Anda di halaman 1dari 15

PENAFSIRAN OTORITATIF DALAM HUKUM PAJAK, ANTARA ADA

DAN TIADA
Agus Suharsono, Widyaiswara Pusdiklat Pajak BPPK, Mahasiswa PDIH UNS
gusharpramudito@gmail.com

Abstrak

Undang-undang sebagai hukum tertulis bersifat statis namun harus diterapkan dalam
kehidupan sosial yang dinamis. Untuk itu perlu penemuan dan penafsiran hukum yaitu
konkretisasi teks pada sebuah konteks. Penafsiran hukum dianggap jantungnya hukum. Sumber
penemuan hukum sama dengan sumber hukum dan undang-undang merupakan sumber yang
prioritas. Undang-undang itu mempunyai heirarki dan mendelegasikan pengaturan yang lebih
teknis kepada peraturan organiknya. Kegiatan membuat aturan organic merupakan salah satu
bentuk penafsiran hukum. Dalam hukum pajak sejak tahun 1983 sampai dengan 2016 terdapat
6.815 peraturan organik hasil penafsiran berdasarkan heirarki dan pendelegasian kepada otoritas
yang ditunjuk. Hasil studi literatur menunjukkan setidaknya ada duapuluh tiga jenis penafsiran
hukum, namun belum ada yang menggolongkan penafsiran dengan cara membuat peraturan
organik oleh otoritas yang berwenang tersebut dan penulis mengusulkan untuk menyebutnya
sebagai penafsiran otoritatif.

Kata kunci: Penemuan Hukum, Penafsiran Hukum, Hukum Pajak, Penafsiran Otoritatif

A. Pendahuluan

Hukum tertulis selalu ketinggalan dari peristiwanya (het recht hinkt achter de faiten
aan).1 Hukum merupakan suatu yang dinamis, terbuka dan mengalami perkembangan dari masa
ke masa.2 Selain itu, tidak ada undang-undang yang benar-benar sempurna, ada kalanya tidak
lengkap, ada kalanya tidak jelas, tetapi harus dilaksanakan.Untuk mengatasi perbedaan antara
peristiwa konkret dengan hukum yang tertulis perlu adanya penemuan hukum.Tidak semua
undang-undang dirumuskan dalam kata-kata yang tepat, yang bisa memberi jawaban atas kasus
hukum yang bersifat praktis. Kondisi tersebut membutuhkan rechtsvinding atau penemuan
hukum. Menurut Montesquieuada tiga tipe rechtsvinding yaitu: hakim sebagai corong undang-
undang, hakim sebagai interpreter undang-undang, dan jika tidak ada undang-undang maka
hakim harus mencari. Model rechtsvinding yang dianut dewasa ini adalah pendapat J.J.H.
Bruggink yaitu penafsirandan penalaran atau kontruksi hukum.3

Sejak hukum dituliskan ia menjadi a finite-closed scheme of permissible justification,


membaca hukum tertulis pasti sekaligus menafsirkannya. Jadi penafsiran adalah masalah yang
penting, penafsiran merupakan jantung hukum. Menerapkan hukum yang abstrak pada peristiwa

1
Bambang Sutiyoso, 2012, Metode Penemuan Hukum, UII Press, Yogyakarta, hlm. 55
2
Bambang Sutiyoso, Ibid, hlm. 77
3
Philipus M. Hardjon dan Tatiek Sri Djatmiati, 2011, Argumentasi Hukum, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, hlm. 25
1
konkret juga merupakan penafsiran. Selain itu membuat ketentuan-ketentuan organik untuk
mengkonkretkan kaidah-kaidah dalam UUD NRI 1945 juga penafsiran hukum.4

Berdasarkan latar belakang tersebut, tulisan ini akan membahas bagaimana penafsiran
hukum berupa pembuatan peraturan organik tersebut dalam bidang hukum pajak di Indonesia?

B. Metode Penelitian

Tulisan ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif yang difokuskan untuk
mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif atau hukum yang
berlaku.5Adapun pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan (statute
approach), pendekatan konsep (conceptual approach),6dan pendekatan analitis (analytical
approach).7Bahan hukum yang diteliti berupa bahan hukum primer yakni peraturan perundang-
undangan berdasarkan jenis dan hierarki-nya dan bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum
yang diperoleh dari buku teks, jurnal, pendapat para sarjana. Teknik pengumpulan data
dilakukan dengan cara studi dokumen. Output dari suatu penelitian hukum adalah preskripsi
yang berupa rekomendasi atau saran.8

C. Pembahasan

1. Hukum Itu Ada Tapi Masih Harus Ditemukan

Penemuan hukum adalah proses konkretisasi terhadap peraturan hukum yang bersifat
umum dengan memperhatikan peristiwa konkret yang terjadi dalam perkara tersebut. 9Peraturan
perundang-undangan sebagai sebuah teks yang bersifat statis harus diberlakukan pada sebuah
kenyataan social atau konteks yang serba dinamis, sehingga hukum perlu ditemukan. Belum ada
kesamaan pendapat para ahli hukum tentang apa definisi penemuan hukum. Bambang Sutiyoso,
setelah menyebutkan beberapa pengertian penemuan hukum menurut beberapa ahli, berpendapat
bahwa penemuan hukum adalah proses pembentukan hukum oleh subjek ataupelaku penemuan
hukum dalam upaya menerapkan peraturan hukum umum terhadap peristiwa (konkret)
berdasarkan kaidah atau metode tertentu yang dibenarkan oleh ilmu hukum, seperti interpretasi,
penalaran, eksposisi, dan lain-lain.10

