Anda di halaman 1dari 7

PUTUSAN HAKIM: MENUJU RASIONALITAS HUKUM REFLEKSIF

DALAM PENEGAKAN HUKUM

Oleh:
HM. Soerya Respationo
(Fakultas Hukum Universitas Batam, Batam)
dan
M. Guntur Hamzah
(Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, Makassar)
Email:

Abstrak

Penegakan hukum tidak bekerja dalam ruang yang hampa sosial. Penegakan hukum senantiasa
berinteraksi dengan dinamika masyarakat (external dynamics) dan dinamika dalam hukum itu sendiri
(internal dynamics). Oleh karena itu, putusan hakim hendaknya merefleksikan kedua dinamika itu dengan
cara mengkonstatir hubungan antara fakta, norma, moral, dan doktrin hukum dalam pertimbangan
putusan hakim –baik secara sendiri-sendiri, maupun bersama—sangat terkait atau korelatif satu sama
lain.Pola putusan hakim, termasuk penegakan hukumnya yang berlangsung saat ini masih didominasi
tipe rasionalitas hukum formal. Ke depan –dalam rangka “good court governance”—pengembanan
hukum praktis hendaknya di arahkan ke tipe rasionalitas refleksif, minimal diupayakan menggeser pola
hubungan tersebut dari tipe rasionalitas formal ke rasionalitas substantif dan pada saatnya ke arah tipe
rasionalitas hukum refkleksif.

Key Words: Putusan Hakim, Rasionalitas Hukum Refleksif, Penegakan Hukum

Abstract

Law enforcement does not work in a social vacuum of space . Law enforcement continues to interact
with the dynamics community (external dynamics ) and the dynamics within the law itself ( internal
dynamics ). Therefore, the judge’s decision should reflect both the dynamics of the relationship between
facts mengkonstatir way , norms , moral , and legal doctrine in consideration of the judge’s decision -
either individually , or collectively a very related or the same correlative lain.pola verdict , including the
enforcement of the present day is still dominated by the type of formal legal rationality . Forward - in the
context of “good governance court “ - developing of practical law should be directed to the type of reflexive
rationality , at least attempted to shift the pattern of the relationships of all types of formal rationality and
substantive rationality in time towards the type of legal rationality refkleksif .

Key Words : Judgment , Rationality Reflexive Law , Law Enforcement

A. Pendahuluan kepadanya tersebut, Hakim yang bersangkutan


Putusan hakim (vonnis) sejatinya diadakan harus melakukan Penemuan Hukum.
untuk menyelesaikan suatu perkara atau sengketa Menurut Mertokusumo, ada beberapa istilah
dalam bingkai tegaknya hukum dan keadilan. Para yang berkaitan dengan Penemuan Hukum, yaitu :
pencari keadilan (the seeker of justice) tentu saja 1. Pelaksanaan Hukum
berharap bahwa putusan seorang hakim benar- 2. Penerapan Hukum
benar memenuhi rasa keadilan masyarakat (sense 3. Pembentukan Hukum, atau
of justice). Antara undang – undang dengan Hakim 4. Penciptaan Hukum
/ pengadilan, terdapat hubungan yang erat dan
harmonis antara satu dengan lainnya. Dalam P e l a k s a n a a n h uk u m da p a t d i a r t ik a n
mencarikan hukum yang tepat dalam rangka menjalankan hukum tanpa adanya sengketa
menyelesaikan suatu perkara yang dihadapkan atau pelanggaran. Penerapan hukum berarti

