Anda di halaman 1dari 13

Pengisian Kekosongan Hukum/Upaya

penemuan hukum (lanjutan)


KULIAH ONLINE
PENGANTAR ILMU HUKUM
4. Penerapan Asas hukum

 Acapkali hukum yang telah dikodifikasikan dalam suatu Undang-undang yang kemudian
berlaku sebagai hukum positif terdapat konflik norma (conflict of norms) atau
peretntangan dengan Undang-undang yang lain. Oleh karenanya, penegak hukum harus
mempergunakan asas-asas hukum yang universal.
 Asas hukum memiliki landasan, yaitu berakar dalam masyarakat dan pada nilai-nilai
yang dipilih dalam kehidupan bersama.
 Fungsi asas hukum dalam hukum dapat mengesahkan dan mempunyai pengaruh yang
normatif dan mengikat para pihak.
Asas hukum yang sering dipakai dalam penyelesaian
konflik norma, diantaranya:

 Lex superior derogat legi inferiori, Peraturan perundang-undangan bertingkat lebih tinggi
mengesampingkan peraturan perundang-undangan tingkat lebih rendah, kecuali apabila
substansi peraturan perundang-undangan lebih tinggi mengatur hal-hal yang oleh undang-
undang ditetapkan menjadi wewenang peraturan perundang-undangan tingkat lebih rendah.
 Lex specialist derogat legi generalis, aturan hukum yang khusus akan mengesampingkan
aturan hukum yang umum. Beberapa prinsip yang harus diperhatikan: ketentuan-ketentuan
yang didapati dalam aturan hukum umum tetap berlaku, kecuali yang diatur khusus dalam
aturan hukum khusus tersebut; Ketentuan-ketentuan lex specialist harus sederajat dengan
ketentuan-ketentuan lex generalis (undang-undang dengan undang-undang); Ketentuan-
ketentuan lex specialist harus berada dalam lingkungan hukum yang sama dengan lex
generalis.
Lanjutannya....

 Lex posterior derogat legi priori, Aturan hukum baru mengesampingkan atau
meniadakan aturan hukum yang lama (mewajibkan menggunakan hukum yang lbaru).
Asas ini memuat prinsip-prinsip: Aturan hukum yang baru harus sederajat atau lebih
tinggi dari hukum yang lama; serta aturan hukum baru dan lama mengatur aspek yang
sama. Asas ini berfungsi untuk mencegah terjadinya dualisme aturan hukum yang
mengakibatkan ketidakpastian hukum. Atau dengan kata lain, secara hukum, ketentuan
lama yang serupa tidak akan berlaku lagi pada saat aturan hukum baru mulai berlaku.
a. Asas hukum dalam hukum pidana

1. Asas nonretroaktif, sebagaimana dalam ketentuan KUHP, pasal 1 ayat (1); “Tiada suatu perbuatan yang dapat
dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam perundang-undangan yang telah ada, sebelum perbuatan
dilakukan”; serta dalam RUU RI tentang KUHP (2005), yang dirumuskan dalam pasal 1 ayat (1): “ Tiada
seorangpun dapat dipidana atau dikenakan tindakan, kecuali perbuatan yang dilakukan telah ditetapkan
sebagai tindak pidana dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku pada saat perbuatan itu dilakukan”.
2. Asas pembuktian terbalik,
3. Asas praduga tak bersalah,
4. Asas legalitas,
5. Fiat justitia pereat mundus, sekalipun esok langit akan runtuh atau dunia akan musnah keadilan harus tetap
ditegakkan,
6. Geen straf zonder schuld, tiada hukuman tanpa kesalahan,
7. Indubio pro reo, dalam keragu-raguan diberlakukan ketentuan yang paling menguntungkan bagi si terdakwa.
b. Asas hukum dalam hukum perdata:

