Anda di halaman 1dari 37

PERWAKILAN DAN BADAN HUKUM

TUGAS

RESUME BUKU BADAN HUKUM (CHIDIR ALI)

OLEH :

TEGUH APRIAN

1710113021

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS ANDALAS
BAB I
PENGERTIAN SUBJEK HUKUM

A. Pengertian Subjek dan Objek Hukum

1. Subjek Hukum

Manusia adalah pendukung hak dan kewajiban. Lazimnya dalam


hukum dan pergaulan hukum dikenal dengan istilah subjek hukum
(subjectum juris). Tetapi manusia bukanlah satu-satunya subjek hukum,
karena masih ada subjek hukum lainnya yaitu segala sesuatu yang menurut
hukum dapat mempunyai hak dan kewajiban, termasuk ini yang
dinamakan badan hukum (rectspersoon). Dapat disimpulkan bahwa subjek
hukum itu sendiri merupakan manusia perorangan atau badan hukum yang
berkepribadian hukum dan segala sesuatu yang berdasarkan tuntutan
kebutuhan masyarakat demikian itu oleh hukum diakui sebagai pendukung
hak dan kewajiban.

2. Objek Hukum

Apa yang dinamakan dengan objek hukum ialah segalah sesuatu


yang bermanfaat bagi subjek hukum (manusia atau badan hukum) dan yang
dapat menjadi pokok (objek) suatu hubungan hukum karena sesuatu itu
dapat dikuasai oleh subjek hukum.
BAB II
PENGERTIAN BADAN HUKUM

A. Istilah Badan Hukum

Badan hukum merupakan terjemahan istilah Belanda yaitu


rechtspersoon. Meskipun demikian dalam kalangan hukum ada juga yang
menyarankan atau telah mempergunakan istilah lain untuk menggantikan
istilah badan hukum, misalnya istilah purusa hukum (Oetarid Sadino), awak
hukum (St.K. Malikul Adil), pribadi hukum (Soerjono Soekanto), dsb.

B. Batasan Badan Hukum

Dari beberapa pendapat para ahli dapat disimpulkan tentang pengertian


badan hukum sebagai subjek hukum itu mencakup hal berikut, yaitu :

a. Perkumpulan orang (organisasi)

b. Dapat melakukan perbuatan hukum (rechtshandeling) dalam


hubungan-hubungan hukum (rechtsbetrekking)

c. Mempunyai harta kekayaan sendiri

d. Mempunyai pengurus

e. Mempunyai hak dan kewajiban

f. Dapat menggugat atau digugat di pengadilan.

C. Sifat-sifat Badan Hukum

Pada intinya persoonlijkheid adalah kemampuan seseorang untuk


menjadi subjek dari hubungan hukum, sejak saat manusia itu lahir dan berakhir
dengan kematiannya. Jadi, walaupun ada prinsipnya yang demikian, akan tetapi
juga ada pengecualiannya, yakni bukan manusia saja yang mempunyai
persoonlijkheid tadi, tetapi juga perkumpulan manusia yang bersama-sama
dapat mempunyai kemampuan untuk menjadi subjek dari hubungan-hubungan
hukum.
BAB III
TEORI BADAN HUKUM

A. Aneka Teori Badan Hukum

Teori-teori badan hukum yang ada, sebenarnya dapat dihimpun dalam


dua golongan yaitu :

1. Teori yang berusaha kearah peniadaan persoalan badan hukum,


antara lain dengan jalan mengembalikan persoalan tersebut kepada
orang yang sebenarnya berhak. Yang termasuk ke dalam teori ini
yaitu teori orgaan dan teori kekayaan bersama

2. Teori lainnya yang hendak mempertahankan persoalan badan hukum,


diantaranya yaitu teori fiksi, teori kekayaan yang bertujuan, teori
kenyataan yuridis.

Berikut uraian dari beberapa teori tentang badan hukum.

1. Teori fiksi

Teori ini dipelopori oleh sarjana Jerman, Friedrich Carl von Savigny
(1779-1861), tokoh utama aliran/mazhab sejarah pada permulaan abad ke
19.

Menurut von Savigny bahwa hanya manusia saja yang mempunyai


kehendak. Selanjutnya dikemukakan bahwa badan hukum adalah suatu
abstraksi, bukan suatu hal yang konkrit. Jadi karena hanya suatu abstraksi,
maka tidak mungkin menjadi suatu subjek dari hubungan hukum, sebab
hukum memberi hak-hak kepada yang bersangkutan suatu kekuasaan dan
menimbulkan kehendak berkuasa.

2. Teori Orgaan
Sebagai reaksi terhadap teori fiksi timbulah teori orgaan. Teori ini
dikemukakan oleh sarjana Jerman, Otto von Gierke (1841-1921).

Menurut von Gierke badan hukum itu seperti manusia, menjadi


penjelmaan yang benar-benar dalam pergaulan hukum, badan hukum itu
menjadi suatu badan yang membentuk kehendaknya dengan perantaraan
alat-alat atau organ-organ badan tersebut, apa yang mereka putuskan
adalah kehendak dari badan hukum tersebut.

3. Leer van het ambtelijk vermogen

Ajaran tentang harta kekayaan yang dimiliki seseorang dalam


jabatannya (ambtelijk vermogen) merupakan suatu hak yang melekat pada
suatu kualitas. Penganut ajaran ini menyatakan tidak mungkin mempunyai
hak jika tidak dapat melakukan hak itu. Dengan kata lain tanpa daya
kehendak tidak ada kedudukan sebagai subjek hukum.

Untuk badan hukum yang berkehendak adalah para pengurus atau


organ, maka pada badan hukum semua hak itu diliputi oleh pengurus.
Dalam kualitasnya sebagai pengurus mereka adalah berhak, maka dari itu
disebut ambtelijk vermogen.

4. Teori Kekayaan Bersama

Teori ini dikemukakan oleh Rudolf von Jhering (1818-1892). Teori


ini menganggap badan hukum sebagai kumpulan manusia. Kepentingan
badan hukum adalah kepentingan seluruh anggotanya. Menurut teori ini
badan hukum bukan abstraksi dan bukan organisme.

5. Teori Kekayaan Bertujuan

Teori ini dikemukakan oleh A. Brinz. Menurut teori ini bahwa


kekayaan badan hukum itu tidak terdiri dari hak-hak sebagaimana
lazimnya. Kekayaan badan hukum dipandang terlepas dari yang
memegangnya. Disini yang penting bukan siapakah badan hukum itu,
tetapi kekayaan tersebut diurus dengan tujuan tertentu.