Yustisia Vol.2 No.2 Mei - Agustus 2013 Putusan Hakim: Menuju Rasionalitas ... 101
menerapkan ketentuan peraturan perundang – yang sekaligus juga penegak hukum berupa sifat
undangan yang abstrak sifatnya pada peristiwa – sifat utama yang diajarkan dan diwariskan oleh
konkrit. Pembentukan hukum adalah merumuskan para leluhur bangsa Indonesia. Putusan Hakim
peraturan – peraturan yang berlaku umum bagi sebagai Penemuan Hukum, berati berkewajiban
setiap orang. Sedangkan penciptaan hukum merumuskan pertimbangan-pertimbangannya
ini memberikan kesan bahwa hukum itu hanya tidak hanya berdasarkan ilmu hukum dengan
peraturan tertulis saja, sehingga kalau tidak diatur pelbagai ilmu-ilmu bantuannya, tetapi juga
dalam peraturan tertulis, maka kewajiban hakimlah melibatkan filsafat hukum dan teori hukum,
untuk menciptakannya.Namun mewujudkan lebih-lebih apabila berhadapan dengan perkara
putusan hakim yang sesuai dengan rasa keadilan – perkara yang secara mendasar benar – benar
masyarakat ternyata tidak mudah. Bahkan menyentuh hati nurani.
dalam beberapa putusan pengadilan justru Dalam prinsip berpikir sistem, emergent itu
bermasalah dan menimbulkan kontroversi di dipahami sebagai produk yang lahir dari pola
tengah masyarakat. interaksi antarkomponen yang terdapat dalam
Apabila kontroversi itu disebabkan oleh sebuah sistem. Jika dasar dan pola interaksi
penolakan atau ketidakberterimaan salah satu antarkomponen dalam sistem itu baik, maka dia
pihak yang berperkara tentu saja masih dapat akan melahirkan emergent yang baik, demikian
dimaklumi, karena pihak yang kalah seringkali pula sebaliknya (Hayyan Ul Haq, 2005). Dalam
merasa tidak puas, sebaliknya pihak yang menang kaitannya dengan pengembanan hukum, putusan
menilai putusan hakim yang memenangkannya hakim yang tidak koheren merupakan produk
adalah putusan yang adil. Akan tetapi, sering (emergent) yang abnormal. Ini berarti, putusan
kali putusan hakim menimbulkan kontroversi di lahir dari seluruh rangkaian aktivitas pengembanan
masyarakat, bahkan penolakan karena putusan hukum yang juga abnormal. Putusan Hakim
pengadilan bertolakbelakang dengan akal adalah Penemuan Hukum dalam artian khusus
sehat atau pemahaman masyarakat karena mengandung pengertian proses dan karya
ketidakkoherensian antara fakta, norma, moral, yang dilakukan oleh Hakim, yang menetapkan
dan doktrin hukum dalam pertimbangan putusan benar dan tidak benar menurut hukum dalam
hakim. situasi konkrit, yang diujikan kepada hati nurani.
