Anda di halaman 1dari 5

Nama : Deden Kurniawan

NIM : 8111420296
Rombel :6
Mata Kuliah : Pengantar Ilmu Hukum
Hari/Tanggal : Jum’at, 16 November 2020
Dosen Pengampu : Ubaidillah Kamal, S. Pd., M.H.

Resume Penafsiran Hukum


1. Apa yang dimaksud dengan pembentukan hukum, konstruksi hukum, dan penafsiran
hukum? Berikan contohnya!
Jawab:
 Pembentukan Hukum yaitu proses perumusan peraturan-peraturan hukum yang
berlaku secara umum bagi setiap individu/masyarakat.
Contohnya:
Hakim tidak dapat membuat atau memberi keputusan yang akan berlaku sebagai
Peraturan Umum. (Pasal 21 Algemene Bepalingen van Wetgeving voor Indonesia)
 Konstruksi Hukum adalah pembentukan pengertian-pengertian hukum yang
dilakukan oleh hakim dan fungsionaris hukum untuk mengisi kekosongan hukum
yang ada di dalam sistem Undang-Undang.
Ada tiga macam Konstruksi Hukum,antara lain:
a) Analogi, adalah suatu cara penerapan suatu peraturan hukum sedemikian
rupa di mana peraturan hukum tersebut menyebut dengan tegas kejadian
yang diatur kemudian peraturan hukum itu dipergunakan juga oleh hakim
terhadap kejadian yang lain yang tidak disebut dalam peraturan hukum itu,
tetapi di dalam kejadian ini ada anasir yang mengandung kesamaan dengan
anasir di dalam kejadian yang secara tegas diatur oleh peraturan hukum
yang dimaksud.
b) Rechtsverfijning (Penghalusan Hukum), adalah suatu cara penerapan
peraturan hukum terhadap suatu kejadian, di mana kejadian ini pada
umumnya jelas masuk dalam suatu peraturan hukum, tetapi karena beberapa
hal, dianggap kejadian tersebut dikecualikan dari berlakunya peraturan
hukum ini, selanjutnya hakim menyelesaikan kejadian itu menurut
peraturannya sendiri. Dengan cara demikian, kejadian tersebut dapat
diselesaikan oleh hakim secara adil atau sesuai dengan ‘werlijkheid’ sosial.
Jika kejadian (peristiwa) itu tidak diselesaikan hakim dengan melakukan
penghalusan hukum, niscaya kejadian tersebut tidak dapat diselesaikan
secara adil.
c) Argumentum a contrario, adalah cara penerapan suatu peraturan hukum
dengan membuat kebalikan dari peristiwa tertentu yang diatur secara
khusus oleh suatu peraturan hukum. Jadi, peraturan hukum yang mengatur
secara khusus terhadap suatu peristiwa, tidak diberlakukan terhadap
peristiwa (keadaan) yang lain.

Contoh Konstruksi Hukum:

Ketentuan peraturan perundang-undangan tentang perjanjian jual-beli berlaku juga


untuk perjanjian tukar-menukar seperti yang ditegaskan oleh pasal 1546 KUH
Perdata yang berbunyi “Untuk selainnya aturan tentang perjanjian jual-beli berlaku
terhadap perjanjian tukar-menukar,”Maksud dari pasal tersebut adalah jika dua
orang melakukan perjanjian jual-beli yang diatur dalam pasal 1457 sampai pasal
1540 KUH Perdata dapat dipergunakan dalam perjanjian itu.