Problematik yang berhubungan dengan penemuan hukum pada umumnya berpusat pada
hakim dan pembuat undang-undang. Penemuan hukum dalam bentuk putusan, sedangkan
penemuan hukum oleh pembuat undang-undang antara lain berupa intrepretasi otentik yang pada
umumnya dituangkan dalam Bab I Pasal 1. Namun sebenarnya penemuan hukum ada pada

4
Satjipto Raharjo, 2006, Hukum Dalam Jagat Ketertiban, UKI Press, Jakarta, hlm. 165
5
Ibid, hlm. 295
6
I Made Pasek Diantha, 2016, Metodologi Penelitian Hukum Normatif Dalam Justifikasi Teori Hukum, Prenada Media Group,
Jakarta, hlm.156.
7
Johnny Ibrahim, 2012,Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia, Malang, hlm. 300
8
Peter Mahmud Marzuki, 2010, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, hlm. 41
9
H.P. Panggabean, 2014, Penerapan Teori Hukum Dalam Sistem Peradilan Indonesia, Alumni, Bandung, hlm. 217
10
Bambang Sutiyoso, Op. Cit., hlm. 49
2
tataran praktis dan akademis. Penemuan hukum pada tataran praktis adalah setiap pencari
keadilan, dengan kata lain setiap orang yang berkepentingan dalam suatu perkara akan
melakukan penemuan hukum. Notaris juga melakukan penemuan hukum pada tataran praktis.
Sedangkan penemuan hukum dalam tataran akademis dilakukan oleh dosen, serta peneliti
hukum.11Selain itu, perlu ditambahkan penemuan hukum juga dilakukan oleh pihak yang diberi
wewenang untuk membuat peraturan organik, tidak terbatas pada pasal 1 sebuat peraturan.

Dalam hal ini, penulis berpendapat bahwa dalam hukum administrasi negara, Aparatur
Sipil Negara, sebagai organ kekuasaan eksekutif yang mempunyai tugas melakukan pelayanan
publik juga melakukan penemuan hukum, karena ia menerapkan hukum abstrak pada peristiwa
konkret. Sifatnya dapat berupa melayani atau menyelesaikan konflik. Hasilnya surat keputusan
atau terlayaninya kebutuhan masyarakat. Sebagai misal adalah pegawai pajak yang melayani
Wajib Pajak yang mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak atau
pegawai pajak yang menerbitkan surat ketetapan pajak karena Wajib Pajak kurang dalam
membayar pajak. Juga dapat berupa Surat Keputusan Keberatan jika Wajib Pajak keberatan atas
surat ketetapan pajak yang diterbitkan. Untuk memudahkan pemahaman penjelasan tentang
subyek penemuan hukum, peristiwa, sifat dan hasilnya dapat disajikan dalamtabel berikut ini.

Subjek Peristiwa Sifat Hasil


Hakim Konkret Konfliktif Hukum dan yurispudensi sebagai
sumber hukum
Pembentuk UU Abstrak Preskriptif Undang-Undang dan sumber hukum
Peneliti hukum Konkret atau abstrak Teoritis Doktrin dan Sumber hukum
Notaris Konkret Diskriptif Akta
Para pihak yang Konkret Konfliktif Tuntutan, permohonan, atau
bersengketa pembelaan keadilan
Aparatur Sipil Konkret Pelayanan Terwujudnya pelayanan public atau
Negara public atau surat keputusan
konfliktif

2. Sumber Hukum Ditemukan

Sumber penemuan hukum sama dengan sumber hukum. Para pakar hukum berbeda
dalam mengolongkan sumber hukum. Menurut CST Kansil, sumber hukum adalah segala apa
saja yang menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai kekuatan mengikat dan bersifat
memaksa, yakni aturan-aturan yang kalau dilanggar mengakibatkan sanksi yang tegas dan nyata
bagi pelanggarnya. Sumber hukum dapat ditinjau dari segi material dan formal. 12 Mochtar
Kusumaatmadjadan B. Arief Sidharta membedakan sumber hukum materiil dan formil
berdasarkan sudut pandang menjawab pertanyaan. Sumber hukum materiil menjawab pertanyaan
“Mengapa hukum itu mengikat?” atau ”Apa sumber (kekuatan) hukum hingga mengikat atau
dipatuhi manusia?” sedangkan sumber hukum formil menjawab pertanyaan “Dimanakah kita

11
Sudikno Mertokusumo, 2009, Penemuan Hukum, Liberty, Yogyakarta, hlm.38-39
12
CST Kansil, 1986, Pengantar Ilmu Hukum dan tata hukum Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, hlm. 46
3
bisa dapatkan atau temukan aturan-aturan hukum yang mengatur kehidupan kita?”Jika
ditanyakan lebih penting mempelajari sumber hukum materiil atau formil? Menurut van
Appelldoorn, jika ingin mempelajari ilmu hukum positif maka akan menekankan mempelajari
sumber hukum formil. Jika ingin mempelajari hukum yang berlaku di Indonesia maka
ditekankan mempelajari sumber hukum formil misalnya undang-undang atau keputusan
pengadilan di Indonesia.13