Ditinjau dari ajaran pemisahan kekuasaan Dalam rangka meningkatkan peran Hakim untuk
melalui doktrin “Trias Politika” sebagaimana mewujudkan putusan yang benar dan adil, maka
diketengahkan oleh Emmanuel Kant maupun dituntut bagi seorang Hakim untuk menerapkan
Montesquieu dan dikembangkan oleh John Locke metode pendekatan Penemuan Hukum, yang
melalui ajaran “Separation of Power” yaitu : dapat memenuhi rasa keadilan masyarakat.
“There can no be liberty when the legislative Masalah penegakan hukum (law enforcement)
and executive power are jointed in the same ses ungg uhn ya buk anla h per soal an ya ng
persons or body of lords because it to be feared berdiri sendiri. Ada rangkaian yang saling
that the monarch or body will make tyrannical laws mempengaruhi sehingga melahirkan putusan
to be administered in tyrannical way. Nor is there hakim yang bermasalah. Ketua Komisi Yudisial
any liberty if the judicial power is not separated Eman Suparman, menengarai bahwa selama
from the legislative and executive power.” ini memang terdapat perbedaan penafsiran
bahwa tidak ada kemerdekaan apabila atas beberapa bagian Kode Etik dan Pedoman
kekuasaan yudikatif, legislatif, dan eksekutif Perilaku Hakim. KY menganggap ada hubungan
berada dalam satu tangan atau badan. Apabila kuat antara perilaku dengan putusan hakim,
kekuasaan-kekuasaan tersebut berada di satu utamanya kepatuhan penerapan hukumacara
tangan akan menimbulkan suatu “tirani”. Konsep dan komprehensifnya hakim melihat fakta
pemikiran masyarakat yang bebas diawali dengan persidangan. Mahkamah Agung berpendapat
pemisahan kekuasaan antara kekuasaan legislatif KY tidak berwenang menilai putusan hakim.
dengan eksekutif maupun yudikatif dengan Namun menurut Eman Suparman, KY memang
kekuasaan legislatif dan eksekutif. tidak menilai putusan hakim. Putusan hakim
Terhadap putusan hakim yang tidak koheren hanyalah pintu masuk untuk mendeteksi adanya
jelas mencerminkan bahwa pengembanan hukum pelanggaran KEPPH (Dinal Fedrian, 2012).
praktis berlangsung tidak normal (abnormal). Data KY menunjukkan bahwa sejak Januari
Dituntut bagi seorang Hakim untuk mewujudkan hingga Juni 2012, KY telah menerima 731
putusan benar dan adil yang sangat didambakan pengaduan. Dari jumlah tersebut sudah 161
sepenuhn ya oleh par a pencar i k eadilan, pengaduan yang ditindaklanjuti. Rinciannya
perpaduan sifat berperilaku bagi seorang Hakim sampai pemeriksaan hakim (6), pemeriksaan