6. Teori Kenyataan Yuridis

Teori ini dikemukakan oleh sarjana Belanda, E.M. Meijers. Menurut


Meijers badan hukum itu merupakan suatu realitas, konkrit, riil. Walaupun
tidak dapat diraba, bukan khayal, tetapi suatu kenyataan yuridis.
BAB IV
ANEKA BADAN HUKUM

A. Penggolongan Badan Hukum

1. Pembagian badan hukum menurut macamnya

Menurut landasan atau dasar hukum di Indonesia dikenal dua macam


badan hukum, yaitu :

a. Badan hukum orisinil


b. Badan hukum tidak orisinil

2. Pembagian badan hukum menurut jenisnya


Menurut penggolongan hukum, yaitu hukum publik dan privat
berikut pembagian badan hukum :

a. Badan hukum publik

b. Badan hukum privat

3. Pembagian badan hukum menurut sifatnya


Menurut sifatnya badan hukum dibagi menjadi 2 :

a. Korporasi (corporatie)

b. Yayasan (stichting)
BAB V

SYARAT-SYARAT BADAN HUKUM

A. Syarat-syarat yang Diminta Oleh Perundang-undangan

Persyaratan badan hukum sebagaimana diminta oleh peraturan


perundangan, yaitu :

1. Oleh hukum dengan dua jalan suatu badan atau organisasi dapat dijadikan
badan hukum dengan berpedoman pada Pasal 1653 KUHPerdata, yaitu :

a. Dinyatakan dengan tegas (uitdrukkelijk), bahwa suatu badan atau


organisasi adalah badan hukum

b. Tidak secara tegas disebutkan, tetapi dengan peraturan sedemikian


rupa, bahwa badan itu adalah badan hukum. Hingga dari peraturan
itu dapat ditarik kesimpulan bahwa badan itu ialah badan hukum

2. Perkumpulan, dalam pengertian yang umum itu lazimnya meliputi semua


bentuk perkumpulan baik perkumpulan dalam bidang hukum perdata,
hukum dagang, hukum tata pemerintahan, hukum adat, dan lain
sebagainya. Tetapi perkumpulan yang dimaksud disini adalah
perkumpulan yang terdapat dalam bidang hukum perdata dan hukum
dagang. Perkumpulan tersebut lazimnya dibagi dalam dua golongan, yaitu
:

a. Perkumpulan dalam arti luas, ialah perkumpulan yang ada dalam


bidang hukum dagang dan merupakan bentuk asal dari segala
persekutuan yang sama-sama menjalankan perusahaan, oleh karena
itu perkumpulan merupakan bentuk asal dari bentuk-bentuk
perusahaan dalam lingkungan hukum dagang

b. Perkumpulan dalam arti sempit, ialah perkumpulan yang tidak


termasuk dalam lingkungan hukum dagang karena itu tidak
merupakan bentuk asal dari persekutuan dan sebagainya tadi.
B. Syarat-syarat yang Diminta Oleh Kebiasaan dan Yurisprudensi

Kebiasaan dan yurisprudensi itu merupakan sumber hukum yang


formal. Sehingga apabila tidak ditemukan syarat-syarat badan hukum dalam
perundang-undangan dan doktrin, orang berusaha mencarinya dalam
kebiasaan dan yurisprudensi.

Pengertian Yayasan

Para sarjana hukum Belanda berpendapat bahwa Yayasan (stiching)


adalah suatu badan hukum yang berbeda dengan badan hukum
perkumpulan atau Perseroan Terbatas, tidak mempunyai anggota atau
persero, oleh karena apa yang hal stiching dianggap badan hukum adalah
sejumlah kekayaan berupa uang dan lain-lain benda kekayaan.

Paul Scholten berpendapat bahwa yayasan adalah suatu badan


hukum yang dilahirkan oleh suatu pernyataan sepihak, pernyataan itu
harus berisikan pemisahan suatu kekayaan untuk suatu tujuan tertentu,
dengan memberikan petunjuk bagaimana kekayaan itu harus diurus dan
digunakan.

Selain yayasan, juga ada sesuatu yang dinamakan instellingen (lembaga


umum, atau doel organisatie: organisasi dengan tujuan tertentu). Kekayaan
yang dipisahkan itu lazimnya disebut instelling. Dalam hukum publik
lazimnya lembaga tersebut dinamakan lembaga pemerintah (staatsinstelling)
yaitu suatu lembaga yang didirikan oleh pihak penguasa atau pemerintah
dengan memisahkan sebagian dari kekayaan (negara) sebagai modal dalam
usahanya untuk mencapai tujuan yang dicita-citakannya.

C. Syarat-syarat yang Diminta Oleh Doktrin

Doktrin atau anggapan dari kalangan hukum, baik pendapat seseorang


atau beberapa sarjana/ahli hukum yang lazimnya dengan nama terkenal.
Dalam ilmu hukum, doktrin digunakan sebagai salah satu sumber hukum
yang formal.

Mengenai syarat-syarat yang menentukan suatu organisasi, badan


hukum atau perkumpulan itu badan hukum, kalangan hukum telah
mengemukakan seperti berikut :

1. Sri Soedewi M.S.

Menjelaskan, pertama-tama yang merupakan badan pribadi


(persoon) itu ialah manusia tunggal dan disamping itu oleh hukum dapat
diberikan kedudukan sebagai persoon kepada suatu wujud yang disebut
badan hukum.

2. Wirjono Prodjodikoro

Menjelaskan tentang ukuran atau kriteria badan hukum tersebut,


yakni :

a. Berdasarkan kebutuhan masyarakat

b. Berdasarkan ketentuan Undang-Undang

3. Ali Rido

Mengemukakan syarat-syarat apakah yang dimintakan doktrin yang


dapat dipakai sebagai kriteria untuk menentukan bahwa adanya
kedudukan sebagai suatu badan hukum itu, yaitu :

a. Adanya harta kekayaan yang terpisah

b. Mempunyai tujuan tertentu

c. Mempunyai kepentingan sendiri

d. Adanya organisasi yang teratur.


BAB VI

PERUSAHAAN, PERKUMPULAN, PERSEKUTUAN

BENTUK KERJASAMA

A. Perusahaan

Pihak pemerintah di memorie jawabnya kepada Parlemen, telah


memberi sekedar gambaran, apa yang dimaksud dengan perusahaan itu.
Perusahaan itu dianggap ada, apabila pihak yang berkepentingan bertindak
secara terus-menerus dan terang-terangan dalam kedudukan tertentu untuk
memperoleh keuntungan bagi dirinya sendiri.

Jadi penafsiran dari pengertian perusahaan itu mengandung unsur-


unsur:

1. Terus-menerus

2. Terang-terangan

3. Dalam kedudukan tertentu

4. Dengan maksud mencari keuntungan

Molengraaff mengemukakan bahwa pengertian perusahaan yang


dipakai oleh Undang-Undang adalah pengertian ekonomis. Dikemukakannya
bahwa secara terus-menerus bertindak keluar untuk memperoleh keuntungan
dengan memperdagangkan atau menyerahkan benda-benda atau jasa-jasa.

B. Bentuk Kerja Sama

Pengertian mengenai apa yang dimaksud dengan suatu kerja sama atau
bentuk kerja sama itu, Achmad Ichsan menjelaskan sebagai berikut.

