Anda di halaman 1dari 6

PAPER

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN “RULE OF LAW”

DISUSUN OLEH:

AURA PRAMESTIE REZIE CAHYANI (L041211019)

UNIVERSITAS HASANUDDIN

FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN

DEPARTEMEN SOSIAL EKONOMI PERIKANAN

2021
Indonesia adalah negara yang berdasar hukum (rechtstaat) bukan negara yang
berdasarkan kekuasaan (machtstaat). Pengakuan konstitusional itu tertuang dalam Pasal 1
ayat (3) UUD 1945 yang berbunyi: ‘Negara Indonesia adalah negara hukum’. Menurut Jimly
Asshiddiqie (Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, 2005: 69), rumusan itu
mengandung makna adanya pengakuan terhadap prinsip supremasi hukum dan konstitusi;
dianutnya prinsip pemisahan dan pembatasan kekuasaan; adanya jaminan hak asasi manusia,
adanya peradilan bebas dan tidak memihak yang menjamin persamaan warga negara di
hadapan hukum, dan menjamin keadilan bagi setiap orang termasuk terhadap
penyalahgunaan wewenang oleh pihak yang berkuasa. Jadi, dalam paham negara hukum,
hukumlah yang memegang komando tertinggi dalam penyelenggaraan negara.

Konsep negara hukum sangat berkembang dalam lintasan sejarah. Di negara-negara


Eropa Kontinental lebih dikenal sebagai konsep rechtsstaat dan dikembangkan dari pemikiran
Julius Stahl; sedangkan dalam tradisi Anglo Amerika dikenal lewat konsep ‘rule of law’,
yang dikembangkan dari pemikiran AV Dicey. Stahl menyebutkan empat elemen penting
rechsstaat, yakni perlindungan hak asasi manusia, pembagian kekuasaan, pemerintahan
berdasarkan undang-undang, dan peradilan tata usaha negara. Dicey menyebutkan tiga ciri
rule of law yakni supremacy of law, equality before the law, dan due process of law.

A. TUJUAN HUKUM

Menurut Gustav Radbruch tujuan hukum yaitu keadilan, kepastian dan kemanfaatan.
Keadilan harus mempunyai posisi yang pertama dan yang paling utama dari pada kepastian
hukum dan kemanfaatan. Tujuan kepastian hukum menempati peringkat yang paling atas
diantara tujuan yang lain namun, setelah melihat kenyataan bahwa dengan teorinya tersebut
di Jerman di bawah kekuasaan Nazime legalisasi praktek - praktek yang tidak
berperikemanusiaan selama masa Perang Dunia II dengan jalan membuat hukum yang
mensahkan praktek - praktek kekejaman perang pada masa itu. Gustav Radbruch pun
akhirnya meralat teorinya tersebut diatas dengan menempatkan tujuan keadilan menempati
posisi diatas tujuan hukum yang lain. kenyataannya sering kali antara kepastian hukum
terjadi benturan dengan kemanfaatan, atau antara keadilan dengan kepastian hukum, antara
keadilan terjadi benturan dengan kemanfaatan.
1. Keadilan & Kebenaran

