Anda di halaman 1dari 32

BAB n

HUKUM BAN PENEMUAN HUKUM


SISTEM HU"^
‘ • r'
•. _x . .?» * V • *- \ „ .&/’

A . Sistem Hukum .

, . . suato kesatuan yang tidak menghendaki Sistem adaian kesatuan yang


terpadu, SUatl|
adanya konflik di> dkorfUk di daiam sistem itu, maka struktufed»”»'^^akan
menyelesaikan konflik im sistem itu
Xam kesatuan yang apabila terjadi konfli^ Sistem adalah su terdapat di dalam
sistem itu. Jadi

Adapun arti penting y tidak mempunyai ani


terletak dalam sistem itu sendiri. Tiap

di luar sistem itu.

Dipindai dengan CamScanner


Konflik di dalam sistem mau tidak m
^yarckat berinteraksi. Pernyataan-pem^” '"Jadkkare„a ilmuwan hanya
mengkonstatir dan mencoba n, u k,ta sebagai yuridisnya. Dalam hal
hubungan konflik ant» n® pembenaran 1983 dengan UU No. 1 Tahun 1974
di ataS ” No'10 perlama, ada yang menggunakan “/„ ’ ,.eraPa Pendapat:
generali". Dalam hal ini, masalahnya apakah'7'^r°gal ,eg‘ tingkatan
peraturan itu tidak sama. ltu benar
> karena
Kedua, ada sementara pendapat yang me d masyarakat. Jadi landasannya
adalah landasTn pafakepentingan
Asas-asas inilah yang memhuat • anniorai-
Kalau terjadi konflik antara unsur-unsur' dT““ menjadi luwes- jawabannya
sudah ada di dalam sistem ih. < 7““ S1Ste® itu maka hukum (rechtsvinding).
Sistem hukum
terbuka, artinya terjadinya hubuno sendln dikenal bersifat lingkungannya.
di luTsi T’* denga"
merupakanbagiandarisistemmemn.» • em ,tU yang ,idak unsur sistem hukum itu.
P pengaruI1
dihadap unsur-

LUAR
LUAR HUKUM
HUKUM

Dipindai dengan CamScanner


n „a menyatakan: Uaw as a tool qfSoci Dalam hal ini
.^"hukum memerlukan informasi dari d^
sering" 'X bagian-bagian hukum ada yang luar. Akan tetapi da,a" kum benda yang
seh

termuat di dalam- sistem tertutup- bepu 1 nut sistem terbuka adalahi^


U KUHPdt- Sebah2 atur tentang Perikatan (Verlnnt™). III KUHPdt yang
perjanjian dengan contr^
Apa P«bedaXkan antara perjanjian dengan conW KUHPdt mencampur
—Perjanjian Obligator
(contract)
Perjanjian Umum

Perjanjian Lain.

Di dalam KUHPdt dijumpai sistem terbuka, artinya dimungkinkan


kepada setiap orang untuk menciptakan’sesuatu di luar yang diatur oleh
Undang-Undang, seperti pada Buku IH KUHPdt. .. 'H
Sistem tertutup juga terdapat di dalam KUHPdt yaitu Buku II, di mana
tidak dimungkinkan kepada seseorang untuk menciptakan lembaga selain yang
diatur oleh Undang-Undang. Konflik-konflik yang sering ditemukan di dalam
sistem hukum adalah:
1. Konflik Undang-Undang dengan Keputusan Hakim
2. Konflik Undang-Undang dengan Undang-Undang
3. Konflik Undang-Undang dengan Kebiasaan
4. Konflik Keputusan Hakim dengan Kebiasaan

1, Konflik Undang-Undang dengan Keputusan Hakim


Kalau Undang-Undang bertentangan dengan Keputusan Hakim atau
kalau terjadi pertentangan antara Keputusan Hakim

4?
Dipindai dengan CamScanner
tsX^
^nean Undang-Undang, maka Keputusan HaU™ .
asar

Hukuranya adalah
^^2^3 ^^^tedaan lain
antara kaedah hukum denBan v . L lainnya? Kaedah hukum bersifat “attributif’
dan “normaw Kaedah bersifat atribut artinya kaedah yang memberikan hak dan
kaedah normatif adalah kaedah yang membebankan kewajiban
Kaedah agama, adalah kaedah normatif, demikian pula kaedah
kesusilaan juga kaedah yang bersifat normatif karena bertujuan untuk
menyempurnakan diri manusia dan karenanya hanya membebankan kewajiban.

2. Konflik Undang-Undang dengan Undang-Undang


Konflik Undang-Undang dengan Undang-Undang dapat terjadi, seperti
konflik antara Undang-Undang baru dengan Undang- Undang lama sepanjang
mengatur materi yang sama. Konflik berarti ada pertentangan. Mungkin
Undang-Undang baru tidak secara tegas mencabut Undang-Undang lama.
Dalam hal ini untuk menyelesaikannya dikenal dengan adanya asas “Zex
posteriori gerogot, legi priorT. ~~
Berbicara tentang asas, asas ini bersifat abstrak umum. Sifatnya yang
umum ini seringkali terdapat adanya pengecualian- pengecualian. Bahkan
pengecualian itulah yang menyebabkan sifat ketentuan umum (de uitzondering
en berestigen de regels).
Bentuk lain dari konflik antara Undang-Undang dengan Undang-
Undang, adalah konflik antara Undang-Undang yang sifatnya lebih tinggi
dengan peraturan perundangan yang lebih rendah. Dalam hal ini dikenal adanya
asas hierarchi, yaitu: ‘7ex_ -f/gg/ imperior^’. Demikian pula adanya suatu
ndang-Undang yang bersifat umum bertentangan dengan Undang

43

Dipindai dengan CamScanner


Undang yang bersifat khusus. Dalam penyelesaiannya terkenal ltlex specials
derogat legi generali
**.—*" U,' ' ; In " "f4* l

