Anda di halaman 1dari 54

ASAS-ASAS BERLAKUNYA

UNDANG-UNDANG PIDANA
 MENURUT WAKTU  MENURUT TEMPAT

Asas Legalitas Asas Teritorial


Asas Perlindungan
Asas Personalitas
Asas Universal

TONGAT, SH., MHUM – FH UMM


ASAS-ASAS BERLAKUNYA
UNDANG-UNDANG PIDANA
 Undang-undang pidana tidak bebas
“ruang” dan “waktu”.
 Berlakunya dibatasi “ruang/tempat” dan
“waktu”.
 Batas “waktu” berlakunya hukum pidana
disebabkan karena pada prinsipnya
undang-undang (termasuk undang-
undang pidana) hanya berlaku ke depan,
tidak ke belakang (non retro aktif).
 Batas “ruang/tempat” berlakunya hukum
pidana karena adanya kedaulatan negara.
Asas/prinsip Berlakunya Undang-
Undang Pidana Menurut Waktu

didasarkan

Prinsip/asas legalitas

Apakah ketentuan-ketentuan pidana dapat


diberlakukan terhadap tindak pidana yang
terjadi—terkait dengan “waktu”.
TONGAT, SH., MHUM – FH UMM
Asas/prinsip Berlakunya Undang-
Undang Pidana Menurut Waktu

Asas legalitas... ?
Asas yang menjadi dasar berlakunya
aturan pidana menurut waktu. Hal ini
berarti, hukum pidana tidak bebas waktu
Dasar menentukan patut tidaknya suatu
perbuatan dianggap sebagai perbuatan
pidana
Dasar untuk menentukan “keabsahan”
adanya tindak pidana—menentukan
perbuatan apa yang “sah” dianggap sbg
tindak pidana
Asas Legalitas
Asas Legalitas Formil Asas Legalitas Materiil

Asas atau prinsip menentukan Asas atau prinsip menentukan


“keabsahan” adanya tindak “keabsahan” adanya tindak
pidana yang didasarkan pada pidana yang didasarkan pada
hukum tertulis (uu) hukum tidak tertulis (nilai-nilai
yang hidup dalam masyarakat)

Dasar menentukan patut Dasar menentukan patut


tidaknya suatu perbuatan tidaknya suatu perbuatan
dianggap sebagai perbuatan dianggap sebagai perbuatan
pidana yang didasarkan pidana yang didasarkan pada
pada hukum tertulis (uu) hukum tidak tertulis
DASAR HUKUM BERLAKUNYA
ASAS LEGALITAS
Asas Legalitas Formil Asas Legalitas Materiil

Pasal 1 (1) KUHP 1. Pasal 5 (3) sub b UU


(berlaku berdasar UU No.1 th 1951
No. 1 th 1946 jo UU 2. Pasal 23 (1) jo 27 (1)
No. 73/1958) UU 14/1970—UU
35/1999--Pasal 24 (1)
jo 28 (1) UU 4/2004--
Pasal 5 (1) jo 50 (1)
UU 48/2009
Dalam UU No. 48/2009 ttg Kekuasaan
Kehakiman

a. Pasal 5 (1)
Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali,
mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan
rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.