Dalam buku Hukum Perdata I B, mengenai hukum perjanjian atau


hukum perikatan telah diberikan landasan pengertian tentang persetujuan
yang merupakan suatu permufakatan atau persepakatan antara pihak-pihak
yang mengadakan, yang kemudian menimbulkan suatu perikatan bagi
masing-masing pihak dan perjanjian terhadap satu sama lain. Perikatan ini
dimana masing-masing pihak masih diikat oleh janji-janji yang telah diadakan
antara masing-masing , kemudian menjelma menjadi suatu kerja sama yang
bersifat terus-menerus akhirnya menimbulkan suatu bentuk lembaga kesatuan
kerja sama yang berbentuk badan dengan sebutan perkumpulan
(verenigingswezen).

Seperti yang telah dikemukakan, maka adanya bentuk-bentuk kerjasama


itu disebabkan karena adanya tujuan bersama yang ingin dicapai secara
bersama. Maka berdasarkan tujuan itu, dapat diadakan penggolongan dalam
bentuk kerjasama sebagai :

1. Bertujuan mencapai keuntungan kebendaan

a. Maatschap

b. Firma

c. Firma Komanditer

d. Perseroan Terbatas (PT)

e. Rederij

2. Bertujuan mencapai kepentingan kebendaan

a. Koperasi

b. Maskape pertanggungan saling-menjamin

c. Zedelijke lichamen

Apabila ditinjau dari struktur hukumnya bentuk-bentuk kesatuan


kerjasama itu dapat digolongkan dalam :

1. Berbadan hukum

2. Tidak berbadan hukum.


C. Perkumpulan

1. Penggolongan Perkumpulan

Secara skematis, H.M.N. Purwosutjipto membagi perkumpulan


sebagai berikut :

a. Perkumpulan dalam arti sempit

b. Perkumpulan dalam arti luas

Perkumpulan dalam arti sempit

Perkumpulan dalam arti sempit, yakni perkumpulan yang tidak


menjadi bentuk bentuk asal dari persekutuan dan sebagainya.
Perkumpulan itu berdiri sendiri terpisah dari lainnya dan biasanya diatur
dalam peraturan perundangan. Tujuan dari perkumpulan dalam arti
sempit ini adalah non-ekonomis dan diatur dalam peraturan perundangan
tertentu.

Perkumpulan dalam arti luas

Perkumpulan dalam arti luas ialah perkumpulan yang merupakan


bentuk asal dari persekutuan, koperasi dan perkumpulan saling
menanggung.

D. Persekutuan

1. Pengertian Maatshap

Batasan yuridis tentang maatschap dimuat dalam KUHPerdata Pasal


1618 yang dirumuskan sebagai berikut, bahwa Persekutuan adalah suatu
persetujuan dengan mana dua orang atau lebih mengikatkan diri untuk
memasukkan sesuatu ke dalam persekutuan, dengan maksud untuk
membagi keuntungan yang terjadi karenanya.
Menurut R. Subekti yang dinamakan persekutuan adalah suatu
perjanjian antara dua orang atau lebih untuk berusaha bersama-sama
mencari keuntungan yang akan dicapai dengan jalan masing-masing
memasukkan sesuatu dalam suatu kekayaan bersama.

2. Sifat Pendirian Maatschap

Undang-Undang tidak menentukan mengenai cara pendirian


maatschap itu, sehingga perjanjian maatschap bentuknya bebas
(voormlos). Tetapi dalam praktek hal ini dilakukan dengan akta otentik
atau akta dibawah tangan. Juga tidak ada ketentuan yang mengharuskan
pendaftaran dan pengumuman bagi maatschap, hal ini sesuai dengan sifat
maatschap yang tidak menghendaki terang-terangan.

3. Sifat Kepribadian Keanggotaan Maatschap

Keanggotaan pada suatu maatschap, sedikit banyak penekanan


keanggotaannya diletakkan pada sifat kapasitas kepribadian (persoonlijke
capaciteit) dari orang yang bersangkutan. Jadi pada asasnya maatschap
terikat pada kapasitas kepribadian masing-masing anggota dan cara
masuk-keluarnya ke dalam maatschap ditentukan secara statutair, artinya
keluar masuknya anggota tidak bebas.

Sifat kepribadian dari peserta maatschap lebih diutamakan seperti


sama-sama seprofesi, hubungan keluarga, atau pertemanan. Walaupun ada
aturan masuk atau keluarnya peserta, tetapi hal ini tidak boleh mengurangi
sifat kapasitas kepribadian yang melekat pada para pesertanya.

4. Berakhirnya Maatschap

Ada beberapa cara maatschap dapat berakhir. Pasal 1646


KUHPerdata menentukan beberapa cara atau sebab maatschap berakhir,
yaitu :

a. Dengan lewatnya waktu untuk mana maatschap telah diadakan

b. Dengan musnahnya barang atau diselesaikannya perbuatan yang


menjadi pokok dari maatschap
c. Atas kehendak semata-mata dari beberapa atau seorang peserta

d. Jika salah seorang peserta meninggal dunia atau diatur dibawah


pengampuan atau dinyatakan pailit.

Suatu maatschap yang didirikan untuk jangka waktu tertentu, tidak


boleh dituntut untuk dibubarkan oleh salah seorang peserta sebelum
jangka waktu lewat, kecuali jika ada alasan-alasan yang sah (Pasal 1647
KUHPerdata).

Sebaliknya maatschap yang didirikan untuk waktu yang tidak


terbatas hanya dapat dibubarkan atas kehendak beberapa atau seorang
peserta, pembubaran itu dengan pemberitahuan penghentian maatschap
kepada para peserta yang harus dilakukan dengan itikad baik dan tidak
dilakukan dengan tidak mengindahkan waktu (Pasal 1649 KUHPerdata).
BAB VII

KEDUDUKAN HUKUM DARI BADAN HUKUM

Dalam ilmu hukum, menurut Meijers yang disebut sebagai persoon adalah
siapa saja atau badan apa saja yang dapat menjadi subjek dari hak dan kewajiban.

Badan hukum adalah segala sesuatu yang berdasarkan tuntutan kebutuhan


masyarakat yang demikian itu oleh hukum diakui sebagai pendukung hak dan
kewajiban.

A. Akibat-akibat Umum Dari Kedudukan Sebagai Badan Hukum

Akibat-akibat umum artinya akibat-akibat yang dapat di saring dari


Undang-Undang mengenai badan-badan yang diaturnya, yang akibat-akibat
itu berlaku terhadap semua bentuk badan hukum. Disamping akibat-akibat
umum tiap-tiap bentuk tersendiri mempunyai akibat atau aturan-aturan
khusus.

A.Pitlo sesudah membicarakan aturan-aturan umum kemudian


membicarakan akibat-akibat khusus mengenai perkumpulan (vereniging) dan
yayasan (stichgting). Mengenai akibat khusus bentuk-bentuk lainnya masuk
lingkungan hukum dagang.