3. Konflik Undang-Undang dengan Kebiasaan


Dalam praktek mungkin saja kita dihadapkan patf a s kenyataan
bahwa suatu Undang-Undang bertentangan den ' kebiasaan. Pada waktu
lampau, masalah ini mudah diatasi kar kita menganut paham legisme,
sehingga Undang-Undang selaj^ dimenangkan dari kebiasaan. Dengan
ditinggalkannya pah^ legisme yaitu paham yang menyatakan satu-satunya
huku^ hanyalah Undang-Undang, maka penyelesaian masalah pertentangan
ini menjadi lain. Kalau terjadi pertentangan antara Undang-Undang dengan
Kebiasaan, maka perlu dianalisa lebih lanjut, apakah Undang-Undang itu
mengandung suatu kewajiban
Sebaliknya jika Undang-Undang yang bertentangan dengan^ kebiasaan itu
atau tidak. Jika Undang-Undang itu mengandung suatu kewajiban,
maka Undang-Undanglah yang dimenangkan dari kebiasaan.
tidak mengandung suatu kewajiban, maka kebiasaan itu tidak mengandung
suatu kewajiban, maka kebiasaanlah yang ‘ dimenangkan.Dalam hal ini Jellinex
mengatakan: “Jie normative kra et desfaktisen ”, artinya peristiwa yang
berulang-ulang lama *kelamaan akan memperoleh kekuatan normatif
Mengenai paham legisme di atas, di negara kita dulunya menganut
paham itu. Hal itu terlihat jelas di dalam AB yang memuat ketentuan umum,
Undang-Undang adalah satu-satunya sumber hukum. Akan tetapi paham ini
telah ditinggalkan seperti terlihat di dalam Undang-Undang No.4 Tahun 2004
tentang Kekuasaan Kehakiman. Pasal 16 Undang-Undang tersebut
menyebutkan, bahwa pengadilan tidak boleh menolak untii memeriksa,
mengadili dan memutuskan suatu perkara

Btehu 44
Dipindai dengan CamScanner
diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas melainkan
wajib untuk memeriksa dan mengadilinya.
Akhirnya dapat dilihat definisi hukum dari “vo« savigny” dan “roscoe
pound', Von savigny" menyatakan “des recht wird nicM d™ wal^ Tedemah™
'bebasnya adalah: Hukum itu tidak dibuat dengari sengaja, tetapi tumbuh, lahir
dan berkembang secara spontan dalam masyarakat.
Roscoe Pound menyatakan “law is a tool of social engineering -hukum
adalah merupakan alat untuk menggerakkan masyarakat) .

4. Konflik antara Keputusan Hakim dengan Kebiasaan


Dalam praktek kemungkinan juga kita dihadapkan kepada kenyataan
adanya pertentangan antara Keputusan Hakim dengan Kebiasaan. Dalam
penyelesaiannya dikenal dengan adanya asas seperti yang disebutkan di atas,
yaitu “res1 yudicatp pro veritate habftur”. Dalam hubungan ini, sekarang
praktek hukum di negerT "Belanda telah mulai memperhatikan “solution
moral”, ketertiban umum dan sikap berhati-hati dalam masyarakat (de
maatsschapelijke zorij vultigheid).

Ciri-ciri Sistem Hukum


a. Sistem Hukum itu Mengenal Pembagian
Sistem itu mempunyai pembahagian (divisiori), artinya bahwa di dalam
sistem itu terdapat interaksi antara unsur-unsur dan bahagian-bahagian di dalam
sistem itu. Kemungkinan antara suatu unsur dengan yang lainnya dapat terjadi
konflik. Kalau konflik unsur-unsur itu dibiarkan saja, akan timbul “chaos'
padahal sistem itu utuh dari unsur-unsur itu dapat diadakan klasifikasi dalam
sistem itu. .Sebagai contoh adalah pembahagian Hukum Nasional dan Hukum
Internasional.

v h kita telah mempunyai Hukum Nasional? * Apakah kita bahwa


beium punya
PendaP^ZnZtena hukum k!ta merupakan hukum pr^ kolonial Belan di

d^amperundang-undang^

X P~K ‘B « "" r""lh“>,,l,h b'rsi,“ ■*> rencana, bukan suatu yang definitif, demikian
juga menurut Horst : Demikianlah KUHPdt diambil sebagai contoh, KUHPdt
hanya merupakan suatu rencana. Kapan dikatakan sebagai huku^ yang konkrit,

4
5

Dipindai dengan CamScanner


adalah melalui Yurisprudensi. Yurisprudensi inil^ yang dapat disebut sebagai
“living law Dengan demikian sifat nasionalnya sudah dimasukkan dalam proses
penerapan.
Ulpianus, lapangan hukum di bagian dalam Hukum Publik dan Hukum
Privat sekalipun pembagian ini tidak bersifat universal, ■ seperti Inggris tidak
mengenal pembagian serupa itu. Demikian juga hukum adat tidak mengenal
pembagian itu. Contoh lain adalah: Hukum Perdata sendiri juga sudah mengenal
pembagian yaitu Hukum Orang, Hukum Keluarga, Hukum Perikatan dan
Hukum Waris.
Hukum merupakan sesuatu sistem. Ini berarti Hukum Pidana tidak
terlepas dari Hukum Perdata. Hal ini terlihat jelas data pencurian mayat.
Menurut Hukum Pidana yang dapat dicuri ialah sesuatu yang dapat dimiliki.
Dalam Hukum Perdata yang dapat dZd^
X 2tans «ayat ada»
lni harUS ditafsirkan bahwa

AdZT k P P X akademisdi Iin^ kabur. Jadi klasifikac ■ •


g8a pencuri mayat da at di itJ

i, a^aden“*c klasifikasi ini semak®1 klasifikas >m hanya bersifat teoritis.

46
Dipindai dengan CamScanner
ini bukanlah hukum.

yc. Sistem Hukum itu adalah Lengkap


Sistem hukum itu adalah bersifat lengkap (completeness of system of
Hal itu perlu disadari karena tidak selamanya orang mengenal
hukum dengan cara akademis. Manusia dalam mengenal hukum
dengan 2 cara yaitu:
1) melalui praktek (seni), dan
2) melalui studi (ilmu).

\/b. Sistem Hukum Bersifat Konsisten


Sistem bersifat konsisten, artinya konsisten dalam menghadapi
konflik. Untuk mengatasi konflik ada sarananya, yaitu dengan
menggunakan asas-asas. Tugas kita adalah mengkonstatir, menilai dan
mencari pembenaran yuridis dan pembenaran yuridis

law)t yang tidak lengkap adalah peraturan perundang- undangan. Peraturan


perundang-undangan bahkan tidak mungkin lengkap karena ketentuan
perundang-undangan itu bersifat relatif tetap, sementara kehidupan
masyarakat yang diaturnya senantiasa berkembang akibat adanya interaksi
antara sesama anggotanya.
Ketidak lengkapan ketentuan peraturan perundang-undangan itu perlu
dilengkapi dan diperjelas oleh sistem hukum dengan mempergunakan sarana:
J
a) interpretasi hukum
7
b) argumentasi; dan
c) konstruksi hukum/fiksi hukum.
Kesemua hal itu merupakan metode penemuan hukum (mehtsvinding
methode). Masalah interpretasi hukum di sini tidak dibicarakan, untuk itu
diperlukan upaya perujukan literatur. Ada suatu hal yang menarik perhatian
kita, adalah kempa

47 '

Dipindai dengan CamScanner


interpretasi otentik seringkali tidak dibicarakan bersama d interpretasi lain.
Di sini tidak ada keleluasaan untuk memberU*’ ketentuan Undang-Undang,
selain dari pada seperti yang ditetap dalam Undang-Undang tersebut.
Sesuatu yang jarang, kita jumpai di literatur adai' penafsiran
futuristis. Penafsiran futuristis adalah memberi t r sesuatu kata dalam
Undang-undang dalam rangka menyesuaik^ dengan rancangan Undang-
Undang baru. Apakah sesuatu Unda? Undang yang baru yang belum ada
aturan pelaksanaannya b’ berlaku? Dalam hal ini sepanjang tidak ada perkara
yang berkenaan dengan materi Undang-Undang tersebut, maka ketentuan
Undang Undang itu tidak dapat dijalankan.

