Anda di halaman 1dari 1

Cari

Asas Legalitas

Diunggah oleh Reinaldo Michael

 0 penilaian · 367 tayangan · 8 halaman


Informasi Dokumen 

Hak Cipta
Unduh
© Attribution Non-Commercial (BY-NC) 
Format Tersedia
DOCX, PDF, TXT atau baca online dari Scribd

Bagikan dokumen Ini


Asas Legalitas, Pengertian, Sejarah dan Aspek Perkembangannya.

Asas Legalitas Dalam Hukum Pidana

Pasal 1 ayat (1) KUHP: “Tiada suatu perbuatan dapat di pidana, kecuali atas kekuatan aturan
Facebook Twitter
pidana dalam perundang-undangan yang telah ada, sebelum perbuatan dilakukan”

Dalam hukum pidana, dikenal asas legalitas, yakni asas yang menentukan bahwa tidak


ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana jika tidak ditentukan terlebih dahulu
dalam undang-undang. Dalam bahasa latin, dikenal sebagai Nullum delictum nulla poena sine
praevia lege poenalli yang artinya lebih kurangnya adalah tidak ada delik, tidak ada pidana tanpa
peraturan terlebih dahulu. Asas ini di masa kini lebih sering diselaraskan dengan asas non
Email
retroaktif, atau asas bahwa peraturan perundang-undangan tidak boleh berlaku surut. Secara
mudah, asas ini menyatakan bahwa tidak dipidana kalau belum ada aturannya.

Apakah menurut Anda dokumen ini bermanfaat?


Syarat pertama untuk menindak terhadap suatu perbuatan yang tercela, yaitu adanya
suatu ketentuan dalam undang-undang pidana yang merumuskan perbuatan tercela itu dan
memberikan suatu sanksi terhadapnya. Kalau, misalnya seseorang suami yang menganiaya atau
mengancam akan menganiaya istrinya untuk memaksa bersetubuh tidak dapat dipidana menurut
KUHP yang berlaku. Sebab Pasal 285 KUHP (Pasal 242 Wetboek van Strafrecht/Sr) hanya
mengancam perkosaan “di luar pernikahan”. Syarat tersebut di atas bersumber dari asas legalitas.

1. Sejarah Asas Legalitas


Apakah konten ini tidak pantas? Laporkan Dokumen Ini
Ucapan nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenalli ini berasal dari Anselm von
Feuerbach, sarjana hukum pidana Jerman (1775-1833). Dialah yang merumuskannya dalam
pepatah latin tadi dalam bukunya: “Lehrbuch des peinlichen Recht” (1801). Dalam kaitannya
dengan fungsi asas legalitas yang bersifat memberikan perlindungan kepada undang undang
pidana, dan fungsi instrumental, istilah tersebut dibagi menjadi tiga yaitu:

 Nulla poena sine lege: tidak ada pidana tanpa ketentuan pidana menurut undang-undang;
 Nulla poena sine crimine: tidak ada pidana tanpa perbuatan pidana;
 Nullum crimen sine poena legalli: tidak ada perbuatan pidana tanpa pidana menurut undang-
undang.

Di dalam hukum romawi kuno, yang memakai bahasa latin, tidak dikenal pepatah ini; juga asas
legalitas tidak dikenal. Dalam sebuah karangan dalam : Tijdschrift v. Strafrecht dalam halaman
337 dikatakan bahwa di zaman Romawi itu dikenal kejahatan yang dinamakan criminal extra
ordinaria, artinya kejahatan-kejahatan yang tidak disebut dalam Undang-Undang.

D'Kubon Palace
Klungkung

Rp236rb
Natya Resorts Ubud
Gianyar

Rp5,6jt
Daun Bali Seminyak Hotel Pesan
Sekarang
Kuta, Badung

Rp565rb
Ambengan Private Villa

Di antara crimina extra ordinaria ini yang sangat terkenal adalah crimina stellionatus, yang
letterlijk artinya: perbuatan jahat, durjana. Jadi tidak ada ditentukan perbuatan berupa apa yang
dimaksud di situ. Sewaktu hukum Romawi kuno itu diterima di Eropa Barat dalam abad
Pertengahan, sebagaimana halnya kita dalam jaman penjajahan, meresipier hukum Belanda)
maka pengertian tentang crimina extra ordinaria ini diterima pula oleh raja-raja yang berkuasa.
Dan dengan adanya crimina extra ordinaria ini lalu diadakan kemungkinan untuk menggunakan
hukum pidana itu secara sewenang-wenang menurut kehendak dan kebutuhan raja sendiri.

