Anda di halaman 1dari 17

MODUL 12 PIH

PENEMUAN HUKUM
November 6, 2020
PENEMUAN HUKUM DALAM SISTEM
CIVIL LAW

• Civil Law (Eropa Continental), para ahli hukum mengenal


pemberlakuan hukum yang berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku (positivism/positivelijkheid) sehingga
penemuan hukum diperlukan, sehingga apabila dikaitkan dengan
keadaan nyatanya (fattelijkheid) yaitu keadaan mengenai tidak ada
atau belum ada dasar hukum yang berlaku mengaturnya.

• Salah satu kendala utama ialah, relevansi suatu aturan yang dibuat


dengan perkembangan masyarakat. Hal ini dikarenakan akitivitas
masyarakat selalu dinamis, oleh karenanya segala aturan hukum yang
dibentuk pada suatu masa tertentu belum tentu relevan dengan masa
sekarang. Sehingga dapat disimpulkan bahwa, aturan hukum selalu
berada satu langkah dibelakang realitas masyarakat. 
FUNGSI HUKUM
Salah satu fungsi dari hukum adalah sebagai alat untuk melindungi
kepentingan manusia. Sebagai salah satu upayanya maka hukum harus
dilakukan secara layak. Pada dasarnya “hukum” telah ada, tumbuh dan
berkembang dalam masyarakat, namun terkadang “hukum” dalam arti
nilai-nilai baru, norma baru, penemuan baru, maka perlu usaha manusia
untuk menemukan hukum. Bagi aparat penegak hukum, khususnya
hakim, kerangka pemahaman penemuan hukum ini sangat diperlukan
dalam mengambil putusan yang belum ada dasar hukum peraturan
perundang-undangan yang mengaturnya.
Hukum dalam Sistem Civil Law

. Pada sistem hukum Indonesia yang bersifat Civil Law (Eropa Continental), para ahli
hukum mengenal pemberlakuan hukum yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku (positivism/positivelijkheid) sehingga penemuan hukum diperlukan, sehingga apabila
dikaitkan dengan keadaan nyatanya (fattelijkheid) yaitu keadaan mengenai tidak ada atau
belum ada dasar hukum yang berlaku mengaturnya.
Pengunaan aturan hukum tertulis di dalam civil law, terkadang memiliki kendala-kendala
tertentu. Salah satu kendala utama ialah, relevansi suatu aturan yang dibuat dengan
perkembangan masyarakat. Hal ini dikarenakan akitivitas masyarakat selalu dinamis, oleh
karenanya segala aturan hukum yang dibentuk pada suatu masa tertentu belum tentu relevan
dengan masa sekarang. Sehingga dapat disimpulkan bahwa, aturan hukum selalu berada satu
langkah dibelakang realitas masyarakat. Relevansi aturan hukum dengan persoalan masyarakat
merupakan hal yang esensial demi terciptanya keadilan dan ketertiban di masyarakat.
Jenis penemuan hukum
• Aliran Legisme, bahwa semua hukum terdapat dalam undang-undang. Maksudnya di
luar undang-undang tidak ada hukum. Dengan demikian, hakim dalam melaksanakan
tugasnya hanya melakukan pelaksanaan undang-undang belaka (wetstiopasing)

• Aliran Rechtsvinding (penemuan hukum)


aliran rechtsvinding adalah suatu aliran yang berada di antara aliran legisme dan
aliran freie rechtslehre, yaitu aliran ini berpendapat bahwa hakim terikat pada
undang-undang, tetapi tidak seketat sebagaimana pendapat aliran legisme, sebab
hakim juga mempunyai kebebasan. Kebebasan hakim tidaklah seperti pendapat freie
rechtslehre, sehingga hakim di dalam melaksanakan tugasnya mempunyai kebebasan
yang terikat. (gebonden vrijheid), atau keterikatan yang bebas (vrije gebondenheid).

• Aliran Freie Rechtslehre


Pandangan aliran Freie Rechtslehre berbeda cara pandang dengan aliran legisme.
Aliran ini beranggapan, bahwa di dalam melaksanakan tugasnya, seorang hakim
bebas untuk melakukan sesuatu menurut undang-undang atau tidak, pekerjaan hakim
adalah dapat menciptakan hukum.
ALIRAN LEGISME

