Anda di halaman 1dari 6

MENGENAL HUKUM

Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, S.H.

RANGKUMAN
Oleh:

Michael Stefanus Doni Renjaan, S.H.

Kaidah Hukum ditujukan kepada sikap lahir manusia. Kaidah hukum mengutamakan
perbuatan lahir. Pada hakikatnya, apa yang dibatin, apa yang dipikirkan manusia tidak menjadi
soal, asal lahirnya ia tidak melanggar kaidah hukum. Maka dari itu, tidak seorang pun dapat
dihukum karena apa yang dipikirkan atau dibatinnya (cogitationis poenam nemo patitut).
Kaidah Hukum berisi kenyataan normatif (apa yang seyogianya dilakukan): das Sollen
dan bukan berisi kenyataan alamiah atau peristiwa konkret: das Sein. Dalam hukum yang
penting bukanlah apa yang terjadi tetapi apa yang seharusnya terjadi.
Hukum ada karena kekuasaan yang sah. Kekuasaan yang sahlah yang menciptakan
hukum. Ketentuan-ketentuan yang tidak berdasarkan kekuasaan yang sah pada dasarnya
bukanlah hukum. Jadi, hukum bersumber pada kekuasaan yang sah.
Rule of Law “governance not by man but by law”, menurut Dicey Rule of Law
mengandung 3 (tiga) unsur yaitu:
1. Hak Asasi Manusia dijamin lewat Undang-Undang.
2. Persamaan kedudukan di muka hukum (equality before the law).
3. Supremasi aturan-aturan hukum dan tidak ada kesewenang-wenangan tanpa aturan
yang jelas.
Menurut Emanual Kant dan Julius Stahl, negara hukum mengandung 4 (empat) unsur yaitu:
1. Adanya pengakuan Hak Asasi Manusia.
2. Adanya pemisahan kekuasaan untuk menjamin hak-hak tersebut.
3. Pemerintahan berdasarkan peraturan-peraturan (wetmatigheid van bestuur).
4. Adanya Peradilan Tata Usaha Negara.
Eigenrichting (Tindakan main hakim sendiri)
Keadaan darurat (noodtoestand), merupakan konflik kepentingan hukum dan kewajiban hukum
di mana kepentingan yang kecil harus dikorbankan terhadap kepentingan yang lebih besar.
Keadaan darurat dapat menjadi dasar untuk menghapus hukuman. Contoh klasik dua orang
hendak tenggelam dan hanya ada satu kayu mengapung untuk tumpuan, maka apabila salah satu
dari mereka mengambil kayu tersebut tanpa mempedulikan yang lain dianggap sebagai keadaan
darurat. Keadaan darurat merupakan salah satu force majure, overmacht, yang merupakan
keadaan atau kekuatan di luar kemampuan manusia (Pasal 48 KUHP).
Pembelaan terpaksa atau pembelaan dalam keadaan darurat (noodweer) merupakan alasan untuk
dibebaskan dari hukuman karena melakukan pembelaan diri, kehormatan, atau barang secara
terpaksa terhadap serangan yang mendadak dan melanggar hukum (Pasal 49 KUHP). Contoh
seseorang memergoki pencuri dan terpaksa berkelahi dan membela diri mati-matian yang
akhirnya mengakibatkan matinya pencuri. Maka seseorang tersebut tidak dapat dihukum. Dalam
pembelaan terpaksa atau darurat harus ada serangan yang langsung dan bersifat melawan hukum,
kalau tidak maka tidak mungkin adanya pembelaan terpaksa. Bagi hakim cukup dengan
membuktikan ada tidaknya penyerangan.
Barang siapa yang melaksanakan ketentuan undang-undang tidak dapat dihukum (Pasal 50
KUHP). Melaksanakan Undang-Undang tidak hanya terbatas pada melakukan perbuatan yang
diperintahkan Undang-Undang saja.
Melaksanakan perintah jabatan dari kekuasaan yang berwenang tidak dapat dihukum (Pasal 51
KUHP).
Raison d’etre-nya hukum adalah konflik kepentingan manusia (conflict of human interest).
Ditinjau dari sifatnya, ada dua macam kaidah hukum, yaitu kaidah hukum yang imperatif dan
fakultatif. Kaidah hukum Imperatif apabila kaidah hukum itu bersifat apriori harus ditaati,
bersifat mengikat atau memaksa. Kiadah hukum Fakultatif apabila kaidah hukum itu tidak
mengikat secara apriori. Kaidah hukum fakultatif ini bersifat melengkapi, subsidiair atau
dispositif. Kaidah hukum yang isinya perintah dan larangan bersifat imperatif, sedangkan yang
bersifat perkenaan bersifat fakultatif.

