Penemuan Hk 1
Peristilahan
Beberapa istilah dalam penemuan hukum:
Rechtsvinding (Penemuan Hukum atau law making) dalam arti
bahwa bukan hukumnya tidak ada tetapi hukumnya sudah ada, namun
masih perlu digali dan diketemukan.
Penemuan Hk 2
Beberapa istilah dalam penemuan hukum:
Rechtstoepassing (penerapan hukum) tidak lain
berarti menerapkan (peraturan) hukum yang abstrak
sifatnya pada peristiwanya.
• Menerapkan (peraturan) hukum pada peristiwa konkrit
secara langsung tidak mungkin. Peristiwa konkrit itu
harus dijadikan peristiwa hukum terlebih dahulu agar
peraturan hukumnya dapat diterapkan.
Penemuan Hk/Dok/ 3
Rechtsvorming (pembentukan hukum) adalah
merumuskan peraturan-peraturan umum yang berlaku
umum, bagi setiap orang.
• Kalau lazimnya pembentukan hukum dilakukan oleh pembentuk
undang-undang, maka hakim dimungkinkan pula membentuk
hukum, kalau hasil penemuan hukumnya itu kemudian merupakan
yurisprudensi tetap yang diikuti oleh para hakim dan merupakan
pedoman bagi masyarakat, yaitu putusan yang mengandung asas-
asas hukum yang dirumuskan dalam peristiwa konkrit, tetapi
memperoleh kekuatan berlaku umum.
Penemuan Hk/ 4
• Algra dan K. van Duyvendijk, sebenarnya lebih menyukai
menggunakan istilah pembentukan hukum (rechtsvorming)
namun keduanya masih menggunakan istilah penemuan hukum,
karena istilah penemuan hukum itu telah lazim digunakan
oleh hakim, sedangkan istilah pembentukan hukum biasanya
ditujukan bagi penciptaan hukum oleh pembuat undang-
undang.
Penemuan Hk/Dok/ 5
Peristilahan
Paul Scholten yang memberi dasar teoritis pada istilah
“penemuan hukum” dalam karangannya Algemeen Deel yang
oleh G.J. Wiarda disebut sebagai suatu karya ilmiah yang tidak
terjangkau oleh waktu.
Penemuan Hk/Dok/ 6
Menurut Paul Scholten istilah penemuan hukum atau
rechtsvinding lebih tepat daripada istilah penerapan hukum dan
penciptaan hukum, kemudian menyusul kata-katanya yang
mencerminkan apa yang dipikirkan, yaitu: “Hukum itu ada, tetapi ia
masih harus ditemukan, dalam penemuan itulah terdapat yang
baru”.
Sec historis teoritis praktik hk itu lahirnya lbh dahulu dr ilmu hk,
tetapi dlm perkembangannya praktik hk memerlukan landasan
teoritis dr ilmu hk. Sebaliknya ilmu hk memerlukan materialnya dr
praktik hk.
Penemuan Hk 8
PENEMUAN HUKUM (Rechtsvinding)
Masyarakat dengan segala kepentingannya selalu mengalami
perubahan dan perkembangan.
Penemuan Hk/Dok/ 9
Pengertian Penemuan Hk
Apakah yang dimaksud dengan penemuan hk?
Atau dgn arti lain penemuan hukum adalah proses konkretisasi atau
individualisasi peraturan hukum (das sollen) yang bersifat umum
dengan mengingat akan peristiwa konkrit (das sein) tertentu.
Hakim selalu dihadapkan pd peristiwa konkrit, konflik, atau kasus yg
hrs diselesaikan atau dipecahkannya dan utk itu perlu dicarikan hknya
Maka, hakim harus menyesuaikan UU dengan hal-hal yang konkret,
karena peraturan-peraturan yang ada tidak dapat mencakup segala
peristiwa yang timbul dalam masyarakat.
Penemuan Hk/Dok/ 10
PENEMUAN HUKUM
Peraturan Hk Peristiwa Hk
yang umum yang konkrit
Penemuan Hk/Dok 11
Definisi PH Menurut Ahli
Penemuan Hk/Dok/ 12
• Menurut Algra dan van Duyvendijk, Penemuan hukum sebagai
menemukan hukum untuk suatu kajian konkret, untuk mana oleh hakim
atau oleh seorang pemutus yuridis lainnya harus diberikan penyelesaian
yuridis. Selanjutnya juga dikemukakan bahwa penemuan hukum sebagai
kegiatan hakim untuk mempergunakan berbagai macam teknik penafsiran
dan cara menguraikan dengan mempergunakan berbagai macam alasan
yang tidak terdapat di dalam aturan hukum yang ada pada kejadian yang
disampaikan kepadanya. Ia juga tidak hanya membuat hukum untuk
persoalan yang ada di depannya, tetapi juga untuk kejadian yang sama,
yang akan datang.
Penemuan Hk/Dok 13
• Menurut Muhammad Busyro Muqoddas, Penemuan hukum
yang dilakukan oleh hakim ada 2 (dua) macam:
1. Penemuan hukum dalam arti penerapan suatu peraturan pada suatu
peristiwa konkret, untuk peristiwa mana telah tersedia peraturannya
secara jelas. Hal ini menunjukkan suatu metode yang lebih bersifat
sederhana, dalam arti bahwa hakim hanya terbatas pada menerapkan
suatu aturan hukum (undang-undang) yang sesuai dengan faktanya atau
peristiwa konkretnya;
2. Penemuan hukum dalam arti pembentukan hukum, di mana untuk suatu
peristiwa konkret tidak tersedia suatu peraturannya yang jelas/lengkap
untuk diterapkan. Dalam hal ini hakim tidak menemukan aturan
hukumnya (undang-undangnya) yang sesuai dengan fakta atau peristiwa
konkretnya, sehingga ia harus membentuknya melalui suatu metode
tertentu.
Penemuan Hk/Dok/ 14
• Sudikno Mertokusumo, mengatakan bahwa Penemuan
hukum adalah proses pembentukan hukum oleh hakim atau
aparat hukum lainnya yang ditugaskan untuk penerapkan
peraturan hukum pada peristiwa hukum konkrit.
Dengan perkataan lain adalah proses konkretisasi atau individualisasi
peraturan hukum (das Sollen) yang bersifat umum dengan mengingat akan
peristiwa konkrit (das Sein) tertentu. Jadi yang penting adalah bagaimana
mencarikan atau menemukan hukumnya untuk peristiwa konkrit.
Hasil penemuan hukum oleh hakim itu merupakan hukum karena
mempunyai kekuatan mengikat sebagai hukum karena dituangkan dalam
bentuk putusan. Di samping itu hasil penemuan hukum oleh hakim itu
merupakan sumber hukum juga.
Penemuan Hk/Dok 15
Sudikno Mertokusumo, mengatakan :
• Penemuan hukum dalam arti sempit adalah suatu penemuan
hukum terutama dilakukan oleh hakim dalam memeriksa dan
memutus suatu perkara.