b. Pasal 50 (1)
Putusan pengadilan selain harus memuat alasan
dan dasar putusan, juga memuat pasal tertentu
dari peraturan perundang-undangan yang
bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis
yang dijadikan dasar untuk mengadili.
Asas Legalitas Formil
Pasal 1 (1) KUHP
“Tiada suatu
perbuatan dapat Nullum delictum
dipidana kecuali nulla poena sine
atas kekuatan
aturan pidana praevia lege
dalam perundang-
undangan yang
telah ada, sebelum
perbuatan
dilakukan.”
Asas Legalitas
Principle of Legality
Asas nonretro aktif
Lex Temporis delictie
Asas Kemasyarakatan
Asas Legalitas Formil
 “Tiada suatu 1. Tiada perbuatan yang dilarang
perbuatan dapat dan diancam pidana kalau hal
dipidana kecuali itu terlebih dahulu belum
atas kekuatan dinyatakan dalam suatu aturan
aturan pidana undang-undang.
dalam 2. Untuk menentukan adanya
perundang- perbuatan pidana tidak boleh
undangan yang digunakan analogi (qiyas).
telah ada,
3. Aturan-aturan hukum pidana
sebelum
tidak boleh berlaku surut
perbuatan
dilakukan.”
Asas Legalitas Formil
 “Tiada suatu 4. Tidak dapat dipidana hanya
perbuatan dapat berdasarkan kebiasaan
dipidana kecuali
atas kekuatan 5. Tidak boleh ada perumusan
aturan pidana delik yang kurang jelas (syarat
dalam perundang- lex certa)
undangan yang 6. Tidak ada pidana lain kecuali
telah ada, sebelum yang ditentukan undang-
perbuatan undang
dilakukan.”
7. Penuntutan pidana hanya
menurut cara yang ditentukan
undang-undang
Asas Legalitas Formil
“Tiada suatu perbuatan dapat dipidana
kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam
perundang-undangan yang telah ada,
sebelum perbuatan dilakukan.”
TIDAK BERLAKU BERLAKU

UNDANG-UNDANG

SEBELUM 1 Juni 2000 SESUDAH


TONGAT, SH., MHUM – FH UMM
Apa itu Analogi ???
1. Penerapan suatu ketentuan atas suatu
kasus yang tidak termasuk didalamnya.

2. Memperluas berlakunya suatu peraturan


dengan mengabstraksikannya menjadi
aturan hukum yang menjadi dasar dari
perbuatan itu (ratio logis) dan kemudian
menerapkan aturan yang bersifat umum
ini kepada perbuatan konkrit yang tidak
diatur dalam undang-undang

TONGAT, SH., MHUM – FH UMM


Analogi dalam Hukum Pidana
Pandangan yang Pandangan yang
Menolak Membolehkan
1. Alasan sejarah 1. Pembentuk UU lupa
pembentukan ps 1 mengatur perbuatan
KUHP. Asas dalam ps tertentu
1 KUHP melarang 2. Merumuskan
setiap penerapan ketentuan-ketentuan
hukum secara pidana secara
analogis demikian sempit
2. Mencegah tindakan 3. Scholten, tidak ada
sewenang-wenang perbedaan antara
dari pengadilan atau analogi dan
dari penguasa penafsiran ekstensif
Analogi dan Penafsiran
Ekstensif—Menurut Moeljatno
Analogi Penafsiran Ekstensif
Dalam analogi, yang Dalam penafsiran
dibuat untuk menjadikan ekstensif kita berpegang
perbuatan pidana kepada aturan yang ada.
terhadap suatu Disitu ada perkataan
perbuatan tertentu yang kita beri arti
adalah bukan lagi aturan menurut makna yang
yang ada, tetapi ratio, hidup dalam masyarakat
maksud, inti dari aturan sekarang, tidak menurut
yang ada. maknanya pada waktu
undang-undang
dibentuk.
Contoh Analogi dan
Penafsiran Ekstensif
Analogi Penafsiran Ekstensif

Pria/wanita kawin Pengertian “barang”


brhub. sex wanita/
pria bukan I/S
tafsir otentik

“barang berwujud”
Pria/wanita lajang
brhub. sex di luar
perkawinan Listrik “barang”
Kritik Terhadap
Asas Legalitas Formil
 Refleksi dari positivisme hukum
 Berorientasi pada kepastian
hukum, tidak pada keadilan
 Asumsi, bahwa UU itu “jelas”, (lex
certa) tidak dapat dipertahankan :
a. UU “cacat” sejak kelahirannya
(Satjipto Rahardjo)
b. Marjanne Termorshuizen…….
be continued…….
Dr. Marjanne Termorshuizen
 “The view that a lex scripta can be certa, that is to
say certain, in the sense of unumbiguous, cannot
be maintained. There is no such thing as a legal
provision which is clear and unumbiguous in all
circumstances”.