7 d. Setiap Sistem Hukum Mempunyai Konsep-Konsep (Fundamental


Concept of Law)
Konsep fundamental hukum erat sekali hubungannya dengan bahasa.
Sebab hukum adalah suatu fenomena yang tidak dapat digambarkan tanpa
bahasa. Bahasa adalah sarana komunikasi sekalipun bahasa itu tidak
sempuma. Bahkan dapat juga dengan bahasa isyarat, petunjuk ataupun
lambang. Akan tetapi dalam j;; - - ''fundamental concepts of law”
menyangkut dengan bahasa terminologi seperti istilah “orang (person)” yang
diartikan juga “prusa”. Istilah “manusia” adalah kata biologis, sedangkan kata
“orang” adalah istilah yuridis yang merupakan "fundamental concepts o f
law”.
Setiap manusia di Indonesia adalah orang, demikian menurut
ketentuan Pasal 3 KUHPdt, dan juga dijumpai di dalam Pasal 15 UUDS 1950.
Istilah “orang” telah dihubungkan dengan hak, artinya setiap manusia yang
mempunyai hak merupakan "fundamental concepts of law”
I

1
■ ■ ■ ’ ■ . i ■ ?; ■ •' ' - . ■ • •

48

Dipindai dengan CamScanner


Konsep hukum tentang hak adalah merupakan hubungan antara subyek
hukum dengan obyek hukum, atau suatu subyek hukum dengan subyek hukum
lain dengan perantaraan obyek hukum yang dilindungi oleh hukum yang
menimbulkan akibat hukum berupa kewajiban hukum. Dalam hak terdapat 2
komponen, yaitu:
1. Hak Absolut (Hak Kebendaan = zakelijke rechten), yaitu
hubungan antara subyek hukum dengan obyek hukum yang dilindungi
hukum dan menimbulkan akibat hukum berupa: setiap orang lain wajib
menghormati hubungan antara subyek hukum dengan obyek hukum itu.
Dilihat dari yang berhak, ia dapat berbuat secara absolut terhadap obyek
yang berhubungan dengan dirinya sendiri. Pengertian absolut di sini
tentunya dengan pembatasan-pembatasan tertentu yang kita kenal dengan
“abus de droit”. '
2. Hak Relatif (Hak Perorangan = personalijke rechten), yaitu hubungan antara
subyek hukum dengan subyek hukum yang berkenaan dengan obyek
hukum. Contoh lain dari “fundamental concepts of law ” adalah peristiwa.
Tidak semua peristiwa itu penting bagi hukum. Peristiwa yang penting bagi
hukum disebut dengan Peristiwa Hukum (rechtsfeif). Adakalanya peristiwa
itu tidak penting bagi hukum seperti tidur, berjalan dan sebagainya. Akan
tetapi kemudian menjadi peristiwa hukum atau menjadi lebih “concept"
seperti apabila yang tidur itu adalah seorang penjaga malam. Demikian pula
seseorang yang beijalan di dalam kebun orang lain sehingga merusak
tanaman.
Aturan hukum yang merupakan “das sollen" membutuhkan peristiwa
konkrit yang merupakan “das sein"
Dalam suatu sistem hukum, sebagai pengaruh ajaran positivisme
hukum dari Hans Kelsen, norma-norma hukum tertulis itu tersusun secara
hirarkis sesuai dengan kewenangan lembaga yang membentuknya. Susunan
norma-norma hukum tertulis tersebut
«.dah <« Indonesia diseJb“! ^ngan PeratUran Peru, ’Zgan” (sebagai terjemahan dan •
wet m materiele peraturan perundang-undangan senng juga d,sebut dengan>,
“tata hukum” sebagai subsistem dan “sistem hukum (tatanan hifc®
Ketetapan Majelis Pemusyawaratan Rakyat No.flI/MpSj dalam
Pasal 2 diatur tata urutan perundang-undangan (tatah^' yang susunannya
adalah (1) Undang-Undang Dasar I9S Ketetapan Majelis Permusyawaratan
Rakyat R.J; (3) y ’ (?) undang; (4) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
UnT,8’ (Perpu); (5) Peraturan Pemerintah; (6) Keputusan Presiden; dan p8
Peraturan Daerah. Menurut ketentuan Pasal 7 Undang-UnJ® Nomor 10
Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan PerundC* undangan, ditegaskan

49

Dipindai dengan CamScanner


bahwa jenis dan hierarki peratur®, perundang-undangan adalah: ;
a. UUD RI Tahun 1945
b. Undang-Undang/PERPU
c. Peraturan Pemerintah
d. Peraturan Presiden
e. Peraturan Daerah.
Bentuk peraturan perundang-undangan di atas adalah bentuk formal
sistem perundangan nasional yang nomornya tersusun secara hirarkis. 4 ,
•-•

B. Penemuan Hukum (Rechtsjinding) BI

dihadapkan nada^ lengkap. Seringkali kitsf


" °“ ““
karena hukum itu tidak” Upaya menemukan hukum ‘«W “■; Ad. hddrn «
adalah tidak benar. Contoh « - Pendapat tersebut
dlle alisir

am, ada yang berpendapat "hypoted'

50

Dipindai dengan CamScanner


K. I

hanyalah hubungan antara Bank dengan


tidak benar. Dalam bidang hukum ada dufM^8311' Hal ini
I

1. Kelompok amatir, dan lompok ora


ng, yaitu:

2. Kelompok avonturir
Kelompok amatir, adalah kelompok fungsionaris tinggi yang
bukan Saijana Hukum yang mencoba-coba memberi hukumnya
menciptakan dan mengkonstruksi hukum sedangkan kelompok avonturir
adalah kelompok Sarjana Hukum yang sengaja menyimpang dari hukum
untuk tujuan-tujuan tertentu. Kedua kelompok ini tentunya merusak dunia
hukum dan karena itu kita harus menguasai sistem hukum agar kontraksi
hukum yang diciptakan tidak menyimpang dari sistem hukum itu.
Penemuan hukum adalah suatu proses pembentukan hukum oleh
hakim atau petugas-petugas hukum lainnya terhadap peristiwa- peristiwa
hukum yang konkrit. Dengan kata lain penemuan hukum ini adalah
konkritisasi atau individualisasi dari peraturan hukum yang bersifat umum
itu kepada suatu peristiwa konkrit. ■■ -
Sistem penemuan hukum ada 2, yaitu:
J 1. Sistem otonom, dan
J 2. Sistem heteronom
Sistem Otonom, adalah suatu sistem penemuan hukum yang
menekankan pada faktor dalam dirinya. Sistem ini dikenal di negara
Anglo Saxon. Sedangkan sistem heteronom adalah suatu sistem penemuan
hukum yang dipengaruhi oleh faktor di luar dirinya, lingkungan, politik,
ekonomi dan sebagainya. Sistem ini dikenal di negara-negara Eropah
Kontinental.
Di dalam perkembangannya, kedua sistem ini sudah saling
mempengaruhi. Seperti semula di Inggris, bagaimana hukumnya suatu
kasus, semata-mata ditentukan oleh person hakim. Akan tetapi dalam
perkembangan kemudian berubah menjadi the bindingforce
£ T-.* ‘ • ■ _• ’ 1 ” ’ ’ 7* ’ r" * 1 * ■ ' ’ * .?•' ' " • -'t ri- • i’ 5

ofprecedenf\ Sebaliknya di Negara-Negara Eropah KOnr < sistem heteronom


telah berkembang karena hakim tidak terik % keputusan hakim lain. Akan tetapi
pada dasarnya adalah LM! seperti dapat dilihat pada Pasal 1917 KUHPdt. Hal
ini astore decisis et quita non movere”
Perkembangan kini di Inggris, hakim tidak lagi terik ®

51

Dipindai dengan CamScanner


keputusan hakim lain ataupun pada keputusan hakim Pertimbangannya akan
mengakibatkan keputusan hakim itu permanen. Sedangkan peristiwa itu
berkembang, apakah di sitrl keputusan hakim? Tentu saja tidak ada kepastian
hukum kare hakim tidak lagi terikat kepada keputusan hakim lalu. -
Di Indonesia Pasal 4 ayat (3) memberikan kemerdek kepada hakim.
Hakim tidak terikat melainkan bebas. Masalahn apakah di sini ada kepastian
hukum karena bisa saja keputusan hakim itu saling berbeda. Sebagai contoh
kasus Kempitan, apakah wanprestasi ataukah penggelapan?
Contoh lain adalah seorang kuli seharusnya mengangkat beras dari
truk ke gudang, akan tetapi diangkatnya ke tempat lain. Apakah di situ
dikatakan kasus pencurian ataukah penggelapan? Jika hakim memutus
perkara berdasarkan keyakinan, bagaimana pula tentang kepastian hukum?
Kelihatannya sekarang telah mulai berkiblat p&dayurisprudence untuk
menciptakan kepastian hukum

d C. Ajaran Metode dari Hukum

Dengan Ajaran Metode dari hukum (Ajaran Metode Hukum) di sini


hanya diartikan metodologi dari praktek-hukum. Metodologi; dari Teori
Hukum sendiri dan metodologi dari Filsafat Hukum dua* duanya termasuk ke
dalam wilayah-telaah dari Filsafat Hukum- Namun Ajaran Metode dari
Dogmatika Hukum dari pihakny3

memang termasuk ke dalam Teori Hukum. Wilayah-bagian dari Teori Hukum


ini juga akan dibahas lebih jauh secara tersendiri bersama-sama dengan Ajaran
Ilmu dari Dogmatika Hukum. Di Dalam Ajaran Metode dari praktek-hukum
dapat dibedakan dua wilayah-bagian: Ajaran Metode Pembentukan Hukum dan
Ajaran Metode Penerapan Hukum.
Pada penjabaran Ajaran Metode Hukum terakhir erat pertanyaan dalam
derajat apa orang di dalam hukum dapat bekeija secara metodologikal. Lebih
konkret, pertanyaan ini dalam kepustakaan lazimnya diajukan sebagai berikut:
dalam derajat apa intepretasi dan penerapan hukum oleh hakim harus dipandang
sebagai suatu kegiatan berpikir yang rasional ketimbang sebagai suatu penalaran
induktif yang intuitif? Jika orang misalnya secara apriori tidak hanya
menyangkal bahwa penerapan hukum oleh hakim itu dewasa ini adalah rasional,
melainkan lebih dari itu hal ini ueberhaupt dapat merupakan suatu proses

52

Dipindai dengan CamScanner


rasional, maka hal ini jelas mempunyai implikasi-implikasi atas cara keija yang
berdasarkannya suatu metodologi yundikal akan dibangun dan atas cara keija
yang berdasarkannya penelitian ilmiah bidang Teori Hukum sekitar masalah ini
akan dijalankan. Diskusi ini sendiri juga termasuk lebih banyak kedalam
wilayah-telaah Filsafat Hukum ketimbang Teori Hukum.

1. Metodologi Pembentukan Hukum J


Berlawanan dengan penerapan hukum, dan terutama dengan penerapan
hukum oleh hakim,pembentukan hukum sampai saat ini secara relatif
memperoleh sedikit perhatian dalam kepustakaan bidang Teori Hukum, antara
lain juga pada tataran Ajaran Metode.
Dalam metodologi pembentukan hukum sekarang ini, teknik Perundang-
undangan menempati posisi sentral. Sebab suatu teknik

