10/Nov/2015
URGENSI OBITER DICTA DALAM PUTUSAN fakta di persidangan maupun terhadap segenap
HAKIM PERKARA PERDATA1 peraturan perundang-undangan yang berlaku
Oleh: Masni Larenggam2 maupun hukum tidak tertulis yang melingkupi
kasus atau perkara yang sedang ditangani
ABSTRAK (consider all of the circumstances of the case).
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk Dengan implementasi hal tersebut, maka
mengetahui bagaimana keadilan dan kepastian putusan hakim tidak akan dikualifikasi sebagai
hukum dalam putusan Hakim bisa terwujud onvoldoende gemotiveerd.
bagi para pencari keadilandan bagaimana Kualitas suatu putusan hakim serta tingkat
penerapan obiter dicta putusan hakim dalam kecerdasan dan intelektualitas yang dimilikinya
perkara perdat. Dengan menggunakan merode akan direfleksikan sekaligus dipertaruhkan pada
penelitian hukum normatif disimpulkan bahwa: bagaimana hakim merumuskan ratio decidendi
1. Keadilan dan kepastian hukum merupakan dalam putusannya. Penalaran hukum (legal
dua entitas yang tidak dapat dipisahkan yaitu: reasoning) serta rumusan argumentasi hukum
a. Keadilan adalah sebagai tujuan tertinggi (legal argumentation) akan menggambarkan
hukum (The Ultimate Goal) yang ingin dicapai kecermatan dan tingkat intelektualitas
dalam suatu penegakkan hukum, keadilan hakimnya. Hakim dalam merumuskan
adalah cita-cita luhur yang lahir dan senantiasa putusannya tidak hanya berkutat pada
tumbuh bersama masyarakat; b. Kepastian silogisme formal belaka, bukan juga sekadar
hukum sebenarnya dapat dipahami sebagai menafsir secara mekanis, melainkan sebagai
buah proses atau dinamika hukum yang selama pekerjaan intelektual yang membutuhkan
ini hidup dan berkembang dan dijalani oleh analisis dan penafsiran secara komprehensif.3
masyarakat yang dimaksud adalah yang Begitu pentingnya arti dan kedudukan
memenuhi tiga kriteria umum yaitu: Ius putusan yang kemudian melambangkan
constitutum; Ius constituendum; Ius operatum. mahkota hakim, hakim pada akhirnya dituntut
2. Obiter Dicta merupakan pernyataan dan untuk senantiasa mengerahkan daya cipta,
proposisi hakim dalam mempertimbangkan rasa, dan karsa yang dimilikinya untuk
suatu kasus atau perkara yang sedang memutus dengan seadil-adilnya. Dalam konteks
ditanganinya tentang tidak secara langsung demikian, hakim harus memperhatikan sekalian
bersentuhan atau berkaitan dengan pokok instrumen hukum yang melingkupi suatu
perkara (not directly relevant to the case). perkara (perundang-undangan, konteks kasus
Obiter dicta secara implisit terdapat dalam atau perkara) serta hal-hal lain di luar hukum
Pasal 170 HIR dan Pasal 1906 KUHPerdata. itu sendiri (aspek filosofi, sosiologi, antropologi,
Kata kunci: perkara perdata, obiter dicta dan psikologi).
94
Lex et Societatis, Vol. III/No. 10/Nov/2015
dihadapi oleh masyarakat.4 Dengan tujuan agar disebutkan sebelumnya, hukum akan
dapat menemukan fakta-fakta (fact finding) menyesuaikan dirinya dengan kebutuhan akan
sebagaimana yang diungkapkan oleh Soerjono perikatan yang menembus batas ruang dan
Soekanto,5 agar bisa terwujud fakta di lapangan waktu, antara lain dengan memproduksi sub
terhadap aplikasi ketentuan hukum yang ada sistem baru, yaitu peraturan-peraturan baru
dan hidup dalam masyarakat. yang mengakomodir hal dimaksud.