 Penafsiran Hukum adalah mencari dan menetapkan pengertian atas dalil-daalil


yang tercantum dalam undang-undang sesuai dengan yang di kehendaki serta yang
dimaksud oleh pembuat undang-undang.
Contohnya :
Peraturan perundang-undangan melarang orang menghentikan kendaraannya pada
suatu tempat. Kata kendaraan ini bisa ditafsirkan beragam, apakah roda dua, roda
empat atau kendaraan bermesin, bagaimana dengan sepeda dan lain-lain. Jadi harus
diperjelas dengan kendaraan mana yang dimaksudkan.
2. Uraikanlah macam-macam penafsiran hukum!
Jawab:
1) Penafsiran Data Bahasa (grammatikal)
Penafsiran data bahasa adalah cara penafsiran berdasarkan pada bunyi ketentuan
undang-undang, dengan berpedoman pada arti perkataan-perkataan dalam
hubungannya satu sama lain dalam kalimat-kalimat yang dipakai oleh undang-
undang.
Contohnya:
Suatu perundang-undangan melarang orang memarkirkan kendaraannya pada suatu
tempat tertentu. Peraturan tersebut tidak menjelaskan apa yang dimaksudkan
“kendaraan” itu, apakah yang dimaksudkan “kendaraan” itu hanyalah kendaraan
bermotor atau termasuk juga sepeda dan becak.
2) Penafsiran Shahih (autentik)
Penafsiran shahih adalah penafsiran yang pasti terhadap arti kata-kata itu
sebagaimana yang diberikan oleh Pembentuk Undang-Undang.
Contohnya:
 Pasal 98 KUHP kata “malam” berarti waktu antara matahari terbenam dan
matahari terbit.
 Pasal 101 KUHP kata “ternak” berarti hewan yang berkuku satu, hewan
memamah biak dan babi (Periksa KUHP Buku I Titel IX) .
3) Penafsiran Historis (Historische Interpretatie)
Penafsiran Historis menjelaskan bahwa hukum ditafsirkan dengan merujuk kepada
catatan proses pembentukan suatu peraturan perundang-undangan tersebut. Hakim
dapat memahami maksud dan tujuan pembuat undang-undang tersebut melalui
sejarah, riwayat peraturan perundang-undangan tersebut. Sejarah hukumnya yang
diselidiki maksudnya berdasarkan sejarah terjadinya hukum tersebut. Sejarah
terjadinya hukum dapat diselidiki dari memori penjelasan, laporan-laporan
perdebatan dalam DPR dan surat menyurat antara Menteri dengan Komisi DPR
yang bersangkutan.
4) Penafsiran Sistematis/Dogmatis (Sistematische Interpretatie)
Penafsiran sistematis adalah metode yang menafsirkan undang-undang sebagai
bagian dari seluruh sistem perundang-undangan. artinya tidak satu pun dari
peraturan perundang-undangan tersebut, ditafsirkan seakan-akan berdiri sendiri,
tetapi harus dipahami dalam kaitannya dengan jenis peraturan yang lainnya.
Contohnya :
“asas monogami”yang disebutkan dalam pasal 27 KUHS menjadi dasar pasal-pasal
34, 60, 64, 86, KUHS dam 279 KUHS.
5) Penafsiran Nasional
Penafsiran nasional adalah penafsiran menilik sesuai tidaknya dengan sistem
hukum yang berlaku.
Contohnya:
Hak milik dalam pasal 570 KUHS sekarang harus ditafsirkan menurut hak milik
sistem hukum Indonesia (Pancasila).
6) Penafsiran Teleologis (Sosiologis)
Aturan hukum ditafsirkan dengan hal-hal konkret yang ditemui dalam masyarakat.
Pada dasarnya penafsiran teleologis/sosiologis ini adalah penafsiran dengan
mengingat maksud dan tujuan undang-undang itu.
7) Penafsiran Ekstensif
Penafsiran ekstensif yaitu penafsiran dengan perluasan cakupan suatu ketentuan.
Penafsiran ini memberi tafsiran dengan memperluas arti kata-kata dalam peraturan
itu sehingga sesuatu peristiwa dapat dimasukkannya.
Contohnya:
Kata “tetangga” diartikan sebagai orang yang memiliki rumah dan yang menempati
rumah, maka anak kos pun dianggap sebagai tetangga, karena anak kos tidak
memiliki rumah, hanya menempati saja.
8) Penafsiran Restriktif
Penafsiran restriktif adalah penafsiran dengan pembatasan cakupan atau
mempersempit arti kata-kata dalam peraturan itu.
Contohnya:
Kata “tetangga” dibatasi sebagai orang yang memiliki rumah, dan anak kos tidak
disebut tetangga karena anak kos hanya sebagai penyewa bukan pemilik rumah.
9) Penafsiran Analogis
Penafsiran analogis memberi tafsiran pada sesuatu peraturan hukum dengan
memberi ibarat (kias) pada kata-kata tersebut sesuai dengan asas hukumnya,
sehingga sesuatu peristiwa yang sebenarnya tidak dapat dimasukkan.
Contohnya:
Kata “menyambung” aliran listrik dianggap sama dengan “mengambil” aliran
listrik.
10) Penafsiran A Contrario (menurut pengingkaran)
Penafsiran A Contrario ialah suatu cara menafsirkan undang-undang yang
didasarkan pada perlawanan pengertian antara soal yang dihadapi dan soal yang
diatur dalam suatu pasal undang-undang.
Contohnya:
Pasal 34 KUHS menentukan bahwa seseorang perempuan tidak diperkenankan
menikah lagi sebelum lewat 300 hari setelah perkawinannya terdahulu diputuskan.
Timbullah kini pertanyaan, bagaimanakah halnya dengan seorang laki-laki?
Apakah seorang laki-laki juga harus menunggu lampaunya waktu 300 hari?
Jawaban atas pertanyaan ini ialah “tidak”, karena pasal 34 KUHS tidak
menyebutkan apa-apa tentang orang laki-laki dan khusus ditujukan kepada orang
perempuan.

Anda mungkin juga menyukai