Sebagai puncak reaksi terhadap sistim absolutisme raja-raja yang berkuasa tersebut, yang
dinamakan zaman Ancien Regime, maka di situlah timbul pikiran tentang harus ditentukan
dalam peraturan terlebih dahulu (Prof. Moeljatno mempergunakan istilah wet) perbuatan-
perbuatan yang dapat dipidana, agar warga lebih dahulu bisa tahu dan tidak akan melakukan
perbuatan tersebut. Menurut Montesquieu dalam bukunya “L‟esprit des Lois” (1748, dan JJ
Rousseau “Dus Contrat Social” (1762), pertama tama dapat diketemukan pemikiran tentang asas
legalitas ini. Asas ini, diadopsi dalam undang-undang adalah dalam pasal 8 “Declaration des
Droits de l‟homme et du citoyen” (1789), semacam undang-undang dasar pertama yang dibentuk
dalam tahun pecahnya Revolusi Perancis. Bunyinya: Tidak ada sesuatu yang boleh dipidana
selain karena suatu peraturan yang ditetapkan dalam undang-undang dan diundangkan secara
sah. Dari peraturan tersebut, asas ini dimasukkan dalam Pasal 4 Penal Code di Perancis, di
bawah pemerintahan Napoleon (1801). Dan dari sinilah asas ini dikenal di Belanda karena
penjajahan Napoleon, sehingga mendapat tempat dalam Wetboek van Strafrecht Nederland 1881,
Pasal 1 dan kemudian karena adanya asas konkordansi, antara Nederland Indie (Indonesia) dan
Nederland, masuklah ke dalam pasal 1 Wetboek van Strafrecht Nederland Indie 1918.

Perumusan asas legalitas dari von Feurbach dalam bahasa latin tersebut dikemukakan
sehubungan dengan teori vom psychologischen zwang, yaitu yang menganjurkan supaya dalam
menentukan perbuatan-perbuatan yang dilarang di dalam peraturan bukan saja tentang macam
perbuatan yang dituliskan dengan jelas, tetapi juga tentang macam pidana yang dikenakan.
Dengan cara demikian ini, maka setiap orang yang akan melakukan perbuatan yang dilaran
tersebut terlebih dahulu telah mengetahui pidana apa yang akan dijatuhkan kepadanya jika nanti
perbuatan itu dilakukan. Dengan demikian, dalam hatinya, lalu terdapat suatu kesadaran atau
tekanan untuk tidak berbuat hal tersebut. Dan kalau akhirnya perbuatan tadi tetap dilakukan,
maka apabila pelaku dijatuhi hukuman atas perbuatan pidana tersebut, dapat dianggap pelaku
telah mneyetujuinya. Jadi, pendirian von Feuerbach mengenai pidana ialah pendirian yang
tergolong absolut. Sama halnya dengan teori pembalasan (retribution).

1. Arti Pasal 1 KUHP


Pasal 1 Kitab Undang undang hukum pidana menjelaskan kepada kita bahwa:
 Suatu perbuatan dapat dipidana kalau termasuk ketentuan pidana menurut undang-undang. Oleh
karena itu pemidanaan berdasarkan hukum tidak tertulis tidak dimungkinkan;

 Ketentuan pidana itu harus lebih dahulu ada daripada perbuatan itu, dengan kata lain, ketentuan
pidana itu harus sudah berlaku ketika perbuatan itu dilakukan. Oleh karena itu ketentuan tersebut
tidak berlaku surut (asas non retroaktif), baik mengenai ketetapan dapat dipidana maupun
sanksinya.
 Pasal 1 ayat (2) KUHP membuat pengecualian atas ketentuan tidak berlaku surut untuk
kepentingan terdakwa. Jadi, sepanjang menguntungkan terdakwa, maka pemberlakuan hukum
pidana yang baru (meskipun berlaku surut) dapat dilaksanakan.