B. Kemampuan Badan Hukum

Akibat pertama ialah mengenai kemampuan badan hukum


(rechtsbevoegheid). Dalam lapangan hukum kekayaan pada asasnya badan
hukum sepenuhnya sama dengan orang, sehingga selain dengan tegas sebagai
dikecualikan, badan hukum mempunyai kemampuan dalam hukum perikatan
dan kebendaan. Badan hukum mampu melakukan hubungan-hubungan
hukum atau mengadakan perjanjian-perjanjian baik tertulis atau tidak tertulis
dengan pihak ketiga, badan hukum mempunyai hak-hak perdata baik atas
benda-benda bergerak dan tidak bergerak, berwujud maupun tidak berwujud.
Badan hukum dapat memakai nama dan dapat pula melakukan perbuatan-
perbuatan melawan hukum.

Pengecualian dan pembatasan terhadap kemampuan badan hukum


biasanya diatur secara tegas dalam peraturan peraturan perundangannya.
Seperti menurut Undang-Undang Pokok Agraria, badan hukum tak dapat
mempunyai hak milik atas tanah, kecuali badan-badan hukum tertentu saja.
Dalam KUHPerdata terdapat juga pembatasan, yaitu mengenai hak pakai
hasil tersebut dalam Pasal 810 bahwa hak pakai hasil kepada badan hukum
berlangsung tidak lebih dari tiga puluh tahun. Sedangkan Pasal 808 kepada
orang, berakhir sampai matinya orang terakhir dari beberapa orang pemegang
hak itu (ayat 1). Disamping itu menurut Pasal 808 ayat (2) jika badan hukum
sudah bubar sebelum tiga puluh tahun, hak pakai hasil berhenti.

C. Hak-hak Atas Tanah Bagi Badan Hukum

Hukum Agraria Nasional sebagaimana tertuang di dalam Undang-


Undang Pokok Agraria (UUPA) Nomor 5 Tahun 1960 telah mengatur antara
lain mengenai hak-hak atas tanah. Pasal 16 UUPA menentukan hak-hak atas
tanah yang mana saja yang dapat dimiliki oleh subjek hukum, yaitu :

1. Hak-hak atas tanah sebagai dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), adalah :

a. Hak milik

b. Hak guna usaha

c. Hak guna bangunan

d. Hak pakai

e. Hak sewa

f. Hak membuka tanah

g. Hak memungut hasil hutan


h. Hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut diatas
yang akan ditetapkan dengan Undang-Undang serta hak-hak yang
sifatnya sementara sebagai yang disebutkan dalam Pasal 53.

2. Hak-hak atas air dan ruang angkasa sebagai yang dimaksud dalam Pasal 4
ayat (3), adalah :

a. Hak guna air

b. Hak pemeliharaan dan penangkapan ikan

c. Hak guna ruang angkasa.

Mengenai badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan


berkedudukan di Indonesia dapat mempunyai semua macam hak atas tanah
kecuali hak milik terbatas pada badan-badan hukum yang ditetapkan oleh
pemerintah dengan peraturan perundang-undangan saja.

Dengan tujuan agar tidak merugikan kepentingan-kepentingan umum


maka luas hak atas tanah yang dapat dimiliki dan dikuasai oleh seseorang
atau badan hukum dibatasi. Tidak diperkenankan melebihi suatu batas
maksimum tertentu, sebagaimana antara lain telah diatur dengan Undang-
Undang Nomor 56 Prp. Tahun 1960 tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian.

Pada dasarnya badan hukum tidak mungkin mempunyai tanah dengan


hak milik, kecuali ditentukan oleh UU atau peraturan lainya, seperti yang
ditentukan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1963, yaitu :

1. Bank-bank yang didirikan oleh negara, seperti :

a. IMA (S. 1939/570)

b. Ind. Verenigingen (S. 1939/570)

c. BIN (LN. 1952-21)

d. BTN (LN. 1955-137)

e. BNI (LN. 1955-2)


f. Badan Perusahaan Produksi Bahan Makanan Dan Pembukaan Tahun
(LN. 1959-85)

g. Bank Umum Negara (LN. 1959-60)

h. BDN (LN. 1960-39)

i. Bank Rakyat Indonesia (LN. 1951-80 jo. 1960-41)

j. Bank Pembangunan Indonesia (LN. 1960-65).

2. Perkumpulan-perkumpulan koperasi pertanian yang didirikan berdasarkan


Undang-Undang Nomor 79 Tahun 1958

3. Badan-badan keagamaan yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian/Agraria


setelah mendengar Menteri Agama

4. Badan-badan sosial yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian/Agraria setelah


mendengar Menteri Sosial.

D. Tempat Kedudukan Badan Hukum

Manusia atau orang mempunyai domicilie (tempat kedudukan) dan


disebut tempat kediaman (woonplaats), sedang bagi badan hukum disebut
zetel. Pentingnya tempat kedudukan badan hukum sama saja seperti domicilie
orang, yaitu untuk menentukan ke Pengadilan/Hakim mana badan hukum itu
harus digugat.

Menuru de heersen de leer, tempat badan hukum itu ialah pusat bekerja
dari badan hukum itu. Tetapi lazimnya dalam anggaran dasar sudah
ditentukan tempat kedudukan badan hukum itu. Kalau tempat kedudukan
statutair itu sama dengan kedudukan pimpinan yang sebenarnya, tidaklah
merupakan persoalan. Tetapi seringkali terjadi tempat kedudukan yang
ditentukan dalam anggaran dasar itu berlainan dengan tempat kedudukan
yang sebenarnya. Jika berlainan, maka yang dianggap sebagai tempat
kedudukan yang sebenarnya (dimana pengurus ada), kecuali bila Undang-
Undang menentukan lain.
E. Badan Hukum Dalam Hukum Acara Perdata

Badan hukum sebagai persoon dalam hukum acara perdata juga sebagai
subjek hukum, artinya badan hukum itu dapat juga menjadi pihak yang
berperkara. Dalam hukum acara perdata badan hukum selalu diwakili dan
yang mewakilinya adalah organnya yang berhak menurut Undang-Undang
atau anggaran dasar (Pasal 1655 KUHPerdata).

Pengurus dari badan hukum berhak bertindak sebagai penggugat atau


tergugat dalam suatu perkara perdata. Menurut Pasal 8 ayat (2) Rv yang
sekarang sudah tidak berlaku lagi, menyatakan bahwa badan hukum dapat
menjadi pihak dalam acara perdata. Dalam HIR/Rbg, tidak ada ketentuan
seperti dalam Rv tersebut.

Dalam hukum acara perdata terdapat dua pengertian mengenai apa yang
disebut process partij, yaitu :

1. Materieele partij, yaitu orang yang haknya diperkarakan

2. Formeele partij, yaitu orang yang harus bertindak sebagai wakil dalam
suatu perkara.

Dalam badan hukum sebagai materieele partij adalah badan hukum itu
sendiri sedangkan organ yang mewakilinya adalah formeele partij. Jadi yang
sudah terang kepribadian hukum dalam badan hukum itu dalam hukum acara
perdata sudah merupakan suatu pengertian yang sudah ada antara lain seperti
dalam ketentuan Rv tersebut.