Menurut Edward Jenk adatiga sumber hukum (forms of law) yaitu, statutory, judiciary,
dan literary. G.W. Keeton mengelompokkan sumber hukum dalam dua kelompok yaitu binding
sources: custom, legislation, dan judicial presedents; persuasive sources: principle of morality
or equity, dan professional opinion. Sudikno Mertokusumo dan E. Utrecht membagi sumber
hukum menjadi sumber hukum formal dan sumber hukum materiil. Sumber hukum materiil
adalah faktor yang membantu pembentukan hukum, meliputi hubungan sosial, hubungan
kekuatan politik, situasi sosial ekonomis, tradisi (pandangan keagamaan dan kesusilaan), hasil
penelitian ilmiah, perkembangan internasional, serta keadaan geografis. Sumber hukum formal
meliputi undang-undang, traktat, yurisprudensi, dan kebiasaan. Utrecht memasukkan doktrin
sebagai sumber hukum formal. Achmad Ali, sependapat dengan pendapat dua pakar hukum
tersebut dan menambahkan hukum agama.14

Menurut Fitzgerald sumber yang melahirkan hukum digolongkan dalam dua kategori
besar yaitu bersifat hukum dan bersifat sosial. Sumber hukum yang bersifat hukum diakui oleh
hukum itu sendiri sehingga secara langsung dapat menciptakan hukum yang sah (ipso jure)
bersifat otoritatif karena diundangkan (ius sriptum) yang sering dilawankan dengan hukum yang
tidak diundangkan (jus non sriptum)Sumber hukum yang bersifat sosial hanya bisa disebut
sebagai sumber-sumber kesejahteraan yang bersifat persuasif. 15Sumber hukum materiil adalah
faktor yang turut serta menentukan isi hukum. Dapat ditinjau dari berbagai sudut misalnya sudut
ekonomi, sejarah, sosiologi, filsafat, agama, dan sebagainya. 16Pendapat para ahli tentang
pembagian sumber hukum tersebut dapat disajikan dengan tabel sebagai berikut.

Tokoh Pembagian Sumber Hukum


CST Kansil  Segala apa saja yang menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai
kekuatan mengikat dan bersifat memaksa jika dilanggar
mengakibatkan sanksi yang tegas dan nyata
 Sumber hukum dapat ditinjau dari segi material dan formal
L.J. van Apeldoorn Sumber hukum dipakai dalam arti sejarah, kemasyarakatan, filsafat
dan arti formil
Mochtar  Sumber hukum materiil menjawab pertanyaan “Mengapa hukum
Kusumaatmadjadan itu mengikat?” atau ”Apa sumber (kekuatan) hukum hingga
B. Arief Sidharta mengikat atau dipatuhi manusia?”

13
Mochtar Kusumaatmadja dan B. Arief Sidharta, 2009, Pengantar Ilmu Hukum, Suatu Pengantar Pertama Ruang Lingkup
Berlakunya Ilmu Hukum, Buku I, Cetakan Kedua, Alumi, Bandung, hlm. 55
14
Achmad Ali, 2015, Menguak Tabir Hukum, Kencana, Jakarta, hlm. 121-123
15
Satjipto Raharjo, 2006, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 81-82
16
L.J. van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum, Cetakan ketigapuluh, PT Pradynya Paramita, Jakarta, 2004, hlm. 75
4
Tokoh Pembagian Sumber Hukum
 Sumber hukum formil menjawab pertanyaan “Dimanakah kita bisa
dapatkan atau temukan aturan-aturan hukum yang mengatur
kehidupan kita?”
Edward Jenk Statutory, judiciary, dan literary.
G.W. Keeton  Binding sources: custom, legislation, judicial presedents
 persuasive sources: principle of morality or equity
 professional opinion
Sudikno  Sumber hukum materiil adalah faktor yang membantu
Mertokusumo pembentukan hukum, meliputi hubungan sosial, hubungan
E. Utrecht kekuatan politik, situasi sosial ekonomis, tradisi (pandangan
keagamaan dan kesusilaan), hasil penelitian ilmiah, perkembangan
internasional, serta keadaan geografis.
 Sumber hukum formal meliputi undang-undang, traktat,
yurisprudensi, dan kebiasaan.
(Utrecht memasukkan doktrin sebagai sumber hukum formal)
Fitzgerald  Sumber hukum yang bersifat hukum diakui oleh hukum itu sendiri
Satjipto Rahardjo sehingga secara langsung dapat menciptakan hukum yang sah (ipso
jure) bersifat otoritatif karena diundangkan (ius sriptum) yang
sering dilawankan dengan hukum yang tidak diundangkan (jus non
sriptum)
 Sumber hukum yang bersifat sosial hanya bisa disebut sebagai
sumber-sumber kesejahteraan yang bersifat persuasif

Sumber hukum materiil yang terpenting adalah kesadaran hukum warga masyarakat dari
mana dan di mana hukum itu berlaku dan diberlakukan. Daniel S. Lev berpendapat bahwa kerap
kali loyalitas pada agama dan lokal tetap kuat sekali dalam kultur hukum di Inonesia. 17

Sumber hukum formal, berdasarkan pendapat beberapa ahli hukum, meliputi peraturan
perundang-undangan (tertulis), kebiasaan (tidak tertulis), yurisprudensi, pendapat ahli hukum
(doctrine), perilaku manusia (das sein). Sumber hukum tersebut terdapat hierarki sehingga jika
terjadi konflik dua sumber, makasumber hukum yang tertinggi akan melumpuhkan sumber
hukum yang lebih rendah.18 Bambang Sutiyoso menambahkan dua lagi sumber penemuan
hukum yaitu putusan desa dan perjanjian internasional (traktat). 19Karena wujudnya yang tertulis,
undang-undang merupakan sumber hukum yang utama dan mudah didapatkan, maka biasanya
menjadi sumber hukum prioritas sebelum sumber hukum lainnya.