Penemuan Hk 16
• Sudikno Mertokusumo, menyebutkan bahwa penemuan hukum adalah
tugas para pemangku hukum, untuk penerapkan peraturan hukum pada
peristiwa hukum konkrit.
• Tindakan yuris dalam situasi demikianlah yang dimaksud dengan
penemuan hukum (rechtsvinding), yang dalam proses pengambilan
keputusan, yuris pada dasarnya dituntut untuk melaksanakan 2 (dua) atau
fungsi utamanya, yaitu:
1. Yuris senantiasa harus mampu menyesuaikan norma-norma hukum yang
konkrit (peraturan perundang-undangan) terhadap tuntutan nyata yang
ada dalam masyarakat, dengan selalu memperhatikan kebiasaan,
pandangan-pandangan yang berlaku, cita-cita yang hidup dalam
masyarakat, kearifan lokal serta perasaannya keadilannya sendiri.
2. Yuris senantiasa harus mampu memberikan penjelasan, penambahan atau
melengkapi peraturan perundang-undangan yang ada, dikaitkan dengan
perkembangan yang terjadi di dalam masyarakat. Hal demikian perlu
dijalankan sebab ada kalanya pembuat undang-undang (wetgever)
tertinggal oleh perkembangan yang ada di dalam masyarakat.
Penemuan Hk/Dok 17
Disimpulkan Penemuan Hukum
Penemuan Hk/Dok 18
Subyek Penemuan Hukum
Menemukan hk mrp karya manusia dan ini berarti antara lain, bahwa
setiap penerapan hk selalu didahului oleh seleksi subyektif mengenai
peristiwa2 dan perat2 yg relevan.
Problematika yg berhub dgn penemuan hk pd umumnya dipusatkan
sekitar hakim dan pembentuk UU.
Akan tetapi, di dlm kenyataannya problematik penemuan hk ini tdk hanya
berperan pd kegiatan hakim dan pembentuk UU saja. Berbagai pihak
melakukan penemuan hk.
Penemuan hukum pada dasarnya merupakan wilayah kerja hukum yang
luas cakupannya. Penemuan hukum dapat dilakukan oleh orang
perorang, yuris, Pembentuk UU, peneliti hukum, para pemangku hukum
(polisi, jaksa, advokat, hakim, notaris), bahkan dapat juga dilakukan oleh
direktur perusahaan BUMN/BUMD maupun perusahaan swasta.
Penemuan Hk/Dok 20
Pembentuk UU pun melakukan penemuan hk
• Pembentuk undang-undang melakukan penemuan hukum – meskipun
tidak menghadapi peristiwa konkret atau konflik seperti hakim- untuk
menyelesaikan atau memecahkan peristiwa abstrak tertentu (belum
terjadi, namun besar kemungkinan akan terjadi pada masa mendatang),
jadi sifatnya preskriptif.
• Hasil penemuan hukumnya merupakan hukum karena dituangkan dalam
bentuk undang-undang dan sekaligus merupakan sumber hukum.
• Bedanya dgn penemuan hk oleh hakim adalah bahwa hakim menghadapi
peristiwa konkrit atau konflik, sedangkan pembentuk UU tdk.
Penemuan Hk/Dok 21
• Preskriptif adalah suatu sistem ajaran yang menentukan apa
yang seyogianya harus dilakukan dalam menghadapi
kenyataan-kenyataan yang dihadapi.
Contoh: peraturan perundang-undangan.
Penemuan Hk/Dok 22
NOTARIS
Penemuan Hk/Dok 23
DOSEN serta PENELITI HK
Penemuan Hk/Dok 24
Penemuan Hukum
Pengembanan Hukum
27
• Montesquieu dan Imanuel Kant yang berpandangan klasik,
memandang bahwa hakim dalam menerapkan undang-undang
terhadap peristiwa hukum sesungguhnya tidak menjalankan
peranannya secara mandiri.
• Hakim hanyalah penyambung lidah/corong undang-undang
atau bouche de la loi, sehingga tidak dapat mengubah, tidak dapat
menambah dan tidak dapat pula mengurangi kekuatan hukum
undang-undang. Hal demikian karena Montesquieu berpandangan
bahwa undang-undang adalah satu-satunya sumber hukum
positif.
• Karena itulah demi kepastian hukum, kesatuan hukum serta
kebebasan warga negara –yang terancam oleh kebebasan
(tindakan sewenang-wenang) dari tindakan hakim– maka hakim
harus tunduk/berada di bawah undang-undang.
• Maka, berdasarkan pandangan Montesquieu ini, peradilan hanyalah
bentuk berpikir silogisme/subsumptie.
• Pasal 20 AB dan Pasal 21 AB berasal dari pandangan klasik, isi
pasal tersebut adalah “hakim harus mengadili menurut UU”.
28
• (Hakim harus mengadili menurut undang-undang. Kecuali yang
ditentukan dalam Pasal 11 hakim sama sekali tidak diperkenankan
menilai bertentangan tidaknya isi undang-undang itu dengan rasa
keadilan).
• Menurut pandangan klasik yang dipelopori oleh Montesquieu dan
Imanuel Kant ini, semua hukum terdapat secara lengkap dan
sistematis dalam undang-undang. Tugas hakim adalah mengadili
sesuai atau menurut bunyi undang-undang. Karena itulah dapat
dipahami Pasal 15 AB yg menyatakan, bahwa kebiasaan hanya
dapat membentuk hukum apabila undang-undang menyebutnya.
• Metode yang seharusnya digunakan dalam menerapkan undang-
undang adalah metode berpikir deduksi/subsumptie logis.
• Teori ini disebut legisme atau positivisme undang-undang.
Penemuan hukum di sini dianggap sebagai “kejadian yang teknis
dan kognitif/pengertian” yang mengutamakan undang-undang dan
tidak memberi tempat pada pengakuan subyektivitas atau penilaian.
Hakim tidak diberi kesempatan untuk berkreasi.
29
• Positivisme undang-undang ini didasarkan pada jalan pikiran:
Apa yang mempunyai bentuk lahir sebagai hukum adalah
legitim sebagai hukum, tidak peduli nilai isinya. Di sini aspek
logis analitis (mendasarkan aspek logis analitis yang
dimutlakkan).
Penemuan Hk/Dok 30
• Pada tahun 1804 Etienee Portalis perencana Code Civil (Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata Perancis) berpandangan
materialisme yuridis atau otonom, berpendapat bahwa kitab
undang-undang meskipun tampaknya lengkap, tetapi tidak pernah
rampung, sebab ribuan permasalahan yang tidak terduga akan
diajukan kepada hakim.
• Undang-undang yang sudah ditetapkan itu tidak akan berubah,
sedangkan manusia tidak akan berhenti dan perkembangan itu
selalu akan menimbulkan peristiwa baru. Karena itulah,
permasalahannya diserahkan kepada kebiasaan, yuris dan
pendapat hakim, sebab undang-undang ternyata tidak lengkap
dan sering tidak jelas.