F. Perbuatan Hukum Dari Badan Hukum

1. Peristiwa hukum dan perbuatan hukum

Dalam pergaulan kemasyarakatan sehari-hari terjadi peristiwa-


peristiwa yang menimbulkan akibat yang diatur oleh hukum. Setiap
peristiwa kemasyarakatan menimbulkan akibat yang diatur hukum.
Hanyalah peristiwa tertentu yang disebut oleh hukum. Peristiwa
kemasyarakatan yang membawa akibat yang diatur hukum disebut
peristiwa hukum atau kejadian hukum (rechtsfeit).

Meijers mengemukakan bahwa sesuatu peraturan hukum barulah


dijalankan apabila syarat-syarat yang disebut dalam peraturan hukum itu
telah dipenuhi. Peristiwa-peristiwa kemasyarakatan yang memenuhi
syarat-syarat itu disebut peristiwa hukum. Dengan kata lain
pengkonrektisasi peraturan hukum terjadi karena peristiwa hukum.

Suatu perbuatan hukum adalah setiap perbuatan yang akibatnya


diatur oleh hukum, karena akibat itu boleh dianggap menjadi kehendak
dari yang melakukan perbuatan itu.

Suatu perbuatan hukum yang bersegi satu adalah setiap perbuatan


yang berakibat hukum dan akibat hukum ditimbulkan oleh kehendak satu
subjek hukum, yaitu satu pihak saja (yang melakukan perbuatan itu).
Perbuatan hukum yang bersegi dua adalah setiap perbuatan yang akibat
hukumnya ditimbulkan oleh kehendak dua subjek hukum yaitu dua pihak
atau lebih.

2. Perbuatan hukum badan hukum

Dalam Undang-Undang atau anggaran dasar maupun dalam


anggaran rumah tangga suatu badan hukum, biasanya ditunjuk siapa yang
dapat melakukan perbuatan hukum untuk badan hukum.

Badan hukum dalam melakukan suatu perbuatan hukum tentu saja


dengan perantaraan orang, sebab badan hukum hanya suatu pengertian,
yang bertindak selalu orang. Pasal 1654 KUHPerdata menentukan bahwa
semua badan hukum yang sah sama seperti orang-orang untuk melakukan
perbuatan perdata. Jadi, badan-badn hukum pada umumnya berwenang
untuk melakukan perbuatan-perbuatan hukum. Menurut Pasal 1655
KUHPerdata para pengurus yang bertindak untuk badan hukum telah
diatur dalam surat pendiriannya.
Segala sifat dari perbuatan si wakil dianggap sifat perbuatan badan
hukum sendiri. Tegasnya apakah di situ ada dwaling, bedrog, dan
sebagainya itu semua dianggap juga ada pada badan hukum.

Dasar dari kewenangan mewakili itu ialah karena wakil dari badan
hukum ini merupakan orgaan (alat perlengkapan) dari badan hukum.
Orgaan menurut Pitlo adalah orang-orang atau kelompok orang yang
tugasnya di dalam badan hukum itu merupakan essentialia dari organisasi
itu. Organ yang demikian seperti pengurus, direksi, komisaris dan dewan
komisaris. Karena orgaan memiliki kewenangan mewakili.

G. Perbuatan Melawan Hukum Dari Badan Hukum

Asas hukum perikatan, bahwa manusia yang satu tidak terlepas dari
manusia yang lain. Dalam masyarakat sedemikian ini manusia yang satu
menghormati manusia yang lain, karena manusia itu adalah subjek hukum.
Jika manusia yang satu tidak mengindahkan manusia yang lain, maka ia
mengganggu tertib masyarakat, sehingga ia dapat di beri peringatan.

Istilah perbuatan melawan hukum (onrechtmatigedaad) yang tercantum


dalam Pasal 1365 KUHPerdata diterjemahkan dengan istilah yang tidak
beragam, seperti perbuatan yang bertentangan dengan hukum, perbuatan
melanggar hukum, perbuatan tanpa hak, dsb.

Maksud dari isi Pasal 1365 KUHPerdata tidak semata-mata mengatur


tentang perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh rakyat biasa akan
tetapi dapat pula diperuntukkan bagi badan pemerintah. Apabila tindakan-
tindakan pihak yang dituduh melakukan perbuatan melawan hukum ternyata
masih dalam batas-batas wewenangnya serta berdasarkan ilmu pengetahuan
di bidang yang bersangkutan, maka tidaklah terdapat unsur melawan hukum
pada tindakan-tindakan tersebut.

Masalah perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh badan hukum


adalah persoalan yang perlu diketahui dan sangan penting bagi badan hukum.
Bahwa badan hukum adalah bertanggung jawab, artinya dapat digugat untuk
perbuatan-perbuatannya yang melawan hukum yang dilakukan oleh orgaan
nya sebagai organ.

H. Perbuatan Melawan Hukum Oleh Penguasa

Pengertian mengenai perbuatan melawan hukum oleh penguasa itu


dapat dipahami dari pendapat-pendapat Mahkamah Agung Belanda (Hoge
Raad). Bahwa Indonesia mengikuti yurisprudensi Belanda, hal ini terlihat
pada putusan Mahkamah Agung No. 838 K/Sip/1970 tertanggal 20 Januari
1971 yang pendapatnya mengenai perbuatan melawan hukum oleh penguasa
itu dapat disejajarkan dengan pendapat Hoge Raad dalam putusan tanggal 20
November 1924, yaitu Ostermann Arrest. Dalam hubungan ini, Ketua
Mahkamah Agung Republik Indonesia meminta perhatian para hakim yang
dalam mengalami perkara-perkara perdata dimana pemerintah digugat dengan
dasar perbuatan melawan hukum itu agar melihat hal-hal yang disebut dalam
SE MA RI No. MA/Pemb/0159/1977 tanggal 25 Februari 1977 dan
perumusan dengan jiwa dan kesadaran hukum Indonesia.

Walaupun demikian, dalam menentukan apakah perbuatan penguasa itu


melawan hukum atau tidak, harus pula diperhatikan kebijaksanaan otonomi
dari penguasa. Tugas penguasa itu sangat luas sekali dan di dalam
pelaksanaan tugas itu seringkali tidak dapat dihindari timbulnya pihak yang
dirugikan sementara di pihak lain pihak memperoleh keuntungan.
BAB I

PERWAKILAN PADA UMUMNYA

A. Perwakilan di Dalam Sejarah

Hukum kita berasal dari hukum Romawi yang sampai kepada kita lewat
hukum Perancis dan Belanda dengan asas konkordansi. Dalam hukum
Romawi berlaku asas bahwa akibat dari suatu perbuatan hukum hanya
diterima oleh orang yang berbuat itu sendiri.

Apabila orang ingin memperoleh sesuatu hak dengan perantaraan orang


lain, maka si wakil harus terlebih dahulu secara pribadi dijadikan subjek dari
perbuatan hukumnya dan seluruh akibat hanya dia sendiri yang
memperolehnya. Dengan perbuatan hukum kedua, maka hak-hak yang telah
diperolehnya dipindah tangankan pada orang yang berkepentingan
sesungguhnya, dengan kata lain yang dikenal di Roma hanyalah perwakilan
tidak langsung.