17
Achmad Ali, Op. Cit., hlm. 145
18
Sudikno Mertokusumo, 2009, Penemuan Hukum, Op. Cit., hlm. 48
19
Bambang Sutiyoso, Op. Cit., hlm. 66
5
3. Undang-undang Sebagai Sumber Hukum Prioritas

Undang-Undang diprioritaskan dari sumber penemuan hukum lainnya, selain itu undang-
undang dalam bentuknya yang tertulis memudahkan dalam mencari dan menerapkannya.
Namun, membaca undang-undang tidak hanya sekedar membaca teksnya (naar de letter van de
wet), tetapi harus mencari arti, makna atau tujuannya. Makna dan tujuan undang-undang dapat
dicari pada konsiderans yang berisi pertimbangan mengapa diterbitkan undang-undang. Arti dan
makna undang-undang terdapat dalam pasal-pasal pada batang tubuh merupakan bagian utama
dari undang-undang yang diundangkan dalam Lembaran Negara. Untuk lebih memahami arti
dan makna juga dapat dicari dari penjelasan undang-undang yang diundangkan Tambahan
Lembaran Negara. Bagian akhir undang-undang terkadang berisi ketentuan peralihan yang
berfungsi memelihara kesinambungan berlakunya kaidah hukum untuk mencegah kekosongan
hukum (rechtvacuum). Undang-undang tidak boleh diartikan bertentangan dengan undang-
undang itu sendiri (contra legem). Undang-undang menghasilkan peraturan yang memiliki ciri-
ciri bersifat umum dan komprehensif, bersifat universal, dan mempunyai kekuatan untuk
mengoreksi dan memperbaiki diri sendiri. Kelebihan undang-undang dibanding sumber
penemuan hukum lainnya adalah tingkat prediktibilitasnya besar dan memberikan kepastian
mengenai nilai yang dipertaruhkan. Namun undang-undang juga mempunya kelemahan yaitu
karena tertulis maka menjadi norma yang kaku dan karena sifat normanya umum maka akan
mengabaikan perbedaan-perbedaan.20

Pasal 1 ayat (3) UUD NRI 1945 mengatur bahwa Negara Indonesia adalah negara
hukum. Ketentuan ini mengamanatkan bahwa segala segi kehidupan berbangsa dan bernegara di
Indonesia harus berdasarkan hukum. Pengertian kaidah hukum meliputi asas-asas hukum dan
kaidah hukum. Kaidah hukum ada dua yaitu kaidah hukum dalam arti sempit atau nilai (norm)
dan peraturan hukum atau peraturan konkret yang dapat dalam bentuk undang-undang. Kaidah
hukum dalam arti luas itu berhubungan satu sama lain dan merupakan satu sistem hukum.
Namun dalam menerapkan hukum terkadang hukumnya tidak lengkap sehingga perlu dicari dan
diketemukan. Pada hakekatnya yang harus dipelajari di Fakultas Hukum adalah kaidah hukum,
yang meliputi asas-asas hukum, kaidah hukum dalam arti sempit dan peraturan hukum konkret,
serta sistem hukum dan penemuan hukum. Realisasi atau penerapan hukum itu terjadi dalam tiga
tahap yaitu asas hukum, peraturan, dan putusan.21

4. Peraturan Perundang-Undangan Mempunyai Hierarki

Hans Kelsen mengenalkan stuffenbau theori des rechtsbahwa norma hukum itu
berjenjang-jenjang, suatu norma yang lebih rendah berlaku, bersumber pada norma yang lebih
tinggi, demikian seterusnya sampai pada suatu norma yang tidak dapat ditelusuri lebih lanjut dan
bersifat hipotesis dan fiktif yaitu norma dasar (grundnorm).22Sedangkan menurut Hans
Nawiasky, selain berlapis-lapis dan berjenjang-jenjang, norma hukum juga berkelompok yang
terdiri dari staats fundamental norm (norma fundamental), staat sgrund gezets (aturan

20
Satjipto Raharjo, Op. Cit., hlm. 83-84
21
Sudikno Mertokusumo, 2009, Penemuan Hukum Sebuah Pengantar,Op. Cit., hlm. 4-11
22
Maria Farida Indrati, 2007, Ilmu Perundang-Undangan, Yogyakarta, Kanisius, hlm. 41
6
dasar/pokok negara), formell gesetz (undang-undang formal), verordnung & autonome satzung
(aturan pelaksana & aturan otonom).Undang-undang lazimnya hanya mengatur norma-norma
hukum yang sifatnya umum sehingga untuk pelaksanannya masih harus dijabarkan dalam
peraturan perundang-undangan sesuai dengan hierarki peraturan perundang-undangan. Dalam
hal ini undang-undang disebut sebagai primary legislation, statute, the parent act, atau
legislative act, sedangkan peraturan pelaksananya disebut subordinate legislation, secondary
legislation, delegated legislation, atau statutory instrument.

