PENCUCIAN UANG
MATA KULIAH HUKUM PIDANA
DOSEN PEMBIMBING :
Dr. H. Ahmad Cholidin, S.H, M.H
Penyusun :
Adicha Syahada Amri (1113043000018)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia adalah sebuah negara yang berlandaskan hukum. Segala
sesuatu yang berkaitan dengan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara diatur oleh hukum dan berbagai macam peraturan baik itu
undang-undang, perpres, perpu, peraturan pemerintah, perda, dan lain
sebagainya.
Perkembangan tindak pidana semakin lama semakin maju terutama
dalam bidang perbankan atau korporasi. Tindak pidana pencucian uang
( money laundering) merupakan suatu golongan tindak pidana khusus dan
tergolong suatu kejahatan besar. Hukum yang mengatur tentang tindak
pidana money laundering (pencucian uang) sendiri sudah ada, namun
sampai kini dirasa masih belum memenuhi rasa keadilan masyarakat. Lalu
bagaimana kaitannya dengan Asas Legalitas yang menjadi salah satu pilar
asas Hukum Pidana di Indonesia? Berikut makalah ini akan mengupas tuntas
perihal masalah tersebut.
B. Identifikasi Masalah
C. Tujuan Pemakalah
BAB II
PEMBAHASAN
I.
ASAS LEGALITAS
A. SEKILAS SEJARAH ASAS LEGALITAS
Komparisi Asas Legalitas Dalam Hukum Pidana Islam Dan Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (KUHP, h.27-28
pernah menjajah bangsa Belanda maka pada tahun 1881 Wetboek van
Strafrecht Belanda terbentuk tanpa sesuatu komentar apapun Pasal 4 Code
Penal telah dijadikan suatu ketentuan dalam Wetboek van Strafrecht
dikarenakan Belanda pernah menjajah Indonesia, maka berdasarkan asas
konkordansi ketentuan dari Belanda diberlakukan di Indonesia, maka Pasal 4
Code Penal dikenal di Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (1) KUHP.2
Ibid h. 30
Nulla puna sine lege, yang bermakna bahwa setiap penjatuhan hukuman
haruslah didasarkan pada suatu undang-undang pidana.
b.
Nulla Poena Sine Crimine, yang artinya bahwa suatu penjatuhan
hukuman hanyalah dapat dilakukan, apabila
perbuatan yang
bersangkutan telah diancam dengan suatu hukuman oleh undang-undang.
c.
Nullum Crimen Sine Poena Legali, yang artinya bahwa perbutan yang
telah diancam dengan hukuman oleh undang-undang itu apabila dilanggar
dapat berakibat dijatuhkannya hukuman seperti yang diancamkan
undang-undang terhadap pelanggarnya.
Selain itu dalam asas legalitas terdapat hal-hal penting yang tidak
lepas dari pengertian asas legalitas yang dapat diuraikan secara garis
besar sebagai berikut :
In countries that adopt the principle of individualistic schools oflegality
ismaintained, whereas in the socialist principle of stateThis lot is no longer
the Soviet adopted a clearsince 1926.This is in accordance with the
tradition of civil law systems, thatThere are four aspects of the legality
principle is strictly applied, namelylegislation (law), retroaktivitas
(retroactivity),lex chert, and analogies. Regarding this fourth aspect,
Roelof H. Haveman said that though it might be said that not everyaspect
is that strong on its own, the combination of the four aspects gives amore
true meaning to principle of legality.
(Di negara-negara yang menganut faham individualistis asas legalitas
ini dipertahankan, sedangkan di negara yang sosialis asas ini banyak yang
tidak dianut lagi seperti Soviet yang menghapus sejak tahun 1926. Hal
demikian sesuai dengan tradisi sistem civil law, bahwa ada empat aspek
asas legalitas yang diterapkan secara ketat, yaitu peraturan perundangundangan (law), retroaktivitas (retroactivity), lex certa, dan analogi.
