Anda di halaman 1dari 7

PENAFSIRAN, PENALARAN, DAN ARGUMENTASI

HUKUM YANG RASIONAL

Tommy Hendra Purwaka*

Abstract

Indonesia applys civil law system which emphasizes on written law. This is why almost ail Indonesian
positive laws are written law. Implementation of written laws needs rational legal interpretation, legal
reasoning and legal argumentation in order to be able to follow development changes of Indonesian people.
Results of legal interpretation, legal reasoning and legal argumentation will explain why certain laws and
regulations are applied for a certain fenomena, or considered as applicable laws and regulations for certain
development activities, or should be formed as legal base for certain activities. Rational legal interpretation,
legal reasoning and legal argumentation should aim at enforcement of legal certainty, justice, and truth.

Kata kunci: Penafsiran Hukum; Penalaran Hukum; Argumentasi Hukum

Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 menyatakan bahwa Penafsiran hukum (legal interpretation)
Negara Indonesia adalah negara hukum. Artinya, senantiasa diperlukan dalam penerapan hukum
Indonesia tidak berdasarkan kekuasaan belaka dan tertulis untuk menemukan dan membentuk hukum.
oleh karena itu kekuasaan harus tunduk pada hukum Penemuan hukum merupakan kegiatan untuk
agar tidak terjadi kesewenang-wenangan. Namun, memperjelas tentang ketentuan-ketentuan hukum
keadaan yang bertentangan dengan pemahaman tertulis yang sudah ada, yang dapat diberlakukan bagi
tersebut sering terjadi di dalam kehidupan suatu aspek kehidupan tertentu. Pembentukan
sehari-hari1. Hukum lebih berfungsi sebagai alat dari hukum bertujuan untuk membentuk, menyusun atau
pada sebagai acuan bagi kekuasaan. Pandangan membangun hukum bagi aspek kehidupan tertentu
"pro" dan "kontra" tentang perlunya undang-undang yang belum ada hukumnya. Penafsiran hukum
tentang pembuktian terbalik telah menjadi kendala hendaknya diikuti dengan penalaran hukum {legal
bagi upaya pemberantasan korupsi. Rasa reasoning), yaitu upaya yang dilakukan untuk
keadilan dan kebenaran hati nurani dikurbankan memberi alasan dan penjelasan hukum agar hasil
demi kepastian hukum dalam upaya penyelesaian penafsiran hukum masuk akal dan dapat dipahami
beberapa kasus pidana dan perdata. Pemaksaan secara logik. Hasil penafsiran dan penalaran hukum
kehendak, anarkisme, dan peradilan oleh masa tersebut disampaikan dengan menggunakan
sudah sering terjadi. Kejadian-kejadian seperti argumentasi hukum yang rasional agar kepastian
ini telah mengaburkan kepastian hukum, rasa hukum, keadilan, dan kebenaran dapat ditegakkan.
keadilan yang hidup di masyarakat, dan kebenaran Penafsiran, penalaran dan argumentasi hukum dapat
yang terkandung di dalam hukum. Oleh karena itu, disebut sebagai upaya yang rasional apa bila
penafsiran hukum, penalaran hukum, dan senantiasa menghasilkan penerapan hukum yang
argumentasi hukum yang rasional dalam kaitan ini demokratis.
selalu diperlukan untuk memperjuangkan
tegaknya kepastian hukum, keadilan, dan Penafsiran Hukum Untuk Menemukan Hukum 1.
kebenaran demi terselenggaranya penerapan Penafsiran Gramatikal
hukum yang demokratis dalam kehidupan bernegara, Penafsiran gramatikal adalah penafsiran hukum
berbangsa, dan bermasyarakat, berdasarkan tata bahasa yang dilakukan terhadap

* Dr. Tommy Hendra Purwaka.SH., MH adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas KatolikAtma Jaya Jakarta.
1 Nikolas Simanjuntak. 2009, Acara Pidana Indonesia Dalam Sirkus Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, hal. xiii-xxi. Mohamad Fajrul Falaakh, 2009, Akar-Akar Mafia
Peradilan di Indonesia, Komisi Hukum Nasional R.I., Jakarta, hal. 25-27,41-50. Sadino, 2010, Mengelola Hutan Dengan Pendekatan Hukum Pidana: Suatu Kajian
Yuridis Normatif, BKH2K, Jakarta, hal. 98-107.