Menurut Man Khurshid undang-undang dibedakan dalam lima kelompok yaitu yang
bersifat umum (general), bersifat lokal (local), bersifat personal atau individual (personal,
individual), bersifat publik (public), dan bersifat perdata (private). Keberadaan undang-undang
yang berisi norma yang bersifat personal sulit diterima jika dipandang dari stuffenbau theori des
rechts yang dikembangkan Hans Kelsen. Menurut Hans Kelsen norma hukum itu berjenjang dan
berlapis dalam suatu susunan (hierarki) terdiri atas norma dasar (fundamental norm), norma
umum (general norm), dan norma konkret (consrete norm). Jadi tidak mungkin ada undang-
undang yang bersifat konkret dan individual.23 Adolf Merkl berpendapat bahwa norma hukum
itu memiliki dua wajah (das Doppelte Rechtsantliz), ke atas ia bersumber dan berdasar pada
norma di atasnya, tetapi ke bawah ia juga menjadi sumber dan dasar bagi norma di bawahnya,
sehingga masa berlakunya relatif, tergantung norma di atasnya. 24

Dalam konteks Indonesia menurut Jimly Asshiddiqie peraturan tertinggi di bawah UUD
NRI 1945 selalu berbentuk undang-undang, wet, gessetz, law, atau legislative acts yang disebut
dengan nama-nama lainnya, dan sesuai dengan UUD NRI 1945, yang berwenang membentuk
undang-undang adalah DPR atas persetujuan bersama dengan Presiden.25Pasal 22A UUD NRI
1945 mengatur bahwa ketentuan lebih lanjut tentang tata cara pembentukan undang-undang
diatur dengan undang-undang. Pasal 7 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, sebagai undang-
undang organik sebagai pelaksanaan amanat Pasal 22A UUD NRI 1945, mengatur bahwa jenis
dan hierarki Peraturan Perundang-undangan adalah UUD NRI Tahun 1945, Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang,
Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Daerah Provinsi, danPeraturan Daerah
Kabupaten/Kota dan kekuatan hukum Peraturan Perundang-undangan sesuai dengan hierarki
tersebut.

Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 mengatur bahwa materi muatan
yang harus diatur dengan Undang-Undang adalah pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan
UUD NRI 1945, perintah suatu undang-undang untuk diatur dengan undang-undang, pengesahan
perjanjian internasional tertentu, tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi,
dan/ataupemenuhan kebutuhan hukum dalam masyarakat.Materi muatan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang sama dengan materi muatan undang-undang.26Materi muatan
Peraturan Pemerintah berisi materi untuk menjalankan undang-undang sebagaimana

23
Jimly Asshiddiqie, 2010, Perihal Undang-Undang, Rajawali Press, Jakarta, hlm. 25
24
Maria Farida Indrati S,Op. Cit., hlm. 41-42
25
Jimly Asshiddiqie, 2010, Perihal Undang-Undang, Jakarta, Rajawali Pres, hlm. 266
26
Pasal 11 UU No. 12 Tahun 2011
7
mestinya.27Materi muatan Peraturan Presiden berisi materi yang diperintahkan oleh undang-
undang, materi untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah, atau materi untukmelaksanakan
penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan.28Materi muatan Peraturan Daerah Provinsi dan
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota berisi materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi
daerah dan tugas pembantuan serta menampung kondisi khusus daerah dan/atau penjabaran lebih
lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi. 29

Stuffenbau theori des rechtsbahwa norma hukum itu berjenjang-jenjang senada dengan
apa yang dimaksud dengan hierarki dan pendelegasian dalam Undang-Undang Nomor 12 tahun
2011. Hierarki dan pendelegasian peraturan perundang-undangan diperlukan karena ketentuan
yang lebih tinggi hanya mengatur ketentuan yang bersifat umum, sedangkan ketentuan yang
bersifat teknis didelegasikan ke peraturan perundang-undangan yang lebih rendah.Stuffenbau
theori des rechtsjika disandingkan dengan hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia
dapat digambarkan sebagai berikut.

Dalam hal suatu Undang-Undang diduga bertentangan dengan Undang-Undang Dasar


Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pengujiannya dilakukan oleh Mahkamah

27
Pasal 12 UU No. 12 Tahun 2011
28
Pasal 13 UU No. 12 Tahun 2011
29
Pasal 14 UU No. 12 Tahun 2011
8
Konstitusi.30Dalam hal suatu Peraturan Perundang-undangan di bawah Undang-Undang diduga
bertentangan dengan Undang-Undang, pengujiannya dilakukan oleh Mahkamah Agung. 31

5. Hukum Perlu Ditafsirkan

Kodifiasi membuat hukum menjadi beku, statis, dan sukar berubah. Hakim yang harus
menegakkan hukum di tengah-tangah masyarakat yang bersifat dinamis sehingga perlu
penafsiran hukum. Tidak semua kalimat yang tertulis dalam perundang-undangan mudah
dipahami oleh semua orang. Untuk itu dalam ranah ilmu hukum dikenal beberapa
penafsiranhukum.32 Tentang apa saja jenis-jenis penafsiran, banyak pendapat ahli antara lain
Sudikno Mertokusumo,33Jimly Asshiddiqie, Visser't Hoft, Utrecht, Ronald Dworkin,34CST
Kansil,35dan Bambang Sutiyoso36yang satu sama lain ada persamaan, ada irisan dan saling
melengkapi yang dapat dikelompokkan dalam tabel berikut ini.