Gustav Radbruch menuturkan bahwa hukum adalah pengemban nilai keadilan,


keadilan memiliki sifat normatif sekaligus konstitutif bagi hukum. Bersifat normative
karena kepada keadilanlah, hukum positif berpangkal. Bersifat konstitutif karena
keadilan harus menjadi unsur mutlak bagi hukum, tanpa keadilan, sebuah aturan tidak
pantas menjadi hukum. Hal ini memperhatikan pula asas prioritas yang dikemukakan
oleh Gustav Radbruch bahwa untuk menerapkan hukum secara tepat dan adil untuk
memenuhi tujuan hukum maka yang diutamakan adalah keadilan, kemudian
kemanfaatan setelah itu kepastian hukum. Konsep keadilan sebagaimana yang
dikemukakan oleh Teguh Prastyo tentang keadilan bermartabat adalah : “keadilan
bermartabat memandang pembangunan sistem hukum yang khas Indonesia.
Bagaimana sistem hukum positif member identitas dirinya, ditengah-tengah pengaruh
yang sangat kuat dari sistemsitem hukum dunia yang ada saat ini dan dengan sangat
keras seolah-olah melakukan kedalam cara berhukum bangsa Indonesia. Teori
keadilan bermartabat mencatat suatu sikap dalam pembangunan sistem hukum
berdasarkan Pancasila. Dikemukakan, bahwa sistem hukum Indonesia tidak menganut
sistem hukum secara mutlak statute law, dan juga tidak mutlak menganut sistem
common law, sekalipun banyak yang mendukung pendapat bahwa sistem judge made
law itu menjunjung tinggi harkat dan martabat hakim sebagai lembaga atau institusi
pencipta hukum. Namun suatu ciri yang menonjol dari teori keadilan bermartabat
adalah bahwa dalam melakukan penyelidikan untuk menemukan kaidah dan asas-asas
hukum dalam melalui lapisan-lapisan ilmu hukum sebagaimana telah dinyatakan di
atas, teori keadilan bermartabat menjaga keseimbangan pandangan yang berbeda pada
lapisan-lapisan ilmu hukum itu sebagai suatu konflik. Teori keadilan bermartabat
menjauhkan sedini mungkin konflik dalam (conflict within the law).

2. Kemanfaatan

Utilitarianisme pertama kali dikembangkan oleh Jeremi Bentham (1748- 1831).


Persoalan yang di hadapi oleh Bentham pada zaman itu adalah bagaimana menilai
baik Buruknya suatu kebijakan social politik, ekonomi, dan legal secara moral.
Dengan kata lain bagimana menilai suatu kebijakan public yang mempunyai dampak
kepada banyak orang secara moral. Berpijak dari tesis tersebut, Bentham menemukan
bahwa dasar yang paling objektif adalah dengan melihat apakah suatu kebijakan atau
tindakan tertentu membawa manfaat atau hasil yang berguna atau, sebaliknya
kerugian bagi orang-orang yang terkait. Bila dikaitkan apa yang dinyatakan Bentham
pada hukum (baca Kebijakan), maka baik buruknya hukum harus diukur dari baik
buruknya akibat yang dihasilkan oleh penerapan hukum itu. Suatu ketentuan hukum
baru bisa di nilai baik, jika akibat-akibat yang dihasilkan dari penerapannya adalah
kebaikan, kebahagiaan sebesar-besarnya, dan berkurangnya penderitaan. Dan
sebaliknya dinilai buruk jika penerapannya menghasilkan akibat-akibat yang tidak
adil, kerugian, dan hanya memperbesar penderitaan. Sehingga tidak salah tidak ada
para ahli menyatakan bahwa teori kemanfaatan ini sebagai dasar-dasar ekonomi bagi
pemikiran hukum. Prinsip utama dari teori ini adalah mengenai tujuan dan evaluasi
hukum. Tujuan hukum adalah kesejahteraan yang sebesar-besarnya bagi sebagian
terbesar rakyat atau bagi seluruh rakyat, dan evaluasi hukum dilakukan berdasarkan
akibat-akibat yang dihasilkan dari proses penerapan hukum.

3. Kepastian

Kepastian hukum sebagai salah satu tujuan hukum dapat dikatakan sebagai bagian
dari upaya mewujudkan keadilan. Bentuk nyata dari kepastian hukum adalah
pelaksanaan atau penegakan hukum terhadap suatu tindakan tanpa memandang siapa
yang melakukan. Dengan adanya kepastian hukum setiap orang dapat
memperkirakakan apa yang akan dialami jika melakukan tindakan hukum tertentu.
Kepastian diperlukan untuk mewujudkan prinsip persamaan dihadapan hukum tanpa
diskriminasi.

