Penemuan Hukum
Oleh karena undang-undangnya tidak lengkap atau tidak jelas, hakim harus
Penegakan dan pelaksanaan hukum sering merupakan penemuan hukum dan tidak
pembentukan hukum oleh hakim atau petugas-petugas hukum lainnya yang diberi
hukum” oleh karena istilah penemuan hukum lebih memberi sugesti seakan-akan
hukumnya sudah ada. Penemuan hukum terutama dilakukan oleh hakim dalam
memeriksa dan memutus suatu perkara. Penemuan hukum oleh hakim ini
penemuan hukum dikenal adanya aliran progresif dan aliran konservatif. Aliran
hukum dan peradilan itu hanyalah untuk mencegah kemerosotan moral dan nilai-
nilai lain.1
ini mempunyai unsur-unsur otonom yang kuat, karena seringkali hakim harus
1
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Maha Karya Pustaka, Yogyakarta,
2019, Hlm.226-227.
Penemuan hukum bukan semata-mata hanya penerapan peraturan-peraturan
hukum.2
hukum yang lazim. Sebabnya ialah hakim perdata dalam penemuan hukum lebih
luas ruang geraknya daripada hakim pidana, Pasal 1 KUHP membatasi ruang
gerak hakim pidana. Hakim perdata mempunyai kebebasan yang relatif besar
dalam penemuan hukum. Tidak mengherankan bahwa teori-teori yang ada tentang
hukum lainnya. Hal ini berhubungan dengan kenyataan bahwa dahulu sebagian
hukum dan analogi. Pada dasarnya setiap orang melakukan penemuan hukum.
Setiap orang selalu berhubungan dengan orang lain, hubungan mana diatur oleh
hukum dan setiap orang akan berusaha menemukan hukumnya untuk dirinya
sendiri, yaitu kewajiban dan wewenang apakah yang dibebankan oleh hukum
padanya.
undang harus diketahui orang. Agar dapat memenuhi asas “setiap orang dianggap
tahu akan undang-undang”, undang-undang harus tersebar luas dan harus pula
jelas. Oleh karena itu setiap undang-undang selalu dilengkapi dengan penjelasan
penjelasan itu tidak juga memberi kejelasan, karena hanya diterangkan “cukup
hendak memberi kebebasan yang lebih besar kepada hakim. Kalaupun undang-
undang itu jelas, tidak mungkin undang-undang itu lengkap dan tuntas. Tidak
lengkap dan tuntas, karena kegiatan kehidupan manusia itu tidak terbilang
banyaknya. Kecuali itu, undang-undang adalah hasil karya manusia yang sangat
terbatas kemampuannya.
Setiap peraturan itu bersifat abstrak dan pasif. Abstrak karena umum
sifatnya dan pasif karena tidak akan menimbulkan akibat hukum kalau tidak
yang memberi penjelasan yang gamblang mengenai teks undang undang agar
terhadap peristiwa konkret. Metode interpretasi ini adalah sarana atau alat untuk
metode itu sendiri. Oleh karena itu, harus dikaji dengan hasil yang diperoleh.
seringkali tidak jelas atau tidak lengkap. Dalam hal bunyi atau kata-kata dalam
perjanjian itu cukup jelas kiranya tidak perlu ditegaskan bahwa perjanjian itu tidak
boleh ditafsirkan menyimpang dari bunyi atau isi perjanjian itu. Asas ini disebut
Secara yuridis hakim tidak boleh untuk menolak suatu kasus atau perkara
dengan alasan tidak ada hukum, dengan kata lain hakim harus menerima semua
kasus/perkara meskipun belum ada hukumnya dan disini hakim harus berperan
hukum atau kaidah perundang-undangan yang tidak ada atau kurang jelas. Hakim
hukum adalah, “jika peraturannya sudah ada dan sudah jelas, hakim tinggal
4
Zaeni Asyhadie dan Arief Rahman, Pengantar Ilmu Hukum, Rajawali Pers, Depok, Cetakan
Keenam, 2019, Hlm.167.
menerapkannya saja, sebaliknya jika peraturannya tidak ada hakim harus
perkara”.5
Penemuan hukum dalam arti luas, bahwa hakim bukan sekadar menerapkan
peraturan hukum yang sudah jelas dengan mencocokkan dengan kasus yang
ditangani, melainkan sudah lebih luas. Hakim dalam membuat putusan sudah
Beberapa pakar hukum yang memberikan gambaran yang jelas tentang apa
peristiwa konkret.
5
Ibid., Hlm.167.
6
Ibid., Hlm.168.
7
Ibid., Hlm.168.
ditemukan, baik dengan jalan interpretasi maupun dengan jalan analogi
ataupun rechtsvervijning.
Di Indonesia penemuan hukum itu harus juga dilakukan, karena adanya asas
bahwa hakim tidak boleh menolak suatu perkara dengan alasan hukumnya tidak
ada, disamping itu juga ada beberapa ketentuan yang dapat dijadikan alasan/dasar
berikut:8
memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak
mengadilinya. Ketentuan ini sesuai dengan asas curia novit, bahwa hakim
3. Untuk mengisi kekosongan hukum. Untuk itu suatu perkarayang tidak ada
8
Ibid., Hlm.168-169.
tersebut dengan menggunakan metode analogi terhadap suatu peraturan
Dengan dasar hukum diatas, ada tiga dasar pemikiran atau alasan untuk
1. Karena peraturannya tidak ada, tetapi esensi perkaranya sama atau mirip
tersebut.
menafsirkannya.