• Dari hakim diharapkan dapat menyesuaikan undang-undang
dengan keadaan. Peradilan mempunyai peranan yang penting dan
yurisprudensi makin bertambah kewibawaannya. Pandangan
Etienne Portalis dewasa ini banyak penganutnya.
Penemuan Hk/Dok/ 31
• Sekitar tahun 1850 bergeserlah dari pandangan penemuan
hukum yang typis logicistis (heteronom) condong ke arah
pandangan – yang oleh van Eikema Hommes disebut sebagai-
material yuridis (otonom) yang ditujukan pada peran
penemuan hukum yang mandiri.
• Hakim tidak lagi dipandang sebagai corong undang-undang,
namun sebagai pembentuk hukum yang secara mandiri
memberi bentuk pada isi undang-undang dan
menyesuaikannya dengan kebutuhan-kebutuhan.
• Di Jerman dipertahankan oleh Oskar Bollow dan Eugen Erlich,
di Perancis dikembangkan oleh Francois Geny, di Amerika
dikembangkan oleh Oliver Wendell Holmes, Jerome Frank dan
Paul Scholten.
Penemuan Hk/Dok 32
• Sebagai prototype (bentuk dasar) penemuan hukum heteronom
terdapat dalam sistem peradilan negara-negara Kontinental,
hakim bebas tidak terikat pada putusan hakim lain yang pernah
dijatuhkan mengenai perkara yang sejenis, namun hakim
mengutamakan undang-undang.
• Penemuan hukum di sini dianggap sebagai kejadian teknis dan
kogniti. Dalam penemuan hukum yang typis logicistisch atau
legisme (heteronom) hakim dalam memeriksa, mengadili dan
memutus perkara berdasarkan atau dipengaruhi faktor-faktor di luar
dirinya.
• Misalnya dipengaruhi oleh undang-undang, sistem pemerintahan,
ekonomi, politik dan sebagainya.
• Penemuannya sesuai dengan pandangan klasik oleh Montesquieu
dan Imanuel Kant. Undang-undang adalah satu-satunya sumber
hukum positif, karena itu demi kepastian hukum dan kesatuan
hukum, hakim harus di bawah undang-undang.
• Peradilannya berbentuk silogisme, yaitu bentuk berpikir logis belaka
melalui subsumptie automaat.
Penemuan Hk/Dok/ 33
2. Penemuan Hukum Otonom atau Materiel juridisch.
Sebagai prototype (bentuk dasar) penemuan hukum yang materiel
logicitisch (otonom) terdapat dalam sistem peradilan Anglo Saxon. Hakim
tidak lagi dipandang sebagai corong atau terompet undang-undang, namun
sebagai pembentuk hukum yang secara mandiri memberi bentuk pada isi
undang-undang dan menyesuaikannya dengan kebutuhan atau
perkembangan masyarakat.
Peradilan Anglo Saxon, menganut asas the binding force of precedent atau
stare decisis et quita non movere. Hakim terikat pada putusan hakim yang
telah dijatuhkan mengenai perkara sejenis dengan perkara yang akan diputus
hakim yang bersangkutan.
Memang di sini putusan hakim terdahulu mengikatnya, sehingga
merupakan faktor di luar diri hakim yang akan memutuskan, namun hakim
yang akan memutuskan itu “menyatu” dengan hakim terdahulu yang telah
menjatuhkan putusan mengenai perkara yang sejenis dan dengan demikian
putusan hakim terdahulu dianggapnya sebagai putusannya sendiri, sehingga
bukan faktor di luar dirinya namun bersumber dari hati nuraninya sendiri.
Penemuan Hk/Dok/ 34
Hakim Anglo Saxon berpikir secara induktif, berpikir dari
peristiwa khusus yang satu (putusan hakim terdahulu) ke
peristiwa khusus yang lain (peristiwa konkrit yang
dihadapinya) akhirnya sampai pada peristiiwa khusus yang
lain (putusan), hakim mengadakan reasoning analogy.
Penemuan Hk/Dok/ 35
3. Penemuan Hukum Campuran
Dalam perkembangannya 2 (dua) sistem penemuan hukum itu
saling mempengaruhi atau convergence, sehingga penemuan
hukum tidak lagi murni otonom ataukah murni heteronom
namun menjadi tipe campuran.
Bahkan ada kecenderungan bergeser ke arah penemuan
hukum otonom (material yuridis).
Dewasa ini pembentukan undang-undang mendorong ke arah
penemuan hukum otonom, dan ada kecenderungan dalam
pembentukan undang-undang tidak kasuistis namun bersifat
umum (Flucht in die Generalklausel), ini dalam pembentukan
undang-undang merupakan gejala umum.
Penemuan Hk/Dok/ 36
Akibatnya ialah terjadi pergeseran dari hakim terikat ke arah
hakim bebas, dari Normgerechtigkeit (keadilan menurut
undang-undang) ke arah Einzelfallgerechtigkeit (keadilan
menurut hakim seperti yang tertuang dalam putusannya),
dari systeemdenken (berpikir dengan mengacu kepada sistem:
system oriented) ke arah probleemdenken (berpikir dengan
mengacu kepada masalahnya: problem oriented).
Bukan hanya hakim yang menyebabkan pergeseran dari
bentuk penemuan hukum heteronom ke arah penemuan
hukum otonom, namun juga pembentuk undang-undang.
Antara penemuan hukum yang heteronom dengan penemuan
hukum yang otonom tidak ada batasan yang tajam.
Dalam praktek, penemuan hukum dapat dijumpai kedua
unsur tersebut (unsur heteronom dan unsur otonom).
Penemuan Hk/Dok/ 37
Putusan pengadilan di negara-negara Anglo Saxon merupakan
hasil penemuan hukum otonom sepanjang pembentukan
peraturan dan penerapan peraturan itu dilakukan oleh hakim
berdasarkan hati nuraninya, tetapi sekaligus juga bersifat
heteronom karena hakim terikat pada putusan-putusan
sebelumnya (faktor di luar diri hakim).
Penemuan Hk/Dok 39
Alasan Penemuan Hukum
• Oliver Wendell Holmes dan Jerome Frank, menentang pendapat
bahwa hukum yang ada itu lengkap yang dapat dijadikan sumber
bagi hakim untuk memutuskan dalam peristiwa yang konkret.
Pelaksanaan undang-undang oleh hakim bukan semata-mata
merupakan persoalan logika dan penggunaan pikiran yang tepat
saja, namun lebih merupakan pemberian bentuk yuridis kepada
asas-asas hukum substansial yang menurut sifatnya tidak logis dan
lebih mendasarkan kepada pengalaman dan penilaian yuridis
daripada mendasarkan pada akal yang abstrak.
