Anda di halaman 1dari 6

Pembelajaran 11

(Pengertian Asas – Asas Hukum, & Macam – Macam Asas – Asas


Hukum)

Tujuan Pembelajaran:
Dalam pembelajaran ini diharapkan mahasiswa mampu menjelaskan dan menganalisis
tentang Asas – Asas Hukum.

A. Pengertian Asas – Asas Hukum


• Asas adalah bukan merupakan peraturan hukum konkrit, melainkan merupakan
pikiran dasar yang umum sifatnya atau merupakan latar belakang dan peraturan
yang konkrit yang terdapat dalam dan di belakang setiap sistem hukum yang
terjelma dalam peraturan perundang-undangan dan putusan hakim yang
merupakan hukum positif dan dapat diketemukan dengan mencari sifat-sifat
umum dalam peraturan konkrit tersebut.
• Jadi, Asas hukum bukanlah kaidah hukum yang konkrit (nyata), melainkan
merupakan latar belakang peraturan yang konkrit dan bersifat umum atau
abstrak.

B. Asas Hukum Menurut Para Ahli


- Paton, menyatakan bahwa asas hukum tidak pernah habis kekuatannya hanya
karena telah melahirkan suatu aturan atau peraturan hukum, melainkan tetap
saja ada dan akan mampu terus melahirkan aturan dan peraturan seterusnya.
- Satjipto Rahardjo menulis bahwa asas hukum mengandung nilai-nilai dan
tuntutan-tuntutan etis. Apabila membaca peraturan hukum, maka kita akan
menemukan pertimbangan.
- Van Eikema Hommes menyatakan bahwa asas hukum itu tidak boleh
dianggap sebagai norma-norma hukum yang konkret, akan tetapi perlu
dipandang sebagai dasar-dasar hukum atau petunjuk hukum.
C. Fungsi Asas Hukum Dalam Sistem Hukum
1. Menyelesaikan konflik yang terjadi di dalam sistem hukum. Fungsi ini antara
lain diwujudkan dalam asas hukum “Lex superior derogat legi inferiori”, yaitu
aturan yang lebih tinggi, diutamakan pelaksanaannya daripada aturan yang lebih
rendah.
Contoh : Undang-Undang lebih diutamakan pemberlakuannya daripada
peraturan pemerintah, ataupun peraturan pemerintah diutamakan berlakunya
daripada peraturan daerah.
2. Menjaga ketaatan asas atau konsistensi.
Contoh, dalam hukum acara perdata dianut “ asas pasif bagi hakim, artinya
hakim hanya memeriksa pokok-pokok sengketa yang ditentukan oleh para pihak
yang berperkara. Hakim hanya membantu para pencari keadilan dan berusaha
mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk dapat tercapainya keadilan.
3. Asas hukum mempunyai keterkaitan dengan sistem hukum dan sistem peradilan
di Indonesia, sehingga setiap terjadi pertentangan didalam mekanisme kerjanya,
senantiasa akan diselesaikan oleh asas hukum.
4. Rekayasa sosial, baik dalam sistem hukum maupun dalam sistem peradilan,
seperti asas hukum Acara Peradilan menganut tidak ada keharusan mewakilkan
kepada pengacara diubah menjadi adanya keharusan untuk mewakili.