 (Pandangan, bahwa hukum tertulis itu jelas dan


pasti, dalam arti tidak ambigius, tidak dapat
dipertahankan. Tidak ada suatu ketentuan hukum
yang jelas dan tidak ambigius dalam semua
keadaan)*

*BNA, 2010, Pendekatan Keilmuan dan Pendekatan Religius Dalam Rangka


Optimalisasi Penegakan Hukum (Pidana) di Indonesia, BP Undip, h. 12.

TONGAT, SH., MHUM – FH UMM


Asas Legalitas Materiil
1. “Pasal 5 (3) sub suatu perbuatan yang menurut
b UU No.1 th hukum yang hidup harus
dianggap perbuatan pidana—
1951 baik ada bandingnya maupun
2. Pasal 23 (1) jo tidak--dalam KUHP, tetap
27 (1) UU dapat dijatuhi pidana.
14/1970—UU
35/1999--Pasal
24 (1) jo 28 (1)
UU 4/2004--
Pasal 5 (1) jo
50 (1) UU
48/2009
Asas Legalitas dalam Hukum
Pidana Islam
 Dalam hukum Islam juga dikenal baik
asas legalitas formil maupun asas
legalitas materiil.
 penegasannya dalam beberapa surat dan
ayat Al Qur’an, antara lain :
Asas Legalitas dalam Hukum
Pidana Islam
1. Q. S. Al Isra’ ayat 15

ُ ‫َو َما ُك َّنا ُم َع ِّذ ِبينَ َح َّت ٰى َن ْب َع َث َر‬


‫سو ًل‬
Artinya:
Dan Kami (Allah, Pen) tidak akan
mengadzab (menghukum, pen)
sebelum Kami mengutus seorang
Rasul.
Asas Legalitas dalam Hukum
Pidana Islam
2. Q. S. Al Qashash ayat 59

َ ‫َو َما َكانَ َر ُّب َك ُم ْهلِ َك ا ْلقُ َر ٰى َح َّت ٰى َي ْب َع‬


‫ث‬
‫سواًل َي ْتلُو َع َل ْي ِه ْم آ َياتِ َنا‬ُ ‫فِي ُأ ِّم َها َر‬
Artinya:
Dan tidaklah Tuhanmu akan membinasakan
(sebagai hukuman) penduduk suatu kota, sebelum
Dia mengutus dikalangan penduduk kota itu
seorang rasul yang membacakan ayat-ayat Kami.
Asas Legalitas dalam Hukum
Pidana Islam
3. Q. S. Al An’aam ayat 19

ََ‫َوُأوح َِي ِإ َل َّي ٰ َه َذا ا ْلقُ ْرآنُ ُأِلنذ َِر ُكم ِب ِه َو َمن َبلغ‬
Artinya:
Dan Al Qur’an ini diwahyukan
kepadaku adalah supaya dengannnya aku
memberi peringatan kepadamu dan
kepada orang-orang yang sampai Al
Qur’an ini.
Asas Legalitas dalam Hukum
Pidana Islam
1. Aturan tertulis (Al
Qur’an, Al Hadist, Al
Qonun/per-uu-an
yang ditetapkan oleh
Hukum penguasa)
Islam 2. Aturan tidak tertulis
yaitu yang berupa
prinsip pokok
disyari’atkannya
hukum Islam (Al
Maqashidu al
Tasyri’iyyah).

TONGAT, SH., MHUM – FH UMM


Perkembangan Perumusan Asas
Legalitas dalam Rancangan KUHP Baru
Pasal 1 RKUHP Baru :
(1)Tiada seorangpun dapat dipidana atau dikenakan
tindakan kecuali perbuatan yang dilakukannya
atau tidak dilakukannya telah ditetapkan sebagai
tindak pidana dalam peraturan perundang-
undangan (koersif dari penulis) yang berlaku pada
saat perbuatan itu dilakukan.
(2)Untuk menetapkan adanya tindak pidana tidak
dapat digunakan penafsiran undang-undang
secara analogi.
(3)Ketentuan dalam ayat (1) tidak mengurangi
berlakunya hukum yang hidup yang menentukan
bahwa menurut adat setempat seseorang patut
dipidana walaupun perbuatan itu tidak diatur
dalam peraturan perundang-undangan.