117
Tommy Hendra P., Penafsiran, Penalaran dan Argumentasi Hukum

konservasi tersebut tidak hanya mencakup proteksi (cita moral).


dan preservasi, namun juga termasuk kegiatan
pemanfaatan lestari yang berkelanjutan dengan Cita Hukum, Cita Masyarakat dan Cita Moral
berbasis pada konservasi. Kehendak hukum adalah kehendak peraturan
perundang-undangan yang secara nyata tertulis
5. Penafsiran Komparatif secara "hitam-putih" di dalam ketentuan-ketentuan
Penafsiran komparatif adalah penafsiran hukum hukumnya. Penekanan pada hukum tertulis tersebut
yang dilakukan dengan membandingkan hasil dikarenakan pengaruh dari aliran legisme terhadap
penafsiran dari satu peraturan dengan hasil sistem hukum Eropa Kontinental (civil law system)
penafsiran peraturan lainnya, sehingga dapat yang beriaku di Indonesia, yang menyatakan bahwa
diperoleh suatu kejelasan tentang hukum yang perlu hanya hukum tertulis saja yang merupakan hukum.
dibentuk untuk diberlakukan. Sebagai contoh adalah Ketentuan hukum tertulis yang dipahami oleh orang
upaya untuk membandingkan peraturan-peraturan awam sebagai apa yang tertera secara "hitam-putih"
perlindungan hak paten yang beriaku di beberapa di dalam peraturan perundang-undangan
negara dengan tujuan untuk dapat memperoleh menunjukan bahwa kehendak hukum tersebut adalah
materi hukum bagi penyusunan RPP bagi tegaknya kepastian hukum.
pelaksanaan UU Paten. Kesesuaian hasil penafsiran hukum dengan
kehendak masyarakat maksudnya adalah bahwa
6. Penafsiran Futuristis hasil penafsiran tersebut hams sesuai dengan rasa
Penafsiran futuristis adalah penafsiran hukum keadilan masyarakat. Oleh karena rasa keadilan dari
yang dilakukan dengan mengacu kepada rancangan berbagai masyarakat itu bermacam-macam, maka
peraturan perundang-undangan yang akan penyerasian rasa keadilan tersebut perlu mengacu
diberlakukan di masa yang akan datang. Sebagai kepada kepastian hukum yang secara "hitam-putih"
contoh adalah penafsiran terhadap UU Nomor 4 tertera di dalam peraturan perundang-undangan.
Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Disamping itu, hasil penafsiran juga harus selaras
Bara jo. UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang dengan kehendak moral, yaitu kebenaran. Jadi, hasil
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup penafsiran hukum yang masuk akal atau sesuai
dengan memperhatikan beberapa RPPdari kedua UU dengan "nalar" adalah hasil penafsiran hukum yang
yang akan diterbitkan. dapat menegakkan kepastian hukum, memenuhi rasa
keadilan masyarakat, dan mencerminkan kebenaran.
Jastifikasi dan Legitimasi
Hasil penafsiran hukum harus logik atau masuk Beberapa Aspek yang Perlu Dipertimbangkan
akal atau "ketemu nalar". Artinya, hasil penafsiran Beberapa aspek yang perlu dipertimbangkan
tersebut dapat diterima oleh logika berpikir dari dalam upaya penalaran hukum adalah sistem hukum,
seluruh pemangku kepentingan (stakeholders). Hasil dampak hukum, kendala hukum, hambatan hukum,
penafsiran hukum adalah masuk akal apa bila ius constitutum dan ius constituendum. Yang
penafsiran hukum tersebut mampu menampung dimaksud dengan "aspek" di sini adalah "tampilan"
semua aspirasi stake holders, baik aspirasi atau appearence. Jadi yang harus dipertimbangkan
pemerintah, swasta maupun masyarakat. Oleh adalah tampilan dari aspek-aspek tersebut di dalam
karena itu, penafsiran hukum harus diberi reasoning hukum yang ditafsirkan.
yang memadai berupa justification dan legitimation
agar dapat diterima oleh masyarakat sebagai hukum 1. Sistem Hukum
yang beriaku bagi kegiatan yang diatur di dalam UU Upaya legal reasoning dalam rangka kegiatan
yang sedang ditafsirkan. Jastifikasi dan legitimasi penemuan dan pembentukan hukum harus dilandasi
tersebut berupa kesesuaian hasil penafsiran dengan dengan pemahaman tentang sistem hukum yang
kehendak hukum (cita hukum/rec/rts idee), kehendak beriaku apa bila dikehendaki suatu hasil yang optimal
masyarakat (cita masyarakat) dan kehendak moral dan logik. Beberapa sistem hukum yang perlu