Dengan demikian, pemaknaan kepastian
PEMBAHASAN hukum perlu direkonstruksi ulang, karena
A. Keadilan dan Kepastian Hukum Dalam selama ini, hemat penulis, kepastian hukum
Putusan Hakim cenderung dimaknai sebagai status quo, suatu
Dialektika antara hukum dan masyarakat keadaan yang sudah menetap dan cenderung
terjadi dalam kerangka dialektika transformatif. dipertahankan untuk menjaga kestabilan suatu
Artinya, bahwa dialektika antara hukum dan aturan. Meskipun pada kenyataannya,
masyarakat senantiasa berlangsung secara mempertahankan hal tersebut pada hakikatnya
dinamis mengikuti perkembangan dan mempertahankan sesuatu yang sudah usang
kebutuhan zaman. Sebagai contoh, pada masa (out to date), tidak logis (unlogic), dan tidak
lalu, hukum hanya dipandang mengatur aplikatif (not aplicable).7
tentang perikatan yang menghadirkan pihak- Pula dengan keadilan, yang selama ini
pihak dalam satu tempat dan saling berhadap- dipersepsikan sebagai sesuatu yang berada
hadapan untuk mengutarakan maksudnya jauh di atas hukum, melampaui batas-batas
secara verbal. Seiring dengan perkembangan normatif hukum itu sendiri. Dalam sebuah
zaman dan teknologi yang kian canggih pengertian sederhana, keadilan digambarkan
menerobos batas ruang dan waktu, perikatan sebagai sebuah eksistensi transenden, sehingga
tidak lagi hanya dilakukan secara konvensional, mewujudkannya dipandang akan menerobos
melainkan dapat dilakukan antar daerah, aturan-aturan normatif yang bersifat pasti
bahkan antar negara tanpa harus (certainty), terbatas (limited), dan kaku (rigid).8
mempertemukan secara fisik pihak-pihak yang Seringkali dijumpai asumsi-asumsi yang
melakukan perikatan. sentimentil tentang penegakan keadilan yang
Situasi tersebut menuntut adanya bertentangan dcngan aturan hukum yang ada.
transformasi (perubahan), baik dalam sistem Contra legem yang dilakukan oleh hakim dalam
maupun dalam operasionalisasi hukum. Hukum putusannya adalah contoh sederhana untuk
tidak lagi hanya boleh mengatur tentang menggambarkan kesalahan persepsi tentang
perikatan yang dilakukan secara konvensional, apa dan bagaimana keadilan itu.
melainkan juga harus mengatur hal-hal lain Contra legem pada asasnya dilakukan oleh
yang menerobos tradisi konvensional tersebut hakim ketika suatu aturan hukum yang diterima
(beyond traditional ways). 6 dan berlaku tidak merepresentasikan cita dan
Inilah sesungguhnya makna kepastian aspirasi keadilan serta nilai-nilai luhur yang
hukum, yaitu suatu keadaan dalam hukum itu tumbuh dan berkembang di masyarakat. Hakim
sendiri yang menyesuaikan dengan keadaan dalam mengadili suatu perkara, terlebih yang
dan kebutuhan masyarakat. Hukum, menganut pandangan progresifitas dan
merupakan sistem yang autopoetic, yaitu responsifitas hukum, akan berani membuat
sistem yang di dalamnya berjalan suatu semacam antitesa terhadap bunyi dan
mekanisme untuk mengadaptasi diri dengan keberlakuan aturan dalam undang-undang.
perubahan pada lingkungan eksternalnya yang Tujuannya jelas, untuk mewujudkan keadilan
dapat mewujud pada produksi sub sistem-sub substantif.
sistem baru. Seperti pada contoh yang Dalam tulisan ini diajukan semacam
pandangan awal bahwa keadilan sebagai
4 dipahami selama ini tidaklah bertentangan
Johny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum
Normatif¸ Bahu Media, Surabaya, 2007, hal. 52 secara diametris dengan kepastian hukum,
5
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum,
7
Jakarta, UI Press, 1986, hal. 50-51 Ibid, hal. 116
6 8
Ibid, hal. 116 Ibid, hal. 116
95
Lex et Societatis, Vol. III/No. 10/Nov/2015
melainkan berjalan seiring dan selaras dalam not necessarily involved in the case or
suatu aras tunggal. Bahwa kepastian hukum essential to its determination”. 11
adalah kepastian tentang tegaknya suatu “pernyataan hakim berkaitan dengan
hukum yang dicita-citakan, dikonstitusi, dan pandangan atau pertimbangannya terhadap
dilaksanakan oleh masyarakat sebagai subjek suatu kasus atau perkara, di dalamnya
utama dari hukum itu sendiri.9 mencakup pandangan terhadap aturan-
Dalam kerangka pikir demikian, sebenarnya aturan, prinsip-prinsip, maupun penerapan
polemik mengenai dikotomi antara keadilan hukum, atau dapat juga merupakan jawaban
dan kepastian hukum dapat dijawab. Keadilan atas pertanyaan-pertanyaan berkenaan
yang selama ini sering dimaknai keluar dari atau dengan kasus tertentu, akan tetapi tidak
bertentangan dengan kepastian hukum patut berkaitan secara langsung dengan substansi
untuk ditinjau ulang. Tulisan ini mencoba (pokok permasalahan) suatu perkara”.