a) Asas hukum tidak selamanya bersifat universal karena beberapa asas


hukum yang bersifat spesifik, yaitu sebagai berikut:
1. Asas The binding force of precedent, yaitu putusan hakim sebelumnya
mengikat hakim-hakim lainnya dalam perkara yang sama. Asas ini khusus
dianut dalam sistem hukum Anglo Saxon.
2. Asas Nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenadi atau asas
legalitas (Pasal 1 ayat 1 KUH Pidana), yaitu tidak ada perbuatan yang dapat
dihukum, kecuali sebelumnya ada UU yang mengaturnya. Dianut oleh
Indonesia.
3. Asas restitutio in integrum, yaitu ketertiban dalam masyarakat haruslah
dipulihkan pada keadaan semula, apabila terjadi konflik.
4. Asas cogatitionis poenam nemo patitur, yaitu tdk seorangpun dapat dihukum
karena apa yang dipikirkan dalam batinnya. Dalam hukum Islam berniat jahat
terhadap seseorang sudah merupakan sebab, sehingga ia dapat dihukum
berdasarkan Hukum agama islam.
D. Asas Hukum Konkret
a) EQUALITY BEFORE THE LAW “kesederajatan di mata hukum”
Bahwa semua orang dipandang sama hak, harkat dan martabatnya di mata
hukum.
b) LEX SPECIALIS DEROGAT LEGI GENERALI
“ketentuan peraturan (UU) yang bersifat khusus mengenyampingkan
ketentuan yang bersifat umum” Jika terjadi pertentangan antara ketentuan
yang sifatnya khusus dan yang sifatnya umum, maka yang diberlakukan
adalah ketentuan yang sifatnya khusus. Contoh: KUHP M(khusus) —
KUHP (umum) è Pasal 338 KUHP (pembunuhan)
c) LEX SUPERIORI DEROGAT LEGI INFERIORI “ketentuan peraturan
(UU) yang mempunyai derajat lebih tinggi didahulukan
pemanfaatannya/penyebutannya daripada ketentuan yang mempunyai
derajat lebih rendah” Jika terjadi pertentangan antara UU yang lebih tinggi
dengan yang lebih rendah, maka yang diberlakukan adalah ketentuan yang
lebih tinggi.
d) LEX POST TERIORI DEROGAT LEGI PRIORI “ketentuan peraturan
(UU) yang baru mengenyampingkan / menghapus berlakunya ketentuan
UU yang lama yang mengatur materi hukum yang sama”
Jika terjadi pertentangan antara UU yang lama dengan yang baru, maka
yang diberlakukan adalah UU yang baru. Contoh: berlakunya UU no 32
tahun 2004, menghapus berlakunya UU no 22 tahun 1999 tentang
peraturan daerah.
e) RES JUDICATA VERITATE PRO HABETUR “keputusan hakim waib
dianggap benar kecuali dibuktikan sebaliknya” Jika terjadi pertentangan
antara keputusan hakim dengan ketentuan UU, maka yang diberlakukan
adalah keputusan hakim/pengadilan.
f) LEX DURA SECTA MENTE SCRIPTA “ketentuan UU itu memang
keras, karena sudah oleh pembuatnya seperti itu (hukumnya sudah
ditentukan seperti itu) Contoh: ketentuan Pasal 10 KUHP (tentang jenis-
jenis hukuman
- hukuman pokok
- hukuman mati
- hukuman penjara
- hukuman kurungan
- hukuman denda
- hukuman tambahan
- pencabutan hak-hak tertentu
- perampasan barang-barang hasil kejahatan
a) LEX NIMINEM CODIG AD IMPOSIBILIA “ketentuan UU tidak
memaksa seseorang untuk mentaatinya, apabila orang tersebut benar-benar
tidak mampu melakukannya” Contoh:
- Pasal 44 KUHP : orang gila
- Pasal 45 KUHP : dibawah umur
- Pasal 48, 49 KUHP : pembelaan darurat
- Pasal 50 KUHP : karena tugas
h. NULLUM DELICTUM NOELA POENA SINE PRAEVIA LEGI
POENALE “Asas Legalitas” (pasal 1 ayat (1) KUHP) Asas yang
menentukan bahwa tiap-tiap perbuatan pidana harus ditentukan
sedemikian rupa oleh suatu aturan undang-undang. Tidak ada suatu
perbuatan dapat dihukum tanpa ada peraturan yang mengatur perbuatan
tersebut sebelumnya.
i. DIE NORMATIEVEN KRAFT DES FAKTISCHEN “perbuatan yang
dilakukan berulang kali memiliki kekuatan normative”
j. STRAFRECHT HEEFTGEEN TERUGWERKENDE KRACHT “asas
tidak berlaku surut” Seandainya seseorang melakukan suatu tindak
pidana yang baru kemudian hari terhadap tindakan yang serupa diancam
dengan pidana, pelaku tdk dapat dipidana atas ketentuan yang baru itu.
Hal ini untuk menjamin warga negara dari tindakan sewenang-wenang
dari penguasa.
k. GEENSTRAF ZONDER SHCULD “tidak dipidana jika tidak ada
kesalahan” Bahwa seseorang yang tidak melakukan kesalahan / tindak
pidana tidak dapat dibebankan sanksi pidana terhadapnya.
l. PRESUMTION OF INNOCENCE “praduga tak bersalah”
Seseorang tidak dapat dinyatakan bersalah apabila belum diputus
pengadilan atau memiliki kekuatan hukum yang sah.
m. UNUS TESTIS NULLUS TESTIS “satu orang saksi bukan saksi”
Dalam suatu pemeriksaan harus ada lebih dari seorang saksi, jika hanya
ada satu saksi saja maka kesaksiannya tidak dapat diterima.