53

Dipindai dengan CamScanner


penindang-undangan yang baik seharusnya mampu nienceg. banyak
masalah-masalah intepretasi. Dan justru kesulitan-kesulC intepretasi yang
beijumlah banyak di dalam praktek penerap, hukum, yang telah menjadi
pendorong upaya mengembangk7 metode-metode untuk memperbaiki kualits
perundang-undang Teknik penindang-undangan dalam arti sempit harus Jei^
dipandang teimasuk wilayah-telaah Dogmatika Hukum ketimb termasuk
wilayah-telaah Teori Hukum. Namun dalam der^ bahwa orang mempelajari
teknik penindang-undangan seh sebuah unsur dari suatu Teori Penindang-
undangan yang lebT cakupannya, dengan kata lain dalam derajat bahwa
orang f mempelajari teknik penindang-undangan pada dirinya s melainkan
sebagai satu dari sarana-sarana untuk lewat k kaidah yang -ditetapkan secara
terpusat menguasai^ mengendalikan masyarakat ke suatu arah tertentu maka
niasalah-masalah dari Teknik Perundang-undangan termasl? dalam wilayah-
telaah dari Teori Hukum uk
ke
- DalamkerangkadariTeknikPerundang-undanganininr*
sejumlah masalah-masalah bidang Teori Hukum yang relevan dapat
dipelajari: kegunaan dan pentingnya kodifikasi hukum, sifat khas dari bahasa
hukum, ihwal penggunaan kaidah-kaidah yang sangat umum dan pengertian-
pengertian yang kabur, ihwal menetapkan definisi-definisi pengertian-
pengertian dalam undang-undang sendiri, ihwal penggunaan fiksi-fiksi dalam
perundang-undangan, bangunan logikal dari perundang-undangan,
rasionalistas perundang' undangan, jalinan kaidah-kaidah hukum dengan
kaidah-kaidah tekmkal, masalah berlimpahnya aturan-aturan perundang-
undangan, memung an dan kegunaan penguj ian atas perundang-undangan
ik Pen®un<^angannya> syarat-syarat yang berdasarkan^/3 epatuhan terhadap
perundang-undangan dapat lebih baik dijan*

Dipindai dengan CamScanner


dan lebih umum kemungkinan-kemungkinan Sosiologi sebagai bantuan pada
pembentukan hukum, atau makna ekonomi bagi pembentukan hukum, seperti
antara lain struktur-struktur pengambilan putusan yang optimal secara
ekonomikal yang di dalamnya perundang-undangan dapat terbentuk, atau
lebih luas lagi, suatu penelitian tentang kemungkinan-kemungkinan dan
kegunaan dari suatu kerjasama antara kekuasaan pembentukan undang-
undang (legislatif) dan kekuasaan pelaksanaan (eksekutif), pembentukan
hukum di luar perundang-undangan, dalam administrasi, peradilan, dan
sejenisnya (dipandang pada tataran metodologi).

2. Metodologi Penerapan Hukum i/


Metodologi Penerapan Hukum adalah, seperti di atas sudah
disinggung, salah satu dan wilayah-penelitian Teori Hukum yang paling
dipelajari, jika tidak yang paling dipelajari. Dalam hal ini perhatian
sepenuhnya diarahkan pada penerapan hukum oleh hakim. Apa yang
berkenaan dengan metodologi ini tampaknya cukup masuk akal, mengingat
tiap sengketa tentang suatu penerapan hukum konkret tidak dapat dihindari
akan diputus (diadili) oleh seorang hakim dan baru di dalam motivering dari
putusan hakim bahwa metode yang diikuti tampil ke permukaan secara jelas
dan menjadi terbuka bagi pengawasan (kontrol) dan kritik.
Dalam penerapan hukum orang masih dapat membedakan berbagai
wilayah-masalah yang masing-masing menetapkan syarat- syarat (tuntutan-
tuntutan) sendiri pada tataran metodologi. Di samping interpretasi undang-
undang yang sesungguhnya, orang juga menghadapi masalah-masalah
kekosongan dalam hukum, antinomi-antinomi, dan penerapan “pengertian-
pengertian yang kabur”. Juga interpretasi atas fakta-fakta menuntut suatu
penanganan yang secara metodologikal dipertanggungjawabkan.

55

Dipindai dengan CamScanner


umum argumentasi yuridikal motivering dari penerap
ara
Dan secara umu hubungan IIU mewujudkan suatu ten>
^^nSangat penting. >
P®61 Hal-hal yang berkaitan dengan penerapan hukum Pag va dapat

disebutkan topik-topik penelitian berikut M. tentang kemungkinan untuk


pada tataran meto/ Ldikal sampai pada hasil yang pasti dan pada hasil-hasil y^
obyektif, logika dari putusan-putusan yuridikal, Psikologi putusan-putusan
yuridikal, Sosiologi dari putusan-putusan bada, Vehakiman, hubungan antara
interpretasi atas fakta-fakta da, interpretasi atas teks-teks undang-undang,
pembedaan antai, peradilan “secundum legem", “praeter legem", hal dapjji
dipergunakannya teori-teori pengambilan putusan pada tatar»» putusan-
putusan badan kehakiman, pengaruh dari akibat-akibat dan suatu penerapan
hukum pada pengorientasian dari penerapan hukum ini, atau, untuk negara
yang mempunyai suatu mahkamah konstitusi, masalah-masalah khusus yang
muncul pada pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar. Juga
kepustakaan yang berhubungan dengan penalaran yuridikal pada umumnya
berlaku hubungan dominan dengan Metodologi Penerapan Hukum.

i a. Interpretasi Undang-Undang
Dalam problematika dari penemuan hukum (oleh hakim) maka
interpretasi undang-undang pada gilirannya mewujudkai medan penelitian
utama. Tema-tema penelitian (yang mungkin)4 sini adalah: suatu penelitian
tentang jenis-jenis metode-metod mteipretasi yang mungkin dan dapat
digunakan, hal menyusu* suam hierarki metode-metode interpretasi atas dasar
bahan-bah* • t en * . obyektif, kebutuhan pada suatu metodofo?
M
ipreasi yang sesuai dengan cabang dari hukum terlou'
■ . '
■ ■ •• , • • '

koherensi dari perilaku inteipretasi faktual dari para hakim «Hb. spefisik
dari mtepretasi undang-undang dalam pemCgll n dengan interpretasi atas
teks-teks lain, sifat dari bahasa yane digunakan oleh pembentuk undang-
undang dan hakim, pertanyaan dalam derajat apa pendekatan-pendekatan
interpretasi diderteminasi oleh titik-titik tolak dalam bidang Teori Hukum
dan Filsafat Hukum dari pada interpretator, peranan dari Logika pada
interpretasi undang-undang. Terbawa oleh sifatnya, berbagai metode
interpretasi secara tersendiri, atau suatu faset tertentu dari metode- metode
inteipretasi itu, dapat juga mewujudkan pokok-telaah dari penelitian

Dipindai dengan CamScanner


bidang Teori Hukum: interpretasi gramatikal, interpretasi sistematikal atau
logikal, pemakaian karya-karya persiapan, interpretasi historikal,
interpretasi teleologikal, interpretasi antisipatif, interpretasi analogikal,
pengertian “kehendak dari pembentuk undang-undang”, demikian
sejenisnya. ., . -

b. Kekosongan Dalam Hukum


Di sini ihwalnya berkenaan dengan. problematika dari kekosongan
di dalam hukum, sebagaimana hal ini menampilkan diri dalam kerangka
problematika penemuan hukum. Orang juga dapat mempelajari
kekosongan-kekosongan dalam hukum itu dari sudut titik pandang yang
lain, seperti misalnya dari sudut pertanyaan tentang sumber-sumber
hukum, atau pertanyaan tentang struktur dari sistem-sistem hukum.
Kekosongan-kekosongan dalam hukum hingga kini nyaris hanya diteliti
dalam kerangka penemuan hukum oleh hakim. Alasan-alasan untuk itu
sudah jelas: ihwalnya adalah bahwa baru ketika hakim untuk suatu
sengketa yundik konkret tidak menemukan penyelesaian dalam hukum
positif yang berlaku bahwa suatu kekosongan dalam hukum dialami
sebagai “kekosongan’, dan selanjutnya dirasakan sebagai problematikal.
' ■

57
■ ' .