ASAS HUKUM
Asas hukum ialah dasar-dasar atau petunjuk arah dalam pembentukan hukum positif. Asas
hukum bukanlah kaidah hukum yang konkret, melainkan latar belakang peraturan yang konkret
dan bersifat umum atau abstrak.
Berikut ini asas-asas hukum yang sering dipergunakan dalam praktik maupun ilmu pengetahuan
hukum:
1. In dubio pro reo artinya jika terdapat keragu-raguan dalam suatu hal, haruslah diputuskan
hal-hal yang menguntungkan terdakwa.
2. Res judicata pro veritate habetur artinya putusan hakim harus dianggap benar.
3. Lex specialis derogat legi generalis, hukum yang khusus mengesampingkan hukum yang
umum.
4. Lex posteriori derogat legi priori, hukum yang terbaru mengesampingkan hukum yang
lama.
5. Lex superiori derogat legi inferiori, hukum yang lebih tinggi mengesampingkan hukum
yang berada dibawahnya (secara hierarki).
6. The presumption of innocence, asas praduga tak bersalah (Pasal 8 UU No. 48 Tahun
2009) adalah ketentuan yang menganggap seseorang yang menjalani proses pemidanaan
dianggap tidak bersalah dan di hormati hak-haknya sampai putusan pengadilan inkracht
(tetap) menyatakan dirinya bersalah.
7. Nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali, asas legalitas artinya tiada pidana
tanpa undang-undang terlebih dahulu. (Pasal 1 ayat (1) KUHP).
8. Restitutio in integrum, asas bahwa apa yang lahirnya tampak benar, untuk sementara
harus dianggap demikian sampai diputus (lain) oleh pengadilan.
9. Pacta sunt servanda, setiap perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-
undang bagi mereka yang membuatnya.
10. Asas konsensualisme, para pihak yang mengadakan perjanjian harus sepakat mengenai
hal-hal pokok yang diatur di dalam perjanjian.
11. Asas hukum umum yaitu: asas kepribadian, asas persekutuan, asas kesamaan, asas
kewibawaan, dan asas pemisahan antara baik dan buruk (dikemukakan oleh P. Scholten) .
12. Fiksi Hukum, presumptio iures de iure, artinya setiap orang dianggap tahu hukumnya.

HAK DAN KEWAJIBAN


Hukum menimbulkan hak dan kewajiban. Hak adalah kepentingan yang dilindungi oleh
hukum, sedangkan kepentingan adalah tuntutan perorangan atau kelompok yang diharapkan
untuk dipenuhi. Ada dua macam hak, yaitu hak absolut dan hak relatif. Kewajiban adalah suatu
hal yang harus dilakukan berdasarkan paksaan hukum.
Perbuatan hukum adalah perbuatan subjek hukum yang ditujukan untuk menimbulkan
akibat hukum yang sengaja dikehendakii oleh subjek hukum.

KEADILAN
Aristoteles membedakan adanya dua macam keadilan yaitu, keadilan distributif dan
keadilan komutatif. Keadilan distributif menuntut bahwa setiap orang mendapat apa yang
menjadi hak atau jatahnya. Hak atau jatah ini tidak sama untuk setiap orang sehingga yang
ditekankan dalam keadilan distributif ini bukanlah persamaan melainkan perimbangan. Keadilan
komutatif memberi kepada setiap orang sama banyaknya. Oleh sebab itu, adil disini apabila
setiap orang diperlakukan sama tanpa memandang kedudukan dan sebagainya.

SUMBER HUKUM
Algra membagi sumber hukum menjadi sumber hukum materiil dan sumber hukum
formil. Sumber hukum materiil merupakan tempat dari mana materi hukum itu diambil. Sumber
hukum materiil ini merupakan factor yang membantu pembentukan hukum. Sedangkan sumber
hukum formil merupakan tempat atau sumber dari mana suatu peraturan memperoleh kekuatan
hukum. Ini berkaitan dengan bentuk atau cara yang menyebabkan peraturan hukum itu formal
berlaku.
Sumber hukum materiil ialah hubungan sosial, hubungan kekuatan politik, situasi sosial,
ekonomis, tradisi, hasil penelitian, perkembangan internasional, keadaan geografis. Sumber
hukum formil ialah undang-undang, perjanjian antar negara, yurisprudensi, dan kebiasaan.

KLASIFIKASI HUKUM
Berdasarkan kriteria, fungsi hukum dibagi menjadi hukum materiil (substantive law) dan
hukum formil (adjective law). Hukum materiil terdiri dari peraturan-peraturan yang memberi hak
dan membebani kewajiban-kewajiban. Berkaitan dengan isi peraturan. Hukum formil
menentukan bagaimana caranya menegakkan hukum materiil; bagaimana caranya mewujudkan
hak dan kewajiban. Berkaitan dengan hukum acara.
Ius constitutum adalah hukum positif atau hukum yang sudah ditetapkan, sedangkan Ius
constituendum adalah hukum yang harus ditetapkan, hukum yang akan datang, atau hukum yang
dicita-citakan.

KEKUASAAN KEHAKIMAN
Ketentuan mengenai kekuasaan kehakiman diatur dalam UU No. 48 Tahun 2009.
Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan
peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila demi terselenggaranya
negara hukum Republik Indonesia ( Pasal 1 ayat 1 UU No. 48 Tahun 2009).
Kekuasaan kehakiman yang merdeka berarti kekuasaan kehakiman yang bebas dari
campur tangan pihak kekuasaan negara atau kekuasaan ekstra yudisiil lainnya. Segala campur
tangan dalam urusan peradilan oleh pihak-pihak lain di luar kekuasaan kehakiman dilarang
(Pasal 3 ayat 2 UU No. 48 Tahun 2009).
Di seluruh wilayah Republik Indonesia, peradilan adalah peradilan negara yang
ditetapkann dengan undang-undang (Pasal 2 ayat 3 UU No. 48 Tahun 2009). Hal ini berarti
bahwa di samping peradilan negara tidak dibolehkan adanya peradilan-peradilan yang bukan
dilakukan oleh badan peradilan negara.
Peradilan dilakukan “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” (Pasal 2
ayat 1 UU No. 48 Tahun 2009).
Peradilan dilakukan dengan sederhana, cepatm dan biaya ringan (Pasal 2 ayat 4 UU No.
48 Tahun 2009).
Pengadilan mengadili menurut hukum tanpa membedakan orang (Pasal 4 ayat 1 UU No.
48 Tahun 2009). Di muka hukum, semua orang adalah sama (equality before the law).
Kekuasaan kehakiman itu bersikap menunggu, pasif. Kalau tidak ada perkara diajukan
kepada hakim, maka hakim bersikap menunggu, yaitu menunggu datangnya atau diajukan
perkara kepadanya (woo kein klager ist, ist kein Richter).
Hakim tidak boleh menolak untuk memeriksa dan mengadili sesuatu perkara yang
diajukan dengan dalih bahwa hukumnya tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk
memeriksa dan mengadilinya (Pasal 10 ayat 1 UU No. 48 Tahun 2009). Jadi hakim itu bersikap
menunggu atau pasif dalam arti tidak mencari perkara, namun sekali diajukan perkara
kepadanya, ia wajib memeriksa dan mengadilinya sampai selesai. Hakim dianggap tahu
hukumnya (ius curia novit).
Semua pengadilan memeriksa dan memutus perkara dengan majelis yang sekurang-
kurangnya terdiri dari tiga orang (Pasal 11 ayat 1 UU No. 48 Tahun 2009). Tujuan ketentuan ini
tidak lain ialah untuk menjamin objektivitas. Asas ini tidak menutup kemungkinan untuk
memeriksa dan memutus dengan hakim tunggal (unus judex).
Para pihak atau terdakwa mempunyai hak ingkar (recusatie) terhadap hakim yang
mengadili perkaranya (Pasal 17 ayat 1 UU No. 48 Tahun 2009). Hak ingkar ialah hak seseorang
yang diadili untuk mengajukan keberatan-keberatan yang disertai dengan alasan-alasan terhadap
seorang hakim yang akan atau sedang mengadili perkaranya.

Anda mungkin juga menyukai