Anda di halaman 1dari 9

ILMU PERUNDANG – UNDANGAN

A. Ilmu Pengetahuan Perundang – undangan

Ilmu Pengetahuan Perundang – undangan yang merupakan terjemahan

dari Gesetzgebungswissenschaft adalah suatu cabang ilmu baru, yang mula –

mula berkembang di Eropa Barat, terutama di negara – negara yang berbahasa

Jerman. Istilah lain yang juga sering di pakai adalah Wetgevingswetenschap,

atau Science of Legislation.

Tokoh – tokoh utama yang mencetuskan bidang ilmu ini antara lain

adalah Peter Noll (1973) dengan istilah Gesetzgebungslehre, Jurgen Rodig

(1975) dengan istilah Gesetzgebungslehre, Burkhardt Krems (1979) dan

Werner Maihofer (1981) dengan istilah Gesetzgebungswissenschaft. Di

Belanda antara lain S.O. van Poelje (1980) dengan istilah Wetgevingsleer atau

Wetgevingskunde, dan W.G. van der Velden (1988) dengan istilah

Wetgevingstheorie, sedangkan di Indonesia diajukan oleh A. Hamid S.

Attamimi (1975) dengan istilah Ilmu Pengetahuan Perundang – undangan.

Menurut Burkhardt Krems, Ilmu Pengetahuan Perundang – undangan

(Gesetzgebungswissenschaft) adalah ilmu pengetahuan tentang pembentukan

peraturan negara, yang merupakan ilmu yang bersifat interdisipliner.

Ilmu Pengetahuan Perundang – undangan (IPU) merupakan ilmu yang

berhubungan dengan ilmu politik dan sosiologi, secara garis besar dapat dibagi

menjadi dua bagian besar, yaitu :


1. Teori Perundang – undangan

Yang berorientasi kepada mencari kejelasan dan kejernihan

makna atau pengertian – pengertian, dan bersifat kognitif.

2. Ilmu Perundang – undangan

Yang berorientasi kepada melakukan perbuatan dalam hal

pembentukan peraturan perundang – undangan, dan bersifat

normatif.

B. Peristilahan

Istilah perundang – undangan (legislation, wetgeving, atau

Gesetzgebung) dalam beberapa kepustakaan mempunyai dua pengertian yang

berbeda.

Dalam kamus yang berlaku, istilah legislation dapat diartikan dengan

perundang – undangan dan pembuatan undang – undang, istilah wetgeving

diterjemahkan dengan pengertian pengertian membentuk undang – undang,

dan keseluruhan daripada undang – undang negara, sedangkan istilah

Gesetzgebung diterjemahkan dengan pengertian perundang – undangan.

Pengertian wetgeving dalam Juridisch woordenboek diartikan sebagai

berikut :

1. Perundang – undangan merupakan proses pembentukan atau proses

membentuk peraturan negara, baik ditingkat Pusat, maupun di tingkat

Daerah.
2. Perundang – undangan adalah segala peraturan negara, yang

merupakan hasil pembentukan peraturan, baik di tingkat Pusat

maupun di tingkat Daerah.

Menurut Bagir Manan, pengertian peraturan perundang – undangan

adalah sebagai berikut :

1. Setiap keputusan tertulis yang dikeluarkan pejabat atau lingkungan

jabatan yang berwenang yang berisi aturan tingkah laku yang bersifat

atau mengikat umum.

2. Merupakan aturan – aturan tingkah laku yang berisi ketentuan –

ketentuan mengenai hak, kewajiban, fungsi, status atau suatu tatanan.

3. Merupakan peraturan yang mempunyai ciri – ciri umum-abstrak atau

abstrak-umum, artinya tidak mengatur atau tidak ditujukan kepada

objek, peristiwa atau gejala konkret tertentu.

Dalam Undang – Undang No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan

Peraturan Perundang -undangan, dirumuskan pula tentang kedua pengertian

tersebut dalam Pasal 1 angka 1 dan angka 2, yang dirumuskan sebagai berikut

1. Pembentukan Peraturan Peraturan – undangan adalah proses

pembuatan Peraturan Perundang – undangan yang pada dasarnya

dimulai dari perencanaan, persiapan, teknik penyusunan, perumusan,

pembahasan, pengesahan, pengundangan, dan penyebarluasan.


2. Peraturan Perundang – undangan adalah peraturan tertulis yang

dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang dan

mengikat secara umum.

C. Norma Hukum

Norma adalah suatu ukuran yang harus dipatuhi oleh seseorang dalam

hubungannya dengan sesamanya ataupun dengan lingkungannya. Apabila

ditinjau dari segi etimologinya, kata norma itu sendiri berasal dari bahasa latin,

sedangkan kaidah atau kaedah berasal dari bahasa Arab. Norma berasal dari

kata nomos yang berarti nilai dan kemudian dipersempit maknanya menjadi

norma hukum. Karya Plato yang berjudul nomoi biasa diterjemahkan ke dalam

bahasa Inggris dengan istilah The Law. Sedangkan kaidah dalam bahasa Arab,

qo’idah berarti ukuran dan nilai pengukur.

Jika pengertian norma atau kaidah sebagai pelembagaan nilai itu dirinci,

kaidah atau norma yang dimaksud dapat berisi :

1. Kebolehan atau yang dalam bahasa Arab disebut ibahah, mubah

(permittere)

2. Anjuran positif untuk mengerjakan sesuatu atau dalam bahasa Arab

disebut sunnah

3. Anjuran negatif untuk tidak mengerjakan sesuatu atau dalam bahasa

Arab disebut makruh

4. Perintah positif untuk melakukan sesuatu atau kewajiban

(obligattere)
5. Perintah negatif untuk tidak melakukan sesuatu atau yang dalam

bahasa Arab disebut haram atau larangan (prohibere).