2 Michael Bogdan, 2010, Pengantar Perbandingan Sistem Hukum, (erjemahan Derta Sri Widowatie, Nusa Media, Bandung, hal. 123-300. Peter de Cruz, 2010,
Perbandingan Sistem Hukum, terjemahan Natrulite Yusran, Nusa Media, Bandung, hal. 17-38.

119
Tommy Hendra P., Penafsiran, Penalaran dan Argumentasi Hukum

Indonesia, penegakan hukum preventif belum dikenal memperhatikan kendala dan hambatan hukum yang
secara luas sebagai penegakan hukum. Penegakan dihadapi, serta mempertimbangkan keberadaan ius
hukum senantiasa diidentikan dengan penindakan di constitutum dan ius contituendum merupakan arah
bidang hukum. Dalam kaitan ini, upaya penafsiran dari kegiatan penafsiran hukum, penalaran hukum
hukum, legal reasoning, dan pemberian argumentasi dan argumentasi hukum.
yang rasional harus dipahami sebagai upaya
penegakan hukum preventif dimana mencegah lebih Lingkup Argumentasi Hukum
baik dari pada mengobati, prevention is better than Hasil penafsiran dan penalaran hukum harus
cure. disampaikan mefalui argumentasi hukum kepada
para pemangku kepentingan, yaitu pemerintah,
4. Hambatan Hukum swasta dan masyarakat. Argumentasi hukum
Hambatan hukum adalah legal obstacles dilakukan dengan menggunakan bahasa hukum dan
yang harus diatasi. Legal obstacles tidak sama bahasa teknis. Sebagai contoh, hasil penafsiran dan
dengan legal constraints sebagaimana telah penalaran hukum terhadap UU Kehutanan harus
diuraikan di atas. Hambatan hukum tersebut terdiri diargumentasikan dengan menggunakan bahasa
dari tumpang tindih kewenangan dan benturan hukum dan bahasa kehutanan. Argumentasi hukum
kepentingan yang terjadi karena adanya perbedaan tentang Tebang Pilih Tanam Indonesia, misalnya,
kepentingan dan perbedaan cara menafsirakan akan berisi penjelasan tentang hukum yang
peraturan perundang-undangan. Dalam kaitan ini, mengaturnya dan teknik pelaksanaannya. Dengan
penafsiran, penalaran dan argumentasi hukum demikian, argumentasi hukum dapat berisi
dilakukan untuk mencegah dan mengatasi tumpang penguraian, penjelasan, pembenaran, pembelaan,
tindih kewenangan dan benturan kepentingan serta pembuktian, penyerangan, pembantahan, dan
mengubahnya menjadi arena kerjasama antara penyanggahan yang dilandasi oleh
pemerintah, pengusaha, dan masyarakat. pemikiran-pemikiran dan pandangan-pandangan
hukum yang cemerlang sebagai hasil penafsiran
5. Ius Constitutum dan Ius Constituendum dan penalaran hukum.
Upaya penafsiran, penalaran dan
argumentasi hukum yang rasional tidak hanya Jenis-Jenis Argumentasi Hukum
dilakukan terhadap hukum yang berlaku saat ini saja 1. Argumentasi Tertulis dan Lisan
(hukum positif, ius constitutum), melainkan juga harus Dari sudut bentuknya, argumentasi hukum
mempertimbangkan hukum yang akan diberlakukan dapat dibedakan menjadi argumentasi tertulis dan
di masa yang akan datang (iusconstituendum). argumentasi lisan. Argumentasi tertulis adalah
argumentasi hukum yang dirumuskan secara tertulis.
Arah Penalaran Hukum Di dalam materi argumentasi tertulis terkandung
Dalam sistem hukum tertulis, kehendak makna penemuan hukum dan pembentukan hukum
hukum (kepastian hukum) harus dicari atau yang dilandasi dengan ilmu hukum, prinsip-prinsip
diketemukan terlebih dahulu, baru setelah itu hukum, asas-asas hukum, teori hukum dan falsafah
kehendak masyarakat (keadilan) dan kehendak moral hukum. Argumentasi tertulis merupakan landasan
(kebenaran). Setelah kita tahu kehendak hukum yang untuk melakukan argumentasi lisan. Seorang atau
sebenarnya, barulah kehendak hukum tersebut beberapa orang ahli hukum dapat melakukan
dikombinasikan dengan kehendak masyarakat dan artikulasi dan improvisasi dengan mengacu kepada
kehendak moral. Kehendak masyarakat dan
argumentasi tertulis. Oleh karena itu, argumentasi
kehendak moral tersebut dapat diketemukan di dalam
lisan tidak boleh bertentangan dengan argumentasi
kebiasaan hidup sosial kemasyarakatan. Nilai-nilai
tertulis. Argumentasi lisan akan memperkaya dan
yang terkandung di dalam ketiga kehendak tersebut
memperjelas apa yang terkandung di dalam
dapat dipahami dari sikap dan perilaku anggota
argumentasi tertulis.
masyarakat terhadap hukum tertulis dan tak tertulis.
Penyatuan ketiga kehendak dengan mengacu
2. Argumentasi Internal dan Eksternal
kepada s i s t e m h uku m yang b e r l a k u ,
Dari sudut penerapannya, argumentasi hukum
mempertimbangkan dampak hukum yang timbul,
dibedakan menjadi argumentasi internal
dan