Aliran Legisme muncul setelah Perancis melakukan kodifikasi


hukum dengan adanya Code Civil Perancis yang dianggap telah
sempurna, lengkap serta dapat menampung seluruh masalah
hukum. Pengikutnya al. adalah Dr. Freiderich (Jerman) dan Van
Swinderen (Belanda). Aliran ini berpendapat bahwa: satu-satunya
sumber hukum adalah undang-undang  dan di luar undang-undang
tidak ada hukum. Dalam aliran Legisme, hakim hanya merupakan
“corong undang-undang”, dimana ia hanya memutus perkara
berdasarkan undang-undang saja. 
rechtsvinding
Berdasarkan Pasal 20 AB “Hakim harus mengadili berdasarkan Undang-
Undang” dan Pasal 22 AB + Pasal 14 Undang-undang No. 14 tahun
1970 mewajibkan “Hakim untuk tidak menolak mengadili perkara yang
diajukan kepadanya dengan alasan tidak lengkap atau tidak jelas
Undang-undang yang mengaturnya melainkan wajib mengadilinya”.
Jika terdapat kekosongan aturan hukum atau aturannya tidak jelas maka
untuk mengatasinya diatur dalam Pasal 27 UU No. 14 Tahun 1970
menyebutkan : “Hakim sebagai penegak hukum dan keadilan wajib
menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup
didalam masyarakat”. Artinya seorang Hakim harus memiliki
kemampuan dan keaktifan untuk menemukan hukum (Rechts vinding).
FREIERECHTSLEHRE
Akibat kekurangan-kekurangan yang ditemui dalam perjalanan aliran
Legisme ini kemudian lahirlah Aliran Freie Rechtslehre atau Freie
Rechtsbewegung atau Freie Rechtsschule. Aliran Freie Rechtslehre ini
bertolak belakang dengan aliran legisme. Aliran ini lahir karena melihat
kekurangan-kekurangan dalam aliran legisme yang ternyata tidak dapat
memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan tidak dapat mengatasi persoalan-
persoalan baru. Ciri utama pada aliran ini adalah: hukum tidak dibuat
oleh legislative; Hakim menentukan dan menciptakan hukum (judge
made law), karena keputusannya didasarkan pada keyakinan
hakim; Jurisprudensi adalah sumber hukum primer, sedangkan undang-
undang adalah sekunder; Keputusan hakim lebih dinamis dan up to
date karena senantiasa mengikuti keadaan perkembangan di masyarakat;
dan Bertitik tolak pada kegunaan sosial (social dolmatigheid)
PENEMUAN HUKUM

PERLUNYA RECHTSVINDING

Perkembangan ini terjadi karena pemikiran hukum harus berdasarkan asas


keadilan masyarakat yang terus berkembang, karena ternyata pembuat undang-
undang tidak dapat mengikuti kecepatan gerak masyarakat atau proses
perkembangan sosial, sehinggga undang-undang selalu ketinggalan. Undang-
undang tidak dapat menyelesaikan tiap masalah yang timbul. Undang-undang
tidak dapat terinci (detail) melainkan hanya memberikan algemeene richtlijnen
(pedoman umum) saja.
PENAFSIRAN
Yang memerlukan penafsiran ialah terutama perjanjian dan Undang-undang.
Mengenai hal bunyi atau kata-kata dalam perjanjian itu cukup jelas kiranya tidak
perlu dijelaskan. Bahwa penjelasan itu tidak boleh ditafsirkan menyimpang dari
bunyi (isi) perjanjian, azas ini disebut “Sens Clair” tercantum dalam Pasal 1342
KUHPerdata : “Apabila kata-kata dalam perjanjian itu tegas maka tidak dibenarkan
untuk menyimpang dari padanya dengan jalan penafsiran”.Selanjutnya Polak
mengemukakan bahwa cara penafsiran ditentukan oleh :

Materi peraturan per.Undang-undangan yang bersangkutan misalnya peraturan jual-


beli.

Tempat dimana perkara tersebut timbul yaitu memperhatikan kebiasaan setempat.

Waktu yaitu berlaku tidaknya peraturan hukum tersebut.


METODE PENAFSIRAN
1)  Gramatikal, yaitu penafsiran menurut bahasa sehari-hari.
2)  Historis, yaitu
3)  Sistimatis, penafsiran
yaitu berdasarkan
menafsirkan sejarah hukum.
undang-undang sebagai bagian dari
keseluruhan
4)  Teleologis, sistem
yaitu perundang-undangan.
penafsiran menurut makna/tujuan kemasyarakatan.
5)  Perbandingan
dengan kaedah hukum,
hukum di yaitu
tempat penafsiran
laen. dengan cara membandingkan
6)  Futuristis,
undang yang yaitu penafsiran
belum mempunyai antisipatif
kekuatan yang
hukum.berpedoman pada undang-
b.  Konstruksi
hukum apabilahukum,
dalam dapat digunakan
mengadili hakimtidak
perkara sebagai
adametode penemuan
peraturan yang
mengatur
Konstruksi secara secara khusus mengenai peristiwa yang terjadi.
hukum ini dapat dilakukan dengan menggunakan logika
berpikir secara:
1)  Argumentum per analogiam atau seringsejenis
disebut analogi. Pada analogi,
peristiwa
dalam yang
undang-undangberbeda namun
diperlakukanserupa,
sama. atau mirip yang diatur
2)  Penyempitan
sifatnya umum hukum. terhadap
diterapkan Pada penyempitan
peristiwa hukum,
atau peraturan
hubungan hukum yang
yang
khusus dengan penjelasan
3)  Argumentum a atau konstruksi
contrario atau dengan
sering memberi
disebut a ciri-ciri. yaitu
contrario,
menafsirkan
perlawanan atau menjelaskan
pengertian antara undang-undang
peristiwa konkrityang
yangdidasarkan
dihadapi pada
dan
peristiwa yang diatur dalam undang-undang.
 