Mengenai keempat aspek ini, Roelof H. Haveman menyatakan bahwa
meskipun bisa dikatakan bahwa tidak setiap Aspek ini yang kuat dengan
3
P.A.F. Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Cet. III, PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung, 1997, h. 132-134.
Komparisi Asas Legalitas Dalam Hukum Pidana Islam Dan Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana, h. 27-28
5
Moeljatno, 2002, Asas Asas Hukum Pidana, Cet. Ke VII, Rineka Cipta, Jakarta, h. 25
Komparisi Asas Legalitas Dalam Hukum Pidana Islam Dan Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana, h. 31-32.
Istilah pencucian uang atau money loundering ini telah dikenal sejak
dekade tahun 1930 di Amerika Serikat, yaitu ketika seorang mafia
membeli perusahaan yang sah dan resmi sebagai strateginya Investasi
terbesar adalah perusahaan pencucian pakaian atau disebut Laundromat
yang saat itu terkenal di Amerika Serikat.Pada dekade 1920-1930 ada
kelompok penjahat yang dipimpin Al Capone adalah seorang penjahat
terkenal dari Amerika Serikat. Ia melakukan money laundry terhadap uang
haram yang didapatnya dengan menggunakan jasa seorang akuntan
cerdas bernama Meyer Lansky. Money laundry yang dilakukannya adalah
melalui usaha binatu (laundry). Itulah asal muasal nama money
7
Prof.Dr.Teguh Prasetyo, S.H, M.Si, Hukum Pidana. Edisi Revisi, Raja Grafindo
Persada,2011, Jakarta, h.37
8
Ibid
, h. 39
9
Siti, Kebijakan dalam menindaklanjuti asas legalitas, data diakses tanggal 8 Agustus
2011, alvalaible from: URL :http://siti.staff.ugm.ac.id/
Adrian Sutedi ,S.H.,MH, HUKUM PERBANKAN: Suatu Tinjauan Pencucian Uang, Merger,
Likuidasi, Dan Kepailitan, Jakarta: Sinar Grafika, 2007, h. 17.
11
Ivan Yustiavandana, Arman Nefi dan Adiwarman, TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DI
PASAR MODAL, Bogor: Ghalia Indonesia, 2010, h. 7.
12
Adrian Sutedi ,S.H.,MH, HUKUM PERBANKAN: Suatu Tinjauan Pencucian Uang, Merger,
Likuidasi, Dan Kepailitan, Jakarta: Sinar Grafika, 2007,h. 19.
13
thelawdictionary.org/money-laundering/, diakses pada 10 September 2013, pukul
15.00.
14
Santoso, T., Chandra, R., Sinaga, A.C., muhajir, M. dan Mardiah, s., PANDUAN
INVESTIGASI DAN PENUNTUTAN DENGAN PENDEKATAN HUKUM TERPADU, Bogor: Cifor,
2011, h. 49.
16
Ibid h.49.
17
Elvyn, G. Masassya, CARA CERDAS MENGELOLA KEUANGAN PRIBADI, Jakarta: PT Elex
Media Komputindo, 2006, h. 125.
Adrian Sutedi ,S.H.,MH, HUKUM PERBANKAN: Suatu Tinjauan Pencucian Uang, Merger,
Likuidasi, Dan Kepailitan, Jakarta: Sinar Grafika, 2007, h. 24.
19
Santoso, T., Chandra, R., Sinaga, A.C., muhajir, M. dan Mardiah, s., PANDUAN
INVESTIGASI DAN PENUNTUTAN DENGAN PENDEKATAN HUKUM TERPADU, Bogor: Cifor,
2011, h. 45.