121
MMH,Jilid40 No.2Aprii2011

kata-kata yang tersusun di dalam isi peraturan dijaminkeberadaannya.


perundang-undangan. Kata demi kata yang
terkandung di dalam pembukaan, batang tubuh dan Penafsiran Hukum Untuk Membentuk Hukum
penjelasan dari suatu peraturan 1. Penafsiran Analogis
perundang-undangan diartikan, diberi makna dan Penafsiran analogis adalah penfasiran hukum
dikaitkan satu sama lain sehingga memberi yang dilakukan terhadap isi peraturan
pemahaman yang utuh tentang hukum yang berlaku perundang-undangan yang memiliki kemiripan
bagi suatu perbuatan hukum, hubungan hukum, (analog) dengan perbuatan hukum, hubungan
dan peristiwa hukum tertentu. hukum, dan peristiwa hukum tertentu yang belum
ada aturannya. Hasil penafsiran analogis kemudian
2. PenafsiranSejarah diterapkan sebagai landasan hukum bagi perbuatan
Penafsiran sejarah adalah penafsiran hukum hukum, hubungan hukum, dan peristiwa hukum yang
yang dilakukan terhadap sejarah pembentukan suatu memiliki kemiripan tersebut. Jadi, landasan hukum
peraturan perundang-undangan, mulai dari tersebut merupakan hukum yang dibentuk melalui
munculnya gagasan sampai dengan diundangkannya penafsiran analogis.
peraturan perundang-undangan tersebut. Dengan
demikian, kegiatan penafsiran sejarah akan 2. PenafsiranAContrario
menyoroti dan memberi arti serta makna terhadap Penafsiran a contrario adalah penafsiran hukum
setiap perkembangan, misalnya, dalam proses yang dilakukan secara berlawanan untuk dapat
pembentukan RPP dari suatu UU, mulai dari latar mengetahui hukum yang berlaku. Sebagai contoh
belakang timbulnya ide-ide tentang materi RPP, sederhana adalah logo wanita yang terpampang pada
perumusan konsep awal materi draft akademik, kamar kecil/WC menunjukan bahwa WC tersebut
masukan-masukan dari Tim Hukum dan Tim Teknis diperuntukan bagi wanita. Secara a contrario, hukum
RPP, laporan-laporan rapat dan semiloka RPP, hasil yang berlaku bagi pria adalah pria dilarang masuk,
pertemuan antar departemen, hasil pembahasan di Contoh lainnya: UU Nomor 45 Tahun 2009 tentang
Sekretariat Negara, sampai dengan diundangkannya Perikanan menyatakan bahwa setiap kegiatan usaha
PP. perikanan wajib memiliki izin. Secara a contrario, UU
Perikanan tersebut menetapkan larangan untuk
3. Penafsiran Sistematis melakukan kegiatan perikanan tanpa izin.
Penafsiaran sistematis adalah penafsiran hukum
yang dilakukan dengan memberi arti dan makna isi 3. Penafsiran Restriktif/Penghalusan Hukum
suatu peraturan perundang-undangan berdasarkan Penafsiran restriktif atau penghalusan hukum
tata urutan materi peraturan perundang-undangan, adalah penafsiran hukum yang dilakukan terhadap
yaitu mulai dari judul, menimbang, mengingat, untuk mempersempit berlakunya peraturan
memutuskan, bunyi pasal-demi pasal, penjelasan perundang-undangan. Sebagai contoh adalah
umum, dan penjelasan pasal demi pasal. Gabungan penafsiran restriktif terhadap UU Nomor 24 Tahun
dari hasil penafsiran sistematis ini akan memberi 1992 tentang Penataan Ruang jo. PP Nomor 8 Tahun
pemahaman tentang hukum yang berlaku bagi bidang 1998 tentang Penetapan Kawasan Konservasi jo. UU
kegiatan tertentu. Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber
Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya untuk
4. Penafsiran Teleologis mempersempit berlakunya UU Nomor 24 Tahun 1992
Penafsiran teleologis atau penafsiran sosiologis hanya bagi pengelolaan kawasan konservasi sumber
adalah penafsiran hukum yang dilakukan dengan daya alam hayati dan ekosistemnya.
memperhatikan perkembangan aspirasi rakyat dan
perubahan kehidupan masyarakat. Melalui penafsiran 4. Penafsiran Ekstentif
teleologis ini, suatu peraturan perundang-undangan Penafsiran ekstentif adalah penafsiran hukum
senantiasa diupayakan untuk dapat mengikuti yang dilakukan dengan tujuan untuk memperluas
perkembangan dan perubahan kehidupan berlakunya suatu peraturan perundang-undangan.
masyarakat dengan tanpa mengubah apa yang Sebagai contoh adalah penafsiran terhadap
tertulis di dalamnya, sehingga kepastian hukum dapat ketentuan hukum yang terkandung di dalam
pengertian konservasi sehingga
pengertian