Faktor
No Penafsiran Uraian Tokoh
Pengaruh
1 Gramatikal Penafsiran yang menekankan Sudikno
pada makna teks menurut Mertokusumo,
bahasa sehari-hari atau makna Jimmly Asshiddiqie,
teknis-yuridis yang sudah Visser't Hoft, CST
dilazimkan Kansil, Bambang
Sutiyoso
2 Letterlijk Penafsiran secara harfiah yang Jimmly Asshiddiqie,
memfokuskan pada arti kata Utrecht
sebagaimana dalam kamus
Bahasa
3 Autentik Mengartikan kata yang pasti CST Kansil
tulis dan
sebagaimana yang diberikan
lisan
oleh pembuat undang-undang
4 Literal Makna kata diberikan jika tidak Ronald Dworkin
memiliki informasi khusus
tentang konteks pembuat
undang-undang dengan syarat
tidak ada ketergantungan
konteks dan kualifikasi-
kualifikasi tersembunyi
terhadap bahasa umum

30
Pasal 9 ayat (1) UU No. 12 Tahun 2011
31
Pasal 9 ayat (2) UU No. 12 Tahun 2011
32
Hilman Hadikusumo, 2010, Bahasa Hukum Indonesia, PT Alumi, Bandung, hlm. 21-28
33
Sudikno Mertokusumo, 2009, Penemuan Hukum Sebuah Pengantar, Op. Cit, hlm. 56-64
34
Jimly Asshiddiqie, 2013, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, RajaGrafindo Persada, Jakarta, hlm. 219-244
35
CST. Kansil, Op. Cit,, hlm. 66-69
36
Bambang Sutiyoso, Op. Cit., hlm. 106-129
9
Faktor
No Penafsiran Uraian Tokoh
Pengaruh
5 Dalam Isi perjanjian ada yang sudah Bambang Sutiyoso
Perjanjian jeas (sens clair) namun ada
yang dapat ditafsirkan berbeda
(interpretable) antara para pihak
untuk itu perlu dicari makna
yang disepakati para pihak
6 Conversational Menandai makna dalam Ronald Dworkin
menjelaskan motif-motif dan
maksud-maksud mengenai
makna yang dirasakan
pembicara secara tepat untuk
makna dalam masyarakat
7 Filosofis Memusatkan perhatian pada Filosofis Jimmly Asshiddiqie
latar belakang aspek filosofis
yang terkandung dalam undang-
undang secara mendalam
8 Interdisiplin Menggunakan bantuan banyak Bambang Sutiyoso
cabang ilmu pengetahuan
hukum dan metode penasiran.
Ilmu lain
9 Multidisilin Menggunakan bantuan ilmu di Bambang Sutiyoso
luar ilmu hukum
10 Constructive Melalui tiga tahap yaitu: pre- Logika Ronald Dworkin
penafsiran yaitu memahami isi
peraturan, justifikasi unsur-
unsur pokok praktik, dan
penafsiran peraturan pada
peristiwa konkret
11 Artistic Menafsirkan undang-undang Sosial, Ronald Dworkin
melalui pemaknaan ungkapan psikologi
kesadaran mental pembuatnya
karena maksud selalu lebih
kompleks dan problematikal
12 Sistematis Menghubungkan dengan Sudikno
undang-undang lain atau Mertokusumo,
keseluruhan sistem hukum Utrecht, Visser't Hoft,
CST Kansil,
Sistem Bambang Sutiyoso
13 Holistik Undang-undang tidak dapat hukum Jimmly Asshiddiqie
dipahami pasal-demi pasal
tetapi menjadi satu kesatuan
jiwa dalam satu sistem yang
utuh.
10
Faktor
No Penafsiran Uraian Tokoh
Pengaruh
14 Nasional Menilik sesuai tidaknya dengan CST Kansil
sistem hukum yang berlaku
dalam sebuah negara
15 Komparatif Membandingkan dengan Sudikno
berbagai sistem hukum Mertokusumo
16 Sosial Menekankan pada maksud Ronald Dworkin
daripada penyebab yang
dipengaruhi faktor ekonomi
atau psikologi dari suatu
perbuatan
17 Historis Memperhatikan sejarah Sudikno
perumusan undang-undang, Mertokusumo,
juga memperhatikan sejarah Jimmly Asshiddiqie,
hukum Utrecht, Visser't Hoft,
CST Kansil,
Bambang Sutiyoso
18 Sosiologis Memperhatikan konteks sosial Sudikno
ketika undang-undang dibuat. Mertokusumo,
Jimmly Asshiddiqie,
Bambang Sutiyoso
19 Evolutif- Terdapat perubahan pandangan Visser't Hoft
Dinamis masyarakat dan situasi Sosial,
kemasyarakatan yang psikologi,
mendobrak aturan yang ada. ekonomi,
Aturan yang ada diabaikan baik sejarah
makna obyektif maupun
subyektifnya
20 Creative Mengungkap maksud penyusun Ronald Dworkin
undang-undang dalam tulisan
dengan cara mengonstruksi atau
menyusun maknanya
21 Sosio-Historis Memusatkan perhatian pada Jimmly Asshiddiqie
konteks sejarah masyarakat
yang mempengaruhi rumusan
naskah ketika undang-undang
dibentuk.
22 Teleologis Apa tujuan atau asas yang Jimmly Asshiddiqie,
hendak dicapai oleh undang- Visser't Hoft, CST
undang, juga memperhitungkan Kansil
konteks kenyataan
kemasyarakatan aktual.

11
Faktor
No Penafsiran Uraian Tokoh
Pengaruh
23 Antisipatif Mencari pada aturan yang Sudikno
belum mempunyai kekuatan Mertokusumo,
berlaku, misalnya RUU yang Visser't Hoft
sedang dibahas di DPR

Selain itu juga ada penafsiran ekstensif dan restriktif. Penafsiran ekstensif adalah
penafsiran yang melampaui batas atau memperluas arti kata-kata yang tertulis dalam undang-
undang. Penafsiran restriktif adalah penafsiran yang mempersempit arti suatu peraturan dengan
bertitik tolak pada artinya menurut bahasa. Kalau dibandingkan dengan penafsiran sebagaimana
disajikan dalam tabel di atas, maka penafsiran ekstensif dan retriktif lebih ke sifat penafsiran
bukan cara menafsirkan.