menguraikan hal tersebut secara singkat Obiter dicta dalam putusan bersifat tidak
dengan pendekatan yuridis, filosofis, sosiologis, mengikat (not binding) yang berbeda dengan
dan psikologis. ratio (yang mengikat), tetapi dapat
Dikotomi pemaknaan keadilan dan menentukan putusan yang akan diambil. Obiter
kepastian hukum muncul dari perbedaan dalam dicta merupakan pendapat atau pandangan
menafsirkan apa keadilan dan kepastian hukum hukum tertentu yang tidak berkaitan secara
itu. Diskursus mengenai hal ini berangkat dari langsung dengan kasus atau perkara yang
titik tolak yang berbeda tentang pemaknaan sedang ditangani. Obiter dicta dalam putusan
hukum itu sendiri. Ketika sebagian yuris (dalam tradisi common law) biasanya dipakai
memahami dan memaknai hukum secara ketika hakim ingin menggunakan indikasi atau
positivistik, sebagian lainnya memahami hukum petunjuk-petunjuk tertentu dalam memutus
dalam optik sosiologis yang erat kaitannya suatu kasus yang serupa, tetapi tidak identik
dengan konsep efektifitas hukum dan ketaatan (berbeda dalam beberapa hal) dengan kasus
hukum. yang sedang ditangani.
Tujuan dari penerapan obiter dicta dalam
B. Urgensi Obiter Dicta Dalam Putusan Hakim putusan adalah untuk memperjelas prinsip-
Perkara Perdata prinsip dan aturan-aturan hukum yang akan
Obiter dicta merupakan terminologi yang digunakan hakim dalam pertimbangannya.
berasal dari bahasa Latin. Obiter dicta tcrdiri Dalam konteks demikian, obiter dicta pada
atas dua frasa, yaitu “obiter” yang berarti umumnya dikemukakan dalam kontruksi yang
“inpassing” dan “incidentally” atau “sambil analogis, ilustratif, poin-poin penting atau
lalu” dan “insidentil” serta “dicta” (jamak, kesimpulan yang didasarkan pada hipotesis atas
tunggal “dictum”) yang berarti “something that suatu keadaan. Meskipun tidak mengikat
is said” atau “sesuatu yang dikemukakan”. seperti halnya ratio decidendi, obiter dicta
Dengan demikian, secara etimologi, obiter dicta dapat diaplikasikan sebagai ratio decidendi
adalah “something said in passing”,”things said dalam pertimbangan hukum atas kasus-kasus
by the way”, atau “sesuatu yang dikemukakan berikutnya. 12
secara sambil lalu atau insidentil”.10 Berdasar penjelasan-penjelasan tersebut,
Dalam Black's Law Dictionary, obiter dicta dapat disimpulkan bahwa obiter dicta
(obiter dictum) didefinisikan sebagai: merupakan pernyataan atau proposisi hakim
“an observation or remark made by a judge dalam mempertimbangkan suatu kasus atau
in pronouncing an opinion upon a cause, perkara yang sedang ditanganinya tetapi tidak
concerning some rule, principle, or secara langsung bersentuhan atau berkaitan
application of law, or the solution of a dengan pokok permasalahan (not directly
question suggested by the case at bar, but relevant to the case).
9 11
Basuki Rekso Wibowo, Pembaruhan Hukum Yang Henry Campbell Black, Black’s Law Dictionary( Revised
Berwajah Keadilan, Majalah Varia Peradilan Tahun XXVII Fourth Edition), Minnesota West Publishing, 1968, hal.