Kepastian hukum akan menjamin seseorang melakukan perilaku sesuai dengan


ketentuan hukum yang berlaku, sebaliknya tanpa ada kepastian hukum maka
seseorang tidak memiliki ketentuan baku dalam menjalankan perilaku. Dengan
demikian, tidak salah apabila Gustav Radbruch mengemukakan kepastian sebagai
salah satu tujuan dari hukum. Dalam tata kehidupan masyarakat berkaitan erat dengan
kepastian dalam hukum. Kepastian hukum merupakan sesuai yang bersifat normatif
baik ketentuan maupun keputusan hakim. Kepastian hukum merujuk pada
pelaksanaan tata kehidupan yang dalam pelaksanaannya jelas, teratur, konsisten, dan
konsekuen serta tidak dapat dipengaruhi oleh keadaan-keadaan yang sifatnya subjektif
dalam kehidupan masyarakat.
B. FUNGSI HUKUM

Hukum merupakan aturan yang berlaku dalam masyarakat dengan tujuan untuk
menyelesaikan segala konflik yang terjadi dalam masyarakat. Masalah atau konflik, sama
sekali tidak dapat dihilangkan di permukaan bumi ini, walaupun demikian, kita tetap
membutuhkan aturan untuk mengatur masyarakat dan sedapat mungki meminimalisirkan
masalah atau konflik yang terjadi dalam masyarakat.

Hukum yang berlaku mempunyai tujuan. Tujuan hukum itu dapat tercapai, jika
hukum itu dapat berfungsi dalam masyarakat. Adapun fungsi dari hukum menurut
Achmad Ali, adalah:

1. Fungsi hukum sebagai “a Tool of Social Control”

Fungsi hukum sebagai social control bertujuan untuk memberikan suatu batasan tingkah
laku masyarakat yang menyimpang dan akibat yang harus diterima dari penyimpangan itu.
Misalnya membuat larangan-larangan, tuntutan ganti rugi dan sebagainya. Penggunaan hukum
sebagai sarana social control dapat berarti hukum mengontrol tingkah laku masyarakat,
maksudnya bahwa hukum berfungsi memberikan batasan tingkah laku warga masyarakat yang
dianggap menyimpang dari aturan hukum. Menurut Achmad Ali bahwa fungsi hukum sebagai
alat pengendalian sosial, tidaklah sendirian dalam masyarakat, melainkan menjalankan fungsi
itu bersama-sama dengan pranata social lainnya yang juga melakukan fungsi pengendalian
social, disamping itu juga merupakan fungsi pasif yaitu hukum yang menyesuaikan diri
dengan kenyataan dalam masyarakat.
2. Fungsi Hukum sebagai “a Tool of Engineering”

Fungsi ini sebagai sarana perekayasa social yaitu mengubah masyarakat dengan
menciptakan perubahan-perubahan dalam masyarakat menuju kemajuan yang terencana,
artinya untuk menata kembali kehidupan masyarakat secara secara terencana sesuai dengan
tujuan pembangunan bangsa kehidupan masyarakat namun sampai kini ternyata selalu
mengalami perubahan atau dinamika yang sangat pesat. Hal ini menunjukkan bahwa hampir
tidak ada kelompok masyarakat dunia yang kehidupan sosialnya tetap statis. Masyarakat mana
pun akan dipastikan akan mengalami perubahan baik karena pengaruh dari luar maupun terjadi
dengan sendirinya dalam masyarakat bersangkutan., oleh karena itu para pembuat hukum
dituntut untuk senantiasa mengikuti perkembangan huum dalam masyarakat.
3. Fungsi Hukum sebagai “a political instrument”,
Fungsi hukum sebagai sarana politik adalah untuk memperkokoh kekuasaan politik atau
mengefektifkan pelaksanaan kekuasaan negara. Melihat fungsi tersebut, menunjukkan keberadaan hukum
tertulis yang dibuat secara procedural. Keberadaan hukum dan politik dalam kenyataannya memang
tidak mungkin dapat dipisahkan, karena keberadaan hukum sebagai kaidah tertulis merupakan pesan pesan
politik politik, tetapi setelah ditetapkan pemberlakuannya, tidak boleh lagi ditafsirkan secara politik yang
bermuatan kepentingan, api harus ditafsirkan secara yuridis.

Anda mungkin juga menyukai