L ’

Dipindai dengan CamScanner


nertama yang sangat krusial Pa3 Sebuah pertanyaan P adalah uraian pe
«h
problematika "® rtian “kekosongan”. dan pembatasan dan peng ga harus
kekos0

memandang
Apakah oran® dang.Undangan terhadap situasi yang’’ kekosongan
dalam P bahwa sebuah undang-undj ;

dalamnya setelahimharus diinterpretasi secara senJ i yang tampaknya i d p


diterapkan atas situasi benua- .

dan dengan dem kt^ sebaliknya: apakah orang baru ha^ ’ Xara‘ tentang
“kekosongan” dalam perundang-undangan jikj i 2 eTudah misalnya
dilakukan suatu intetpretas. analogi ti^ j Zt ditunjuk satu pun undang-
undang yang dapat diterapkan? .g; d P Di samping pertanyaan dalam
derajat apa hakim dapat j mengambil unsur dari dalam perundang-
undangan atau dari sistem hukum yang berlaku dalam keseluruhannya
untuk dalam suatu kejadian konkret mengisi kekosongan-kekosongan,
juga tampil ke muka misalnya pertanyaan sejauh mana kekosongan-
kekosongan dalam cabang-cabang hukum tertentu, seperti misalnya
hukum pidana, dapat dan boleh diisi.

c. Antmomi-Antinomi.dalam Hukum /
Sama seperti pada kekosongan dalam hukum juga uraian batasan
pengertian dari pengertian “antinomi” dalam derajat besar ditentukan
oleh pandangan-pandangan interpretasi dari peneliti. Sebab ihwalnya
dapat saja bahwa suatu pertentangan tertentu antara dua teks undang-
undang dalam kerangka dari salah satu teori interpretasi dapat ditiadakan
dengan interpretasi, sehingga yang tampak seolah-olah antinomi
(antinomi semu) hilang, sedangkan suatu teori interpretasi lain
memandang suatu pendekatan interpretasi yang demikian luas itu adalah
tidak mungkin dan karena itu juga harus menyelesaikan masalah itu
sebagai sebuah persoalan antinomi-
Orangjuga baru dapat berbicara tentang antinomi jika orang
roem®dang keseluruhan aturan-aturan hukum, yang di dalamnya antinomi

itu mensituasikan din, sebagai sebuah sistem logikal. Jika berlawanan


dengan itu orang bertolak dari suatu otonomi relatif dari berbagai bagian
dari hukum, maka suatu pertentangan antara misalnya sebuah aturan dari
hukum pidana dan sebuah aturan dari hukum pajak, atau antara sebuah
aturan dari hukum sosial dan sebuah aturan dari hukum perdata, akan
5
8

Dipindai dengan CamScanner


tidak dapat dipandang sebagai sebuah antinomi.
Jadi, masalah-masalah bidang Teori Hukum menampilkan diri
sekurang-kurangnya sama pada tataran pembatasan masalah- masalah
antinomi seperti pada tataran penyelesaian atas masalah- masalah ini.
c..

d. Penerapan “Pengertian-pengertian Kabur” atau “Kaidah- /


Kaidah Kabur”
Jika orang berbicara tentang “pengertian-kabur” dalam hukum
maka yang dimaksudnya adalah pengertian yuridik yang tidak
didefinisikan lebih jauh yang secara implisit menunjuk pada nilai-nilai
atau kaidah-kaidah non-yuridikal (misalnya “kepentingan dari anak”,
“kehati-hatian”, “salah”, “itikad baik ) atau pengertian yang, tanpa
menunjuk pada nilai-nilai atau kaidah-kaidah yang demikian itu, juga
memberikan kepada hakim suatu kemungkinan mengapresiasi yang luas
(misalnya “besar”, “penting , frekuen , “tingkat perkembangan yang
dicapai ilmu”). Kaidah-kaidah yang i dalamnya “pengertian-pengertian
kabur” ini muncul biasanya disebut “kaidah kabur” atau “kaidah-kaidah
terbuka” (ppen normen).

59

Dipindai dengan CamScanner


n .„mninE analisis aau gagasan pengertian kabu^. W D
menampilkan
diri pertanyaan dalam dem/'V pertama-tama>mn P^dsasi dari “pengertian kabur”
d?' aPi d
Arikan arah? Apakah oleh hak,m dengan suatu 2? Terdanai diderivasi
aturan-aturan normatif dari sisi/ yW koherensi dalam penerapan aturan-aturan
yang demikian it„ ! * dicapai (diandalkan bahwa orang mengganggap t
sua u k “
Pa, V X demikian itu berguna atau diperlukan)?
da koh
^f aja
■■

e. Interpretasi atas Fakta


Pada penerapan hukum terhadap suatu situasi k ® hakim harus
meninteipretasi di samping hukum juga fakt Terhadap problematika ini telah
diberikan perhatian yan sedikit dalam kepustakaan, juga meskipun, diduga tepa^
dinyatakan bahwa dalam 90%, 95% atau bahkan 99% dari s ’ x sengketa
diskusinya membatasi diri pada suatu diskusi? i fakta-fakta, yang dalam kaitan
itu tidak terdapat keramu l' aturan-aturan hukum yang dapat diterapkan,
maupun te^ interpretasi terhadap aturan-aturan tersebut.
Hal ini juga tidak mengherankan jika orang menyadl bahwa
meretasi fakta-fakta ini jauh lebih sulit untuk ditm^S PXPen t'“.,lim,ah ket,mban
g
interpretasi undang-undang’■ tomZrg t P
di ublikasi dan
pasti dosir perkara
sama set .ada^ab subt sarnpai amat sangat sulit atau bahkan sama «etV daPat
dimasuki bagi orang-orang atau bahkan terhadap prosedur dimaSuki.ba^ orang-
orang yang asing dosir n?rb • ’ Pemeriksaan atas sekurang-kurangnya
atas Atm T3? mungkin dilaksanakan pengawasan (kontrol)
’ a'aU a,as interpretasi fakta oleh hXrm |
t'

y.