118
MMH,Ji!id40 No. 2 April 2011

diperhatikan antara lain adalah sistem hukum Eropa memberi manfaat kepada sekelompok rakyat tertentu
Kontinental atau civil law system, sistem hukum Anglo pula (concentrated benefit), Hal ini adil apa bila
Saxon atau common law system, sistem hukum sekelompok rakyat yang menikmati manfaat sama
sosiaiis, dan sistem hukum Islam.2 Masing-masing dengan sekelompok rakyat yang memikul beban, dan
sisiem hukum memiliki sistem hukum privat dan menjadi tidak adil apa bila kelompok rakyat tersebut
sistem hukum publik, dimana sistem hukum privat dan berbeda. Keadaan seperti ini dapat menimbulkan
sistem hukum publik mempunyai tiga sub-sistem kecemburuan sosial dan oleh karena itu harus
hukum yang terdiri dari materi hukum {legal dicegah.
substence), struktur hukum (legal structure), dan
budaya hukum (legal culture)3 3. Kendala Hukum
Upaya legal reasoning perlu mempertimbangkan
2. Dampak Hukum adanya beberapa kendala hukum (legal constraints)
Hasil legal reasoning dapat menimbulkan dampak yang dihadapi. Kendala hukum tersebut meliputi
positif (benefit) dan dampak negatif (cost). Ada empat mekanisme pengaturan, perubahan peraturan,
kemungkinan dampak yang dapat timbul, yaitu perubahan obyek yang diatur, administrasi
diffused cost/diffused benefit (dc/db), diffused pengaturan, dan penegakkan hukum.5 Mekanisme
cost/concentrated benefit (dc/cb), concentrated cost/ pengaturan merupakan tata hubungan kerja
diffused benefit (cc/db), dan concentrated pengaturan antara (i) pengumpulan dan analisa data;
cost/concentrated benefit (cc/cb).4 (ii) pemberian rekomendasi kepada pengambil
Dalam (dc/db), hasil legal reasoning keputusan; (iii) proses pengambilan keputusan; (iv)
menimbulkan beban yang harus dipikul oleh rakyat pelaksanaan keputusan; dan (v) monitoring dan
banyak (diffused cost) dan manfaat yang timbul juga evaluasi yang akan mempengaruhi tidak hanya
dinikmati oleh rakyat banyak (diffused benefit). Hal ini penalaran hukum, melainkan juga penafsiran dan
adil apa bila rakyat banyak yang menikmati manfaat argumentasi hukum.
dan yang menanggung adalah sama. Hal tersebut Perubahan peraturan harus diikuti dengan
menjadi tidak adil apa bila rakyat banyak yang perbaikan obyek yang diatur, sedangkan perubahan