Di dalam hukum Romawi klasik pada umumnya tidak dikenal


perwakilan langsung. Walaupun demikian ada beberapa pengecualian
terhadap prinsip yang ketat ini. yang terpenting adalah bahwa orang dapat
memperoleh penguasaan (bezit) dengan perantaraan procutor (orang yang
bebas). Selanjutnya diadakan pengecualian pada perolehan hak milik, hak
gadai. Pada perjanjian terakhir ini maka orang atas nama siapa telah
dipinjamkan sesuatu dapat langsung menuntutnya kembali dari yang
menerimanya.

B. Teori Mengenai Perwakilan


Mengenai perwakilan, kesimpulan-kesimpulan yang ditarik para sarjana
menimbulkan tiga teori, yaitu teori representasi atau teori fiksi, teori organ
dan teori kooperasi.

Teori representasi atau fiksi yang timbul di Jerman, mengatakan bahwa


si wakil lah yang melakukan perbuatan. Dia tidak hanya berbuat/bertindak
realiter, tapi juga dialah yang yuridis menyatakan kehendaknya. Berdasarkan
suatu fiksi maka akibat hukum dari perbuatannya/tindakannya dipindahkan
pada prinsipalnya.

Teori organ (orgaantheorie) yang juga dinamakan nuntius-theorie,


yang dasarnya diletakkan oleh von savigny. Menurut teori ini, maka si wakil
hanyalah orgaan yang tersedia untuk orang yang diwakili (prinsipal). Si wakil
itu hanya melakukan perbuatan nyatanya saja, sedang kontraktant
sesungguhnya adalah orang yang diwakili, yang kehendaknya untuk
terjadinya hubungan hukum itu.

Teori yang ketiga adalah cooperatie-theorie (teori koperasi) yang


merupakan kombinasi dari dua teori sebelumnya yaitu teori representasi dan
teori organ dimana perbuatan yang dilakukan oleh si wakil atas nama
prinsipal terjadi karena sesungguhnya ada kerjasama yuridis antara si wakil
dan orang yang diwakili.

C. Perwakilan Langsung Dan Tidak Langsung

Pembedaan antara perwakilan langsung dan perwakilan tidak langsung,


bukanlah suatu pembedaan yang tanpa arti. Masing-masing mempunyai daya
kerja sendiri-sendiri.

Baik pada perwakilan langsung maupun pada perwakilan tidak


langsung selalu ada tiga orang, yang masing-masing berbeda kualitasnya dan
demikian juga kepentingannya. Yaitu : orang ketiga (pihak ketiga), orang
perantara (penerima perintah) dan orang dibelakang layar (pemberi perintah).
Dalam dua macam perwakilan itu maka si wakilah yang nyata-nyata
berhubungan dengan orang ketiga itu berpindah kepada orang yang diwakili.
Contemplatio domini.

Pada perwakilan tidak langsung, si wakilah yang memperoleh hak dan


kewajiban sebagai akibat tindakannya atau perbuatannya, (hak dan kewajiban
mana) kemudian harus diserahkannya kepada orang yang diwakili. Sedang
pada perwakilan langsung orang yang diwakili secara langsung masuk dalam
hubungan hukum yang ditimbulkan oleh perbuatan si wakil. Jadi dalam hal
yang pertama, untuk mencapai tujuannya harus ada dua perbuatan hukum,
sedang dalam hal kedua hanya diadakan satu perbuatan hukum.

D. Dualisme Peraturan Pada Perwakilan Tidak Langsung

Semua hubungan hukum yang mengenai perwakilan tidak langsung,


ada persamaannya, yaitu : ada dualisme peraturan hukum yang menguasai
hubungan hukum itu. Wakil tidak langsung berbuat atas namanya sendiri dan
memperlihatkan dirinya sendiri sebagai pihak, akan tetapi ia melakukan hal
itu guna orang lain. Akibatnya adalah, bahwa meskipun peraturan mengenai
berbuat atas nama sendiri adalah primair, akan tetapi juga kepada unsur
perwakilan harus diberikan peranan di dalam hubungan hukum itu.

E. Perkara Cense Dan Van der Linden

Pernah di antara para sarjana hukum timbul diskusi tentang hal itu
disebabkan pembedaan oleh Scholten antara volmact (kuasa) dan aanstelling
(pengangkatan). Menurut Scholten maka aanstelling adalah perintah untuk
melakukan pekerjaan yang menurut Undang-Undang atau kebiasaan
mengandung wewenang mewakili.

Bekas muridnya yaitu Bregstein dan Van der Grinten melawan


pendapat Scholten dengan mengatakan bahwa isi dari suatu perjanjian pada
mana terjadi aanstelling (pengangkatan) itu ikut ditentukan oleh Undang-
Undang, kebiasaan dan keadilan. Demikianlah menurut Pasal 1339 BW.
Barangsiapa mengangkat seseorang dalam jawaban tertentu dengan demikian
juga memberikan wewenang mewakili yang oleh Undang-Undang, kebiasaan
dan kepatutan dihubungkan dengan fungsi itu, meskipun yang demikian itu
tanpa disadari. Jadi wewenang mewakili dalam pandangan itu berdasarkan
perjanjian pengangkatannya, karena itu juga berdasarkan kehendak dari orang
yang mengangkatnya dan karena itu juga berdasarkan volmacht (pemberian
kuasa).

F. Undisclosed Principal

Di dalam hukum negara-negara Inggris dan Amerika maka


“Undisclosed principal” adalah “a principal whose existence is not known at
the time of the transaction to the person dealing with the agent.”
Perhatiannya jatuh pada kata “existence”. Jadi orang berbicara tentang
undisclosed principal apabila pihak ketiga pada saat transaksinya diadakan,
tidak mengetahui adanya orang di belakang layar. Apabila pihak ketiga
mengetahui (atau menduga) bahwa ada orang dibelakang layar.
BAB II

PERWAKILAN BERDASARKAN KEHENDAK

A. Lastgeving (Pemberian Perintah) Dan Perwakilan

Lastgeving dan machtiging adalah sumber dari volmatch (kuasa


mewakili). Dalam bahasa Indonesia biasanya lastgeving, volmatch maupun
mactiging diterjemahkan dengan kata “kuasa”, padahal tiga-tiganya berbeda
dan harus dibedakan, “pemberian perintah” untuk lasgeving, volmacht
digunakan utuk kata “kuasa”, dan machtinging digunakan kata “peberian
kuasa”. Letak perbedaan dari ketiganya ialah lastgeving dapat terjadi tanpa
pemberian upah, sedang perjanjian kerja dan perjanjian melakukan pekerjaan
berkala diadakan selalu mendapatkan upah.

