Anda di halaman 1dari 3

Kepastian & Keadilan hukum

Sebelum membahas hal ini mari kita lihat kembali sebuah kasus yang membuat kita berfikir bahwa nilai
kepastian dan keadilan hukum tidak selalu dapat berjalan secara bersamaan. Kasus tersebut adalah
mengenai seorang perempuan bernama Baiq Nuril yang menjadi korban pelecehan seksual dari
atasannya. Nuril, korban yang mencari keadilan di negeri ini, justru harus menjadi pesakitan dan
dihukum melalui Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dalam kasus penyebaran
informasi percakapan mesum atas pengaduan atasan yang justru menjadi pelaku pelecehan
terhadapnya. Keputusan hakim terkait masalah ini mampu memberikan kepastian terhadap penegakan
hukum, namun tidak sejalan bersamaan untuk menghadirkan rasa keadilan pada masyarakat. Pada
putusan tersebut, para penegak hukum terutama hakim, terkesan lebih mengutamakan hanya pada
penegakan hukum dibandingkan dengan penegakan keadilan dalam memutus perselisihan.

Berdasarkan kasus tersebut, rasa keadilan hakim bisa jadi berbeda dengan rasa keadilan pencari
keadilan atau pihak yang berperkara. Oleh karena itu salah satu tugas pokok hakim sebagai pemutus
perkara, harus dapat menggali nilai-nilai keadilan yang berlaku di masyarakat (rasa keadilan kolektif)
untuk kemudian berani menjadikannya sebagai acuan utama di dalam memutuskan suatu perkara.
Menggali nilai-nilai hukum dan keadilan yang hidup di tengah masyarakat ini merupakan kewajiban yang
diamanatkan oleh Pasal 5 Ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, bagi setiap
hakim yang memeriksa perkara.

Berbicara mengenai keadilan, masyarakat sangat berkepentingan bahwa dalam pelaksanaan atau
penegakan hukum hendaklah keadilan diperhatikan. Jadi dalam pelaksanaan atau penegakan hukum
harus adil. Tetapi hukum tidak identik dengan keadilan. Hukum itu bersifat umum mengikat setiap
orang, bersifat menyamaratakan.

Aristoteles mengajarkan dua macam keadilan yaitu keadilan distributif dan keadilan komutatif. Keadilan
distributif ialah keadilan yang memberikan kepada tiap-tiap orang jatah menurut jasanya. Ia tidak
menuntut supaya tiap-tiap orang mendapat bagian yang sama banyaknya, bukan persamaan melainkan
kesebandingan. Keadilan komutatif ialah keadilan yang memberikan pada setiap orang sama banyaknya
dengan tidak mengingat jasa-jasa perseorangan (Apeldoorn, 2000, hal. 11-12).

Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyebutkan
bahwa “Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, atau dihadapkan di depan pengadilan
wajib dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan
telah memperoleh kekuatan hukum tetap.” Sedangkan Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Nomor 48
Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyebutkan “Tidak seorang pun dapat dijatuhi pidana,
kecuali apabila pengadilan karena alat pembuktian yang sah menurut undang-undang, mendapat
keyakinan bahwa seseorang yang dianggap dapat bertanggung jawab, telah bersalah atas perbuatan
yang didakwakan atas dirinya.” Dapat digambarkan bahwa penjatuhan pidana kepada seseorang
berdasarkan alat bukti yang cukup. Secara universal dapat dikatakan bahwa fungsi hukum yang utama
adalah sebagai sarana pengendalian hidup bermasyarakat dengan menyeimbangkan kepentingan-
kepentingan yang ada dalam masyarakat atau dengan perkataan lain sebagai sarana kontrol sosial.
Tujuan dari pemidanaan adalah untuk memperbaiki pribadi penjahat sendiri, membuat orang jera untuk
melakukan tindak pidana, membuat penjahat-penjahat tertentu tidak mampu untuk melakukan tindak
pidana (Asmarawati, 2014, hal. 30, 23)

Melihat pasal dalam UUD dan pendapat Aristoteles terlihat bahwa keadilan baru dapat berjalan setelah
terdapat putusan atau kepastian atas hal yang berkaitan. Oleh karena itu kepastian hukum juga menjadi
hal salah satu hal yang sangat penting selain keadilan.