102 Yustisia Vol.2 No.2 Mei - Agustus 2013 Putusan Hakim: Menuju Rasionalitas ...
pelapor/saksi (39), klarifikasi surat/diteruskan ke demikian, hukum tidak akan bisa diputus
instansi lain (110), investigasi (2), dan permintaan dengan adil jika fakta hukum tidak ada.
alat bukti (4). Dari laporan itu terungkap 14 hakim Dalam k aitan ini, sang at menarik
direkomendasikan Komisi Yudisial untuk dijatuhi tanggapan Ketua KY Busyro Muqoddas
sanksi (Komisi Yudisial, 2012). yang menyatakan bahwa, jika hakim telah
Dalam beberapa kasus,MA tidak bisa menyampingkan fakta persidangan, fakta
melaksanakan seluruh rekomendasi KY dengan saksi, bukti lain, dan fakta pembelaan, itu
alasan beberapa rekomendasi terkait dengan berarti hakim telah melakukan kesalahan
kasalahan hakim yang masuk kategori teknis fatal. “Fakta-fakta itu harus dimuat dalam
yudisial. Padahal, bidang teknis yudisial ini justru pertimbangan hakim,” secara normatif
berpotensi digunakan oleh hakim “nakal” untuk putusan hakim seharusnya memperhatikan
memainkan perkara. Modus yang biasa dipakai fakta persidangan, baik itu fakta saksi, bukti,
hakim untuk memainkan perkara dalam tataran maupun fakta pembelaan (Media Indonesia,
teknis yudisial itu misalnya tidak mencantumkan 2 Februari 2012).
fakta hukum dalam pertimbangan putusan, atau Berlandaskan platform sebagaimana
memanipulasi tafsir hukum sehingga suatu terurai tersebut, maka tipologisasi penemuan
perkara bisa mendapat putusan bebas atau hukum menurut ajaran G. J. Wiarda adalah
putusan minimal (Waspada online 9 Desember tepat, padat dan bena r sebagaimana
2009). dipersonifikasikan pada tiga wujud ( trimatra
Salah satu hal yang sampai saat ini masih penemuan hukum ) sebagai berikut :
menjadi kontroversi besar adalah perihal apakah 1. Hakim sebagai corong Undang – undang
frasa “…wewenang lain dalam rangka menjaga ;
dan menegakk an k eho rmatan, k eluhuran 2. Hakim sebagai penterjemah Undang –
martabat, serta perilaku hakim “ berarti juga undang / Hukum ;
memperbolehkan KY dalam rangka pengawasan 3. Hakim yang menimbang dan memutuskan
untuk melakukan pemeriksaan terhadap putusan- demi dan menurut keadilan.
putusan
Persoalan putusan hakim yang tidak koheren Dengan demikian sesuai hal- hal tersebut
dengan fakta hukum dan manipulasi tafsir hukum terlukiskan pula hakekat, tugas dan fungsi
inilah yang menjadi salah satu sorotan paper Hakim yaitu melakukan penemuan hukum
ini. Bahkan dalam konteks law enforcement dengan hasil keputusan hati nurani terhadap
persoalan ini jauh lebih kompleks. Oleh karena perkara yang diajukan kepadanya untuk
itu, putusan hakim harus diletakkan dalam diperiksa dan diadili.
konteks kekoherensiannya dengan aspek fakta Dengan demikian, fakta hukum
hukum, norma, moral, dan doktrin hukum. Namun merupakan sesuatu yang sangat fundamental
bagaimana hubungan antara fakta, norma, moral dalam putusan hakim karena merefleksikan
dan doktrin dalam pertimbangan putusan hakim tindakan manusia, keadaan atau peristiwa
dalam konteks penegakan hukum? Penulis yang menjadi sorotan utama dalam proses
mencoba menjelaskan dalam dua aspek, yaitu (1) peradilan. Fakta hukum merupakan intrumen
hubungan kedudukan dan peranannya terhadap bagi hakim dalam meneguhkan asumsi-
putusan hakim, dan (2) hubungan berdasarkan asumsi menjadi kenyataan(to be reality).
tipe rasionalitas hukum. Bahkan sesungguhnya, asas praduga tidak
bersalah (presumption of innocence) yang
B. Hubungan Berdasarkan Kedudukan dan menjadi salah satu asas terpenting dalam
Peranannya Terhadap Putusan Hakim hukum acara sangat terkait dengan fakta,
karena sebelum fakta “berbicara” yang
1. Putusan Hakim dan Fakta Hukum kemudian menjelma dalam putusan hakim
Setiap putusan hakim harus berdasarkan maka seseorang dianggap tidak/belum
fakta yang jelas. Fakta memegang peranan bersalah.
penting dalam setiap putusan hakim. Bahkan Dalam konteks hubungan fakta hukum
fakta hukum merupakan “conditio sine dengan putusan hakim, maka jelas bahwa
qua non” bagi terwujudnya putusan yang fakta hukum yang membuat dugaan-dugaan
adil. Oleh karena itu, dalam memutuskan atau dakwaan-dakwaan pihak penutut umum
perkara pasti membutuhkan fakta hukum dalam perkara pidana menjadi terbukti atai
dari suatu perkara. Putusan hakim akan adil tidak terbukti. Demikian pula dalam perkara
jika berdasarkan fakta yang benar. Dengan perdata dan tata usaha negara, fakta hukum