20
Op.cit.,h.19
benar-benar telah bersih dan sulit dikenali hasil tindak pidana, dan muncul
kembali sebagai asset investasi yang tampaknya legal.21
Integration (penggabungan) adalah proses pengalihan uang yang
diputihkan hasil kegiatan placement maupun layering ke dalam aktivitasaktivitas atau performa bisnis yang resmi tanpa ada hubungan/links ke
dalam bisnis haram sebelumnya. Pada tahap ini uang haram yang telah
diputihkan dimasukkan kembali ke dalam sirkulasi dalam bentuk yang
sesuai dengan aturan hukum, dan telah berubah menjadi legal. Ada
tulisan yang menyebutkan bahwa cara tersebut juga disebut spin dry
yang merupakan gabungan antara repatriation dan integration. 22
Tindak pencucian uang ini, ditolak oleh pemerintah maupun
masyarakat dengan beberapa alasan berikut yang berdampak buruk
kepada seluruh elemen ekonomi suatu negara, yaitu :
Melemahkan sektor swasta yang sah
Pencucian uang dapat mendirikan perusahaan topeng yang
bergerak dalam kegiatan bisnis. Misalnya di Amerika serikat
,misalnya kejahan terorganisasi menggunakan kedai-kedai pissa
untuk menopengi hasil penyelundupan heroin dan kedai pizza
tersebut menjual pissa dengan haraga murah yang membuat
pengusaha pissa dan perusahaan lainnya yang bersih akan akan
kalah saing. Bila keadaan ini bertahan lama perusahaaan yang sah
tidak bertahan lama dan kejahatan akan semakin sulit diberantas.23
Merusak intregitas Pasar keuangan
Jika pencucian uang hasil kejahatan masuk kedalam ranah negara
(yang biasanya masuk dalam jumlah besar maka hampir dipastikan
akan menimbulkan likuiditas .Institusi keuangan yang menerima
hasil kejahatan memiliki tantangan tambahan dalam mengelola aset
,liabilitas dan operasi mereka .Contoh sejumlah besar uang hasil
kejahatan yang telah dicuci mungkin ada di institusi keuangan
,tetapi menghilang tiba-tiba tanpa pemberitahuan ,melalui transfer
elektronek sebagai respons terhadap faktor non pasar mseperti
penegakan hukum .Hal ini dapat berdampak pada bank itu sendiri
yag menimbulkan masalah likuiditas .Penarikan uang yang telah
dicuci menyebabkan krisis likuiditas dan kegaglan bannk ,karena
bank mengelola sebagian besar hasil kejahatan .Hal ini akan
menimbulakan krisis keuangan dan bank akan tutup sperti Europa
Bank union.24
C. Berisiko Pada Reputasi Negara
21
Ibid ,h.46
Op.cit., h.21
23
Ivan Yustiavandana ,Arman Nefi , dan Adiwarman, TINDAK PIDANA PENCUCIAN DI
PASAR MODAL, Bogor: Ghalia Indonesia, 2010, h. 14.
24
Ibid, h.15
22
KETERKAITAN
ASAS
LEGALITAS
PIDANA PENCUCIAN UANG
TERHADAP
TINDAK
Ibid, h.20
Ibid, h.31
27
Prof.Dr.Teguh Prasetyo, S.H, M.Si, HUKUM PIDANA, Jakarta : Raja Grafindo Persada,
2011, h.37
28
Ibid, h.38
26
Pertama
Tindak pidana pencucian uang aktif, yaitu Setiap Orang yang
menempatkan,
mentransfer,
mengalihkan,
membelanjakan,
menbayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri,
mengubah bentuk, menukarkan dengan uang uang atau surat berharga
atau perbuatan lain atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut
diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ayat (1) dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal
usul Harta Kekayaan. (Pasal 3 UU RI No. 8 Tahun 2010).30
29
Santoso, T., Chandra, R., Sinaga, A.C., muhajir, M. dan Mardiah, s., PANDUAN
INVESTIGASI DAN PENUNTUTAN DENGAN PENDEKATAN HUKUM TERPADU, Bogor: Cifor,
2011, h. 48.