Kepastian hukum menekankan agar hukum atau peraturan itu ditegakkan sebagaimana yang diinginkan
oleh bunyi hukum/peraturannya. Setiap orang mengharapkan dapat ditetapkannya hukum dalam hal
terjadi peristiwa yang konkret. Bagaimana hukumnya itulah yang harus berlaku, sehingga pada dasarnya
tidak dibolehkan menyimpang, meskipun dunia ini runtuh namun hukum harus ditegakkan. Inilah yang
diinginkan oleh kepastian hukum. Kepastian hukum sebagai perlindungan yustisiabel terhadap tindakan
sewenang-wenang, yang berarti bahwa seseorang akan dapat memperoleh sesuatu yang diharapkan
dalam keadaan tertentu. Masyarakat mengharapkan adanya kepastian hukum, karena dengan adanya
kepastian hukum masyarakat akan lebih tertib. Hukum bertugas menciptakan kepastian hukum karena
bertujuan ketertiban masyarakat.

Radbruch memberi pendapat yang cukup mendasar mengenai kepastian hukum. Ada empat hal yang
berhubungan dengan makna kepastian hukum. Pertama, bahwa hukum itu positif yakni perundang-
undangan. Kedua, bahwa hukum itu didasarkan pada fakta atau hukum yang ditetapkan itu pasti. Ketiga,
bahwa kenyataan (fakta) harus dirumuskan dengan cara yang jelas sehingga menghindari kekeliruan
dalam pemaknaan di samping mudah dilaksanakan. Keempat, hukum positif tidak boleh mudah
berubah.(Sanjaya, 2015, hal. 169-170).

Kembali lagi ke masalah awal terkait hal yang harusnya lebih diutamakan jika memang harus memilih
antara keadilan dan kepastian hukum. Sebagaimana telah dikatakan sebelumnya bahwa hukum sangat
dinamis, tetapi dinamika hukum seharusnya tidak menghambat pekerjaan karena tidak adanya
kepastian hukum. Pada pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan, apabila terbentur pada
pilihan keadilan atau kepastian hukum, maka hendaknya lebih diutamakan memilih kepastian hukum.
Tujuan hukum adalah untuk menciptakan ketertiban melalui kepastian hukum. Dengan demikian,
kepastian hukum dalam pelaksanaan tugas dan fungsi sangat diperlukan.

Ilustrasi terkait hal ini adalah ketika menyeberang jalan harus di zebra cross, maka siapa pun harus
menyeberang di zebra cross. Tapi bagi seorang yang tinggal agak jauh dari zebra cross, ia memilih jalan
memotong karena menurutnya itu lebih adil, lebih efisien. Sekarang apabila 1 menit terdapat 1000
kendaraan yang lewat, maka apabila dalam setiap menit tersebut terdapat 10 kejadian memotong jalan
yang dibiarkan tanpa ditilang, maka dampaknya akan besar. Banyak mobil yang mengerem secara
mendadak, chaos dan unpredictable. Risikonya sangat besar, belum lagi adanya klaim asuransi, saling
gugat di pengadilan, dan lain-lain. Dari sini jelas bahwa dampak dari kepastian hukum ini sangat besar.

Karena tujuan hukum adalah untuk mencapai ketertiban dan keadilan, maka hukum harus diupayakan
dapat efektif mengatur hal-hal yang belum diatur dengan benar-benar memperhatikan asas hukum yang
melekat pada rencana peraturan tersebut. Hukum juga harus memperhatikan adanya unsur efisiensi
dalam pada saat pelaksanaannya dan mementingkan isi dan bukan formalitasnya, substance over form.

Anda mungkin juga menyukai