TONGAT, SH., MHUM – FH UMM


Asas Legalitas dalam
Rancangan KUHP Baru
 asas legalitas formil, yaitu yang dirumuskan
dalam pasal 1 (1) Rancangan KUHP Baru. Asas ini
menentukan, bahwa dasar patut dipidananya
suatu perbuatan adalah undang-undang (yang
harus sudah ada dan berlaku sebelum perbuatan
dilakukan).
 Asas legalitas materiil, yaitu yang dirumuskan
dalam pasal 1 (3) Rancangan KUHP Baru. Asas ini
menentukan, bahwa dasar patut dipidananya
suatu perbuatan adalah hukum yang hidup dalam
masyarakat (hukum tak tertulis atau hukum
adat).

TONGAT, SH., MHUM – FH UMM


Pengecualian dalam
Asas Berlakunya UU Don’t
Pidana Menurut Waktu Forget…..!!!
UU berlaku
ke depan……

Kemungkinan
berlaku surutnya
undang-undang
pidana

penyimpangan dr kaidah
(tidak mengikuti kaidah),
tetapi dibenarkan
Pengecualian dalam
Asas Berlakunya UU
Pidana Menurut Waktu

“Jika sesudah perbutan dilakukan ada


perubahan dalam perundang-undangan,
dipakai aturan yang paling ringan bagi
terdakwa.”
Asas Legalitas Formil
“Tiada suatu perbuatan dapat dipidana
kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam
perundang-undangan yang telah ada,
sebelum perbuatan dilakukan.”
TIDAK BERLAKU BERLAKU

UNDANG-UNDANG

SEBELUM 1 Juni 2000 SESUDAH


TONGAT, SH., MHUM – FH UMM
Look at this case……….

BERLAKU KE BELAKANG/SURUT BERLAKU KE DEPAN

1 Januari 2003, Maks. Pidana Perkara Brantas


Brantas Menjadi 3 th baru diadili di
melakukan muka pengadilan
tindak pidana pada tanggal
pencurian 1 Mei 2003
melanggar
ketentuan Perubahan
pasal 362 KUHP Undang-undang
5th
1-1-2003 1-4-2003 1-5-2003
TONGAT, SH., MHUM – FH UMM
Look at this case……….

TIDAK BERLAKU SURUT BERLAKU KE DEPAN

1 Januari 2003, Pidana Perkara Brantas


Brantas baru diadili di
melakukan muka pengadilan
tindak pidana pada tanggal
pencurian 1 Mei 2003
melanggar
ketentuan Perubahan
pasal 362 KUHP Undang-undang
5th
1-1-2003 1-4-2003 1-5-2003
TONGAT, SH., MHUM – FH UMM
Arti Perubahan
dalam Perundang-undangan
1. Ajaran formil
Perubahan dalam
perundang-undangan
terjadi apabila ada
Kapan dianggap perubahan dalam teks dari
ada perubahan aturan-aturan pidana
per-uu-an ??? sendiri.

Perubahan batas usia belum cukup umur


dari 23 (dua puluh tiga) tahun menjadi 21
(dua puluh satu) tahun, tidak masuk dalam
pengertian perubahan dalam perundang-
undangan sebagaimana dimaksud dalam
pasal 1 (2) KUHP.

TONGAT, SH., MHUM – FH UMM


Arti Perubahan
dalam Perundang-undangan
2. Ajaran Materiil
Terbatas
Perubahan dalam
perundang-undangan
Kapan
terjadi apabila ada
dianggap ada
perubahan dalam
perubahan
per-uu-an ??? keyakinan hukum
dalam hukum pidana

TONGAT, SH., MHUM – FH UMM


Arti Perubahan
dalam Perundang-undangan
3. Ajaran Materiil Tidak
Terbatas
Menurut ajaran ini
pasal 1 (2) KUHP itu
Kapan diterapkan
dianggap ada sedemikian rupa
perubahan sehingga tiap
per-uu-an ???
perubahan dalam
perundang-undangan
digunakan untuk
keuntungan terdakwa

