Anda di halaman 1dari 3

Faizhal Ilham Aditya

1203060040

Hukum Pidana Islam

3/A

Macam-macam penafsiran Undang-undang1

Secara umum terdapat beberapa metode dalam penemuan hukum yaitu penafsiran, analogi,
penyempitan hukum dan eksposisi. Namun pada kesempatan kali ini, sesuai dengan tugas yang
diberikan hanya akan membahas mengenai penafsiran hukum saja. Namun sebelum membahas
mengenai penafsiran undang-undang, ada beberapa asas umum dalam penafsiran undang-undang
dalam hukum pidana, antara lain adalah sebagai berikut:

1. Asas proporsionalitas dan subsidiaritas. Kedua asas ini sangatlah fundamental dan
berkaitan satu sama lain. Adapun proporsionalitas adalah seimbangnya cara dan tujuan
suatu undang-undang sedangkan subsidiaritas adalah pengambilan hukuman yang paling
sedikit kerugiannya jika terdapat berbagai macam alternatif pemecahannya.
2. Asas relevansi. Asas ini menyatakan bahwa hanya mempersoalkan penyimpangan perilaku
sosial yang layak atau pantas dihukumi dengan hukum pidana.
3. Asas kepatutan. Merupakan pembatasan penggunaan logika dalam pemberlakuan hukum,
karena dapat menggunakan ketentuan perundang-undangan secara penuh.
4. Asas in dubio pro reo. Asas ini berarti jika terdapat keraguan maka harus diambil
keputusan atau ketentuan yang menguntungkan terdakwa.
5. Asas exeptio format regulan. Asas ini terkenal juga dengan adagium exceptio frimat vim
legis in casibu non exceotis. Merupakan asas yang mengharuskan penyimpanan terhadap
aturan umum diartikan dalam arti sempit.
6. Asas titukus est lex dan rubica est lex. Asas ini berarti judul perundang-undangan yang
memilki pengaruh untuk menentukan dan bagian perundang-undangan memiliki pengaruh
untuk menentukan juga.

1Tugas ini ditulis dengan mengutip dari buku Eddy O.S Hiariej prinsip-prinsip Hukum Pidana Edisi Revisi Yogyakarta:
Cahaya Atma Pustaka, 2020.
7. Asas materil. Merupakan asas yang menyangkut aturan tidak tertulis yang mengacu atau
merujuk pada tujuan baik tertentu.

Selanjutnya adalah mengenai macam-macam penafsiran. Secara umum, terdapat empat metode
penafsiran yang acap kali digunakan.

1. Interpretasi gramatikal. Adalah penguraian makna ketentuan undang-undang


menggunakan bahasa yang umum digunakan dalam keseharian.
2. Interpretasi sistematis atau logis. Adalah penafsiran ketentuan perundang-undangan satu
dengan yang lain dan/atau dengan keseluruhan sistem hukum yang ada.
3. Interpretasi historis. Adalah penafsiran undang-undang dengan sebab terdapat undang-
undang tersebut dan/atau sejarah hukum.
4. Interpersonal teologis atau sosiologis. Adalah penafsiran undang-undang dengan mengacu
kepada tujuan pembentuk undang-undang berdasarkan kata-kata yang terdapat dalam
undang-undang tersebut dan juga harus melihat keadaan masyarakat yang aktual.

Sudikno Mertokusumo menjelaskan bahwa interpretasi terbagi menjadi interpretasi restriktif,


interpretasi ekstensif, interpretasi komparatif dan interpretasi antisipatif atau futuristik.

1. Interpretasi restriktif adalah mempersempit penafsiran undang-undang dengan bertumpu


pada arti kebahasaan.
2. Interpretasi ekstensif adalah melampaui pemaknaan suatu hal menurut penafsiran
gramatikal.
3. Interpretasi komparatif adalah membandingkan ketentuan hukum dunia internasional
terutama yang muncul dari perjanjian internasional.
4. Interpretasi futuristik adalah penafsiran dengan menggunakan rancangan perundang-
undangan

Selain oleh Sudikno, Pontier juga menambahkan pembagian interpretasi yaitu interpretasi
antisipatif dan interpretasi evolutif-dinamikal. Pengertian nterpretasi antisipatif menurut Pontier
sama dengan pengertian interpretasi futuristik menurut Sudikno. Sedangkan interpretasi evolutif-
dinamikal adalah pemaknaan oleh hakim pasca munculnya atau berlakunya suatu undang-undang
tertentu.
Selain empat metode interpretasi atau penafsiran hukum yang sering digunakan seperti yang telah
dijelaskan di atas, terdapat interpetasi lain antara lain yaitu:

1. Interpetasi otentik yang merupakan pemaknaan kata, frasa dan/atau istilah menurut
pembentuk undang-undang.
2. Interpetasi kreatif yang merupakan adalah pengungkapan satu unsur yang terkandung
dalam suatu rumusan pidana. Interpetasi ini bersifat restriktif.
3. Interpetasi tradisional merupakan melihat perilaku dalam tatanan tradisi hukum.
4. Interpretasi penyelerasan atau harmoniserende interpratitie adalah interpetasi yang
digunakan untuk menghindari konflik antara satu peraturan perundang-undangan dengan
yang lainnya.
5. Interpetasi doktriner adalah memperkuat argumentasi dengan merujuk pada pendapat
tertentu.

Sekian yang dapat saya sampaikan, mohon maaf atas segala kekurangan dan kesalahan.
Terimakasih.

Anda mungkin juga menyukai