No. 313, Desember 2011, Jakarta, hal. 70 241
10 12
Ibid, hal. 106 Ibid, hal. 242
96
Lex et Societatis, Vol. III/No. 10/Nov/2015
Poin penting yang perlu digaris bawahi dengan asumsi dasar bahwa suatu perkawinan
adalah bahwa eksistensi obiter dicta tidak yang pada awalnya harmonis biasanya diwarnai
mengikat dan tidak pula wajib dikemukakan dengan kegiatan suami istri secara bersama-
oleh hakim, yang sama sekali berbeda dengan sama, baik itu makan bersama, ke pesta
ratio decidendi yang wajib dikemukakan bersama, bercanda bersama, diskusi bersama,
sekaligus mengikat hakim dalam menjatuhkan dan sebagainya. Suatu perkawinan yang telah
putusan atas suatu perkara. Lazimnya, dalam pecah salah satunya dapat diindikasikan
tradisi hukum Indonesia, obiter dicta baru dengan hilangnya kebiasaan-kebiasaan
diaplikasikan jika dalam pemeriksaan suatu bersama tersebut, meskipun pertengkaran
perkara, pokok permasalahan tidak terungkap nyata, baik ucapan secara verbal maupun
secara gamblang, meskipun telah melalui suatu tindakan tertentu tidak tampak, karena pada
pembuktian yang panjang. Dalam konteks beberapa pasangan suami istri, perselisihannya
inilah, obiter dicta yang mewujud dalam justru berwujud pada sikap saling mendiamkan
analogi, ilustrasi, maupun hipotesa atas satu sama lain, memutus komunikasi, dan
serangkaian fakta atau kejadian digunakan. aktivitas-aktivitas tersembunyi lainnya
Sebagai contoh, dalam pemeriksaan perkara (indicated by silent activity). Bukankah ketika
perceraian dengan alasan syiqaq (onheelbare rumah tangga masih harmonis, keinginan untuk
tweespalt),13 sebagaimana maksud Pasal 19 berbagi satu sama lain sangat besar sehingga
huruf (f) PP Nomor 9 tahun 1975 tentang kecenderungan untuk melakukan hal secara
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 tahun bersama-sama juga besar? Inilah yang dalam
1974 tentang Perkawinan. Dalam tradisi common law dipersepsikan sebagai
pemeriksaannya, seringkali hakim kesulitan obiter dicta yang antara lain diwujudkan dalam
dalam mengungkap fakta hukum sebenarnya analogi, ilustrasi, maupun penarikan suatu
berkaitan dengan “perselisihan yang tajam dan hipotesis atas satu atau beberapa kejadian.
terus-menerus” antara Penggugat dan Tergugat Penulis akan menjelaskan sedikit tentang
karena kesaksian para saksi tidak ada yang sengketa perkawinan yang dijelaskan
dapat mengungkap perselisihan dimaksud, sebelumnya. Suatu gugatan cerai didasarkan
seperti apa bentuknya, intensitasnya, pada alasan yang dikemukakan Pasal 19 huruf
kualitasnya, dan sebagainya. (f) PP Nomor 9 Tahun 1975, yaitu perselisihan
Dari sinilah sesungguhnya hakim berangkat yang tajam dan terus-menerus yang tidak
untuk turn over atau beralih ke obiter dicta, mungkin didamaikan lagi (pokok
yaitu dengan mencoba mengungkap fakta-fakta permasalahan). Proses untuk menerapkan
kejadian lain yang tidak berhubungan langsung obiter dicta dalam kasus tersebut adalah
dengan pokok permasalahan syiqaq, tetapi sebagai berikut:
dapat membuat jelas suatu permasalahan. 1. Dalam persidangan, ternyata para saksi
Pengungkapan fakta-fakta dimaksud tidak melihat atau mengetahui adanya
dirumuskan dalam pertanyaan-pertanyaan perselisihan atau pertengkaran dimaksud
tertentu, misalnya:14 (pokok permasalahan tidak terungkap).
1. Apakah Penggugat dan Tergugat masih Jika permasalahan terungkap, maka Hakim
sering makan bersama? tidak akan menggunakan obiter dicta,
2. Apakah Penggugat dan Tergugat masih melainkan akan menggunakan ratio
menghadiri undangan pernikahan bersama? decidendi15.
3. Apakah Penggugat dan Tergugat masih
sering bercanda atau membicarakan hal-hal 15
Ratio decidendi (terminologi Latin, jamak rationes
tertentu? decidendi) adalah dasar atau alasan hakim dalam
Semua pertanyaan tersebut diajukan memutus suatu perkara (rational for decision). Ratio
decidendi ini merupakan point penting yang menentukan
pertimbangan hukum hakim dalam mengabulkan atau
13
Lihat PP Nomor 9 Tahun 1975, tentang pelaksanaan menolak gugatan penggugat. Berbeda dengan obiter dicta,
Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, ratio decidendi merupakan ketentuan umum yang
Pasal 19 Huruf (f) mengikat hakim dalam memutus suatu perkara. Proses
14
Moh. Taufik Makarao, Pokok-Pokok Hukum Acara atau tahapan dalam menentukan ratio decidendi suatu
Perdata, Rineka Cipta, Jakarta, 2009, hal. 42 putusan didasarkan pada substansi atau pokok sengketa
97
Lex et Societatis, Vol. III/No. 10/Nov/2015
17
serta aturan hukum apa yang berkaitan dengannya R. Subekti Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum
(http://en.wikipedia.org/wiki/Ratio_decidendi) Perdata, Pradnya Paramita, Jakarta, 1978
16 18
Lihar Pasal 170 HIR M. Natsir Asnawi, Loc Cit, hal. 111
98
Lex et Societatis, Vol. III/No. 10/Nov/2015
99
Lex et Societatis, Vol. III/No. 10/Nov/2015
100
Lex et Societatis, Vol. III/No. 10/Nov/2015
101