TONGAT, SH., MHUM – FH UMM


Perubahan dalam perundang-
undangan (Satochid K)
Secara Sempit Secara Luas
perubahan dalam Perubahan dalam
perundang-undangan perundang-undangan
dalam konteks pasal 1 tidak saja berarti
(2) hanya berarti perubahan dalam
perubahan dalam perundang-undangan
lapangan/perundang- dalam hukum pidana
undangan pidana saja saja, tetapi juga
perubahan dalam
perundang-undangan
dalam lapangan
hukum yang lain
Peraturan Yang Meringankan
Atau Menguntungkan Terdakwa
Pengertian paling ringan
atau menguntungkan
Kapankah suatu harus diartikan seluas-
aturan pidana luasnya dan tidak hanya
itu dipandang mengenai pidananya
SUDARTO saja, melainkan
meringankan-me
mengenai segala sesuatu
nguntungkan
dari peraturan itu yang
Terdakwa ??? memepunyai pengaruh
terhadap penilaian
sesuatu tindak pidana
Look at the case….

ATURAN BARU ATURAN LAMA

1. delik pidananya 1. delik pidananya


diperberat lebih ringan
2. akan tetapi delik 2. deliknya berupa
itu dijadikan delik biasa
delik aduan

ATURAN MANA YANG LEBIH


MENGUNTUNGKAN TERDAKWA ?
Kemungkinan Berlaku Surutnya Aturan
Pidana Dalam Konsep/ Rancangan
KUHP Baru

Pasal 2
Konsep/Rancangan
KUHP Baru
tidak lagi diancam
Perubahan
merupakan pidana lebih
tindak pidana ringan

pembuat
putusan
pidana
harus
Terpidana disesuaikan
harus dengan
peraturan
PUTUSAN dilepaskan batas-batas
yang
dari ancaman
menguntung PEMIDANAAN penahanan pidana
kan.
BERKEKUATAN atau penjara ketentuan
HUKUM TETAP baru

SEBELUM 1 Juni 2010 SESUDAH

TONGAT, SH., MHUM – FH UMM


Asas Berlakunya Undang-
Undang Pidana Menurut Tempat

1. Asas Teritorial
Pasal 2 KUHP :
Aturan pidana dalam perundang-undangan
Indonesia berlaku bagi setiap orang yang
melakukan perbuatan pidana didalam
(wilayah/teritorial, pen.) Indonesia.
“ Barbara seorang warga negara Australia
sedang menikmati liburan di Indonesia.
Dalam perjalanan menuju Pantai Kute
ia mengedarai sebuah mobil. Dalam
perjalanan itu ia menabrak seorang
pejalan kaki yang mengakibatan
matinya pejalan kaki tersebut
(melanggar pasal 359 KUHP)”
Perluasan Berlakunya Asas
Teritorial
Aturan pidana dalam
perundang-undangan
Indonesia berlaku bagi
Berlakunya Asas
setiap orang yang diluar
Teritorial diperluas wilayah Indonesia
Dengan ketentuan melakukan tindak pidana
Pasal 3 KUHP
di dalam kendaraan air
atau pesawat udara
Indonesia (koersif dari
penulis).”
Budi (WNI)
meracun teman Apakah hukum pidana
kencannya di dlm Indonesia dapat
pesawat Garuda
pada saat pesawat diterapkan terhadap
di atas wilayah Budi ???
Australia
Asas Perlindungan/Asas
Nasional Pasif
Pasal 4 :
Ps 4, 7, 8 Aturan pidana dalam perundang-
undangan Indonesia berlaku
bagi setiap orang yang diluar
Melindungi
wilayah Indonesia melakukan :
Kepentingan Ke-1
Nasional
Salah satu kejahatan tersebut
pasal-pasal 104, 106, 107, 108,
110, 111 bis ke-1, 127 dan 131
Asas Perlindungan/Asas
Nasional Pasif
Ke-2
Suatu kejahatan mengenai mata uang
Ps 4 atau uang kertas yang dikeluarkan oleh
negara atau bank, ataupun mengenai
meterai yang dikeluarkan dan merk yang
digunakan Pemerintah Indonesia.
Melindungi Ke-3
Kepentingan Pemalsuan surat hutang atau sertifikat
Nasional hutang atas tanggungan Indonesia, atas
tanggungan suatu daerah atau bagian
daerah Indonesia, termasuk pula
pemalsuan talon, tanda deviden atau
tanda bunga.
Asas Perlindungan/Asas
Nasional Pasif
Pasal 7 :
Ps 7 Aturan pidana dalam perundang-
undangan Indonesia berlaku bagi
setiap pejabat yang diluar
Melindungi
Indonesia melakukan salah satu
Kepentingan perbuatan pidana tersebut dalam
Nasional bab XXVIII buku kedua
Asas Perlindungan/Asas
Nasional Pasif
Pasal 8 :
Aturan pidana dalam perundang-
Ps 8
undangan Indonesia berlaku bagi
nahkoda dan penumpang perahu
Indonesia, yang diluar Indonesia
Melindungi
sekalipun di luar perahu, melakukan
Kepentingan salah satu perbuatan pidana tersebut bab
Nasional XXIX Buku Kedua, dan Bab IX Buku
Ketiga, begitupun yang tersebut dalam
peraturan mengenai surat laut dan pas
kapal di Indonesia.
Asas Personalitas/Asas
Nasional Aktif
Pasal 5 (1) :
Aturan pidana dalam perundang-undangan
Indonesia berlaku bagi warga negara (Indonesia,
pen) yang di luar Indonesia melakukan :
Ke-1
Salah satu kejahatan tersebut dalam bab I dan bab
II Buku Kedua dan pasal-pasal 160, 161, 240, 279,
450 dan 451
Ke-2
Salah satu perbuatan yang oleh suatu aturan
pidana dalam perundang-undangan Negara dimana
perbuatan dilakukan, diancam dengan pidana
United
States Indonesia