Sesuai dengan jiwa pasal 1 KUHP, disyaratkan juga bahwa ketentuan undang-undang harus
dirumuskan secermat mungkin. Ini dinamakan asas lex certa. Undang-undang harus membatasi
dengan tajam dan jelas wewenang pemerintah terhadap rakyat (lex certa: undang-undang yang
dapat dipercayai). Pengertian dasar pasal 1 KUHP juga berkaitan dengan jiwa pasal 3 KUHP:
hukum pidana harus diwujudkan dengan prosedur yang memadai dan dengan jaminan hukum.
Satochid Kertanegara dalam buku Hukum Pidana (kumpulan bahan kuliah) menyatakan bahwa
dengan adanya Pasal 1 ayat (1) KUHP tersebut di atas, maka KUHP tidak dapat berlaku surut.
Hal ini berarti bahwa:

1. KUHP tidak dapat berlaku surut, ini adalah asas yang pertama. Adapun rasionya adalah bahwa
KUHP harus bersumber pada peraturan tertulis (asas non retroaktif);
2. KUHP harus bersumber pada peraturan tertulis.

Jadi hukum pidana tidak boleh bersumber pada hukum adat, atau hukum tidak tertulis lainnya.
Lain dengan hukum perdata dimana hukum adat masih menjadi salah satu sumber hukum. Hal
ini bertentangan dengan pendapat Prof. Moeljatno yang menyatakan bahwa hukum pidana adat
itu masih berlaku walaupun hanya untuk orang-orang tertentu dan sementara saja. Dasarnya
adalah Pasal 14 ayat 2 UUD Sementara.

Jadi dengan meninjau ketentuan seperti yang diatur dalam Pasal 1 ayat (1) dimana tekanan
diletakkan pada perkataan “sebelumnya”, ini menunjukkan bahwa hukum pidana tidak dapat
berlaku surut. Namun asas ini bukan merupakan asas yang mutlak. Sebagaimana telah
disampaikan dalam buah pemikiran Prof. Moeljatno diatas, senada dengan itu, Prof. Satochid
Kartanegara juga menyampaikan bahwa terhadap asas non retroaktif ini, terdapat pengecualian
dalam Pasal 1 ayat (2) yang berbunyi: Jika sesudah perbuatan dilakukan ada perubahan dalam
perundang-undangan, dipakai aturan yang paling ringan bagi terdakwa. Dari aturan tersebut,
dapat diambil kesimpulan bahwa ayat ini memungkinkan memperlakukan KUHP secara surut,
pada umumnya untuk memperlakukan undang-undang secara surut (asas retroaktif), sepanjang ,
undang-undang yang baru ini lebih menguntungkan terdakwa/tersangka. Untuk memahami
aturan ayat (2) ini, pertama-tama harus dipahami apa yang dimaksudkan dengan perubahan di
dalam undang-undang. Perubahan dimaksud adalah perubahan yang terjadi setelah seseorang
melakukan perbuatan yang dilarang, dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang, dan
apabila undang-undang yang baru ini lebih menguntungkan daripada undang-undang yang lama

maka undang-undang yang baru itu harus diperlakukan kepada dirinya. Jadi singkatnya, KUHP
boleh diperlakukan surut apabila:

 Dilakukan perubahan undang-undang;


 Perubahan ini terjadi setelah seseorang melakukan perbuatan yang dilarang dan diancam dengan
hukuman oleh undang-undang, akan tetapi sebelum dijatuhkan hukuman terhadap perbuatan
tersebut;
 Undang-undang yang baru terlebih menguntungkan bagi si tersangka, daripada undang-undang
yang lama.

Berlakunya asas legalitas seperti diuraikan di atas memberikan sifat perlindungan kepada
undang-undang pidana: undang-undang pidana melindungi rakyat terhadap pelaksanaan
kekuasaan yang tanpa batas dari pemerintah. Ini dinamakan fungsi melindungi dari undang-
undang pidana. Disamping fungsi melindungi tersebut, undang-undang pidana juga mempunyai
fungsi instrumental yaitu di dalam batas-batas yang ditentukan oleh undang-undang, pelaksanaan
kekuasaan oleh pemerintah secara tegas diperbolehkan. Asas legalitas ada hubungannya dengan
fungsi instrumental dari undang-undang pidana tersebut.