Namun, meskipun ada rintangan ini, penelitian yang produktif


berkenaan dengari interpretasi atas fakta-fakta oleh hS tetap harus
dimungkinkan .Demikianlah dapat terjadi suatu anate atas proporsi-proporsi
faktual yang secara sosiologikal dapat diuji (misalnya penlaku rata-rata dan
seorang pribadi biasa pada umumnya dalam keadaan tertentu, yang antara
lain penting untuk dapat membedakan penlaku yang salah dari yang tidak
salah) atau van2 dapat diuji secara psikologikal (misalnya kemampuan
menilai mta-rata dari seorang anak berusia sepuluh tahun). Orang dapat
menelusuri dalam derajat apa interpretasi fakta-fakta teijadi secara obyektif
atau bermuatan nilai, secara respektif dapat teijadi. Lewat misalnya suatu
analisis kuantitatif dapat diperoleh suatu pemahaman yang lebih baik atas

6
0
Dipindai dengan CamScanner
peranan fakta-fakta dalam putusan-putusan yuridikal. Secara umum
dapatlah dilaksanakan penelitian yang cukup luas tentang kemungkinan
dapat digunakannya berbagai Ilmu Sosial pada interpretasi fakta-fakta oleh
hakim.
Juga keseluruhan problematika penempatan para pakar dan cara
yang berdasarkannya mereka menilai fakta-fakta dalam konteks ini dapat
diteliti. Interpretasi atas fakta-fakta ini pada akhirnya dengan cara yang
menentukan dipengaruhi oleh aturan- aturan pembuktian yang berlaku.
Keseluruhan problematika pembuktian ini karena itu pada penelitian bidang
Teori Hukum tentang interpretasi atas fakta-fakta juga akan harus
dilibatkan dan untuk sebagian bahkan secara langsung mewujudkan pokok-
pokok dari penelitian tersebut

f. Interpretasi atas Perbuatan Hukum Bidang Hukum Keperdataan


,
Betapapun melimpahnya kepustakaan dalam hubungan dengan
interpretasi atas perundang-undangan di masa lalu, interpretasi atas
peijanjian-peijanjian, testamen-testamen sejenisnya pada pihak Teori
Hukum secara umum telah tidak memperoleh perhatian.

61

Dipindai dengan CamScanner


. tiap hari terbentuk sejumlah
V/ataupu» dern'W ^.perbuatan hukum biian
„,,,ran hukum ie« J k idah.kaidah hukum mi juga, "Tm
keperd<'»at'n' -banyak, menimbulkan masalah-m^ bok’ itterapaasPekleb‘Jn-
teori dalam hubungan denfe da a"mWi D' 'ain P’^nasti tidak dapat begitu
saja diterap^ interpm' • • undangPa jnterptetasi atas perbuatan

g. Argumentasi Yuridikal */
Jika argumentasi yuridik dipelajari, ihwalnya dalan kenyataan
secara umum selalu berkenaan dengan suatu penelitiar tentang
argumentasi kehakiman. Hal ini dapat dijelaskan di satu pihak oleh
dapat dimasukinya, informasi tentang hal ini (khususnya oleh
berlimpahnya publikasi putusan-putusan badan kehakiman) dan di lain
pihak oleh kewajiban-kewajiban motivering yang mengakibatkan bahwa
tiap vonis setidaknya dalam asasnya, bermuatan suatu jalan pikiran
terstruktur yang jelas. Demikianlah problematika motivering dari
putusan-putusan kehakiman berkaitan erat dengan
problematika.argumentasi yuridik.
Dalam kerangka problematika ini, topik-topik penelitian .
berikut ini dapat ditunjuk: t/ie dissenting opinions, kaitan antara
argumentasi yuridik dan metodologi penemuan hukum, kaitan antara
argumentasi kehakiman dan teori pengambilan putusan, rasionalitas,
“ketepatan” atau “obyektivitas” dari argumentasi'' argumentasi yuridik,
jenis-jenis “argumen yang (dapat digunakan dalam sebuah argumentasi
yuridik, dan argumentasi pada penerapan kaidah-kaidah kabur”.
D Sistem Hukum Dunia

Sistem hukum yang dikenal terdiri dari:


! Common law system, dan
2 Codification system.
Akan tetapi dalam prakteknya dikenal lebih dari 2 sistem yaitu-
1. Menurut David, Sistem Hukum di dunia adalah sebagai berikut-
a, Romaano Cormaans * KUL
Common Law
c. Socialistis, dan

62

Dipindai dengan CamScanner


d. Religious
2. Menurut Zweicert, lingkungan hukum adalah sebagai berikut:
a. Lingkungan Hukum Romano
b. Lingkungan Hukum Jerman
c. Lingkungan Hukum Skandinavia
d. Lingkungan Hukum Common Law
e. Lingkungan Hukum Socialistis
f. Lingkungan Hukum Timur Jauh
g. Lingkungan Hukum Islam, dan
h. Lingkungan Hukum Hindu.
3. Menurut Sowveplanne, adalah sebagai berikut:
a. Sistem Hukum Perancis
b. Sistem Hukum Benelux
c. Sistem Hukum Jerman
d. Sistem Hukum Latin
e
- Sistem Hukum Negara-Negara Skandinavia
£ Sistem Hukum Negara-Negara Inggris
8- Sistem Hukum Negara-Negara Amerika Serikat
k Sistem Hukum Negara-Negara Anglo Amerika Lainnya
i* Sistem Hukum Negara-Negara Anglo Romawi
■ ■ ■■ ■

■ 63

Dipindai dengan CamScanner


■ sistem Hukum Negara
°’
J Er P
Asia dan?tuakan menjadi 2 sistem, ya|
k. sislen’^neraS dan disederhanakan

^irnyat ^Xradilan) adalah merupa^


°RedW^ 2 dal^hal ada tuntutan hak y^ satu cara pelaksanaan hak
atauJM

d dipisahkan
iknt melalui peng^^ hukuin dapat dilakukan tanPa ^SS^aenganad^

-----Tanpa Sengketa

Pelaksanaan Hukum
-----Ada Sengketa - Pengadilan

J E. Subjek-Subjek Hukum dalam Penemuan Hukum ■ ' ■ ■


Siapa saja yang melakukan penemuan hukum itu? Yang
melakukan penemuan hukum itu adalah:
1. Pembentuk Undang-Undang
2. Hakim
3. Ilmuwan/Dosen/Peneliti, dan
4. Orang
Awam.
1. Penemuan Hukum oleh Pembentuk Undang-Undang J
Penemuan Hukum oleh . unaan8 ,
sifatnya preskriptif, artinya mengharuskan » Undang-Undang seyogianya.
Penemuan Hukum yang dihk, u SUMU’jadi bersifat yang dl'akukan oleh
Pembentuk

