11000121130344
E/2021
RP Bab 8 Penemuan Hukum
- Pembentukan Hukum
1. Proses merumuskan peraturan-peraturan umum yang berlaku umum. Lazimnya pembentukan hukum selain
dilakukan oleh pembentuk UU juga dimungkinkan pula oleh hakim.
2. Paul Scholten: Hakim menjalankan rechtsvinding (turut menemukan hukum).
3. Senada dengan Pasal 5 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman (rechtsvinding): “Hakim
dan hakim konstitusi waib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup
dalam masyarakat”.
4. Hakim melakukan pembentukan hukum untuk mengisi kekosongan hukum.
5. Ada beberapa aliran atau pandangan:
A. Materiil Yuridis
Berpendapat bahwa hakim secara otonom menciptakan hukum.
B. Logicistis
Berpendapat bahwa hakim dalam penemuan hukum itu heteronom (menemukan hukum hanya dari
penerapan undang-undang yang sudah ada atau tunduk kepada UU). Jadi, hakim harus menggunakan ketepatan
logika dalam menerapkan undang-undang terhadap peristiwa yang konkrit. Dalam menerapkan undang-undang,
hakim menggunakan beberapa cara penafsiran peraturan atau interpretasi hukum.
6. Putusan hakim berlaku bagi para pihak yang berperkara (bersangkutan dengan putusan tersebut).
7. Putusan dalam bagian dictum, mengikat para pihak baik secara deklaratif (mematuhi) maupun dispositive
(melaksanakan bunyi dictum).
8. Stare Decisis: Putusan hakim sebagai penetapan kaidah hukum merupakan pedoman bagi hakim lain untuk
memutus perkara yang serupa dengan yang diputus oleh putusan tersebut dikemudian hari.
9. Dalam sistem Anglo-Saxon, suatu putusan dapat mengandung pandangan yang sifatnya sepintas lalu, tidak
relevan, yang tidak secara langsung mengenai pokok perkara yang diajukan (obiter dictum), dan pandangan yang
mengenai pokok perkara secara langsung (ratio decidendi).
10. Obiter Dictum: Pertimbangan-pertimbangan mengenai peristiwa konkrit atau pertimbangan-pertimbangan
hukum yang tidak relevan sehingga tidak bersifat mengikat.
11. Ratio Decidendi: Pertimbangan secara langsung mengenai pokok perkara yang menjadi dasar dictum hukum
sehingga sifatnya mengikat.
- Penafsiran Hukum
1. Proses penjelasan yang harus menuju pada penerapan (atau tidak menerapkan) suatu peraturan hukum umum
terhadap peristiwa konkrit yang dapat diterima masyarakat. Hal ini untuk menjelaskan peraturan perundang-
undangan yg tidak jelas dan lengkap.
2. Hakim menggunakan metode penafsiran hukum yang membenarkan rumusan suatu peraturan. Selain itu juga
digunakan untuk membenarkan metode-metode konstruksi hukum.
3. Undang-undang tidak boleh ditafsirkan bertentangan dengan undang-undang itu sendiri (contra legem). Terlebih
lagi jika UU itu sudah cukup jelas.
4. In Dubio Pro Reo: Ketika hakim ragu untuk memutus, maka hakim harus memutus seringan-ringannya yang
menguntungkan bagi terdakwa untuk menghindari menghukum orang yang tidak bersalah.
Berdasarkan argumentum a contrario (berlawanan), kita bisa menyimpulkan bahwa laki-laki tidak
mengikuti ketentuan ini, sedangkan wanita memiliki masa tunggu untuk menikah lagi setelah bercerai. Sebab
dalam Pasal 34 KUH Perdata, tidak menyebutkan tentang laki-laki tetapi khusus ditujukan pada perempuan.
Namun, tidak boleh menyimpang dari nilai-nilai kesusilaan.