Anda di halaman 1dari 3

Penemuan Hukum ichsan anwary, fh ulm Instrumen atau cara menemukan hukum mencakup

metode penafsiran, analogi, penghalusan hukum (rechtsverfijning, legal refinery), konstruksi


hukum, dan argumentum a contrario. Menemukan hukum adalah upaya agar : 1. Suatu kaidah
hukum mencakup peristiwa yang yang tidak secara nyata diatur dalam kaidah hukum
tersebut; 2. Suatu kaidah hukum tidak mencakup suatu peristiwa hukum; atau 3. Suatu kaidah
hukum dikendorkan terhadap peristiwa hukum tertentu. Dalam hal pertama , penemuan
hukum berkaitan dengan perluasan cakupan kaidah hukum baik melalui penafsiran, analogi,
atau konstruksi hukum (pendekatan ekstensif). Terhadap yang kedua menemukan hukum
berkaitan dengan penerapan mempersempit penerapan kaidah hukum antara lain metode a
contrario. Yang ketiga, berkaitan dengan penghalusan hukum. Penghalusan hukum juga
mengandung unsur mempersempit penerapan hukum. Berbeda dengan a contrario, pada a
contrario keadaan yang berlawanan atau berbeda. Pada penghalusan hukum, didasarkan pada
asas manfaat, atau rasa keadilan. Obyek penemuan hukum adalah kaidah hukum yang ada
(the existing norms) dalam wujud memberi suatu makna baru, dibandingkan dengan bunyi
atau isi kaidah hukum yang bersangkutan. Penemuan hukum hanya bermaksud memberi
makna baru tanpa meniadakan eksistensi kaidah hukum itu sendiri. Fungsi hakim
menciptakan hukum didorong oleh beberapa alasan : 1. Kekosongan hukum 2. Hukum yang
ada tidak jelas 3. Hukum yang ada sudah usang 4. Hukum yang ada bertentangan dengan rasa
keadilan, atau ketertiban umum. Kewajiban menemukan hukum didorong: 1. karena hampir
semua semua peristiwa hukum konkrit tidak sepenuhnya terlukis secara tepat dalam suatu
undang-undang atau peraturan perun dang-undangan 2. karena ketentuan undang-undang atau
peraturan perundangundangan tidak jelas atau bertentangan dengan ketentuan lain, yang
memerlukan pilihan agar dapat diterapkan secara tepat, benar, dan adil. 3. karena akibat
dinamika masyarakat, terjadi berbagai peristiwa hukum baru yang tidak terlukis dalam
undang-undang atau peraturan prundang-undangan. 4. kewajiban menemukan hukum juga
timbul karena ketentuan atau asas hukum yang melarang hakim menolak memutus suatu
perkara atau permohonan atas alasan ketentuan tidak jelas atau undang-undang kurang
mengatur. Metode penafsiran : Penafsiran atau interpretasi (interpretatie) terhadap Undang-
undang : Ajaran interpretasi pertama kali dikemukakan oleh F.C. von Savigny. Suatu
interpretasi yang jelas akan berfungsi sebagai rekonstruksi cita hukum yang tersembunyi.
Macam interpretasi : 1. Interpretasi gramatikal (grammaticale interpretatie), 2. Interpretasi
dari sudut sejarah pembentukan undang-undang (wethistorische interpretatie) 3. Interpretasi
sistematik (systematische interpretatie), 4. Interpretasi teleologis (teleologische interpretatie).
Interpretasi gramatikal terjadi apabila dalam menetapkan pengertian aturan undang-undang
merujuk kepada kata-kata yang digunakan atau bagian-bagian kalimat berdasarkan kata
sehari-hari atau yang lazim digunakan. Interpretasi dari sudut sejarah pembentukan undang-
undang dilakukan apabila ditelusuri risalah pembentukan undang-undang itu. Interpretasi
sistematis. Harus dimulai dari suatu kenyataan bahwa hukum merupakan suatu sistem.