3. Peraturan juga sudah ada, tetapi sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi dan
Kemudian metode penemuan hukum oleh hakim dapat dilakukan dalam dua
bentuk,yaitu:10
1. Interpretasi hukum
2. Konstruksi hukum.
undang yang tidak lagi berpegang pada kata-katanya, tetapi tetap harus
9
Loc.Cit., Hlm.169.
10
Ibid., Hlm.169-170.
R.Soeroso11, menyebut interpretasi dengan penafsiran, yang diartikan
sebagai mencari dan menetapkan pengertian atas dalil-dalil yang tercantum dalam
objektif, apabila penafsirannya terlepas dari apa yang dikehendaki oleh pembuat
dan lain-lain hasil karya para ahli. Hakim dalam hal ini tidak terikat karena
11
R.Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, Bumi Aksara, Jakarta, 2013, Hlm.97.
12
Ibid., Hlm.98.
13
Zaeni Asyhadie dan Arief Rahman, Op.Cit., Hlm.171-173.
1. Interpretasi Substantif, yaitu hakim menerapkan teks atau kata-kata suatu
menafsirkan kaidah tata bahasa karena maksud dan tujuannya kurang jelas
atau terlalu abstrak, agar menjadi jelas dan konkret perlu diperluas
ketentuan umum.
4. Interpretasi Sistematis, yaitu menafsirkan undang-undang sebagai bagian
Maka hakim harus mencari ketentuan lain yang sesuai dan mirip dengan
masyarakat.
hukum yang ada di dunia, sehingga hakim bisa mengambil putusan yang
hakim dapat dilakukan dalam dua bentuk, yaitu: interpretasi hukum dan
digunakan dalam perkara perdata, tapi tidak dalam hukum pidana karena
pidana.
14
Marwan Mas, Pengantar Ilmu Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2004, Hlm.144-145.
Misalnya ketentuan iddah (waktu tungggu) bagi seorang janda untuk dapat
Penggunaan fiksi hukum karena adanya asas bahwa setiap orang dianggap
yang tidak lagi berpegang pada kata-katanya, tetapi tetap harus memerhatikan
G. Yurisprudensi
hukum yang lain. Dalam artian yang luas yurisprudensi adalah putusan hakim
yang tidak didasarkan pada standard arrest, atau putusan yang tidak
hukum tetap.
15
Marwan Mas, Op.Cit., Hlm.67.
d. Yurisprudensi administratif, yaitu Surat Edaran Mahkamah Agung
dianggap sebagai hukum umum dan jelas pula bahwa jurisprudensi bukan
Hoge Raad oleh hakim bawahan yang dimaksud adalah karena terdesak (takut
dasar oleh hakim lain dalam kasus-kasus yang sama, maka lahir hukum yang
16
Zaeni Asyhadie dan Arief Rahman, Op.Cit., Hlm.103.
17
Loc.Cit., Hlm.103.
maka keputusan hakim pertama menjadi sumber hukum bagi peradilan.
Hukum yang termuat dalam keputusan semacam itu disebut dengan hukum
yurisprudensi.18
sesuatu kasus yang belum ada aturannya) jika dipergunakan sebagai dasar
untuk memutus kasus yang sama oleh hakim bawahan (hakim selanjutnya)
18
Ibid., Hlm.104.
19
Ibid., Hlm.104.
20
Ibid., Hlm.104
b. Yurisprudensi terdiri dari bagian yang memuat identitas para pihak,
konkret terjadi tuntutan hak yang dijalankan oleh suatu badan yang berdiri
sendiri dan diadakan oleh negara, serta bebas dari pengaruh apa atau siapapun
dengan cara memberikan putusan yang bersifat mengikat dan berwibawa. Van
hukum.21
yang berisi kaidah atau peraturan hukum yang mengikat pihak-pihak yang
orang tertentu saja dan tidak mengikat setiap orang secara umum seperti
hukum.22
ungkapan yang berbunyi “het recht hinkt achter de feiten aan”, yang berarti
hukum disini dengan sendirinya adalah hukum yang tertulis atau undang-
dapat setiap saat dilakukan untuk dapat menyesuaikan dengan keadaan. Lain
merupakan sumber hukum formil karena hakim tidak terikat pada putusan
22
Ibid., Hlm.157.
23
Ibid., Hlm.158.
bagi pembentukan hukum. Kedua pendapat tersebut pada dasarnya tidak
hukum formil. Formil karena terjadi dengan cara tertentu, yaitu oleh hakim
umum.
menyebut, tidak jelas atau tidak lengkap, maka ia dapat dituntut karena
penolakan mengadili”.
24
Ibid., Hlm.160.
25
Ibid., Hlm.105.
Asas-Asas Yurisprudensi
a. Asas precedent
keputusan yang terlebih dulu dari hakim yang sama derajatnya atau dari
hakim yang lebih tinggi. Asas ini dianut oleh negara-negara anglo saxon.
yang sama menghasilkan perlakuan yang sama, bagi siapa saja yang
sebelumnya.
26
Ibid., Hlm.106.
Dalam hal-hal tertentu keterikatan hakim pada putusan-putusan
pada tempatnya.
b. Asas Bebas
Asas bebas ini adalah kebalikan dari asas precedent. Disini petugas
pada hakim tingkatan ssejajar maupun hakim yang lebih tinggi. Asas ini
Dalam praktik asas bebas ini tidak dilakukan secara konsekuen, karena
27
Loc.Cit., Hlm.106.
28
Ibid., Hlm.107.