Anda di halaman 1dari 2

Nama: Alicia Radefi

NIM: 20210610049
Mata Kuliah: Pengantar Hukum Indonesia

Sepuluh Asas Hukum Terkait Pengaturan Perundang-undangan

Asas Legalitas
Mengenai Asas legalitas ini sudah tercantum dalam pasal 1 ayat (1) Kitab Undang-undang
Hukum Pidana yang berbunyi :
“Suatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-
undangan pidana yang telah ada.”
Asas legalitas yang dikenal dengan doktrin Nullum Delictum Noella Poena Sine Praevia Lege
Poenali yang artinya tiada suatu perbuatan dapat dihukum, kecuali atas ketentuan ketentuan
pidana dalam undang-undang yang telah ada lebih dahulu daripada perbuatan itu. (Pasal 1
KUHP)

Asas Lex Specialis Derogat Legi Generalis


Lex specialis derogat legi generalis adalah salah satu asas hukum, yang mengandung makna
bahwa aturan hukum yang khusus akan mengesampingkan aturan hukum yang umum.
Contoh peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai asas lex specialis derogat
legi generalis:
Pasal 63 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana: “Jika suatu perbuatan masuk dalam suatu
aturan pidana yang umum, diatur pula dalam aturan pidana yang khusus, maka hanya yang
khusus itulah yang diterapkan.”
Pasal 1 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang: “Selama dalam Kitab Undang-undang ini
terhadap Kitab Undang-undang Hukum Perdata tidak diadakan penyimpangan khusus, maka
Kitab Undang-undang Hukum Perdata berlaku juga terhadap hal-hal yang dibicarakan dalam
Kitab Undang-undang ini.”

Asas Lex Superior Derogat Legi Inferior


Asas lex superior derogat legi inferiori bermakna undang-undang (norma/aturan hukum) yang
lebih tinggi meniadakan keberlakuan undangundang (norma/aturan hukum) yang lebih
rendah. Menentukan apakah suatu norma memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari norma
lainnya tentunya bukan suatu hal yang sulit karena negara hukum pada umumnya memiliki
bangunan tatanan hukum tertulis yang tersusun secara hirarkis. Dalam sistem hukum
Indonesia, jenis dan hirarki peraturan perundang-undangan diatur dalam ketentuan Pasal 7
dan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan.

Asas Lex Posterior Derogat Legi Priori


Asas lex posterior derogat legi priori bermakna undang-undang (norma/aturan hukum) yang
baru meniadakan keberlakuan undang-undang (norma/ aturan hukum) yang lama. Asas ini
hanya dapat diterapkan dalam kondisi norma hukum yang baru memiliki kedudukan yang
sederajat atau lebih tinggi dari norma hukum yang lama

Asas non retroaktif


Bermakna bahwa peraturan perundang-undangan tidak berlaku surut (non retroaktif).
Peraturanperundang-undangan yang dibuat hanya berlaku pada peristiwa peristiwa hukum
yang terjadi setelah peraturan perundang- undangan itu lahir. Namun demikian, mengabaikan
asas ini dimungkinkan terjadi dalam rangka untuk memenuhi keadilan masyarakat.
Asas Retroaktif
Berlaku surut atau sering disebut dengan asas retroaktif adalah pemberlakuan peraturan
perundang- undangan lebih awal daripada saat pengundangannya. Pembicaraan asas retroaktif
akan berhenti jika kita hanya berpedoman pada ke-tentuan dalam Pasal 1 ayat (1) dan Pasal 1
ayat (2) KUHP, karena pasal tersebut membatasi pengertian retroaktif hanya pada keadaan
transitoir atau menjadi hukum transitoir (hukum dalam masa peralihan).

Asas Wervaat
Selanjutnya adalah asas Welvaarstaat yang bermakna bahwa Undang-undang adalah sarana
untuk mencapai kesejahteraan bagi masyarakat maupun individu.

Asas Lex Dura Secta Mente Scripta


Arti dari pernyataan tersebut adalah ketentuan dari UU itu kejam atau keras, karena memang
ditentukan seperti itu. Misalkan saja ketentuan Pasal 10 KUHP yang berisikan tentang
berbagai macam jenis hukuman. Dalam pasal tersebut terdapat hukuman pokok dan
tambahan. Hukuman pokok adalah hukuman mati, penjara, kurungan, dan denda. Sedangkan
hukuman tambahan adalah pencabutan hak-hak tertentu, perampasan barang-barang yang
merupakan
hasil kejahatan.

Asas Lex Niminen Cogit Ad Impossibilia


Lex niminem cogit ad impossibilia yang bermakna bahwa undang-undang tidak memaksa
seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak mungkin. Contohnya terdapat di dalam Pasal
44 KUHP yang berbunyi :
Barang siapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungkan kepadanya karena jiwanya
cacat dalam pertumbuhan atau terganggu karena penyakit, tidak dipidana.
Jika ternyata perbuatan itu tidak dapat dipertanggungkan kepada pelakunya karena pertumbuhan
jiwanya cacat atau terganggu karena penyakit, maka hakim dapat memerintahkan supaya orang itu
dimasukkan ke rumah sakit jiwa, paling lama satu tahun sebagai waktu percobaan.

Asas Lex imperfecta


Di KUHAP ada yang namanya lex imperfecta, yaitu aturan hukum yang tidak menyertakan
sanksi bila tidak dilaksanakan Intinya hukum tanpa sanksi ini berupa prosedur yang harus
ditaati walaupun tidak ada sanksinya. Yang menjadi parameternya adalah perasaan dan hati
nurani. Kita akan terlihat berbeda dengan orang lain jika tidak menaati suatu aturan sehingga
akan menimbulkan rasa malu karena terlihat oleh orang lain. Bagi pelanggar aturan juga akan
dikucilkan dan menjadi bahan perbincangan bagi orang lain. Perbincangan itu tentunya
menjadi lecutan bagi kita untuk tidak melanggar aturan lagi.

Anda mungkin juga menyukai