B. Lastgeving (Pemberian Perintah)

Dalam pasal 1792 B.W. pembuat undang-undang merumuskan


lastgeving sebagai: suatu perjanian , pada orang yang memberikan perintah
kepada oranfg lain dan orang lain itu menerima perintahnya untuk melakukan
suatu perbuatan untuk nama si pemberi perintah. Jika dibandingkan dengan
definisi dari dari pasal 1984 C.C yaitu terdapat pada kata mandat atau
prokurasi, dalam definisi ini banyak menimbulkan kritik dari para sarjana
hukum. Kata macht (kuasa) menimbulkan kesan seolah-olah sipenerima
perintah itu dibebani suatu kewajiaban untuk melaksanaka perintah yang telah
diterimanya.
C. Sumber-sumber Pengertian Lastgeving (Pemberian Perintah)

Perjanjian pemberian perintah (lastgeving) di dalam hukum Romawi


sudah dikenal dan merupakan suatu pranata hukum yang terkenal. Meskipun
para sarjana hukum telah membahas perjanjian ini secara panjang lebar, akan
tetapi mereka tidak pernah memberanikan diri untuk memberikan definisi dari
pengertian lastgeving. Dimanapun dicari, tidak terdapat penetapan tentang
apa yang dimaksud dengan “mandatum” itu. Bahwa di dalam hukum Romawi
“mandatum”adalah suatu perjanjian, ternyata dari syarat adanya persesuaian
kehendak.

D. Ciri-ciri Lastgeving

Menurut Pasal 1792 BW pembuat Undang-Undang memberi


pembatasan lastgeving sebagai suatu perjanjian pada mana seseorang
memberikan kekuasaan pada orang lain dan orang lain itu menerima
kekuasaan untuk melakukan sesuatu atas namanya si pemberi perintah.

Apakah yang membedakan “lastgeving” dari perjanjian lain dimana


seseorang melakukan sesuatu untuk orang lain?

Pertama-tama yang terang ialah bahwa lasgeving adalah suatu


perjanjian, yaitu suatu perjanjian timbal balik karena terjadinya disebabkan
oleh pernyataan kehendak dari dua orang dan karena itu tidak hanya
menimbulkan hak saja, tetapi juga menimbulkan kewajiban. Karena itu
lastgeving berbeda dari volmacht. Karena Undang-Undang sendiri
mengatakan bahwa lastgeving itu adalah suatu perjanjian maka kata macht
atau kekuasaan, adalah kurang tepat dan yang lebih baik adalah kata perintah,
karena lastgeving tidak hanya menimbulkan kewenangan pada si wakil, tapi
juga menimbulkan kewajiban.

E. Atas Nama Sebagai Ciri Adanya Kuasa (Untuk Mewakili)


Pada umumnya orang berpendapat bahwa, hubungan antara pihak-pihak
dalam perjanjian dapat dirumuskand demikian pihak adalah orang atas nama
siapa perjanjian diadakan. Dalam rumusan yang demikian maka harus
diadakan perbedaan antara dua macam kejadian. Yang pertama adalah
kejadian pada mana orang yang nyata-nyata berbuat itu, berbuat atas namanya
sendiri. Yang kedua adalah kejadian pada ana orang yag nyata-nyata berbuat
itu, berbuat atas nama orang lain.

Apabila orang yang nyata-nyata berbuat, berbuat atas namanya sendiri


maka tidak ada perwakilan. Orang yang nyata-nyata berbuat itu sendirilah
yang menjadi pihak dalam perjanjian. Barang siapa melakukan perbuatan atas
nama orang lain bukanlah pihak melainkan menjadikan orang lain sebagai
pihak. Jadi dalam perumusan di atas maka pihak adalah atas nama siapa
perjanjian itu dibuat.

F. Kriteria Terang-terangan Untuk Orang Lain

Ada suatu kelompok orang karena jabatannya bertindak dalam


kedudukan sebagai wakil, seperti misalnya komisioner makelar.

Baik orang yang berhubungan dengan seorang makelar, maupun orang


yang berhubungan dengan seorang komisioner, mengetahui bahwa yang
bersangkutan itu bertindak untuk seorang prinsipal.

Memang istilah terang-terangan sudah cukup terang. Tetapi dalam


praktek ada macam-macam tingkat terang-terangan bertindak seperti orang
yang baru pertama kali dilihat.

G. Arrest Noordermeer Melawan Kotamadya Rotterdam

Inti dari arrest Noordermeer melawan Kotamadya Rotterdam adalah


perwakilan tersembunyi. Kasusnya adalah tuan De Klerk telah menjual
kepada N.V. Noordermeer suatu partij bawang dan kemudian untuk keperluan
N.V. Noordermeer tersebut bawang-bawang itu telah disimpankannya dalam
ruangan yang berada di atas persil dari tuan De Klerk. Dalam ruangan itu juga
terdapat bawang-bawang dati tuan De Klerk sendiri.

H. Pertanggung Jawaban Dalam Hubungan Tiga Pihak

Pada mulanya perwakilan adalah bentuk hukum pada mana seseorang


melakukan perbuatan atas nama orang lain atau berdasarkan wewenang yang
diberikan orang lain untuk mengikatkan orang lain itu. Akan tetapi kemudian
(sesudah Scholten) perwakilan berkembang menjadi bentuk hukum pada
mana seseorang melakukan perbuatan hukum yang dipertanggung jawabkan
kepada orang lain daripada orang yang melakukan perbuatan.

I. Synthese Dari Bidang Lahiriah Dan Bidang Batiniah Dari Perwakilan

Hukum ternyata menjangkau lebih jauh dari kehendak subjektif. Selain


itu sering kali hukum menganggap ada wewenang, dimana dalam kenyataan
wewenang demikian itu tidak ada. Hal ini berarti bahwa perwakilan tidak
mungkin hanya merupakan berbuat berdasarkan wewenang yang diberikan
orang untuk mengikat orang lain. Juga di dalam pengertian perwakilan harus
terjadi perkembangan seperti dalam pengertian pihak yaitu perkembangan
dari kehendak subjektif ke arah kehendak objektif.

J. Machtiging Harus Ditujukan Kepada Siapa?

Machtiging tidak sama dengan Lastgeving. Lastgeving (pemberian


perintah) adalah suatu perjanjian. Tidak demikian dengan machtiging
(pemberian kuasa) adalah suatu pernyataan sepihak dari si pemberi kuasa
yang menyebutkan tentang kehendaknya untuk diwakili.

Menurut penulis, maka kehendak dari prinsipal untuk diwakili harus


diberitahukan atau pada si wakil atau pada si pihak ketiga.
K. Apabila Ada Lebih Dari Seorang Pemegang Kuasa

Biasanya dibedakan antara kuasa kolektif, kuasa solider, dan kuasa


alternatif.

Pada kuasa kolektif maka para pemegang kuasa harus berbuat bersama-
sama. Pada kuasa solider maka masing-masing dari para pemegang kuasa
bebas untuk melakukan tugasnya sendiri. Kemungkinan ketiga adalah kuasa
alternatif pada mana para pemegang kuasa hanya berwenang secara alternatif.

L. Haruskah Si Kuasa/Wakil Berbuat Sendiri?

Pada umumnya baik di dalam hukum Belanda maupun di dalam hukum


Perancis diajarkan bahwa kuasa/wakil apabila di dalam surat kuasanya tidak
ditentukan apa-apa selalu boleh memindah-tangankan kuasa mewakili kepada
orang lain. Orang-orang dalam perbuatan demikian biasanya berpegangan
pada Pasal 1803 BW.