Penemuan Hk/Dok 40
• Setiap undang-undang bersifat statis dan tidak dapat mengikuti
perkembangan kemasyarakat, sehingga menimbulkan ruang kosong yang
perlu diisi. Tugas mengisi ruang kosong itulah dibebankan kepada hakim
dengan melakukan penemuan hukum melalui metode interpretasi dan
metode argumentasi, dengan syarat bahwa dalam menjalankan tugasnya
tersebut, hakim tidak boleh memaksa maksud dan jiwa undang-undang
atau tidak boleh bersikap sewenang-wenang.
Penemuan Hk/Dok/ 42
Kegunaan Penemuan Hukum
Kegunaan penemuan hukum adalah untuk memberikan
keputusan yang tepat dan benar, dan secara tidak langsung
memberikan kepastian hukum dalam masyarakat, sementara itu,
kenyataan menunjukkan bahwa;
a. Adakalanya pembuat peruturan perundang-undangan baik sengaja
maupun tidak sengaja menggunakan istilah-istilah atau pengertian-
pengertian yang bersifat umum, sehingga berakibat dapat diberi lebih
dari satu pemaknaan;
b. Adakalanya istilah yang digunakan dalam peraturan perundang-
undangan tidak jelas arti atau maknanya, atau tidak dapat diwujudkan
dalam kenyataan masyarakat yang telah mengalami perkembangan
atau perubahan.
c. Adakalanya dapat ditemukan permasalahan di dalam masyarakat
namun tidak ada atau belum diatur dalam peraturan perundang-
undangan.
43
PENEMUAN HUKUM YANG DILAKUKAN OLEH:
44
1. Pembentuk UU
• Pembentuk UU pun melakukan penemuan hk
• Dlm merencanakan atau membentuk UU, pembentuk UU tdk lepas dr
kegiatan menemukan hk.
• Hasil penemuan hk oleh pembentuk UU antara lain berupa interprestasi
otentik yg pd umumnya dituangkan dlm Bab ttg Ketentuan Umum Pasal I
dlm UU.
• Bedanya dgn penemuan hk oleh hakim adalah bahwa hakim menghadapi
peristiwa konkrit atau konflik, sedangkan pembentuk UU tdk.
• Yg dihadapi oleh pembentuk UU bukanlah pertanyaan “Bagaimanakah
saya memecahkan konflik konkrit ini?” melainkan pertanyaan
“Bagaimanakah saya seyogianya menyelesaikan atau memecahkan
peristiwa abstrak tertentu (yg blm terjd, tetapi besar kemungkinannya
akan terjd) di waktu mendatang?”. Jd sifatnya, adalah preskriptif.
• Hasil penemuan hk oleh pembentuk UU inipun mrp hk krn mempunyai
kekuatan mengikat sebagai hk sebab dituangkan dlm bentuk UU yg mrp
sumber hk.
Penemuan Hk/Dok 45
Pembentuk UU pun melakukan penemuan hk
• Hukum dalam suatu negara dapat menjelma dalam berbagai
wujud, antara lain dalam bentuk hukum tertulis berupa
peraturan perundang-undangan dan bentuk hukum tidak
tertulis.
Penemuan Hk/Dok/ 47
• A.Hamid S. Attamimi dalam disertasinya, menunjukkan tentang
betapa pentingnya peraturan perundang-undangan sebagai
sumber hukum, baik secara materiel maupun formal.
• Umumnya pembentukan UU memenuhi 2 syarat utama yakni segi-
segi yang bersifat formal dan material.
1. Secara formal; pembentukan undang-undang harus memenuhi
syarat seperti wewenang pembuatan, prosedur pembuatan atau
syarat lainnya yang bersifat formalitas.
2. Secara material yaitu menyangkut isi undang-undang itu sendiri.
Setiap peraturan perundang-undangan idialnya memiliki konsistensi
normatif secara berjenjang terhadap norma yang lebih tinggi,
merumuskan terminologi dan sistematika yang benar, isinya dapat
dikenali, perlakuan yang diberikan oleh hukum tersebut harus
merata, menjamin kepastian dan pelaksanaannya sesuai dengan
keadaan individual.
Penemuan Hk/Dok 48
Kekuasaan Membentuk Peraturan Perundang-Undangan
• Membentuk peraturan perundang-undangan merupakan
kekuasaan yang selalu melekat atau dilekatkan pada negara
atau pemerintah. Kekuasaan membentuk peraturan
perundang-undangan hanya ada pada negara atau
pemerintah.
Penemuan Hk/Dok/ 49
Bagir Manan, mengatakan bahwa: “Kekuasaan membentuk peraturan
perundang-undangan merupakan salah satu kekuasaan negara untuk
membuat keputusan. Negara melalui alat-alat perlengkapan atau jabatan
negara dapat membuat berbagai macam keputusan, yaitu:
Pengadilan sebagai peradilan negara membuat keputusan baik dalam
bentuk Putusan (vonis) untuk menyelesaikan suatu sengketa hukum maupun
ketetapan untuk memberi ketetapan hukum suatu permohonan yang bukan
sengketa hukum (seperti penetapan ahli waris).
Majelis Permusyawaratan Rakyat membuat Ketetapan baik yang berupa
peraturan perundang-undangan maupun yang tidak berupa peraturan
perundang-undangan (seperti Ketetapan).
Dewan Perwakilan Rakyat bersama-sama Presiden membuat keputusan
dalam bentuk Undang-Undang (dalam arti formal).
Presiden juga membuat keputusan sebagai keputusan negara, keputusan
mengenai Grasi, Amnesti, dan Abolisi, dsb.
Penemuan Hk/Dok 50
Undang-Undang
• Bahwa Konstitusi hanya memuat ketentuan-ketentuan pokok saja.
• Sedangkan pelaksanaan lebih lanjut dari ketentuan-ketentuan
pokok tersebut dilaksanakan dan atau dijelmakan dalam peraturan
yang lebih rendah, misalnya dengan undang-undang.
• Bagir Manan, mengatakan undang-undang merupakan bentuk
peraturan perundang-undangan yang paling luas jangkauan materi
muatannya. Dapatlah dikatakan, tidak ada lapangan kehidupan dan
kegiatan ketatanegaraan, pemerintahan, masyarakat dan individu
yang tidak dapat menjadi jangkauan untuk diatur oleh undang-
undang.
• Bagir Manan, mengemukakan tentang tolok ukur materi muatan
undang-undang sebagai berikut:
1. Ditetapkan dalam UUD.
2. Ditetapkan dalam undang-undang terdahulu.
Penemuan Hk/Dok 51
3. Ditetapkan dalam rangka mencabut, menambah atau
mengganti undang-undang yang lama.
4. Materi muatan menyangkut hak dasar atau hak asasi.
5. Materi muatan menyangkut kepentingan atau kewajiban
rakyat banyak.
Penemuan Hk/Dok 52
Undang-Undang
C.S.T. Kansil, menyatakan bahwa undang-undang adalah suatu peraturan
negara yang mempunyai kekuatan hukum yang mengikat diadakan dan
dipelihara oleh penguasa negara.