6. Penafsiran Hukum Otoritatif

Undang-undang yang bersifat umum maka agar dapat dilaksanakan perlu ada aturan
pelaksana yang dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 disebut dengan pendelegasian
kewenangan. Pendelegasian kewenangan diatur dalam lampiran II Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2011 angka 198 sampai dengan 216. Adapun perinciannya adalah sebagai berikut. (1)
Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi dapat mendelegasikan kewenangan mengatur
lebih lanjut kepada Peraturan Perundang-undangan yang lebih rendah. (2) Pendelegasian
kewenangan dapat dilakukan dari suatu Undang-Undang kepada Undang-Undang yang lain, dari
Peraturan Daerah Provinsi kepada Peraturan Daerah Provinsi yang lain, atau dari Peraturan
Daerah Kabupaten/Kota kepada Peraturan Daerah Kabupaten/Kota yang lain. (3) Pendelegasian
kewenangan mengatur harus menyebut dengan tegas ruang lingkup materi muatan yang diatur,
dan jenis Peraturan Perundang-undangan. (4) Dalam pendelegasian kewenangan mengatur tidak
boleh adanya delegasi blangko. (5) Pendelegasian kewenangan mengatur dari Undang-Undang
kepada menteri, pemimpin lembaga pemerintah nonkementerian, atau pejabat yang setingkat
dengan menteri dibatasi untuk peraturan yang bersifat teknis administratif. (6) Kewenangan yang
didelegasikan kepada suatu alat penyelenggara negara tidak dapat didelegasikan lebih lanjut
kepada alat penyelenggara negara lain, kecuali jika oleh Undang-Undang yang mendelegasikan
kewenangan tersebut dibuka kemungkinan untuk itu. (7) Pendelegasian kewenangan mengatur
dari suatu Peraturan Perundang-undangan tidak boleh didelegasikan kepada direktur jenderal,
sekretaris jenderal, atau pejabat yang setingkat.

Sebagai misal, hierarki dan pendelegasian peraturan perundang-undangan di bidang


hukum pajak. Hukum formal dibidang perpajakan adalah Undang-Undang tentang Ketentuan
Umum Perpajakan, sedangkan hukum materialnya adalah Undang-Undang Pajak Penghasilan
dan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai. Sebenarnya masih ada undang-undang yang
mengatur tentang Pajak Bumi dan Bangunan serta Bea Meterai, namun tidak dibahas dalam
tulisan ini.

Pasal 23A UUD NRI 1945 mengatur bahwa pajak dan pungutan lain yang bersifat
memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang. Menurut A.M. Fatwa
12
perubahan Pasal 23A karena sesuai dengan prinsip kedaulatan rakyat, pemerintah tidak boleh
memaksakan berlakunya ketentuan bersifat kewajiban material yang mengikat dan membebani
rakyat tanpa terlebih dahulu disetujui oleh rakyat itu sendiri melalui wakil-wakilnya di DPR.
Selain ketentuan perpajakan yang diatur dengan undang-undang, rencana penerimaan perpajakan
tiap tahunnya juga diatur dalam undang-undang APBN.37Norma abstrak dalam UUD NRI 1945
tersebut kemudian ditafsirkan oleh Presiden dan DPR menjadi undang-undang. Undang-undang
perpajakan berdasarkan delegasi dan hierarki di tafsirkan dalam bentuk PERPPU, Peraturan
Pemerintah, Peraturan Menteri dan peraturan pelaksana lainnya. Undang-undang pajak
mempunyai banyak sekali peraturan pelaksana. Sejak tahun 1983 sampai dengan tahun 2016
sudah diterbitkan 15 undang-undang dengan ribuan peraturan pelaksanaannya, selengkapnya
sebagaimana tersaji dalam tabel berikut ini.

Jenis Peraturan KUP PPh PPN Jumlah


Undang-Undang 5 5 5 15
PERPPU 1 - 1 2
Peraturan Pemerintah 14 93 65 172
Peraturan Presiden - - 1 1
Keputusan Presiden 3 3 48 54
Keputusan Bersama Menteri - - 1 1
Peraturan Menteri Keuangan 128 161 131 420
Keputusan Menteri Keuangan 98 1.258 1.266 2.622
Peraturan Bersama Dirjen 2 16 - 18
Keputusan Bersama Dirjen 2 2 1 5
Peraturan Dirjen Pajak 232 137 86 455
Keputusan Dirjen Pajak 271 167 152 590
Instruksi Dirjen Pajak 3 6 - 9
Surat Edaran Bersama Dirjen 4 5 5 14
Surat Edaran Dirjen Pajak 720 884 769 2.373
Pengumuman 17 30 17 64
Jumlah 1.500 2.767 2.548 6.815

Sumber: Aplikasi peraturan perpajakan TaxBase 6.0, diolah

Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa dari lima belas undang-undang melahirkan
172 Peraturan Pemerintah, 420 Peraturan Menteri Keuangan, 2.622 Keputusan Menteri
Keuangan, bahkan 2.373 Surat Edaran Dirjen Pajak. Banyak aturan pelaksana yang diterbitkan
untuk menjalankan undang-undang perpajakan. Aturan pelaksanaan tersebut merupakan
penafsiran yang lebih teknis dari aturan diatasnya berdasarkan hierarki dan pendelegasian.
Sehingga dalam hal ini ketika Presiden menerbitkan Peraturan Pemerintah, Menteri Keuangan

