Aliran Legisme : aliran ini menyatakan bahwa penerapan hukum adalah penerapan undang-undang. Menurut aliran ini bahwa keseluruhan hukum sudah dituangkan dalam undang-undang dan diluar undang-undang dianggap sudah tidak ada hukum lagi. Akibatnya tidak boleh menyimpang dari kata-kaata yang tercantum dalam undang- undang. Aliran Fries Rechtsschule : Aliran ini menyatakan bahwa menerapkan hukum adalah menciptakan hukum baru. Aliran ini merupakan reaksi terhadap pendapat yang mengemukakan bahwa menerapkan hukum adalah menerapkan undang-undang. Aliran Rechtvinding : Aliran ini mengambil jalan tengah antaraa aliran legisme dan Freis Rechtsschul. Tugas hakim bukan sekedar menerapkan hukum saja, akan tetapi hakim bertugas : mencari-cari, memiih-milih, menilai, menimbang, dan akhirnya hakim menemukan hukum yang tepat untuk suatu peristiwa yang konrkrit. 2. Hakikat sosial dari perundangan : a) Sebagai sumber hukum perundang-undangan mempunyai kelebihan b) Menghendaki masuknya unsure-unsur sosial ke dalam perundang-undangan (sebagai cirri demokratis), sehingga mudah bagi pembentuk undang-undang menentukan ukurannya. c) Peraturan perundang-undangan memberikan kepastian mengenai nilai-nilai hukum d) Secara sosiologis penentuan nilai tersebut mengakibatkan terjadinya pengutamaan golongan tertentu terhadap golongan yang lain. 3. - Kekuasaan kehakiman : kekuasaan yang merdeka yang dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradian tata usaha Negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi, untuk menyelanggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. - Dasar-dasar hukumnya : Undang-undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman, yang diundangkan di Jakarta pada tanggal 9 Oktober 2009 dalam Lembaran Negara RI tahun 2009 no : 157 4. 4 asas peradilan : Pengadilan mengadili menurut hukum tanpa membedakan orang. Diseluruh wilaya Republik Indonesia peradilan adalah peradilan Negara yang ditetapkann dengan undang-undang. Kekuasaan kehakiman itu bersifat menunggu/pasif. Peradilan dilakukan “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”. Kepala putusan tersebut memberikan kekuatan eksekutorial pada putusan. 5. Penerapan hukum : penggunaan penerapan hukum pada suatu peristiwa atau kejadian tertentu. 6. Penafsiran undang-undang merupakan pekerjaan intelek : pekerjaan yang berhubungan dengan pemikiran rational. Pemikiran rational : hukum itu diwujudkan dalam bentuk peraturan tertulis. Jadi dirumuskan secara sadar atau secara rational untuk dapat menyesuaikan. 7. 4 metode penafsiran hukum : Penafsiran Gramatikal : penafsiran berdasarkan bunyi Undang-Undang. Penafsiran Historis : Penafsiran berdasarkan pada sejarah terbentuknya Undang-Undang maupun sejarah hukum dengan menyelidiki asal-usul suatu peraturan yang dikaitkan dengan system hukum yang pernah berlaku. Penafsiran Sistematis : penafsiran yang memperhatikan susunan kata-kata yang berhubungan dengan bunyi pasal-pasal lainnya baik dalam undang-undang itu sendiri atau undang-undang lainnya. Penafsiran Teleologis : penafsian yang memperhatikan tentang tujuan undang-undang, mengingat kebutuhan masyarakat berubah menurut masa atau waktu, sedangkan bunyi undang-undang tetap. 8. Konstruksi Hukum : suatu cara mengembangkan hukum positif melalui penalaran logis, sehingga dapat dicapai hasil yang dikehendaki. Conotohnya : Menyambung aliran listrik sama dengan mengambil aliran listrik. 9. Analogi Hukum : dilakukan pada saat orang memulai kontruksinya dari spesies ke genus untuk kemudian melihat apakah kasus itu masuk dalam kawasan genus tersebut. Contohnya : Pasal 157 KUH Perdata, menyatakan bahwa : “Dengan dijualnya barang yang disewa, suatu persewaan yang dibuat sebelumnya tidaklah diputuskan kecuali apabila ini telah diperjanjikan pada waktu menyewakan barang. Pasal tersebut di atas mengandung asas bahwa jual-beli tidak membatalkan sewa menyewa. 10. Penghalusan hukum : orang mulai dari genus untuk kemudian turun kepada spesiesnya dan kemudian menggunakannya sebagai sarana untuk memecahkan suatu persoalan hukum. COntohnya : Di dalam pasal 136 KUHPerdata terkandung asas bahwa jika terjadi kesalahan, maka haruslah diberi ganti rugi. Genus : Kesalahan penuh -> ganti rugi penuh Spesies : Kesalahan terbagi -> ganti rugi terbagi