Mengingat merupakan suatu sistem dibutuhkan adanya konsistensi. Konsistensi di sini bukan
sekadar mengenai pengertianpengertian yang logis semata-mata, melainkan juga dalam
kaitannya dengan berbagai ketentuan. Interpretasi teleologis, interpretasi dengan melihat
kepada tujuan adanya undang-undang itu. Akan tetapi tujuan dalam hal ini berbeda dengan
maksud pembentuk undang-undang. Jika dilihat dari maksud pembentuk, hal itu merupakan
interpretasi dari sudut sejarah pembentukan undang-undang seperti yang telah dikemukakan.
Interpretasi teleologis beranjak dari situasi faktual. Dengan melakukan interpretasi teleologis,
hakim dapat berperan untuk memberikan nilai-nilai keadilan dari aturan undang-undang.
ANALOGI : PENEMUAN HUKUM dengan jalan analogi terjadi dengan mencari peraturan
umumnya dari peraturan khusus dan akhirnya menggali asas yang terdapat di dalamnya. Di
sini peraturan perundangan-undangan yang dijadikan peraturan yang bersifat umum yang
tidak tertulis dalam undang-undang, di terapkan terhadap suatu perisiwa khusus tertentu,
sedangkan peraturan perundang-undangan tersebut sesungguhnya tidak meliputi peristiwa
khusus tertentu itu, tetapi peristiwa khusus tertentu itu hanyalah mirip dengan peristiwa yang
diatur oleh peraturan perundang-undangan tadi. Analogi memberi penafsiran pada suatu
peraturan hukum dengan memberi kias pada kata-kata dalam peraturan tersebut sesuai
dengan asas hukumnya, sehingga suatu peristiwa yang sebenarnya tidak dapat dimasukkan
kemudian dianggap sesuai dengan bunyi peraturan tersebut. Analogi memberi penafsiran
pada suatu peraturan hukum dengan memberi kias pada kata-kata dalam peraturan tersebut
sesuai dengan asas hukumnya, sehingga suatu peristiwa yang sebenarnya tidak dapat
dimasukkan kemudian dianggap sesuai dengan bunyi peraturan tersebut. Penghalusan
hukum / penyempitan hokum: Kadang-kadang peraturan perundang-undangan itu ruang
lingkupnya terlalu umum atau luas, maka perlu dipersempit untuk dapat diterapkan terhadap
suatu peristiwa tertentu (penyempitan hukum, penghalusan hukum, rechtsverfijning). Dalam
menyempitkan hukum dibentuklah pengecualian – pengecualian atau penyimpangan-
penyimpangan baru dari peraturan-peraturan yang bersifat umum. Di sini peraturan yang
sifatnya umum diterapkan terhadap peristiwa atau hubungan hukum yang khusus dengan
penjelasan atau konstruksi dengan memberi ciri-ciri. Argumentum a contrario Ada kalanya
suatu peristiwa tidak secara khusus diatur oleh undang-undang. Cara menemukan hukumnya
dengan pertimbangan bahwa apabila undang-undang menetapkan hal-hal tertentu untuk
peristiwa tertentu, maka peraturan itu terbatas pada peristiwa tertentu itu dan untuk peristiwa
di luarnya berlaku kebalikannya, ini merupakan metode argumentum a contrario. Ini
merupakan cara penafsiran atau menjelaskan undang-undang yang didasarkan ada
perlawanan pengertian antara peristiwa konkrit yang dihadapi dan peristiwa yang diatur
dalam undang-undang. Dengan mengatur suatu peristiwa tetapi peristiwa yang mirip lainnya
tidak, maka untuk yang terakhir ini berlaku hal yang kebalikannya: dilarang merokok, jadi
meludah boleh. Pada argumentum a contrario titik berat diletakkan pada ketidak samaan
peristiwanya.

Anda mungkin juga menyukai