E. Asas Umum Dalam Hukum


1. Lex specialis derogat lex generali “Undang-Undang yang bersifat khusus dapat
mengesampingkan Undang-Undang yang bersifat umum”
Contoh: UU No. 24 Tahun 2003 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 8
Tahun 2011 Tentang Mahkamah Konstitusi dapat mengesampingkan UU No.
40 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman.
2. Lex superior derogat lex inferiori “Undang-Undang yang lebih tinggi dapat
mengesampingkan UU yang berada dibawahnya” Lihat Pasal 7 ayat 1 Undang-
Undang No. 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
Undangan:
Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas:
- Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
- Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
- Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti
- Undang-Undang; Peraturan Pemerintah;
- Peraturan Presiden;
- Peraturan Daerah Provinsi; dan
- Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
3. Lex posteori derogat lex priori “Undang-Undang yang baru dapat
mengesampingkan Undang-Undang yang lama” Contoh: Undang-Undang No.
14 Tahun 1970 Tentang Kekuasaan Pokok-Pokok Kehakiman dapat
dikesampingkan oleh Undang-Undang No. 40 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan
Kehakiman.
4. Ex aequo et bono “Kelayakan dan kepatutan”
5. Unus testis nullus testis “Kesaksian satu orang, bukanlah kesaksian”
6. Pacta sunt servanda “Perjanjian berlaku mengikat untuk ditaati para
pembuatnya”
7. Pacta tertes ned norcent ned prosunt “Perjanjian yang dibuat para pihak, tidak
berlaku mengikat bagi pihak ketiga”
8. Nebis in idem “seseorang tidak dapat diadili untuk kedua kalinya dalam perkara
yang sama”
9. Res judicata pro veritate hebertur “Putusan hakim senantiasa dianggap benar
untuk sementara”
10. Ex injuria non oritus ius “Dari hal melawan hukum tidak menimbulkan hak
bagi pelaku”
11. Nullum crimen sine lege “Perjanjian internasional dapat mengikat pihak ke tiga,
apabila isi perjanjian itu diturunkan/diwahyukan dari hukum kebiasaan
internasional dan hukum maniter internasional”
12. In dubio proreo (Pasal  182 ayat (6) KUHAP) “Apabila hakim mengalami
keraguan dalam menjatuhkan sanksi terhadap terdakwa, maka hakim
menjatuhkan sanksi yang paling meringankan terdakwa”
13. Audiatur et altera pars / Audi alteram partern “Pihak lain juga harus di dengar”
14. Asas legalitas (Pasal 1 ayat (1) KUHP) – nullum delictum nula poena sine
praevia lege poenali, mengandung 3 prinsip dasar :
a. Nulla poena sine lege (tiada pidana tanpa undang-undang)
b. Nulla Poena sine crimine (tiada pidana tanpa perbuatan pidana)
c. Nullum crimen sine poena legali (tiada perbuatan pidana tanpa undang-
undang pidana yang terlebih dulu ada).
15. Similia similibus “Perkara yang sama diputus serupa pula”
16. Cogitationis nemo patitur “Apa yang dipikir/dibatin tidak dapat dipidana”
17. Vox populi vox Dei “Suara rakyat suara Tuhan”
18. Lex dura secta mente scripta “UU itu keras, tetapi sudah ditentukan demikian”
19. Lex niminem cogit ad impossibilia “UU itu tidak memaksakan  seorangpun
untuk melakukan sesuatu yang tidak mungkin / tidak masuk akal untuk
dilakukan”
20. Si vis pacem para bellum “Jika kamu ingin menang bersiaplah untuk perang”
21. Lax agendi lex essendi “Hukum berbuat adalah hukum keberadaan”
22. ignorantia legis excusat neminem “Tidak tahu undang-undang tidak merupakan
alasan pemaaf”

Anda mungkin juga menyukai