Menurut Buys, dalam ilmu pengetahuan hukum, undang-undang dapat
dibedakan dalam 2 (dua) arti yaitu;
1. UU dalam arti materiil yang dinamakan UU merupakan keputusan atau
ketetapan penguasa, yang dilihat dari isinya disebut undang-undang dan
mengikat setiap orang secara umum.
2. Undang-undang dalam arti formal ialah keputusan penguasa yang dilihat
dari bentuk dan cara terjadinya disebut undang-undang. Jadi, undang-
undang dalam arti formal tidak lain merupakan ketetapan penguasa yang
memperoleh sebutan “undang-undang” karena cara pembentukannya. Di
Indonesia, undang-undang dalam arti formal dibuat oleh Presiden
dengan persetujuan DPR (Pasal 5 ayat (1) UUD 1945).
53
• Di Indonesia yang disebut undang-undang ialah peraturan yang dibuat
oleh Presiden dengan persetujuan DPR (Pasal 5 ayat (1) UUD 1945).
54
• Undang-undang mempunyai persyaratan untuk dapat berlaku atau untuk
mempunyai kekuatan berlaku. Ada tiga macam kekuatan berlaku, yaitu:
1. Kekuatan Berlaku Yuridis (Juristische Geltung)
Undang-undang mempunyai kekuatan berlaku yuridis apabila persyaratan
formal terbentuknya undang-undang itu telah terpenuhi. Menurut Hans
Kelsen, kaedah hukum mempunyai kekuasaan berlaku apabila
penetapannya didasarkan atas kaedah yang lebih tinggi tingkatannya.
Suatu kaedah hukum merupakan sistem kaedah secara hierarchies.
Di dalam Grundnorm (norma dasar) terdapat dasar berlakunya semua kaedah
yang berasal dari satu tata hukum. Dari Grundnorm itu hanya dapat
dijabarkan berlakunya kaedah hukum dan bukan isinya. Pertanyaan
mengenai berlakunya hukum itu berhubungan dengan das Sollen,
sedangkan das Sein itu berhubungan dengan pengertian hukum.
Penemuan Hk/Dok 55
2. Kekuatan Berlaku Sosiologis (Soziologische Geltung)
Di sini intinya adalah efektivitas atau hasil guna kaedah hukum di dalam
kehidupan bersama. Yang dimaksudkan, bahwa berlakunya atau
diterimanya hukum di dalam masyarakat itu lepas dari kenyataan apakah
peraturan hukum itu terbentuk menurut persyaratan formal atau tidak.
Jadi, di sini berlakunya hukum merupakan kenyataan di dalam masyarakat.
Kekuatan berlakunya hukum di dalam masyarakat ini ada 2 macam, yaitu:
a. Menurut Teori Kekuasaan (Machtstheorie) hukum mempunyai kekuatan
berlaku sosiologis apabila dipaksakan berlakunya oleh penguasa, terlepas
dari diterima ataupun tidak oleh warga masyarakat.
b. Menurut Teori Pengakuan (Anerkennungstheorie) hukum mempunyai
kekuatan berlaku sosiologis apabila diterima dan diakui oleh warga
masyarakat.
Penemuan Hk 56
3. Kekuatan Berlaku Filosofis (Filosofische Geltung)
Hukum mempunyai kekuatan berlaku filosofis apabila kaedah hukum tersebut
sesuai dengan cita-cita hukum (Rechtsidee) sebagai nilai positif yang
tertinggi (uberpositiven Werte: Pancasila, masyarakat adil dan makmur).
Penemuan Hk 57
Pemahaman terhadap Pembentukan UU
• Proses pembentukan undang-undang lebih tepat disebut dengan teknik
pembuatan/penyusunan undang-undang.
Penemuan Hk/Dok 58
Pembentuk undang-undang dituntut mengetahui beberapa hal, seperti:
1.Tujuan pembentukan peraturan perundang-undangan (seperti dalam
rangka pembinaan hukum nasional).
2.Fungsi peraturan perundang-undangan (seperti fungsi ketertiban, fungsi
keadilan, fungsi penunjang pembangunan, fungsi mendorong perubahan
sosial).
3.Benar-benar menguasai materi yang hendak diatur. Di sini termasuk
pengetahuan tentang apakah materi tersebut pernah diatur. Mengapa perlu
diatur. Jenis perundang-undangan yang bagaimanakah yang tepat untuk
mengatur perundang-undangan yang dirancang. Jangan sampai terjadi suatu
peraturan perundang-undangan yang baru ditetapkan atau disyaratkan sudah
ada pendapat yang menyatakan bahwa peraturan tersebut sudah tidak cocok,
bahkan sampai tidak bisa dilaksanakan karena ditolak oleh masyarakat.
Penemuan Hk/Dok 59
4. Memahami tentang keterkaitan undang-undang yang akan dibentuk itu
dengan undang-undang yang lain. Hal ini diperlukan untuk menghindarkan
pluralisme hukum, apalagi sampai undang-undang yang akan dibentuk itu
bertentangan dengan salah satu undang-undang yang sudah ada. Sebagai
contoh dapat dikemukan tentang adalah polemik yang ditimbulkan oleh
UU 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah jo UU No. 25 Tahun 1999
tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah
dengan UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, sebagaimana terjadi di
Jawa Barat. Menurut Pemerintah Daerah Jawa Barat berdasarkan
UU No. 22 Tahun 1999 jo UU No.25 Tahun 1999 masalah pengelolaan
hutan adalah merupakan kewenangan Pemerintah Daerah, sedangkan
menurut Perum Perhutani, berdasarkan UU No. 41 Tahun 1999 masalah
pengelolaan hutan merupakan kewenangan pemerintah pusat. Hal ini
terjadi akibat dari kecerobohan pembentuk undang-undang yang
berakibat terjadinya polemik dalam melaksanakannya.
Penemuan Hk/Dok 60
5. Memahami tentang asas-asas dalam pembentukan peraturan perundang-
undangan.
Penemuan Hk/Dok/ 61
• Pokok pikiran pada konsiderans Undang-Undang, memuat unsur filosofis,
sosiologis, dan yuridis yang menjadi pertimbangan dan alasan
pembentukannya yang penulisannya ditempatkan secaraberurutan dari
filosofis, sosiologis, dan yuridis.
a. Unsur filosofis menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk
mempertimbangkan pandangan hidup, kesadaran, dan cita hukum yang
meliputi suasana kebatinan serta falsafah bangsa Indonesia yang
bersumber dari Pancasila dan Pembukaan Undang- Undang Dasar Negara
Republik IndonesiaTahun1945.
b. Unsur sosiologis menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat dalam berbagai aspek.
c. Unsur yuridis menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk
mengatasi permasalahan hukum atau mengisi kekosongan hukum
dengan mempertimbangkan aturan yang telah ada, yang akan diubah,
atau yang akan dicabut guna menjamin kepastian hukum dan rasa
keadilan masyarakat.