menikmati manfaat tidak sama dengan rakyat yang obyek yang diatur belum tentu harus diikuti dengan
menanggung beban. Keadaan seperti ini dapat perubahan peraturan. Bila peraturan sering diubah,
menimbulkan kecemburuan sosial dan oleh karena itu maka akan timbul ketidakpastian hukum. Dalam
perludicegah. kaitan ini, setiap perubahan perlu diikuti dengan
Dalam (dc/cb), hasil legal reasoning dapat penafsiran, penalaran dan argumentasi hukum.
menimbulkan ketidak adilan, dimana beban harus Administrasi pengaturan di Indonesia sampai saat ini
dipikul oleh rakyat banyak (diffused cost), sedang boleh dikatakan masih sangat lemah. Hukum jarang
manfaatnya hanya dinikmati oleh segelintir orang atau dikelola dengan baik, karena memang pemahaman
kelompok tertentu saja (concentrated benefit). Oleh tentang legal management belum berkembang.
karena itu, legal reasoning harus diupayakan jangan Keadaan semacam ini juga perlu diantisipasi dengan
sampai menimbulkan (dc/cb). penafsiran, penalaran dan argumentasi hukum.
Dalam hal (cc/db), hasil legal reasoning dapat Penegakan hukum merupakan suatu proses
menghasilkan manfaat untuk rakyat banyak (diffused yang terdiri dari penegakan hukum preventif yang
benefit), dengan beban ditanggung oleh segelintir bersifat pencegahan dan penegakan hukum represif
kelompok saja (concentrated cost). Sebagai contoh yang bersifat penindakan (pidana: penyelidikan,
adalah subsidiBBM. penyidikan, penuntutan, pemerikasaan di pengadilan,
Dalam hal (cc/cb), hasil legal reasoning dapat dan eksekusi putusan hakim; perdata: litigasi, court
menimbulkan beban yang wajib dipikul oleh connected dispute resolution/CCDR, dan non-litigasi
sekelompok rakyat tertentu (concentrated cost) dan melalui alternative dispute resolution/ADR).
Di

3 Lawrence M Friedman. 2009, Sistem Hukum, Perspektif llmu Sosial, terjemahan M. Khozim, Nusa Media, Bandung, hal.5-14. Badan Pembinaan Hukum Nasional,
1994, Pembangunan Sistem Hukum Nasional Dalam Pembangunan Jangka Panjang Tahap Kedua, Laporan Hasil Seminar Hukum Nasional VI, 25-29 Juli 1994,
BPHN, Departemen Kehakiman, Jakarta, hal. 8-26.
4 Barry M. Mitnick, 1980, The Political Economy of Regulation, Columbia University Press, New York, hal. 84-88.
5 Barry M. Mitnick, 1980, The Political Economy of Regulation, Columbia University Press, New York, hal. 12-14.

