Terdapat sebuah kesulitan untuk membedakan antara pristiwa sosial dan pristiwa hukum. Sebagai
contoh kasus adalah dalam hal jual beli, kegiatan jual beli tidak lantas dapat dijadikan sebagai pristiwa
hukum hanya karena terjadi aktivitas memberikan uang dan mengambil barang. Sebab peristiwa hukum
baru tampak karena suatu peristiwa diberi sebuah kualifikasi hukum, dalam contoh adalah sebagai jual beli.
Selain itu, peristiwa hukum hanya dijumpai dalam rumusan hukum atau peraturan hukum yang bukan
bagian dari dunia kenyataan. Maka, dikarenakan keabstarkkan dari hukum, diperlukan peristiwa nyata
sebagai perwujudan dari peristiwa hukum yang akan menjadikan peristiwa hukum menjadi kebendaan.
Hubungan hukum terjadi karena adanya pengkualifikasian oleh hukum atas hubungan-hubungan tertentu.
Dalam hubungan hukum, pertama diperlukan pihak yang melakukan yaitu subjek hukum. Kemudian sasaran
dari jalinan hubungan antara kedua subjek hukum disebut objek hukum. Ketiga unsur tersebut kemudian
disebut sebagai kategori-kategori hukum atau pengertian-pengertian yang bersifat dasar dari hukum (tidak
terpisahkan).
Pada mulanya, di dalam dunia kenyataan terjadi pertalian antar dua orang yang kemudian dikualifikasikan.
Dengan pemberian kualifikasi tersebut maka hubungan antar anggota masyarakat tersebut berubah menjadi
hubungan hukum. Ketika sudah memasuki dunia tatanan hukum, maka pertalian tersebut didefinisikan sebagai
hubungan antar subjek hukum mengenai sebuah objek hukum.
D. Sistem Hukum
Sistem dapat diartikan menjadi dua. Pertama, sebagai jenis satuan yang memiliki tatanan (struktur)
dan tersusun dari bagan-bagan. Kedua, sebagai sebuah rencana, metode dan prosedur melakukan sesuatu
(Shorde dan Voich). Namun, secara umum sistem merupakan satu kesatuan yang bersifat kompleks dan
terdiri bagian-bagian yang terhubung satu sama lain. Dalam pemahaman ini, menekankan kepada
keterhubungan bagan-bagan (mengabaikan ciri lain) yang bekerja sama secara aktif untuk mencapai tujuan
pokok dari kesatuan tersebut (Shrode dan Voich).
Karakteristik sistem :
a. Berorientasi kepada tujuan
b. Keseluruhan lebih dari sekedar jumlah dari bagian-bagian (wholism)
c. Ada kekuatan pengikat sistem (mekanisme kontrol)
d. Menciptakan sesuatu yang berharga (transformasi)
e. Berinteraksi dengan sistem yang lebih besar (keterbukaan sistem)
f. Masing-masing harus cocok (keterhubungan)
Pendekatan sistem merupakan pemahaman terhadap sistem sebagai sebuah metode melalui pendekatan
terhadap suatu masalah untuk menyadarkan kompleksitas masalah yang dihadapi supaya tidak terlalu
menyepelakan permasalahan.
Menurut Paul Scholten, asas hukum positif tetapi melampaui hukum positif dengan menunjuk kepada
suatu penilaian etis. Dengan kata lain, asas hukum berada di luar wilayah hukum positif untuk menunjukan
bahwa asas hukum memiliki nilai etis yang self evident.
Hukum dikatakan sebagai sebuah sistem karena memiliki ikatan-ikatan oleh asas hukum. Dalam Teori
Stufenbau, Hans Kelsen menyatakan bahwa untuk menjadikan hukum memenuhi persyaratan sebagai ilmu
diperlukan objek yang bisa ditelaah secara empiris menggunakan analisis rasional. Maka, dalam hal ini
hukum positif, tatanan dari hukum dasar (abstrak) hinga peraturan (konkret), haruslah dijadikan sebagai
sebuah objek. Maka, dengan begitu sumber hukum atau Grundnorm nantinya diletakkan di luar kajian
hukum (meta juridis). Dengan adanya Grundnorm peraturan hukum dapat menjadi satu susunan kesatuan.
Menurut Dias terdapat alasan hukum dapat dipertanggungjawabkan sebagai sistem. Hukum dikatakan
sebagai sebuah sistem karena hukum tidak hanya merupakan kumpulan peraturan tetapi terdapat kaitan
antar-peraturan yang tercermin dalam pengabsahan hukum. Hukum dianggap sah jika dikeluarkan dari
sumber-sumber hukum yang melibatkan kelembagaan seperti pengadilan, undang-undang dsb. Selain itu,
ikatan tersebut juga tercipta melalui praktik penerapan peraturan yang menjamin terciptanya susunan
kesatuan dari peraturan tersebut. Seperti contoh adalah dalam hal penafsiran.
Fuller mengemukakan principles of legality sebagai tolak ukur sistem hukum yang terdiri dari :
a. Harus mengandung peraturan, tidak dibenarkan jika hanya mengandung keputusan-keputusan
b. Peraturan harus diumumkan
c. Peraturan tidak boleh berlaku surut
d. Peraturan disusun dalam rumusan yang dimengerti
e. Peraturan tidak boleh bertentangan
f. Peraturan tidak boleh memberikan tuntutan melebihi apa yang dapat dilakukan
g. Tidak diperkenakan ada kebiasaan yang sering mengubah peraturan
h. Ada kecocokan peraturan dengan pelaksanaannya
Menurut Fuller, delapan asas tersebut merupakan lebih dari sekedar persyaratan sistem hukum
melainkan juga sebagai sebuah pengkualifikasian sistem hukum yang mengandung moralitas. Kegagalan
menciptaka sistem dapat mengakibatkan sesuatu tidak bisa dikatakan sebagai sistem hukum.