37
AM. Fatwa, 2009, Potret Konstitusi Pasca Amandemen UUD 1945, PT Kompas Media Nusantara, Jakarta, hlm. 129
13
Menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan, Dirjen Pajak menerbitkan Peraturan Dirjen Pajak atau
Surat Edaran merupakan kegiatan menemukan hukum dengan cara menafsirkan dengan lebih
teknis berdasarkan hierarki dan pendelegasian. Penafsiran tersebut hampir sama dengan
penemuan hukum yang dilakukan oleh pembentuk undang-undang, yang tidak berhadapan
dengan peristiwa konkret atau konflik (abstrak) tetapi peristiwa tersebut besar kemungkinan akan
terjadi (preskriptif)berdasarkan hierarki dan pendelegasian atau otoritas yang diberikan oleh
undang-undang. Hasilnya peraturan pelaksana yang dapat dijadikan sumber hukum.

Hasil studi kepustakaan para ahli hukum pajak terdapat 23 jenis penafsiran sebagaimana
telah dibahas sebelumnya. Oleh karena itu penulis mengusulkan, penafsiran oleh pihak yang
diberi wewenang sebagai otoritas yang berwenang membuat peraturan organik berdasarkan
hierarki dan pendelegasian disebut sebagai penafsiran otoritatif. Penafsiran otoritatif bukanlah
hal baru, ia sudah ada, hanya selama ini seolah-olah tidak ada, antara ada dan tiada, karena
belum diberi nama.

D. Simpulan

Undang-Undang sebagai hukum tertulis mempunyai sifat yang statis, padahal ia harus
diterapkan atau dikonkretisasi dalam kehidupan sosial atau konteks yang dinamis.Hukum itu ada
dalam undang-undang tetapi masih harus ditemukan melalui penafsiran dalam sumber-sumber
hukum oleh hakim, pembentuk undang-undang, peneliti hukum, notaris, para pihak yang
bersengketa, dan Aparatur Sipil Negara dalam hukum administrasi. Penafsiran adalah jantungnya
hukum. Undang-undang merupakan sumber hukum prioritas mempunyai kelebihan karena
tingkat prediktibilitas besar dan memberikan kepastian, namun mempunyai kelemahan pada
sifatnya yang kaku dan mengabaikan perbedaan. Peraturan perundang-undangan yang normatif
dan abstrak mempunyai heirarki dan mendelegasikan ke peraturan organik untuk dijabarkan
lebih konkret. Berdasarkan studi kepustakaan diketahui terdapat dua puluh tiga jenis penafsiran
menurut para ahli, namun belum ada yang menyebutkan bahwa pembuatan peraturan organik
sebagai sebuah penafsiran, padahal hakekatnya merupakan sebuah penafsiran. Dalam hukum
pajak terdapat 6.815 peraturan yang dibuat oleh pihak yang diberi otoritas untuk menjabarkan
norma yang ada di UUD dan UU. Karena penafsiran tersebut ada namun belum diberi istilah,
maka tulisan ini mengusulkan penafsiran tersebut dinamakan penafsiran otoritatif.

E. Daftar Pustaka

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945


Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembventukan Peraturan
Perundang-Undangan

Achmad Ali, 2015, Menguak Tabir Hukum, Kencana, Jakarta.


AM. Fatwa, 2009, Potret Konstitusi Pasca Amandemen UUD 1945, PT Kompas Media
Nusantara, Jakarta.
Bambang Sutiyoso, 2012, Metode Penemuan Hukum, UII Press, Yogyakarta.
CST Kansil, 1986, Pengantar Ilmu Hukum dan tata hukum Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta.
14
H.P. Panggabean, 2014, Penerapan Teori Hukum Dalam Sistem Peradilan Indonesia, Alumni,
Bandung.
Hilman Hadikusumo, 2010, Bahasa Hukum Indonesia, PT Alumi, Bandung.
I Made Pasek Diantha, 2016, Metodologi Penelitian Hukum Normatif Dalam Justifikasi Teori
Hukum, Prenada Media Group, Jakarta.
Jimly Asshiddiqie, 2010, Perihal Undang-Undang, Rajawali Press, Jakarta.
Jimly Asshiddiqie, 2013, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, RajaGrafindo Persada, Jakarta.
Johnny Ibrahim, 2012, Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia, Malang.
L.J. van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum, Cetakan ketigapuluh, PT Pradynya Paramita,
Jakarta, 2004.
Maria Farida Indrati, 2007, Ilmu Perundang-Undangan, Yogyakarta, Kanisius.
Mochtar Kusumaatmadja dan B. Arief Sidharta, 2009, Pengantar Ilmu Hukum, Suatu Pengantar
Pertama Ruang Lingkup Berlakunya Ilmu Hukum, Buku I, Cetakan Kedua, Alumi, Bandung.
Peter Mahmud Marzuki, 2010, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta.
Philipus M. Hardjon dan Tatiek Sri Djatmiati, 2011, Argumentasi Hukum, Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
Satjipto Raharjo, 2006, Hukum Dalam Jagat Ketertiban, UKI Press, Jakarta.
Satjipto Raharjo, 2006, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung.
Sudikno Mertokusumo, 2009, Penemuan Hukum, Liberty, Yogyakarta.

15

Anda mungkin juga menyukai