120
MMH,Jilid40 No. 2 April 2011

argumentasi eksternal. Argumentasi internal adalah bahwa penerapan hukum tertulis memerlukan
argumentasi yang dilakukan di dalam tubuh suatu penafsiran, penalaran dan argumentasi hukum yang
organisasi kelembagaan. Argumentasi internal rasional agar senantiasa dapat mengikuti perubahan
tersebut penting untuk mengetahui posisi suatu dan perkembangan masyarakat. Penafsiran,
organisasi kelembagaan dalam rangka membangun penalaran dan argumentasi hukum adalah rasional
argumentasi eksternal antar organisasi apa bila menghasilkan penarapan hukum yang
kelembagaan. Melalui argumentasi internal ini, demokratis, yaitu penerapan hukum yang determinan
unsur-u n s u r organisasi kelembagaan atas kekuasaan, berpihak kepada aspirasi
dapat mengembangkan kesamaan persepsi masyarakat, menjamin tegaknya kepastian hukum,
terhadap persoalan hukum dan/atau perkara keadilan dan kebenaran, serta menjunjung tinggi
hukum yang sedang dihadapi. Berdasarkan hasil supremasi hukum.
argumentasi internal tersebut suatu organisasi
kelembagaan dapat menentukan posisi yang berisi Daftar Pustaka
taktik dan strategi dalam beradu argumentasi
secara hukum dengan organisasi kelembagaan Badan Pembinaan Hukum Nasional,
l a i n n y a d a l a m memberlakukan hukum bagi 1994,
suatu aspek kehidupan tertentu. Pembangunan Sistem Hukum Nasional
Dalam Pembangunan Jangka Panjang
Teknik Argumentasi Hukum TahapKedua, Laporan Hasil Seminar Hukum
Teknik argumentasi hukum berisi strategi dan Nasional VI, 25-29 Juli 1994, Jakarta: BPHN,
taktik dalam berargumentasi. Setiap argumentasi Departemen Kehakiman. Bryan A. Garner,
hukum mempunyai target-target yang hendak 1999, Black's Law Dictionary,
dicapai, ada target maksimum dan ada target deluxe, seveth ed., St. Paul, Minn: West
minimum. Target maksimum merupakan target yang Group. Barry M. Mitnick, 1980, The
pencapaiannya masih dapat ditawar-tawar. Artimya, Political Economy of
target maksimum tersebut masih dapat diturunkan Regulation, New York: Columbia University
tingkat pencapaiannya. Di lain pihak, target minimum Press. Daliyo, et.al., 2001, Pengantar
merupakan target yang tidak dapat ditawar-tawar dan Hukum Indonesia.
harus diperjuangkan untuk dapat dicapai. Dengan Jakarta: Prenhallindo. D.H.M. Meuwissen,
demikian, target maksimun dan target-target di 2000, Teori Hukum, terjemahan
bawahnya atau yang berada di antara target B.AriefSidharta, Jakarta: UNTAR.
maksimum dan target minimum dapat dipertaruhkan JimlyAsshiddiqie, 2009, Menuju Negara Hukum yang
dalam adu argumentasi hukum. Demokratis, Jakarta: Bhuana llmu Populer.
Pencapaian target tersebut di atas dapat Lawrence M. Friedman, 2009, Sistem
dilakukan melalui win-win strategy atau strategi Hukum,
menang-menang dan win-loose strategy atau strategi Perspektif llmu Sosial, terjemahan
menang-kalah. Win-win dan win-loose strategy dapat M.
dipergunakan untuk mencapai target-target melalui Khozim, Bandung: Nusa Media. Michael
argumentasi hukum, baik dalam rangka Bogdan, 2010, Pengantar Perbandingan
pengembangan kerjasama maupun dalam Sistem Hukum, terjemahan,
penyelesaian persoalan, sengketa dan/atau perkara cetakan
hukum. Win-win strategy lebih mengarah untuk pertama, Bandung: Nusa Media. Moh.
menjaga hubungan jangka panjang atau perdamaian Mahfud MD, 2009, Politik Hukum di Indonesia,
dari pada win-loose strategy yang cenderung Jakarta: RajawaliPers. Paul Vinogradoff,
mengurbankan hubungan. Win-loose strategy 1987, Common Sense in Law,
mengutamakan menang atau kalah dari pada revised by H.G. Hanbury, third
perdamaian. ed.
Connecticut, Westport: Greenwood. Peter De
Kesimpulan Cruz, 2010, Perbandingan Sistem Hukum,
Dari uraian singkat di atas dapat disimpulkan terjemahan, cetakan pertama,
Bandung:
Nusa Media, 2010. Sadino, 2010, Mengelola
Hutan Dengan Pendekatan
Hukum Pidana: Suatu Kajian
Yuridis Normatif, Jakarta: BKH2K.

122

Anda mungkin juga menyukai