30
Undang-Undang No.8 tahun 2010
Kedua
Tindak pidana pencucian uang pasif yang dikenakan kepada setiap
Orang yang menerima atau menguasai penempatan, pentransferan,
pembayaran,
hibah,
sumbangan,
penitipan,
penukaran,
atau
menggunakan Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya
merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat
(1). Hal tersebut dianggap juga sama dengan melakukan pencucian uang.
Namun, dikecualikan bagi Pihak Pelapor yang melaksanakan kewajiban
pelaporan sebagaimana diatur dalam undang-undang ini. (Pasal 5 UU RI
No. 8 Tahun 2010).32
Berdasarkan Pasal 5 pelaku tindak pidana pasis adalah setiap orang
yang menerima atau menguasai harta kekayaan yang diketahui atau
patut diduga merupakan hasil tindak pidana melalui: a. Penempatan, b.
Pentransferan, c. Pembayaran, d. Hibah, e. Sumbangan, f. penitipan, g.
Penukaran atau h. Menggunakan harta kekayaan.
Unsure obyektif dalam Pasal 5 di atas adalah perbuatan penempatan,
pentranferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran,
atau menggunakan harta kekayaan yang diketahui atau patut diduganya
merupakan hasil tindak pidana. Sedangkan unsure subyektifnya adalah
mengetahui, atau patut diduga, bahwa harta kekayaan yang didapat
merupakan hasil tindak pidana.33
31
32
33
Op.cit.,h.51
Undang-Undang No.8 tahun 2010
Op.cit.,h.51
C.
Ketiga
Dalam Pasal 4 UU RI No. 8/2010, dikenakan pula bagi mereka yang
menikmati hasil tindak pidana pencucian uang yang dikenakan kepada
setiap Orang yang menyembunyikan atau menyamarkan asal usul,
sumber lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak, atau kepemilikan yang
sebenarnya atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya
merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat
(1). Hal ini pun dianggap sama dengan melakukan pencucian uang.34
Sanksi Tindak Pidana Pencucian Uang
Mengenai sanksi terhadap orang yang telah melakukan pencucian
uang telah diatur sedemikian rupa dalam UU TPPU .Seperti halnya dalam
Pasal 3 dalam UU TPPU Setiap Orang yang menempatkan, mentransfer
mengalihkan,
membelanjakan,
membayarkan,
menghibahkan,
menitipkan,membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan
dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas Harta
Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil
tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dengan
tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan
dapat dipidana karena tindak pidana Pencucian Uang dengan pidana
penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).35
Dengan demikian, disinilah peran Pusat Pelaporan dan Analisis
Transaksi Keuangan (PPATK) sebagai lembaga independen yang dibentuk
dalam rangka mencegah dan memberantas tindak pidana Pencucian Uang
dengan cara menyediakan informasi inteligen yang dihasilkan dari analisis
terhadap laporan-laporan yang disampaikan kepada PPATK.
Selanjutnya menurut Pasal 140 ayat (1) KUHAP, dalam hal penuntut
umum berpendapat bahwa dari hasil penyidikan dapat dilakukan
penuntutan, dalam waktu secepatnya membuat surat dakwaan. Jika
menurut pertimbangan penuntut umum suatu perkara tidak terdapat
cukup bukti atau peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak
pidana, dan perkara ditutup demi hukum maka penuntut umum dapat
memutuskan untuk menghentikan penuntutan melalui surat ketetapan
yang diatur dalam Pasal 140 ayat (2) a KUHAP.
Pada penuntutan, dikenal 2 asas yaitu :
1. Asas Legalitas, yaitu asas yang mewajibkan kepada penuntut umum
untuk melakukan penuntutan terhadap seseorang yang melanggar
peraturan hukum pidana. Asas ini merupakan penjelmaan dari asas
equality before the Law.
34