DAFTAR BACAAN/PUSTAKA
Adi Cokro Bawono dan Diana Kusumasari “Kapan dan Bagaimana Hakim Melakukan Penemuan Hukum”, Hukumonline, 16 February 2012
Jenis metode interpretasi
1. Metode interpretasi menurut bahasa (gramatikal) yaitu suatu cara penafsiran Undang-undang menurut
arti kata- kata (istilah) yang terdapat pada Undang-undang. Hukum wajib menilai arti kata yang lazim
dipakai dalam bahasa sehari-hari yang umum.
2. Metode Interprestasi secara historis yaitu menafsirkan Undang-undang dengan cara melihat sejarah
terjadinya suatu Undang-undang. Penafsran historis ini ada 2 yaitu : [a] Penafsiran menurut sejarah
hukum (Rechts historische interpretatie) adalah suatu cara penafsiran dengan jalan menyelidiki dan
mempelajari sejarah perkembangan segala sesuatu yang berhubungan dengan hukum seluruhnya. Contoh
: KUHPerdata BW) yang dikodifikasikan pada tahun 1848 di Hindia Belanda. Menurut sejarahnya
mengikuti code civil Perancis dan di Belanda (Nederland) di kodifikasikan pada tahuan 1838. [b]
Penafsiran menurut sejarah penetapan suatu undang-undang Wethistoirsche interpretatie) yaitu
penafsiran Undang-undang dengan menyelidiki perkembangan suatu undang-undang sejak dibuat,
perdebatan-perdebatan yang terjadi dilegislatif, maksud ditetapkannya atau penjelasan dari pembentuk
Undang-undang pada waktu pembentukannya.
3. Metode interpretasi secara sistematis yaitu penafsiran yang menghubungkan pasal yang satu dengan
pasal yang lain dalam suatu per Undang-undangan yang bersangkutan, atau dengan Undang-undang lain,
serta membaca penjelasan Undang-undang tersebut sehingga kita memahami maksudnya
Jenis metode penafsiran
4. Metode Interpretasi secara Teleologis Sosiologis yaitu makna Undang-undang itu
ditetapkan berdasarkan tujuan kemasyarakatan artinya peraturan perUndang-
undangan disesuaikan dengan hubungan dan situasi sosial yang baru. Ketentuan
Undang-undang yang sudah tidak sesuai lagi disesuaikan dengan keadaan sekarang
untuk memecahkan/menyelesaikan sengketa dalam kehidupan masyarakat. Peraturan
yang lama dibuat aktual.
5. Metode Intepretasi secara Authentik (Resmi) yaitu penafsiran yang resmi yang
diberikan oleh pembuat Undang-undang tentang arti kata-kata yang digunakan dalam
Undang-undang tersebut.
6. Metode interpretasi secara ekstentif yaitu penafsiran dengan cara memperluas arti
kata-kata yang terdapat dalam Undang-undang sehingga suatu peristiwa dapat
dimasukkan kedalamnya
7. Metode Interpretasi Restriktif yaitu penafsiran yang membatasi/mempersempit
maksud suatu pasal dalam Undang-undang
Jenis Metode Penafsiran

8.Metode interpretasi Analogi yaitu memberi penafsiran pada sesuatu peraturan


hukum dengan memberi kias pada kata-kata dalam peraturan tersebut sesuai
dengan azas hukumnya sehingga suatu peristiwa yang sebenarnya tidak termasuk
kedalamnya dianggap sesuai dengan bunyi peraturan tersebut.
9.Metode interpretasi argumentus a contrario yaitu suatu penafsiran yang
memberikan perlawanan pengertian antara peristiwa konkrit yang dihadapi
dengan peristiwa yang diatur dalam Undang-undang
10. Interpretasi Ekstensif (memperluas) Metode ini merupakan metode penafsiran
yang lebih luas dari pengertian yang diberikan berdasarkam interpretasi
gramatikal.
kesimpulan
Menurut pandangan baru (modern) bahwa hukum yang ada itu tidak lengkap, tidak dapat mencakup
seluruh peristiwa hukum yang timbul dalam masyarakat. Oleh sebab itu hakim turut serta menemukan
hukum yang oleh Prof. Mr. Paul Schalten menyebutkan Hakim menjalankan Rechtsvinding.

