Anda di halaman 1dari 25

PENAFSIRAN HUKUM

1
Kewajiban Hakim untuk Melakukan
Penemuan Hukum
Pasal 10 ayat 1 UU No. 48 Tahun 2009:
Pengadilan tidak boleh menolak memeriksa, dan memutus suatu
perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukumnya tidak ada atau
kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya

Pasal 5 Ayat 1 UU No. 48 Tahun 2009:


Hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum
dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat

2
Interpretasi dan Konstruksi Hukum

Hukum

Undang-Undang

Teks UU tetap atau sulit Terkadang:


berubah, sementara 1. Tidak lengkap;
masyarakat terus berubah 2. Tidak Jelas; atau
3. Kurang Jelas

UU selalu ketinggalan dengan peristiwa/fakta

3
Pengadilan Perkara

Dapat Terjadi:
Tidak boleh 1. Hukumnya tidak ada
menolak perkara 2. Hukumnya tidak
lengkap
3. Hukumnya kurang
Apa yang harus dilakukan atau tidak jelas
pengadilan

Penemuan Hukum (Rechtsvinding)

Interpretasi/Penafsiran Konstruksi
Hukum Hukum
4
PENEMUAN HUKUM
Akibat dari Kodifikasi dan aliran
Positivisme Hukum maka Hakim harus
dapat melakukan penemuan hukum.

Penemuan hukum berkaitan dengan upaya untuk


mencari dan menemukan norma hukum yang tepat
dan relevan untuk kemudian diterapkan terhadap
suatu peristiwa, perbuatan, atau hubungan hukum
yang bersifat kongkrit tertentu.

Penemuan hukum sebagai konkretisasi/


individualisasi peraturan perundang-undangan yang
rumusannya bersifat umum terhadap suatu
peristiwa, perbuatan, atau hubungan hukum yang
bersifat kongkrit tertentu.

Sistem / Teknologi Basis Data 5


MACAM2 METODE PENEMUAN
HUKUM

a. Penafsiran Hukum
(Interpretasi hukum)

b. Penalaran atau
Konstruksi Hukum
Sistem / Teknologi Basis Data 6
PENAFSIRAN HUKUM
Penafsiran hukum adalah mencari
dan menetapkan pengertian atas
dalil-dalil yang tercantum dalam
UU sesuai dengan yang dimaksud
oleh pembuatnya.

Macam-macam Penafsiran Hukum


• a. Gramatikal f. Ekstensif
• b. Authentik g. Restriktif
• c. Historis h. Komparatif
• d. Sistematis i. Futuristik
• e. Teleologis

Sistem / Teknologi Basis Data 7


Penafsiran Gramatikal

Misal : “Pegawai
Memberikan arti Negeri menerima
kepada suatu istilah suap”, maka pelaku di
atau perkataan sesuai sini adalah Pegawai
dengan tata bahasa. Negeri, bukan barang
siapa atau nakhoda.

Sistem / Teknologi Basis Data 8


Penafsiran Authentik

Penafsiran yang
Banyak terdapat
resmi atau pasti
dalam Ketentuan
terhdap arti kata-
Umum pada
kata sebagaimana
suatu produk
dalam peraturan
hukum.
tersebut.

Sistem / Teknologi Basis Data 9


Penafsiran Historis
• Dapat dipelajari
Penafsiran berdasarkan pada Risalah
sejarah hukumnya dengan
menyelidiki sejarah Persidangan di
terjadinya hukum tersebut. Lembaga
Pembentuk UU.
Penafsiran berdasarkan
Sejarah UU dengan
menyelidiki maksud
pembentuk undang-undang,
misalnya denda Rp. 250,-
dapat ditafsirkan sesuai
dengan nilai sekarang.

Sistem / Teknologi Basis Data 10


Penafsiran Sistematis (Dogmatis)

Penafsiran dengan menilik susunan yang


berhubungan dengan bunyi pasal2 lainnya baik
dalam UU itu maupun dengan UU lainnya.

Contoh Istilah Pencurian dalam Pasal 363


KUHP harus diartikan sama dengan Istilah
Pencurian dalam Pasal 362 KUHP.

Sistem / Teknologi Basis Data 11


Penafsiran Teleologis (Sosiologis)

Penafsiran dengan
mempelajari tujuan dari
pada dibentuknya suatu
produk hukum.