Penemuan Hk/Dok 62
Asas-asas Dalam Membentuk dan Mengubah UU
Penemuan Hk/Dok 63
• asas adalah suatu dalil umum yang dinyatakan dalam istilah umum tanpa
menyarankan cara-cara khusus mengenai pelaksanaannya, yang
diterapkan pada serangkaian perbuatan untuk menjadi petunjuk yang
tepat bagi perbuatan itu.
• Asas hukum menurut Satjipto Rahadjoa, adalah unsur yang penting dan
pokok dari peraturan hukum. Asas hukum adalah jantungnya peraturan
hukum karena ia merupakan landasan yang paling luas bagi lahirnya
peraturan hukum, dan merupakan jembatan antara peraturan-peraturan
hukum dengan cita-cita sosial dan pandangan etis masyarakatnya. Dengan
singkat dapat dikatakan, bahwa melalui asas hukum itu peraturan-
peraturan berubah sifatnya menjadi bagian dari suatu tatanan etis.
Penemuan Hk/Dok 64
• Dalam praktek di Indonesia, bagi pembentukan peraturan perundang-
undangan, A.Hamid S. Attamimi, menyarankan tiga asas yang secara
berurutan disusun sebagai berikut:
1. Cita Hukum Indonesia;
2. Asas Negara Berdasarkan Atas Hukum dan Asas Pemerintahan
Berdasarkan Sistem Konstitusi;
3. Asas-asas lainnya.
Penemuan Hk/Dok 65
6. asas perlakuan yang sama dalam hukum;
7. asas kepastia hukum;
8. asas pelaksanaan hukum sesuai keadaan individual.
Penemuan Hk/Dok 66
2. PENEMUAN HK OLEH NOTARIS
1. Pengertian Penemuan Hk
•Penemuan hukum atau yang dalam bahasa asing dikenal dengan
rechtsvinding dan law making adalah menemukannya hukum karena hukum
itu tidak lengkap atau tidak jelas.
Penemuan Hk/Dok 67
• Sudikno Mertokusumo, mengatakan Penemuan adalah proses
pembentukan hukum oleh hakim atau aparat hukum lainnya yang
ditugaskan untuk penerapan peraturan hukum pada peristiwa hukum
konkrit. Dapat dikatakan bahwa penemuan hukum adalah proses
konkretisasi atau individualisasi peraturan hukum (das sollen) yang
bersifat umum dengan mengingat akan peristiwa konkret (das sein)
tertentu.
Penemuan Hk/Dok 68
• Peraturan perundang-undangan tidak semua yang sifatnya lengkap
selangkap-lengkapnya serta jelas sejelas-jelasnya. Oleh karena tidak
lengkap dan tidak jelas maka harus dilengkapi dan dijelaskan dengan jalan
“penemuan hukum”. Secara sederhana penemuan hukum dapat dikatakan
menemukan hukumnya karena hukum masih tidak lengkap dan tidak jelas
Penemuan Hk/Dok 69
• Terkait padanya antara lain pertanyaan-pertanyaan yang diajukan tentang
penjelasan (tafsiran) dan penerapan aturan-aturan hukum dan
pertanyaan-pertanyaan tentang makna dari fakta-fakta hukum yang
diterapkan padanya.
Penemuan Hk/Dok 70
• Yuris dalam menjalankan profesinya, pada dasarnya harus membuat
keputusan-keputusan hukum berdasarkan analisisnya terhadap fakta-fakta
yang diajukan sebagai masalah hukum dalam kaitannya dengan norma-
norma hukum positif.
Penemuan Hk/Dok 71
NOTARIS
2. Pengertian Notaris
Jabatan Notaris telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004
tentang Jabatan Notaris (UUJN) kemudian beberapa pasalnya dirubah dengan
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-
Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UUJN-P).
Notaris merupakan profesi hukum dan dengan demikian profesi notaris
adalah suatu profesi mulia (nobile officium).
Disebut sebagai nobile officium dikarenakan profesi notaris sangat erat
hubungannya dengan kemanusiaan. Akta yang dibuat oleh notaris dapat
menjadi alas hukum atas status harta benda, hak dan kewajiban seseorang.
Kekeliruan atas akta notaris dapat menyebabkan tercabutnya hak
seseorang atau terbebaninya seseorang atas suatu kewajiban.
Penemuan Hk/Dok 72
Jabatan Notaris merupakan jabatan tertentu, yang menjalankan profesi
dalam pelayanan bidang hukum kepada masyarakat dengan memberikan
jasa dalam pembuatan akta, yang mengikuti peraturan dan bentuk yang
ditentukan oleh undang-undang.
Penemuan Hk/Dok/ 73
• Notaris adalah pejabat umum yang satu-satunya berwenang
untuk membuat akta otentik mengenai semua perbuatan,
perjanjian dan penetapan yang diharuskan oleh suatu
peraturan umum atau oleh yang berkepentingan dikehendaki
untuk dinyatakan dalam suatu akta otentik, menjamin
kepastian tanggalnya, menyimpan aktanya dan memberikan
grosse, salinan dan kutipannya, semuanya sepanjang
pembuatan akte itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan
kepada pejabat atau orang lain (Lumban Tobing).
Penemuan Hk/Dok 74
• Pasal 1 angka (1) UUJN-P menyebutkan, Notaris adalah Pejabat umum
yang berwenang membuat akta autentik dan memiliki kewenangan
lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini atau
berdasarkan undang-undang lainnya.
Penemuan Hk/Dok 75
• Dalam prakteknya, Notaris lebih banyak membuat akta dalam bentuk akta
baku yang bentuknya telah ditentukan oleh pemerintah dalam undang –
undang, yaitu akta – akta otentik pada umumnya, seperti pada Akta
Hibah, Akta Inbreng, Akta - Akta Perseroan Terbatas, serta akta – akta lain
yang dibuat oleh Notaris, namun pada saat – saat tertentu. Notaris juga
dituntut untuk dapat melakukan penemuan hukum, dalam perjanjian atau
kontrak tertentu karena ketidaksempurnaan hukum yang tersedia
Penemuan Hk/Dok 76
• Pelaksanaan jabatan Notaris juga berwenang memberikan nasehat
hukum dan penjelasan kepada pihak-pihak sehubungan dengan
pembuatan akta yang akan, sedang dan/atau dibuat oleh para pihak
tersebut, hal ini untuk menjamin bahwa para pihak mengetahui apa yang
menjadi keinginannya tertuang ke dalam akta.
• Oleh karena itu, Notaris dalam memberikan nasehat dan penjelasan-
penjelasan informasi serta pengetahuan hukum untuk menemukan hukum
kepada para pihak harus akurat.
• Penemuan hukum yang dilakukan oleh Notaris, dituangkan ke dalam suatu
akta yang pada dasarnya akta yang dibuat tersebut harus dapat
dimengerti dan dipahami isinya oleh para pihak yang ada dalam akta
tersebut. Sumber hukum dari isi akta autentik yang akan dibuat sering
terdapat kekosongan hukum dan/atau belum ada peraturan perundang-
undangannya.