Susi seorang WNI tinggal di AS.


Setelah melakukan pembunuhan di
Amerika, ia kabur ke Indonesia ketika
perkaranya sedang disidik oleh polisi
Amerika.
Asas Perlindungan/Asas
Nasional Pasif
Pasal 5 (2) :
Penuntutan perkara sebagai
dimaksud dalam (ayat 1, pen) ke-2
dapat dilakukan juga jika terdakwa
menjadi warga Negara sesudah
melakukan perbuatan.
United
States
William warga negara AS. Setelah
melakukan pembunuhan di Indonesia
negaranya,ia kabur ke
Indonesia ketika perkaranya sedang
disidik oleh polisi Amerika. Atas bantuan
saudaranya yang sudah lama tinggal
di Indonesia, William berhasil
menjadi warga negara Indonesia.”
Pembatasan berlakunya pasal 5
(1) ke-2 KUHP
Pasal 6 KUHP :
Berlakunya pasal 5 (1) ke-2 dibatasi
sedemikian rupa hingga tidak dijatuhkan
pidana mati, jika menurut perundang-
undangan negara dimana perbuatan
dilakukan, terhadapnya tidak diancam
dengan pidana mati

pacta sun servanda


Asas Universal
 Melindungi kepentingan hukum dunia.
 Pasal 4 angka 2 dan angka 4 KUHP
 Pasal 4 angka 4 :
Salah satu kejahatan yang tersebut dalam
pasal-pasal 438, 444 sampai dengan pasal 446
tentang pembajakan laut dan pasal 447 tentang
penyerahan kendaraan air kepada kekuasaan
bajak laut dan pasal 479 huruf j tentang
penguasaan pesawat udara secara melawan
hukum, pasal 479 huruf l, m,n, dan o tentang
kejahatan yang mengancam keselamatan
penerbangan sipil.

Pembajakan, baik kapal maupun pesawat


Look at this case :
Ghauw Ghauw Ran Cha seorang
warga negara Singapura
melakukan pembajakan kapal
berbendera Jepang di laut lepas.
Ketika sedang melakukan aksinya
melintaslah polisi air Indonesia
dan kemudian menangkap pelaku
pembajakan

Anda mungkin juga menyukai