Yustisia Vol.2 No.2 Mei - Agustus 2013 Putusan Hakim: Menuju Rasionalitas ... 103
terjelma dalam pembuktian atas gugatan 3. Putusan Hakim dan Moral
penggugat dan bantahan tergugat dalam Setiap putusan hak im seyogianya
proses peradilan. Fakta hukum merupakan merefleksikan pertimbangan moral. Moral
sisi “das sein” sebuah putusan hakim. Tanpa adalah istilah manusia menyebut ke manusia
fakta hukum, maka sesungguhnya tidak ada atau orang lainnya dalam tindakan yang
putusan hakim (there are not facts, no judge’s mempunyai nilai positif. Moral adalah sikap
decision). dasar yang harus dimiliki oleh seorang
manu si a j ik a ia i ngi n dihor m ati ole h
2. Putusan Hakim dan Norma Hukum sesamanya. Ia merupakan kondisi pikiran,
Setiap putusan hakim harus perasaan, ucapan dan perilaku manusia
berlandaskan norma hukum yang jelas. yang terkait dengan nilai-nilai baik dan buruk.
Norma adalah pernyataan yang menekankan Dengan demikian, Moral merupakan nilai
aspek “seharusnya” atau “das solen”, keabsolutan alam kehidupan bermasyarakat
dengan menyertakan beberapa peraturan secara utuh.
tentang apa yang harus dilakukan. Norma Pada dasarnya, kedudukan moral dalam
juga diartikan sebagai patokan perilaku teori hukum termasuk bagian dari norma
dalam suatu kelompok masyarakat tertentu atau kaidah hukum dalam arti luas. Tetapi
yang pada umumnya berupa perintah dan –dalam arti sempit—kaidah hukum dapat
larangan.Untuk dapat menjalankan fungsinya dibedakan dengan kaidah moral. Perbedaan
yang demikian itu, tentu saja norma harus antara kaidah hukum dan kaidah moral
mempunyai kekuatan hukum yang bersifat mengacu pada kualitas perbuatan manusia
memaksa. Paksaan ini tertuju kepada para yang dilakukan. Moralitas suatu perbuatan
anggota masyarakat dengan tujuan untuk menyatakan bahwa perbuatan itu sesuai
mematuhinya (Satjipto Rahardjo, 2000). dengan kaidah moral (morele wetten). Sedang
Norma hukum merupakan bagian dari legalitas suatu perbuatan menyatakan bahwa
norma sosial. Dalam hubungan ini, J.J.H. perbuatan itu sesuai dengan kaidah hukum
Bruggink menegaskan bahwa norma hukum (juridische wetten) (J.JH. Bruggink, 2006).
(rechtsnorm) menunjuk pada proposisi dari Dalam konteks putusan hakim, maka
suatu aturan hukum (rechtsregel), sebab arti kedudukan moral memegang peranan sebagai
dari sutau aturan hukum itu harus ditautkan pengendali (sturende)dan refleksi motivasi diri
pada isi normanya, dengan catatan: pertama, seorang hakim dalam proses pengambilan
isi norma menentukan wilayah penerapannya. putusan. Putusan hakim yang lahir dari proses
Kedua, isi kaidah berbanding terbalik wilayah kontemplasi moral baik dari segi lahiriah
penerapannya (J.J.H. Bruggink, 2006). maupun batiniahakan menghasilkan putusan
Lebih lanjut menurut Bruggink, norma hakim yang adil, karena putusan hakim yang
atau kaidah-kaidah hukum memiliki beragam berbasis moral tentu saja telah koheren
bentuk dan jenisnya, antara lain kaidah dengan pertimbangan fakta, norma, doktrin
perilaku mencakup perintah, larangan, izin baik dari segi lahiriah maupun batiniah serta
dan dispensasi, serta kaidah sanksi. Meta lebih komprehensif dan utuh. Sebaliknya, jika
kaidah yakni berkenaan dengan kaidah putusan hakim tidak dilandasi pertimbangan
perilaku mencakup kaidah pengakuan, kaidah moral, maka putusan hakim tersebut gagal dari
perubahan, kaidah kewenangan, kaidah aspek pertanggungjawaban moral, sehingga
definisi, dan kaidah penilaian atau yang lebih putusan hakim demikian itu sesungguhnya
dikenal dengan nama asas-asas hukum. menjauh dari rasa keadilan masyarakat.
Dalam konteks putusan hakim, maka
kaidah atau norma hukum memegang 4. Putusan Hakim dan doktrin Hukum
peranan sebagai pedoman(leiding)dan Setiap putusan hakim sedapat mungkin
instrumen pengujian (toetsingrecht) bagi paralel dengan pandangan para ahli (doktrin).
aktivitas manusia atau seseorang yang diatur Doktrin adalah pendapat ahli hukum atau
dalam ruang lingkup peraturan perundang- pakar yang bereputasi di bidang hukum yang
undangan yang berlaku. Sifat norma hukum biasanya dijadikan hakim sebagai pedoman
merupakan sisi “das sollen” sebuah putusan dalam memperkaya argumentasi hakim
hakim. Tanpa memperhatikan norma hukum, dalam mengambil putusan. Tentu saja, tidak
maka sesungguhnya putusan hakim tersebut semua pandangan sarjana hukum yang dapat
bersifat sewenang-wenang. masuk dalam kualifikasi doktrin, melainkan

104 Yustisia Vol.2 No.2 Mei - Agustus 2013 Putusan Hakim: Menuju Rasionalitas ...
hanya pakar-pakar yang diakui keahliannya C. Hubungan Berdasarkan Tipe Rasionalitas
oleh masyarakat. Hukum
Bukan hanya dalam pergaulan hukum Putusan hakim adalah suatu pernyataan
nasional berlaku doktrin sebagai sumber hakim –sebagai pejabat negara—yang
hukum, melainkan juga dalam pergaulan diberi wewenang untuk itu, diucapkan
hukum internasional. Bahkan, dalam hukum dipersidangan dan bertujuan untuk mengakhiri
internasional, doktrin merupakan sumber atau menyelesaikan suatu perkara atau
hukum yang paling penting. Sebagai contoh, sengketa antara para pihak. Bukan hanya
Mahkamah Internasional di Den Haag, yang diucapkan saja yang disebut putusan,
Nederland, mengakui pentingnya doktrin, melainkan juga pernyataan yang dituangkan
terlihat dalam Pasal 38 ayat 1 Statute dalam bentuk tertulis dan kemudian diucapkan
of Internasional court of Justice, yang
oleh hakim dipersidangan. Sebuah konsep
menunjuk “teaching of the must highly
putusan (tertulis) tidak mempunyai kekuatan
qualifed publicists” yang tidak lain adalah
sebagai putusan sebelum diucapkan di
doktrin (Achmad ali, 2008).
persidangan oleh hakim. Putusan yang
Dalam konteks putusan hakim, maka diucapkan dipersidangan tidak boleh berbeda
k eduduk an dok trin hukum memegang dengan yang tertulis (vonnis) (Sudikno
peranan sebagai jembatan (bridge) dan
Mertokusumo, 2008).
cahaya penerang (shining light). Dalam
Untuk menjelaskan hubungan antara
kedudukan sebagai jembatan, doktrin hukum
menghubungkan antara dunia teoretik dan putusan hakim (vonnis) dengan fakta, norma,
praktik, serta antara “das sollen” dan “das moral dan doktrin dari perspektif rasionalitas
sein”. Sedang dalam kedudukannya sebagai hukum, penulis menggunakan konsep
cahaya penerang, doktrin hukum memberi rasionalitas hukum Gunther Teubner. Menurut
pencerahan dan kualitas argumentasi dalam Teubner, ada 3 (tiga) tipe rasionalitas hukum
setiap pertimbangan putusan hakim. Dengan yaitu (Gunther Teubner, 1983:
demikian, putusan hakim yang memuat a. Rasionalitas formal
doktrin hukum akan lebih berbobot dan b. Rasionalitas substantif
mencerahkan.Sebaliknya,jika putusan hakim c. Rasionalitas refleksif
tidak sejalan dengan doktrin hukum maka
sesungguhnya putusan hakim tersebut Ti pe r a si on a li ta s hu k um ( for ma l)
kehilangan arah (lose of direction). berorientasi pada ketaatan hukum formal.
Sedangkan rasionalitas hukum (substantif)
berorientasi pada hasil dan tujuan. Adapun
tipe rasionalitas hukum (refleksif) berorientasi
pada proses dan motif dibalik proses-proses
tersebut.
Dengan menggunakan konsep
rasionalitas hukum model Gunther Teubner
di atas, maka hubungan antara fakta, norma,
moral dan doktrin dalam pertimbangan
putusan hakim dapat digambarkan dalam
tabel/matriks sebagai berikut:

Tabel: Hubungan Berdasarkan Tipe Rasionalitas Hukum


Tipe Rasionalitas Hukum
dimensi
Formal Substantif Refleksif
FAKTA - Ketaatan pada hukum - Ketaatan pada - Ketaatan pada substansi
formal. substansi hukum. hukum.
- Pembuktian lebih me- - Pembuktian lebih - Pembuktian lebih menekankan
nekankan aspek formal. menekankan aspek koherensi aspek formal,
- Kebenaran formal. substansi. materil, dan proses-proses yg
- Hakim sbg terompet - Kebenaran materil. menyertainya.
UU. - Kebenaran refleksif.

Yustisia Vol.2 No.2 Mei - Agustus 2013 Putusan Hakim: Menuju Rasionalitas ... 105
NORMA - Instr umen k etaatan - Instrumen ketaatan - Instrumen k etaatan pada
pada hukum formal- pada substansi tujuan dan proses.
dogmatik. hukum. - Diskresi substantif dan filosofis.

- Konsistensi pada - Diskresi sesuai - Menjaga kekoherensian


ketentuan hukum substansi hukum. substantif.
formal. - Hakim tidak sekedar - Hakim terompet hukum dan
- Hakim sbg terompet terompet UU. keadilan.
UU.
MORAL - Instrumen justifikasi - Instrumen justifikasi - Instrumenmoral refleksif
terhadap ketaatan moral terhadap terhadap ketaatan pada tujuan
pada hukum formal. keta-atan pada dan proses.
- Menghindari penyim- substansi hukum. - Merefleksikan nilai-nilai moral.
pangan dan Konsistensi - Melahirkan moral - Menghindari penyim-pangan
pada ketentuan hukum substantif. dan Koheren pada tujuan dan
formal. - Menghindari pe- proses.
- Hakim sbg terompet nyimpangan - Diskresi lebih substantif dan
UU. dan Konsistensi filosofis sesuai tujuan dan
substansi hukum. hasil.
- Diskresi sesuai
- Hakim sbg terompet hukum
subs-tansi hukum.
dan keadilan.
- Hakim tidak sekedar
terompet UU.
DOKTRIN - Instrumen justifikasi - Instrumen justifikasi - Instrumen refleksif terha-dap
terhadap ketaatan terhadap ketaatan ketaatan pada tujuan dan
pada hukum formal. pada substansi hu- proses.
- Melahirkan ketaatan kum. - Merefleksikan jaiman keadilan
pragmatis. - Melahirkan ketaatan dan kepastian preskriptif.
- Menghindari penyim- yg otentik. - Menghindari penyim-pangan
pangan dan Konsistensi - Menghindari pe- dan Koheren pada tujuan dan
pada ketentuan hukum n yim pan ga n d an proses.
formal. Konsistensi pada - Diskresi sesuai tujuan dan
- Hakim sbg terompet substansi hukum. hasil.
UU. - Diskresi yg sesuai
- Hakim sbg terompet hukum
substansi hukum.
dan keadilan.
- Hakim tidak sekedar
terompet UU.

Berdasarkan gambaran tentang hubungan tetapi hakim harus melihat realitas hukum yang
fakta, norma, moral dan doktrin terhadap hidup dalam masyarakat, dan bukannya bertumpu
pertimbangan putusan hakim di atas, maka pada perundang-undangan yang merupakan
hendak nya semua k omponen dan proses ciptaan manusia biasa, yang juga tidak pernah
pengakan hukum di arahkan pada tipe rasionalitas sempurna, tidak lengkap dan senantiasa menuntut
hukum yang reflektif guna meningkatkan kualitas interpretasi dari para penegak hukumnya. Oleh
penegakan hukum dan dunia peradilan di tanah karena itu, Bagi Holmes, yang ia anggap sebagai
air. hukum adalah ramalan tentang apa yang akan
Pandangan ini sejalan dengan pandangan dilakukan oleh pengadilan di dalam kenyataannya,
Oliver Wendell Holmes dalam (L.B. Curzon, dan tidak ada yang lebih penting daripada itu (the
1979) yang terkenal dengan sebutan “the great prophecies of what the courts will do in fact, and
dissenter justice” yang melahirkan konsep yang nothing more pretentious, are what I mean by
dikenal dengan sebutan “the concept of clear the law). Bahkan menurut Holmes, hakim dalam
and present danger”. Holmes mengingatkan para membuat putusan selalu memasukkan suatu
hakim untuk tidak terpaku dan taqlid pada sistem pertimbangan pribadi yang extra-legal sifatnya
“presedent” yang kaku, deterministik dan legalistik, agar keputusan-keputusan yang dibuatnya lebih

106 Yustisia Vol.2 No.2 Mei - Agustus 2013 Putusan Hakim: Menuju Rasionalitas ...
fungsional bagi kehidupan masyarakat, maka putusan hakim yang tidak memperhatikan norma
pengalaman yang tersimak dalam kehidupan adalah kesewenang-wenangan. Putusan hakim
akan lebih cermat menduga arah keputusan hakim yang tidak mengindahkan moral sesungguhnya
daripada sekadar logika-logika hukum, “the live of gagal dari aspek pertanggungjawaban moral.
the law has not been logic but experience”. Sedang putusan hakim yang tidak memuat
doktrin hukum maka sesungguhnya putusan
d. Penutup tersebut telah kehilangan arah (lose of direction).
Dengan demikian, baik fakta hukum, norma, moral
Dalam konteks penegakan hukum, hubungan maupun doktrin hukum sesungguhnya merupakan
antara fakta, norma, moral, dan doktrin hukum instrumen otentik bagi hadirnya putusan hakim
dalam pertimbangan putusan hakim –baik secara yang baik. Instrumen tersebut merupakan
sendiri-sendiri, maupun bersama—sangat terkait “conditio sine qua non” bagi putusan hakim yang
atau korelatif satu sama lain. Putusan hakim harus meneguhkan rasa keadilan masyarakat (sense
merefleksikan komponen-komponen tersebut. of justice).
Putusan Hakim yang dipertanggung jawabkan Ditinjau dari perspektif rasionalitas hukum,
secara ilmiah adalah yang memenuhi persyaratan putusan hakim dan hubungannya dengan fakta,
utama seperti yang diajarkan oleh Josef Esser, norma, moral, dan doktrin dapat diklasifikasi
yaitu sistem konsisten dan adil utamanya ke dalam tiga tipe rasionalitas hukum, yaitu
mewujudkan Law and Legal reform. rasionalitas formal, rasionalitas substantif,
Disamping hal – hal yang bersifat materiil dan rasionalitas refleksif. Masing-masing tipe
korporil, banyak dan beraneka ragam ganggguan rasionalitas hukum menggambarkan status
dan motif-motif irrasionil yang dapat menyebabkan dan kedudukan fakta, norma, moral dan doktrin
putusan Hakim menjadi sine lege ( tanpa dalam hubungannya dengan putusan hakim.
berdasakan undang – undang ). Adapun yang Pola hubungan yang berlangsung saat ini masih
dimaksudkan motif – motif irrasionil, gangguan didominasi tipe rasionalitas hukum formal. Ke
tersebut ialah antara lain : egoisme, haus depan –dalam rangka “good court governance”—
kekuasaan, loba tamak, kebodohan, purbasangka, pengembanan hukum praktis hendaknya di
kemunafikan, kecanduan budaya konsumerisme arahkan ke tipe rasionalitas refleksif, minimal
dan supplaierisme. diupayakan menggeser pola hubungan tersebut
Apabila putusan hak im yang tidak dari tipe rasionalitas formal ke rasionalitas
memperhatikan fakta hukum sesungguhnya substantif dan pada saatnya ke arah tipe
bukan putusan pengadilan. Demikian pula, rasionalitas hukum refkleksif.

Referensi

Achmad Ali, 2008, Menguak Tabir Hukum, Edisi Kedua, Ghalia Indonesia, Jakarta.
Bruggink, J.J.H., 1996, Refleksi Tantang Hukum (Pengertian-pengertian Dasar Dalam Teori Hukum), Alih
Bahasa Arief Sidharta, PT Citra Aditya Bakti, Bandung.
Curzon, L.B., 1979, Jurisprudence, M&E Handbooks, Estover, Plymouth.
Haq, Hayyan Ul, Mafia Peradilan Vs Law Society, Dalam Harian Kompas, Rabu, 19 Oktober 2005.
Komisi Yudisial, 2012, Laporan Utama dalam Buletin Komisi Yudisial, vol. vII, No.2, September-Oktober,
2012.
Mertokusumo, Sudikno, 1985, Hukum Acara perdata Indonesia, Edisi Kedua, Liberty, Yogyakarta.
Satjipto Rahardjo, 2000, Ilmu Hukum, Cetakan ke-v, PT Citra Aditya Bakti, Bandung.
Teubner, Gunther, 1983, Substantive and Reflexive Elements in Modern Law, dalam Law and Society
Review, volume 17, Nomor 2.

Yustisia Vol.2 No.2 Mei - Agustus 2013 Putusan Hakim: Menuju Rasionalitas ... 107

Anda mungkin juga menyukai