Walaupun Hakim turut menemukan hukum, ia bukanlah legislatif.

Berdasarkan usaha melakukan penemuan hukum, hakim menggunakan metode penafsiran terhadap
Undang-undang seperti penafsiran menurut bahasa, penafsiran secara historis, penafsiran secara
sistematis, penafsiran secara teleologis/sosiologis, penafsiran secara authentik, penafsiran secara
ektensif, penafsiran secara restriktif, penafsiran secara analogi, penafsiran secara argumentum a
contrario.
Penemuan Hukum oleh Hakim, artikel dimuat dalam www.ditjenpp.kumham.go.id pada Media
Publikasi Peraturan Perundang-undangan dan Informasi Hukum, hal 1 s/d 6.
Questions?
1. Berdasarkan materi metode penafsiran hukum dalam kajian Penemuan Hukum yang merupakan salah satu materi Pengantar Ilmu Hukum, carilah minimal 2
Putusan Pengadilan di Indonesia yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht) yang berkaitan dengan metode penafsiran hukum.Jelaskan termasuk jenis
metode penafsiran hukum yang mana dan sebutkan alasan Saudara mengatakan demikian
2. Carilah 1 kasus pidana yang terbaru dan kasus tersebut belum ada dasar hukumnya menurut Saudara. Jelaskan pendapat Saudara, apabila ternyata dalam suatu
kasus pidana terbaru tersebut belum ada aturan hukum yang mengaturnya, metode penafsiran apa yang seharusnya dipilih oleh hakim dan jelaskan mengapa
anda menganalisis demikian
3. Berdasarkan KUHPerdata, carilah minimal 2 Pasal yang berkaitan dengan metode penafsiran Bahasa ( Pasal tersebut di luar Pasal-pasal yang telah dibahas
dalam modul ini), dan jelaskan mengapa anda mengatakan demikian
4. Jelaskan menurut Saudara, dalam kasus Tindak Pidana Korupsi yang terjadi di Indonesia apakah dapat dilakukan metode ekstensif dan restriktif ? Jelaskan
pendapat Saudara dan hubungkan dengan kasus Tindak Pidana Korupsi yang ada di Indonesia
5. Jelaskan bagaimana metode penafsiran hukum analogi konstruksi hukumnya dapat digunakan dalam kasus-kasus pidana maupun kasus-kasus perdata yang ada
di Indonesia. Jelaskan masing-masing dengan mengaitkan 1 kasus pidana dan 1 kasus perdata yang anda temukan.
6. Menurut Saudara, dalam kasus penafsiran hukum secara teleologis/sosiologis apakah selalu harus dikaitkan dengan apa yang terjadi dalam masyarakat
(kenyataan sosial yang ada di masyarakat) ? Jelaskan dan berikan contoh alasan Saudara
7. Apa yang dimaksud dengan metode penafsiran Argumentum a contrario? Jelaskan pendapat Saudara dan kaitkan dengan Putusan Hakim dalam Pengadilan yang
anda temukan berkaitan dengan hal ini
8. Dapatkah suatu kasus pidana digunakan metode penafsiran analogi ? Jelaskan dan berikan contoh alasan Saudara.
9. Jelaskan hubungan antara metode penafsiran hukum dalam kajian penemuan hukum dikaitkan dengan Pasal 24 UUD 1945 mengenai kewenangan dan
kekuasaan kehakiman menurut Saudara
10. Jelaskan menurut Saudara, dapatkah hakim mengambil putusan terhadap suatu perkara yang diajukan kepadanya (mengingat hakim tidak boleh menolak perkara
yang diajukan kepadanya), walaupun perkara tersebut belum ada dasar hukum yang mengaturnya. Apakah gunanya metode penafsiran hukum (interpretative
methods) dalam kajian penemuan hukum berkaitan dengan hakim mengambil putusan walaupun belum ada aturan hukum yang berlaku mengenai kasus perkara
yang diajukan kepadanya ?

 
Handouts
• Translate handouts for parents for whom English is a second
language.

• Handouts might include:


o A list of school phone numbers, e-mail addresses, and Web site
addresses.
o Copies of classroom and school policies.
o A list of materials that children will need for class.

Anda mungkin juga menyukai