Dipindai dengan CamScanner


Undang-Undang mi hasilnya merupakan hukum van„ merUpakan sumber hukum.
yan
8 sekaligus juga

2 penemuan Hukum oleh Hakim v


Penemuan Hukum yang dilakukan oleh Hakim adalah dipandang
penting, karena bersifat “conflictif' dan “justisiil" artinya karena ada sengketa
yang harus ditetapkan hukumnya’ Penemuan Hukum yang dilakukan oleh
hakim adalah Hukum karena dituangkan dalam putusan, sekaligus juga
merupakan sumber hukum. Kalau sudah diputuskan oleh hakim apakah para
pihak dapat menyimpang dari itu? Kapan suatu putusan itu mempunyai putusan
mengikat dan kapan pula mempunyai kekuatan untuk berlaku?
Keputusan hakim mengikat semenjak keputusan itu diucapkan. Soal
mengikat keputusan hakim ini penting, yaitu untuk mengetahui eksistensi
keputusan hakim tersebut. Saat mulai berlakunya suatu keputusan hakim,
semenjak itu pula keputusan tersebut mempunyai kekuatan hukum yang tetap.
Dalam hal ini ada “layon theorie” dari Prof. Djojonegoro, yaitu putusan
yang sudah dijalankan atau dilaksanakan, tidak mempunyai kekuatan yang
mengikat.

3. Penemuan Hukum oleh Dosen/Ilmuwan


Penemuan Hukum yang dilaukan oleh Dosen/Ilmuwan atau Peneliti
adalah merupakan refleksi dari teori-teorinya. Namun demikian hasilnya
bukanlah hukum, sekalipun apa yang ditemukannya itu adalah benar dan justru
tidak mempunyai ^kuatan mengikat. Sungguhpun hasil penemuan itu
merupakan sumber hukum.
.* - l ’'

Dipindai dengan CamScanner


4 Penemu^ Hukum oleh O 8^^ ole h orang aw Penemuan hukumY ® g

dilakukan oleh setiap Ol? maksudnya adalah penemu my^ k mempUtly.


yang mempunyai mereka pasti berkepentingan masalah hukum m
mengetahui hukumnya^ u. hukum> maka mereka
Karena
'X sendiri menurut caranya sendiri. ArthJ meXm«emukan
hukum itu tanpa metode tertentu. Penen^ hukum oleh awam ini hasilnya
bukanlah hukum.

-----Tanpa Sengketa

Ada Sengketa—Penegakan Hukum


Pelaksanaan
Hukum
Law Enforcement (Seperti Polisi
Mengatur Lalu Lintas

Di Amerika dalam studi hokum dibedakan antara “cwe studyn dan


“case method", Case method adalah suatu cara untuk mengetahui hokum
melalui kasus rekaan sedangkan case study adalah salah satu cara
mengetahui hokum melalui kasus riil.
Apakah pengacara termasuk penegak hokum? Pengacara hanya
sebagai pembantu bagi penegakan hukum.
’‘.-•■

J 5. Prosedur Penegakan Hukum


baik H<X1ZTT hOkUm ini Hukum Hukum Acara Perdata ataupun Hukum
Acara Pidana
X " K» «1 (K
k0

66

Dipindai dengan CamScanner


Hukum (das keadilan
sollen) kemanfaatan
kepastian
hukum

Syllobisme

Jawab Peristiwa Peristiwa Keputusan


Penggugat Menjawab (das sein) Hukum Hakim

Dikonstatir
dengan
pembuktian

Yang dibuktikan hanya yang relevan bagi hokum, sedangkan


yang irrelevant tidak perlu dibuktikan. Bahkan yang relevan
sekalipun tidak selamanya seluruhnya harus dibuktikan. Dalam
hukum perdata dikenal adversary system. Artinya dua pihak yang
kepentingannya selalu bertentangan. Dalam perkara pidana tidak
dikenal “adversary system”. Akan tetapi di Amerika dalam perkara
pidana juga dikenal “adversary system” sehingga dalam berkas
perkara disebutkan pelakunya, seperti John versus New York State.
Jadi berhadapan kepentingan pelaku dengan kepentingan negara.
Contohnya penemuan hukum pada peristiwa pencurian listrik. A
menyantaikan kabel listrik pada kabel listrik B dengan cara melawan
hukum.

67

Dipindai dengan CamScanner


Dipindai dengan CamScanner
l/nsur-unsitr Pasal 362 KUHP:
I) larang siapa
2) Mengambil
3) Barang
4) Kepunyaan orang lain
5) Melawan hukum.
Contoh lain adalah asas “koop breekt P Pasal 1576
KUHPdt. A menyewakan rumah tahun. Sebelum sampai 5
A B
tahun, ramah itu diiual A

:■
I
I
I
diterapkan
i
I
- ■f - ■
:
.
I
I

Dipindai dengan CamScanner


. • adalah memperluas isi pengertian sesuatu pasal agar •
terhadap peristiwa yang baru. Seperti jual beli dap^ dtp * peraljhan
hak, maka hibah juga adalah peralihan diangga A Har; penafsiran di
atas adalah penafsiran Pasal 39

Pasal 39 Pp 9/1975
pasal 39 PF’'1975

Masa • tunggu Argumentumja contrario

Janda Duda

Teori hukum merupakan lanjutan dari ajaran hukum. Untuk


memudahkan memahaminya, lihatlah skema manusia di dalam
menggeluti hukum.

Praktek (seni) Rechtsleer

Manusia Menggeluti Hukum

Ilmu

Pembentukan peradilan Teori Hukum undang-Undang

69

Dipindai dengan CamScanner


6. Metode Interpretasi /
Metode interpretasi merupakan ilmu, pendapat para ahli (k
ketentuan Undang-Undang. Sekian banyak metode interpret^ mana
yang dipilih dan apakah ada prioritas?
Interpretasi merupakan produk dari hakim yang dap^
ditemukan dalam putusan. Apakah mengenal prioritas? Tid^ ketentuan
mengenai hal itu, melainkan hakim akan mengambil metode yang
dirasa paling tepat untuk menemukan hukumnya Sekalipun pada
umumnya metode Interpretasi Gramatika yang didadahulukan. Metode
Interpretasi pada dasarnya merupakan gabungan dari Gramatika -
Sosiologis.
Undang-Undang baru pada umumnya menggunakan metode
historis. Makin,tua Undang-Undang itu, makin banyak interpretasi, aka
yang populer biasanya adalah Interpretasi Sosiologis.

Dipindai dengan CamScanner

Anda mungkin juga menyukai