Dalam teori yang dikenal di dunia Barat, norma – norma tersebut

biasanya hanya digambarkan atas tiga macam, yaitu : a. Obligattere, b.

Prohibere, dan c. Premittere. Akan tetapi di Indonesia, dengan meminjam teori

hukum fiqh, menurut Profesor Hazairin, norma terdiri atas lima macam, yaitu

1. Halal atau mubah (permittere)

2. Sunnah

3. Makruh

4. Wajib (obligattere)

5. Haram (prohibere)

D. Lingkup Pengertian Undang – undang

Dalam UUD 1945, tidak terang apa lingkup batasan pengertian undang –

undang. Pasal 20 UUD 1945 hanya menyebut kewenangan DPR untuk

membentuk undang – undang dengan persetujuan bersama dengan pemerintah.

Para ahli biasa membedakan arti undang – undang tersebut menjadi dua, yakni

1. Undang – undang dalam arti materiil (wet in materiele zin)

2. Undang – undang dalam arti formil (wet in formale zin)


Pengertian Undang – Undang dalam arti materiil itu menyangkut undang

– undang yang dilihat dari segi isi, materi, atau substansinya, sedangkan

undang – undang dalam arti formil dilihat dari segi bentuk dan

pembentukannya. Pembedaan keduanya dapat dilihat hanya dari segi

penekanan atau sudut penglihatan, yaitu suatu undang – undang yang dapat

dilihat dari segi materinya atau dilihat dari segi bentuknya, yang dapat dilihat

sebagai dua hal yang sama sekali terpisah.

E. Asas – Asas Hukum Dalam Perundang – Undangan

Asas hukum merupakan tiang utama bagi pembentukan peraturan

perundang – undangan. Dimana “asas” adalah suatu hal yang dianggap oleh

masyarakat hukum sebagai basic truth, sebab melalui asas hukum

pertimbangan etis dan sosial masyarakat masuk ke dalam hukum, dan menjadi

sumber menghidupi nilai – nilai etis, moral dan sosial masyarakatnya.

Van der Vlies mengemukakan saran asas – asas formal dan material bagi

pembentukan peraturan perundang – undangan. Asas – asas formal yang

diajukan oleh Van der Vlies adalah sebagai berikut :

1. Asas tujuan yang jelas

2. Asas organ/lembaga yang tepat

3. Asas perlunya pengaturan

4. Asas dapat dilaksanakan

5. Asas konsensus
Sedangkan asas – asas material dalam pembentukan peraturan perundang

– undangan adalah sebagai berikut :

1. Asas tentang terminologi dan sistematika yang benar

2. Asas tentang dapat dikenali

3. Asas perlakuan yang sama dalam hukum

4. Asas kepastian hukum

5. Asas pelaksanaan huku sesuai keadaan individual

Dari asas – asas hukum (umum) dalam pembentukan peraturan

perundang – undangan baik yang formal maupun yang material sebagaimana

disebutkan oleh Van der Vlies, maka asas – asas dalam pembentukan peraturan

perundang – undangan di Indonesia telah disebutkan dalam UU No. 10 Tahun

2004, yaitu meliputi :

1. Asas kejelasan tujuan

2. Kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat

3. Kesesuaian antara jenis dan materi muatan

4. Dapat dilaksanakan

5. Kedayagunaan dan kehasilgunaan

6. Kejelasan rumusan

7. Keterbukaan
F. Landasan Dalam Peraturan Perundang – Undangan

Yang dimaksud dengan landasan disini dapat dikatakan sebagai alasan

atau latar belakang mengapa peraturan tersebut harus dibuat. Dengan begitu

suatu peraturan yang akan dibuat memang memiliki pijakan dan alasan atas

kemungkinannya suatu kebijakan (policy) itu harus dibuat dalam bentuk

peraturan. Berikut landasan – landasan dalam perundang – undangan

1. Landasan Filosofis

Landasan filosofis sendiri merupakan dasar filsafat atau

pandangan, atau ide yang menjadi dasar cita – cita sewaktu

menuangkan hasrat dan kebijaksanaan (pemerintahab) ke dalam

suatu rencana atau draf peraturan negara.

2. Landasan Yuridis

Landasan yuridis ialah ketentuan hukum yang menjadi dasar

hukum (rechtsground) bagi pembuatan suatu peraturan.

3. Landasan Sosiologis

Landasan sosiologis yaitu suatu peraturan perundang –

undangan yang dibuat harus dipahami oleh masyarakat sesuai dengan

kenyataan hidup. Ini berarti bahwa hukum yang dibentuk harus sesuai

dengan hukum yang hidup (the living law) dalam masyarakat.

4. Landasan Politis

Landasan politis ialah garis kebijaksanaan politik yang

menjadi dasar selanjutnya bagi kebijaksanaan – kebijaksanaan dan

pengarahan ketatalaksanaan pemerintahan negara.


DAFTAR PUSTAKA

Soimin. 2010. Pembentukan Perundang – Undangan Negara Di

Indonesia. UII Press Yogyakarta, Yogyakarta.

Asshiddiqie, Jimly. 2010. Perihal Undang – Undang. RajaGrafindo

Persada, Jakarta.

Farida Maria, Indrapati Soeprapto. 2007. Ilmu Perundang – Undangan.

Kanisius, Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai