tidak dengan otomatis dapat menimbulkan akibat hukum, hal ini hanya mungkin
apabila peristiwa itu oleh peraturan hukum dijadikan peristiwa hukum.

6. Hak Dan Kewajiban

Hukum yang mengatur hubungan hukum antara tiap orang, tiap masyarakat, tiap lembaga,
bahkan tiap Negara. Pengertian lain menyebutkan bahwa Hak adalah kewenangan yang
diberikan oleh hukum obyektif kepada subyek hukum. Pengertian lain juga menyebutkan bahwa
hak adalah tuntutan sah agar orang lain bersikap dan berperilaku dengan cara tertentu.
Kewenangan yang diberikan oleh hukum obyektif tersebut pada subyek hukum berimplikasi
kepada subyek hukum itu sendiri sehingga ia dapat berbuat apa saja terhadap sesuatu yang
menjadi haknya tersebut asal tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, ketertiban umum maupun kepatutan yang ada

7. Hubungan Hukum

Hubungan hukum adalah hubungan antara subjek hukum dengan subjek hukum lainnya atau
hubungan subjek hukum dengan objek hukumnya, yang diatur oleh aturan hukum sehingga
menimbulkan akibat hukum. misalnya subjek hukum dengan subjek hukum dalam hubungan jual
beli, subjek hukum dengan objek hukum yaitu ketika seseorang memiliki hak milik atas tanah.
Namun Van Apeldoorn tidak setuju dengan hubungan yg terakhir ini (subjek hukum dengan
objeknya) karena benda adalah tetap sekedar objek hukum, karena sesuai asas ius in re hubungan
hukum itu begitu dilindungi hukum, karenanya tidak bisa diputuskan begitu saja. Hubungan
hukum adalah hubungan yang dilakukan oleh dua atau lebih subjek hukum yang dapat
mengakibatkan akibat hukum. hukum mengatur hubungan antara orang yang satu dengan orang
yang lain sebagai subjek hukum dan antara orang dengan badan hukum dalam masyarakat, atau
antara masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain. jadi hubungan hukum terdiri atas
ikatan-ikatan antara individu dengan individu dan antara individu dengan masyarakat. Ikatan-
ikatan tersebut akan berakibat hukum berupa hak dan kewajiban di depan hukum.

8. Akibat hukum

Akibat hukum adalah segala akibat yang terjadi dari segala perbuatan hukum yang dilakukan
oleh subjek hukum terhadap objek hukum ataupun akibat-akibat lain yang disebabkan karena
kejadian-kejadian tertentu yang oleh hukum yang bersangkutan sendiri telah ditentukan atau
dianggap sebagai akibat hukum.92 Atau akibat suatu tindakan yang dilakukan untuk memperoleh
suatu akibat yang dikehendaki oleh pelaku dan yang diatur oleh hukum. sehingga akibat hukum
merupakan akibat yang diberikan oleh hukum atas suatu peristiwa hukum atau perbuatan dari
subjek hukum. Akibat hukum adalah akibat yang ditimbulkan oleh peristiwa hukum. Contoh
mengenai akibat hukum, yaitu :93 a. Terbitnya suatu hak dan kewajiban bagi pembeli dan
penjual adalah akibat dari perbuatan hukum jual beli antara pemilik rumah dan pembeli rumah.
b. Penjatuhan hukuman terhadap seorang pembunuh adalah akibat hukum dari membunuh
seseorang, sebagaimana diatur dalam Pasal 338 dan 340 KUHP, begitu juga penjatuhan hukuman
terhadap seorang pencuri adalah akibat hukum dari adanya seseorang yang mengambil barang
orang lain karena tanpa hak atau secara melawan hukum sebagaimana mestinya diatur dalam
pasal 362 KUHP. Dalam kepustakaan hukum, akibat hukum ini dikenal dalam 3 jenis: 1. Akibat
hukum berupa lahirnya, berubahnya atau lenyapnya suatu keadaan hukum tertentu. Misalnya
sejak seseorang menginjak usia ke 21 tahun, yang melahirkan akibat hukum baru yaitu dari
subjek hukum yang tidak cakap hukum menjadi subjek hukum yang cakap hukum menurut
undang-undang. Maka dia menjadi subjek hukum yang berhak memiliki hak dan kewajiban
dimata hukum. 2. Akibat hukum lahirnya, berubahnya atau lenyapnya suatu hubungan hukum
tertentu antara dua atau lebih subjek hukum, dimana hak dan kewajiban pihak yang satu
berhadapan dengan hak dan kewajiban pihak lain. misalnya dalam perbuatan jual beli barang,
apabila pembayaran telah lunas maka hubungan hukum tersebut menjadi hilang. 3. Akibat
hukum berupa lahirnya sanksi, yang jika dikehendaki oleh subjek hukum/apabila dilakukan
tindakan yang melawan hukum. misalnya Seorang pencuri diberi sanksi hukuman adalah suatu
akibat hukum dari perbuatan si pencuri tersebut ialah mengambil barang orang lain tanpa hak
secara melawan hukum.

9. Kodifikasi Dan Unifikasi Hukum

Pengertian Kodifikasi menurut Umar Said, sebagaimana yang dikutip Sugiantari, adalah
membukukan hukum sejenis, secara lengkap, sistematis menjadi satu dalam satu kitab Undang-
Undang, hal itu misalnya: Hukum Pidana dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, hukum
perdata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, hukum dagang dalam Kitab Undang
Undang Hukum Dagang. Sedangkan Unifikasi adalah penyatuan hukum yang berlaku secara
nasional atau penyatuan pemberlakuan hukum secara nasional. Kodifikasi dan unifikasi inilah
yang menjadi formula yang tepat atas format peraturan yang berbentuk perubahan atau metode
omnibus law yang mengharuskan masyarakat memegang banyak dokumen peraturan untuk
memahaminya.
Daftar Pustaka

Marzuki, P. M., & SH, M. (2021). Pengantar ilmu hukum. Prenada Media.

DosenSosiologi.com. (2022). Pengertian Lembaga Hukum, Jenis, Fungsi, dan Contohnya.

Wantu, F. M. (2022). Buku Ajar Pengantar Ilmu Hukum. REVIVA CENDEKIA.

Sulaiman, A. (1984). Pengantar ilmu hukum.

Zainal Asikin, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Pt RajaGrafindo Persada,2012).

Nurhayati, Y. (2020). BUKU AJAR “Pengantar Ilmu Hukum”.

Sugiantari, A. A. P. W. (2015). Perkembangan Hukum Indonesia Dalam Menciptakan Unifikasi


Dan Kodifikasi Hukum. Jurnal Advokasi, 5(2), 29392.

Anda mungkin juga menyukai