Namun di dalam rancangan BW yang baru dari Meyers pada asasnya


pemindahan kuasa dinyatakan terlarang, kecuali dalam tiga kejadian yang
disebutkan limitatif di dalam Undang-Undang saja, diberikan kemungkinan
untuk pemindahan kuasa.

Oleh karena mengenai boleh atau tidak diadakan pemindahan


(substitusi) kuasa itu ada perbedaan pendapat, maka sebaiknya di dalam akta
pemberian kuasa ditegaskan mengenai hal itu.

M. Ondervolmacht Dan Substitusi

Ondervolmacht berbeda dari sustitusi. Pada umumnya pemegang kuasa


berhak untuk menempatkan orang lain sebagai gantinya untuk mewakili si
pemberi kuasa. Penempatan orang lain sebagai pengganti itu dapat terjadi
dengan dua cara, yaitu ondervolmacht dan substitusi tadi.
Pada ondervolmacht maka seorang pemegang kuasa memberikan kuasa
lagi kepada seorang pemegang kuasa yang lain. Pemegang kuasa yang
pertama terikat kontraktual baik kepada pemberi kuasa maupun kepada
pemegang kuasa yang kedua. Ia tetap berada dalam rangkaian, ia tidak
meninggalkan ikatannya dengan pemberi kuasa.

N. Kuasa (Volmacht)

Volmacht (kuasa) adalah wewenang yang oleh seseorang diberikan


kepada orang lain untuk atas namanya melakukan perbuatan hukum. Hakikat
dari kuasa (volmacht) adalah bahwa si wakil dapat dan boleh bertindak
seolah-olah ia sendiri adalah orang yang memberikan kuasa.

O. Luas Volmacht (Kuasa Mewakili)

Dalam praktek dibedakan antara speciale dan generale volmacht (kuasa


khusus dan kuasa umum) mengingat perbuatan hukumnya yang harus
dilakukan itu bersifat umum atau khusus. Akan tetapi ini bukan dua
pengertian yang berlawanan.

P. Volmachti Dan Machtiging (Pemberian Kuasa)

Pada umumnya volmacht dianggap suatu wewenang. Jadi volmacht ada


karena machtiging (yaitu pernyataan dari si pemberi volmacht bahwa ia
memberikan kuasa untuk mewakili kepada orang yang diberi kuasa,
wewenang atau hak untuk mengikatnya terhadap pihak ketiga.

Q. Hubungan Antara Lastgeving Dan Machtiging

Perwakilan langsung maupun tidak langsung dahulu sudah dikenal,


akan tetapi belum disadari mengenai arti kekuasaan mewakili, berhubung
dengan hubungan hukum yang menjadi dasarnya. Belum disadari bahwa
lastgeving dan machtiging adalah dua pengertian yang berbeda dan mandiri,
dan juga tidak disadari bahwa volmacht merupakan syarat mutlak bagi akibat
hukum perwakilan.

R. Selbsteintrit

Persoalan apakah pemegang kuasa berwenang pada perbuatan hukum


yang dikuasakan kepadanya bertindak sendiri sebagai pihak lainnya dari
pemberi kuasa, tidak dapat dijawab sama untuk semua kejadian.
Pertanyaannya adalah apakah dia sendiri boleh bertindak sebagai pihak
lainnya? Mengenai hal ini yaitu apakah selbsteintrit diperbolehkan.

Pada umumnya itu tidak dilarang. Larangan umum dalam Undang-


Undang tidak ada, dan dari Pasal 262 BW ternyata, bahwa pembuat UU
memungkinkannya. Namun dalam beberapa hal pembuat UU melarang
selbsteintrit conthnya pada Pasal 1470 BW ayat (2). Namun dapat
disimpulkan para pihak dapat menentukan dengan tegas apakah si pemegang
kuasa dapat mengadakan perjanjian dengan dirinya sendiri atau tidak.

S. Ketentuan Tentang Lastgeving Berlaku

Tidak semua ketentuan lastgeving harus diterapkan. Undang-Undang


dan anggaran dasar dapat mengadakan penyimpangan dari ketentuan umum
mengenai lastgeving.

T. Kuasa Yang Tidak Dapat Dicabut (Kuasa Mutlak)

Dalam praktek sering ada kuasa yang tidak dapat dicabut untuk
menagihkan hutang, dan yang diberikan statuter pada direksi dari suatu PT
untuk memindahtangankan saham dari seorang pemegang saham. Biasanya
kuasa yang demikian itu diberikan dalam hubungan hukum yang tidak dapat
merugikan si pemberi kuasa, misalnya kuasa untuk memindahtangankan
barang yang sesungguhnya telah dijual kepada si kuasa.

U. Wakil Bertindak Tanpa Wewenang

Wewenang untuk melakukan perbuatan sebagai wakil adalah


berdasarkan kuasa yang telah diberikan. Orang yang berbuat sebagai wakil
sesudah kuasanya dicabut, tanpa padanya diberikan kuasa untuk itu, atau
tanpa kuasa yang mencukupi untuk itu, berbuat tanpa wewenang dalam
hubungan internnya. Akan tetapi hubungan intern ini tidak mempunyai akibat
terhadap pihak ketiga, bila pihak ketiga ini dari tindak-tanduk pemberi kuasa
melihat seolah-olah ada pemberian kuasa. Jadi pihak ketiga dilindungi oleh
hukum terhadap schin van volmacht (semu seolah-olah ada kuasa).

V. Pelambauan Batas Volmacht

Praktis tidak mungkin untuk dengan tegas menentukan batas wewenang


mewakili dari seorang wakil demikiasn itu karena kenyataan bahwa luas
sesuatu kuasa mengenal berbagai variasi. Maka dapat dimengerti bahwa
sering kali seorang kuasa melampaui batas wewenangnya.

Dahulu para sarjana dan jurisprudensi menganggap si wakil yang


melampaui wewenangnya, sebagai melakukan perbuatan yang melawan
hukum. Akan tetapi dalam tahun 1913, kemudian dalam tahun 1927 dan
kemudian lagi tahun 1931 maka Hoge Raad berpendapat bahwa kesimpulan
dari Pasal 1806 BW adalah orang yang sebagai penerima perintah dari orang
lain mengadakan perjanjian dengan pihak ketiga, menanggung bahwa
kehendak untuk mengikatkan diri terhadap pihak ketiga itu, ada pada si
pemberi perintah atau setidak-tidaknya kepadanya telah diberitahukan
demikian.

W. Pengukuhan Atau Pengesahan (Bekrachtiging)


Pengukuhan adalah pembenaran oleh seseorang, dari suatu perbuatan
hukum yang dilakukan oleh orang lain untuknya secara tanpa wewenang atau
melampaui wewenangnya. Sebagaimana halnya pemberian kuasa, maka juga
pengukuhan atau pengesahan merupakan suatu perbuatan sepihak.
Penerimaan pengukuhan atau pengesahan itu oleh pihak lainnya tidak
diperlukan.

Anda mungkin juga menyukai