1. Equality before the law, persamaan di hadapan hukum,

2. Asas iktikad baik (The goeder Trouw),

3. Koop breekt geen huur, jual beli tidak memutuskan sewa menyewa.
c. Asas hukum dalam hukum internasional:

1. Clausula rebus sic stantibus, suatu perjanjian antar negara masih tetap berlaku, apabila
situasi dan kondisinya tetap sama,

2. Quiquid est in territorio, etiam est de territorio, apa yang berada dalam batas-batas
wilayah negara tunduk kepada hukum negara itu,
d. Asas hukum dalam hukum acara:

1. Para pihak harus didengar, tidak hanya dari satu pihak saja,
2. Mengenai perkara yang sama dan sejenis tidak boleh disidangkan untuk yang kedua
kalinya (Ne bis in idem),
3. Satu saksi bukanlah saksi, maka para pihak yang mengajukan gugatan atau tuntutan ke
pengadilan, maka harus mengajukan paling kurang 2 orang saksi untuk didengar di
persidangan,
4. Kesaksian tidak dapat didengar dari orang lain, artinya seseorang tidak boleh menjadi
saksi padahal dia tidak mengetahui, tidak melihat, tidak mengalami atau tidak mendengar
sendiri apa yang akan disaksikan,
e. Asas hukum dalam hukum adat:

1. Asas kontan dan konkret, artinya sustu perjanjian dalam hukum adat sifatnya kontan atau
konkret atau nyata,

2. Asas komunal, yaitu bahwa persoalan hukum yang dihadapi seseorang dalam hukum adat
akan berpengaruh pada urusan keluarga, dan urusan masyarakat.
5. Analogi (Argumentum per analogian),

 Yakni proses konstruksi yang dilakukan dengan cara mencari rasio (genus) dari suatu
undang-undang dan kemudian menerapkannya kepada hal-hal lain yang sebenarnya tidak
diatur oleh undang-undang tersebut. Di sini, hakim memasukkan suatu perkara ke dalam
lingkup pengaturan suatu peraturan perundang-undangan yang sebenarnya tidak
dimaksudkan untuk menyelesaikan perkara yang bersangkutan. Dengan alasan adanya
kesamaan unsur dengan perkara atau fakta-fakta yang dapat diselesaikan langsung oleh
peraturan perundang-undangan yang sudah ada.
 Analogi ini hanya dapat dilakukan dalam kasus-kasus hukum perdata.
6. Argumentum a contrario (kebalikannya),

 Yakni suatu penafsiran yang memberikan perlawanan pengertian antara peristiwa konkret
yang dihadapi dengan peristiwa yang diatur dalam undang-undang. Penafsiran ini
dilakukan apabila undang-undang itu untuk peristiwa tertentu, maka peraturan itu
terbatas berlakunya pada peristiwa tertentu saja, atau tidak berlaku pada peristiwa
lainnya.
 Menurut Scolten, analogi membawa hasil/kesimpulan yang positif, sedangkan
menjalankan undang-undang secara argumentum a contrario membawa hasil yang
negatif (tidak menerapkan aturan tertentu dalam perkara yang sedang dihadapinya).
7. Penghalusan hukum,

 Penghalusan hukum dilakukan apabila penerapan hukum tertulis sebagaimana adanya


akan mengakibatkan ketidakadilan yang sangat sehingga ketentuan hukum tertulis itu
sebaiknya tidak diterapkan atau diterapkan secara lain apabila hendak dicapai keadilan.

 Kebalikan dari analogi, sebab kalau analogi memperluas lingkup berlakunya suatu
peraturan perundang-undangan, maka kalau penghalusan hukum justru mempersempit
lingkup berlaku suatu peraturan perundang-undangan (bersifat restriktif).
8. Konstruksi Hukum/Eksposisi hukum (Rechtsconstructie),

 Apabila dengan berbagai upaya diatas juga belum bisa memberi keadilan, maka bisa
dilakukan upaya dengan metode konstruksi hukum yakni suatu metode untuk
menjelaskan kata-kata untuk selanjutnya membentuk pengertian. Metode ini tidak
bermaksud menjelaskan tentang suatu barang.

Anda mungkin juga menyukai