Penemuan Hk/Dok 77
• Menurut Sudikno Mertokusumo, Notaris harus melakukan penemuan
hokum. Notaris menghadapi masalah hukum yang diajukan oleh kliennya
untuk dibuatkan akta.
• Notaris harus menemukan hukumnya dari peristiwa konkret yang diajukan
oleh klien untuk kemudian dibuatkan aktanya.
• Hasil penemuan hukum oleh Notaris adalah hukum karena berbentuk akta
yang berisi kaedah-kaedah hukum dan mempunyai kekuatan mengikat
serta sekaligus merupakan sumber hukum.
Penemuan Hk/Dok 78
• Pada saat notaris melakukan penemuan hukum terhadap undang-undang
yang ternyata tidak lengkap, Notaris harus berdasarkan pada asas-asas
hukum dimana pada setiap peristiwa dapat diterapkan kaidah yang ideal.
• Menurut Savigny, hukum itu berdasarkan sistem asas-asas hukum dan
pengertian dasar darimana untuk setiap peristiwa dapat diterapkan kaidah
yang cocok (Begriffsjurisprudenz).
• Notaris dihadapkan kepada suatu masalah atau suatu kasus yang diajukan
oleh klien untuk membuat akta. Masalah hukum konkret atau peristiwa
yang diajukan oleh klien merupakan peristiwa konkret yang masih harus
dirumuskan menjadi peristiwa hukum yang merupakan tugas notaris yang
tidak selalu mudah. Disini notaris melakukan penemuan hukum.
Penemuan Hk/Dok 79
• Penemuan hukum itu mempunyai aturan permainan, di samping metode-
metode penemuan hukum harus dikuasai juga perkembangan ilmu hukum
dan sistem hukum, supaya hasil penemuan hukum lebih memuaskan.
Kejujuran dan keberanian tidak boleh dilupakan.
Penemuan Hk/Dok 80
• Dengan posisi netral, notaris diharapkan untuk memberikan penyuluhan
hukum untuk dan atas tindakan hukum yang dilakukan notaris atas
permintaan kliennya. Dalam hal melakukan tindakan hukum untuk
kliennya, notaris juga tidak boleh memihak kliennya, karena tugas notaris
ialah untuk mencegah terjadinya masalah.
Penemuan Hk/Dok 81
• Berkenaan dengan penemuan hukum yang dilakukan oleh Notaris, maka
landasan hukum yang digunakan adalah Pasal 15 ayat (1) Undang-undang
Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30
Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris (UUJNP) menyebutkan bahwa:
“”Notaris berwenang membuat akta autentik mengenai semua perbuatan,
perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-
undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk
dinyatakan dalam akta autentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan
akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta,
semuanya itu sepanjang pembuatan akta itu tidak juga ditugaskan atau
dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh
undang-undang”.
Penemuan Hk/Dok 82
• Notaris dalam melakukan penemuan hukum bersifat problematis, dan
hasil dari penemuan hukum oleh Notaris adalah hukum, karena berbentuk
akta yang berisi kaidah-kaidah hukum dan mempunyai kekuatan hukum
mengikat serta merupakan sumber hukum bagi para pihak yang
membuatnya.
Penemuan Hk/Dok 83
3. Tanggungjawab Notaris
Tanggung jawab notaris sebagai pejabat umum meliputi tanggung jawab
profesi notaris itu sendiri yang berhubungan dengan akta, diantaranya:
A. Tanggung jawab notaris secara perdata atas akta yang dibuatnya, dalam hal
ini adalah tanggung jawab terhadap kebenaran materiil akta, dalam
konstruksi perbuatan melawan hukum. Perbuatan melawan hukum disini
dalam sifat aktif maupun pasif. Aktif, dalam artian melakukan perbuatan
yang menimbulkan kerugian pada pihak lain. Sedangkan pasif, dalam
artian tidak melakukan perbuatan yang merupakan keharusan, sehingga
pihak lain menderita kerugian. Jadi unsur dari perbuatan melawan hukum
disini yaitu adanya perbuatan melawan hukum, adanya kesalahan dan
adanya kerugian yang ditimbulkan. Perbuatan melawan hukum disini
diartikan luas, yaitu suatu pebuatan tidak saja melanggar undang-undang,
tetapi juga melanggar kepatutan, kesusilaan atau hak orang lain dan
menimbulkan kerugian.
Penemuan Hk/Dok 84
• Suatu perbuatan dikategorikan perbuatan melawan hukum apabila
perbuatan tersebut:
1). Melanggar hak orang lain;
2). Bertentangan dengan aturan hukum;
3). Bertentangan dengan kesusilaan;
4). Bertentangan dengan kepatutan dalam memperhatikan kepentingan diri
dan harta orang lain dalam pergaulan hidup
sehari-hari.
Penemuan Hk/Dok 85
B. Tanggung jawab notaris secara pidana atas akta yang dibuatnya. Pidana
dalam hal ini adalah perbuatan pidana yang dilakukan oleh seorang notaris
dalam kapasitasnya sebagai pejabat umum yang berwenang membuat
akta, bukan dalam konteks individu sebagai warga negara pada umumnya.
Penemuan Hk/Dok 86
3). Bersifat melawan hukum.
4). Tanggung jawab notaris berdasarkan Undang-undang Jabatan Notaris
(UUJN).
5). Tanggung jawab notaris dalam menjalankan tugas
jabatannya berdasarkan kode etik notaris. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 4
UUJN tentang sumpah jabatan notaris.
Penemuan Hk/Dok 87
• Sedangkan Tindakan seorang ahli hukum dalam suatu situasi tertentu
untuk mengakomodir kebutuhan tertentu itulah yang dimaksudkan
dengan pengertian penemuan hukum atau rechtsvinding. Dalam proses
pengambilan keputusan hukum, seorang ahli hukum pada dasarnya
dituntut untuk melaksanakan dua tugas atau fungsi utama, yaitu:
1. Ia senantiasa harus mampu menyesuaikan kaidah-kaidah hukum yang
konkrit (perundang-undangan) terhadap tuntutan nyata yang ada di
dalam masyarakat, dengan selalu memperhatikan kebiasaan, pandangan-
pandangan yang berlaku, cita-cita yang hidup di dalam masyarakat, serta
perasaan keadilannya sendiri. Hal ini perlu dilakukan oleh seorang ahli
hukum karena peraturan perundang-undangan pada dasarnya tidak selalu
dapat ditetapkan untuk mengatur semua kejadian yang ada didalam
masyarakat. Perundang-undangan hanya dibuat untuk mengatur hal-hal
tertentu secara umum saja.