Misalnya tujuan
dibentuknya UU KPK atau
UU Pengadilan Niaga.

Sistem / Teknologi Basis Data 12


Penafsiran Ekstensif

Penafsiran dengan
memperluas pengertian
dari pada suatu istilah Misal aliran listrik
berbeda dengan ditafsirkan sebagai benda.
pengertian yang digunakan
sehari-hari.

Sistem / Teknologi Basis Data 13


Penafsiran Restriktif
Misalnya
kerugian
ditafsirkan Penafsiran dengan
tidak termasuk
kerugian yang mempersempit
tidak
berwujud pengertian dari
seperti sakit,
cacat dan istilah.
sebagainya.

Sistem / Teknologi Basis Data 14


Penafsiran Komparatif

Penafsiran dengan cara


membandingkan dengan
penjelasan berdasarkan
perbandingan hukum, agar
dapat ditemukan kejelasan suatu
ketentuan UU.

Sistem / Teknologi Basis Data 15


Penafsiran Futuristik
Penafsiran dengan penjelasan UU
dengan perpedoman pada UU yang
belum disahkan.

Misalnya penafsiran melalui RUU


KUHP.

Sistem / Teknologi Basis Data 16


KONSTRUKSI HUKUM

a. Analogi Hukum

b. Argumentum a Contrario

c. Penghalusan/penyempitan
hukum (rechtvervijning)

Sistem / Teknologi Basis Data 17


KONSTRUKSI HUKUM

c. Penghalusan/penyempitan
a. Analogi Hukum b. Argumentum a Contrario
hukum (rechtvervijning)

Misal Istilah menjual dalam


pasal 1576 KUHPer dianggap Penafsiran kebalikan dari suatu Contoh : Konsep keluarga
sama dengan memberikan, istilah. Contoh tidak dipidana dipersempit pengertiannya
mewariskan, dan mengalihkan tanpa kesalahan. menjadi Kepala Keluarga.
hak pada orang lain.

Sistem / Teknologi Basis Data 18


Analogi
Analogi adalah penerapan suatu
ketentuan hukum bagi keadaan yang
pada dasarnya sama dengan keadaan
yang eksplisit diatur dengan ketentuan
hukum tersebut.

19
Analogi
• Pasal 1576 KUHPerdata: “Jual beli tidak
memutuskan perjanjian sewa-menyewa
sebelum jangka waktu sewa berakhir”
• Apakah dengan hibah dan pewarisan
memutuskan perjanjian sewa-menyewa?

20
Ada kesamaan unsur jual beli dengan
hibah atau pewarisan
• Tujuan keduanya adalah peralihan hak
• Jadi kesamaan unsur dalam jual beli dengan
pewarisan dan hibah
• Jadi hibah dan pewarisan tidak dapat
mengakhiri perjanjian sewa menyewa

21
Penghalusan Hukum
(Rechtsvervijning)
• Dalam analogi penerapan hukum diperluas
pada keadaan yang tidak secara eksplisit
diatur dalam ketentuan
• Dalam penghalusan hukum, hakim demi
keadilan, dalam suatu peristiwa tidak
menerapkan ketentuan hukum yang
semestinya berlaku

22
Argumentum a contrario
• Mempersempit jangkauan
berlakunya ketentuan
peraturan perundang-
undangan

23
Argumentum a contrario
• Pasal 39 PP No. 9 Tahun 1975:
Waktu tunggu untuk perempuan
untuk menikah kembali setelah
putus perkawinan
• Apakah ketentuan itu dapat
diterapkan terhadap laki-laki ?

24
Fiksi Hukum (Fictie), yaitu penemuan hukum dengan menggambarkan
suatu peristiwa kemudian menganggapnya ada, sehingga peristiwa tersebut
menjadi suatu fakta baru. Konsekuensi dari penggunaan fiksi hukum karena
adanya asas in dubio pro reo bahwa setiap orang dianggap mengetahui
hukum, sehingga seseorang yang melanggar suatu ketentuan hukum tidak
boleh beralasan bahwa hukum itu tidak ketahuinya. Artinya, apabila suatu
peraturan perundang-undangan telah diberlaku, maka, dianggap (difiksikan)
bahwa semua orang telah mengetahuinya yang harus ditaati.

Anda mungkin juga menyukai