2. Asas Legalitas atau asas oportunitas terhadap penuntutan pidana.

Rumusan ketiga von Feuerbach berhubungan dengan fungsi instrumental undang-undang pidana
dan merupakan ajaran paksaan psikologis. Undang-undang pidana diperlukan untuk memaksa
rakyat berbuat menurut hukum dengan mengancamkan pidana terhadap perbuatan yang melawan
hukum. Tetapi agar ancaman pidana itu mempunyai efek, tiap-tiap pelanggar undang-undang
harus sungguh-sungguh dipidana.

Pemerintah juga harus selalu mempergunakan wewenang yang diberikan kepadanya untuk
memidana. Disinipun ada landasar syarat keadilan, yaitu asas persamaan, adalah tidak adil dalam
keadaan yang sama memidana pelanggar undang-undang yang satu sedangkan yang lain tidak
dipidana. Dalam arti keharusan menuntut pidana, asas legalitas mempunyai banyak pengikut
terutama di Jerman, di mana sejak akhir abad yang lalu titik tolak dari tindakan yustisial yaitu
setiap pelanggaran undang-undang harus dituntut. Ini berlaku juga di beberapa negara lain.

Sebaliknya, di perancis, belgia, dan khususnya di belanda, diikuti asas oportunitas, yang
menentukan bahwa pemerintah berwenang tetapi tidak berkewajiban menurut undang-undang
untuk menuntut semua perbuatan pidana. Karena alasan-alasan oportunitas penuntutan itu, dapat
juga diabaikan (lihat pasal 167 dan 242 Sv).

Cacat-cacat dalam penerapan asas legalitas ini karena adanya pertentangan anatara fungsi
instrumental dan fungsi melindungi. Terkadang, demi kepentingan fungsi instrumental undang-

Dipercayai oleh lebih dari 1 juta anggota

Coba Scribd GRATIS selama 30 hari untuk mengakses


lebih dari 125 juta judul tanpa iklan atau gangguan!

Mulai Coba Gratis

Batalkan Kapan Saja.

Bagikan dokumen Ini


    

Anda mungkin juga menyukai

Dokumen 5 halaman

Asas Legalitas Dan Perbuatan


Pidana
muhfauzanf
Belum ada peringkat

Dokumen 8 halaman

TUGAS KUHP
Muhammad Faqih
Belum ada peringkat

Dokumen 14 halaman

TMK 1 HUKUM PIDANA


Ari Syahputra
Belum ada peringkat

Majalah Podcast Partitur

Dokumen 12 halaman

Pendahulua1
Afifah
Belum ada peringkat

Dokumen 9 halaman

Pendidikan
Kewarganegaraan_PB 10 - Tug…
10_Allam Raihan
Allam
Puntodewo_1201180172_TI-44-
Belum ada peringkat
GAB1

Dokumen 14 halaman

Asas Hukum Pidana


Aza Santoz Zynaga
Belum ada peringkat

Dokumen 34 halaman

Perkembangan Asas Legalitas


Dalam Hukum Pidana PROF. D…
LOEBBY
Ira Bya LOQMAN S.H MH.
Belum ada peringkat

Dokumen 15 halaman

Berlakunya Hukum Pidana Siap


ihza
Belum ada peringkat

Dokumen 25 halaman

Asas Legalitas
Eddy Kind
Belum ada peringkat

Dokumen 6 halaman

RESUME HUKUM PIDANA


Elza Khoirunnisa
Belum ada peringkat

Dokumen 3 halaman

138114_tugas Hukum Pidana


Dex Dauh
Belum ada peringkat

Dokumen 3 halaman

ASAS LEGALITAS
fatir hildan
Belum ada peringkat

Tampilkan lebih banyak

Tentang Dukungan

Tentang Scribd Bantuan / Pertanyaan Umum

Media Aksesibilitas

Blog kami Bantuan pembelian

Bergabunglah dengan tim AdChoices


kami!
Penerbit
Hubungi Kami

Undang teman Sosial


Hadiah Instagram
Scribd untuk perusahaan Twitter

Facebook
Hukum
Pinterest
Syarat

Privasi

Hak Cipta

Preferensi Cookie

Jangan menjual atau


membagikan informasi pribadi
saya

Dapatkan aplikasi gratis kami

Buku audio • Buku • Dokumen • Majalah • Podcast •


Partitur

Bahasa: Bahasa Indonesia

Hak cipta © 2023 Scribd Inc.

Anda mungkin juga menyukai