Penemuan Hk/Dok 88
2. Seorang ahli hukum senantiasa harus dapat memberikan penjelasan,
penambahan, atau melengkapi peraturan perundang-undangan yang ada,
dikaitkan dengan perkembangan yang terjadi di dalam masyarakat. Hal ini
perlu dijalankan sebab adakalanya pembuat undang-undang (wetgever)
tertinggal oleh perkembangan perkembangan di dalam masyarakat
Penemuan Hk/Dok 89
3. PENEMUAN HUKUM OLEH HAKIM
Penemuan Hk/Dok 90
HAKIM
• Masyarakat dengan segala kepentingannya selalu mengalami perubahan-
perubahan dan perkembangan.
Penemuan Hk/Dok 91
Sedangkan dalam hal terjadinya pelanggaran undang-undang, penegak
hukum (hakim) harus melaksanakan atau menegakkan undang-undang.
Hakim tidak dapat dan tidak boleh menangguhkan atau menolak
menjatuhkan putusan dengan alasan karena hukumnya tidak lengkap atau
tidak jelas.
Hakim dilarang menolak menjatuhkan putusan dengan dalih tidak
sempurnanya undang-undang.
Karena undang-undang yang mengatur peristiwa konkrit tidak lengkap
ataupun tidak jelas, maka dalam hal ini penegak hukum (hakim) haruslah
mencari, menggali dan mengkaji hukumnya, hakim harus menemukan
hukumnya dengan jalan melakukan penemuan hukum (rechtsvinding).
Penemuan Hk/Dok 92
• Hakim dipaksa atau wajib turut serta menentukan mana yang merupakan
hukum dan mana yang bukan hukum, apabila peraturan perundang-
undangan tidak menyebut suatu perkara maka hakim harus betindak atas
inisiatif sendiri. Dengan demikian, bilamana undang-undang atau
kebiasaan tidak memberikan peraturan yang dapat dipakai untuk
menyelesaikan suatu perkara, maka hakim harus membuat peraturan atau
hukum sendiri. Hal ini perlu karena perkara yang telah dibawa ke muka
hakim harus diselesaikan.
Penemuan Hk/Dok/ 93
HAKIM
•Secara yuridis hakim tidak boleh untuk menolak suatu kasus atau perkara
dengan alasan tidak ada hukum, dengan kata lain hakim harus menerima
semua kasus atau perkara meskipun belum ada hukumnya dan di sini hakim
berperan untuk mengisi kekosongan hukum, berusaha untuk menafsirkan
suatu ketentuan hukum atau kaedah perundang-undangan yang tidak ada
atau kurang jelas (Pasal 10 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman).
•Ketentuan semacam ini juga terdpt dalam Pasal 22 AB, maka hakim dipaksa,
wajib turut serta menentukan mana yang merupakan hukum, mana yang
tidak. Hakim wajib membuat penyelesaian setiap perkara.
Penemuan Hk/Dok 94
Pengertian Penemuan Hk
• Penemuan hukum menurut Sudikno Mertokusumo, adalah proses
pembentukan hukum oleh hakim atau aparat hukum lainnya yang diberi
tugas untuk penerapan peraturan hukum umum pada peristiwa hukum
konkrit. Lebih lanjut dapat dikatakan bahwa penemuan hukum adalah
suatu proses konkretisasi atau individualisasi peraturan hukum (das sollen)
yang bersifat umum dengan mengingat akan peristiwa konkrit (das sein)
tertentu.
Penemuan Hk/Dok/ 95
Hakekat dan Kegunaan Penemuan Hukum
Hakekat Penemuan Hukum
•Penemuan hukum, pada hakekatnya mewujudkan pengembanan hukum
secara ilmiah dan secara praktikal. Penemuan hukum sebagai sebuah reaksi
terhadap situasi-situasi problematikal yang dipaparkan orang dalam
peristilahan hukum berkenaan dengan dengan pertanyaan-pertanyaan hukum
(rechtsvragen), konflik-konflik hukum atau sengketa-sengketa hukum.
•Penemuan hukum diarahkan pada pemberian jawaban terhadap pertanyaan-
pertanyaan tentang hukum dan hal pencarian penyelesaian-penyelesaian
terhadap sengketa-sengketa konkrit. Sehingga diajukan pertanyaan-
pertanyaan tentang penjelasan (tafsiran) dan penerapan aturan-aturan
hukum, dan pertanyaan-pertanyaan tentang makna dari fakta-fakta yang
terhadapnya hukum harus diterapkan. Penemuan hukum berkenaan dengan
hal menemukan penyelesaian-penyelesaian dan jawaban-jawaban
berdasarkan kaidah-kaidah hukum.
Penemuan Hk/Dok 96
Kegunaan Penemuan Hukum
Penemuan Hk/Dok 97
Ketentuan yang dijadikan sebagai dasar hukum
penemuan hukum di Indonesia adalah:
Pasal 1 ayat (1) Undang - Undang No. 48 Tahun 2009 tentang
Kekuasaan Kehakiman.
Pasal 4 ayat (1) Undang - Undang No. 48 Tahun 2009 tentang
Kekuasaan Kehakiman
Pasal 10 ayat (1) Undang - Undang No. 48 Tahun 2009 tentang
Kekuasaan Kehakiman menyebutkan, bahwa pengadilan tidak boleh
menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang
diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas,
melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya. Ketentuan ini
sesuai dengan asas ius Curia Novit, bahwa hakim dianggap mengetahui
hukum.
Pasal 5 UU No. 48 Tahun 2009 menyebutkan, bahwa hakim sebagai
penegak hukum wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai – nilai
hukum yang hidup dalam masyarakat. Ini berarti hakim dalam
menjatuhkan putusannya wajib memperhatikan dan menghormati nilai –
nilai hukum yang hidup di dalam masyarakat.
Penemuan Hk/Dok/ 98
Untuk mengisi kekosongan hukum. Untuk itu suatu perkara
yang tidak ada aturannya, hakim tetap wajib untuk
memeriksa dan memutus perkara tersebut dengan
menggunakan metode analogi terhadap suatu peraturan yang
mirip dengan perkara yang diperiksa.
Penemuan Hk/Dok/ 99
Ada 3 dasar pemikiran atau alasan untuk melakukan penemuan
hukum oleh hakim, yaitu:
1.Karena peraturannya tidak ada, tetapi essensi perkaranya sama atau
mirip dengan suatu perkara lain sehingga dapat diterapkan dalam
perkara tersebut.
2.Peraturannya memang ada, tetapi kurang jelas sehingga hakim perlu
menafsirkannya.
3.Peraturan juga sudah ada, tetapi sudah tidak sesuai lagi dengan
kondisi dan kebutuhan warga masyarakat.
A. Metode Penafsiran:
Alasan-alasan atau pertimbangan-pertimbangan yang
sering digunakan oleh hakim dalam menemukan
hukumnya dapat disimpulkan adanya metode
interprestasi: menurut tata bahasa (gramatikal),
historis, sistematis, teleologis atau sosiologis,
perbandingan hukum, futuristis, restriktif dan
ekstensif.
a contrario
Istri yang cerai boleh Ditetapkan secara
Kawin lagi setelah kebalikannya
Masa idah