DAN PRAPERADILAN
yang tidak terhitung jumlah dan jenisnya, seperti yang dikemukakan oleh Sudikno
sejelas-jelasnya. Karena hukumnya tidak lengkap dan tidak jelas, maka harus
pembentukan hukum oleh hakim atau petugas-petugas hukum lainnya yang diberi
1
Sudikno Mertokusumo, 2007, Penemuan Hukum Sebuah Pengantar, Liberty, Yogyakarta,
h.37.
2
Soedikno Mertokusumo dan A. Pitlo, Op.Cit., h.4.
19
20
konkretisasi dan individualisasi peraturan hukum (das sollen) yang bersifat umum
merupakan:
3
Soedikno Mertokusumo dan A. Pitlo, Loc.Cit.
4
Achmad Ali, Op.Cit., h.146.
5
B. Arief Sidharta, 1994, “Pengembanan Hukum”, Majalah Hukum Pro Justisia Tahun XII
No.1, Januari 1994, h.61-63.
6
Ibid.
21
memiliki arti bahwa seorang hakim harus berperan untuk menentukan bagaimana
hukum dapat diartikan sebagai suatu proses pembentukan hukum melalui metode-
metode tertentu yang dilakukan oleh hakim atau aparat hukum lain dalam
penerapan peraturan hukum umum pada peristiwa konkrit. Secara sederhana dapat
meningkat dari waktu ke waktu, baik jenis maupun jumlahnya. Sehingga dapat
dimengerti kalau kemudian muncul suatu ungkapan „Het recht hink achter de
7
Amir Syamsudin, “Penemuan Hukum ataukah Perilaku Chaos”, Harian Kompas, 4 Januari
2008, h.6.
8
Utrecht, E., 1986, Pengantar dalam Hukum Indonesia, Ichtiar, Jakarta, h.248.
22
feiten ann‟, yaitu hukum tertulis selalu ketinggalan dengan peristiwanya.”9 Oleh
Hal tersebut agar hukumnya dapat ditemukan untuk dapat diterapkan dalam
bersifat statis, dan tidak dapat mengikuti perkembangan masyarakat, dan hal itu
menimbulkan ruang kosong, yang harus diisi oleh hakim dengan menemukan
tersebut diatas “...tidak dapat diterapkan begitu saja secara langsung pada
peristiwa konkret, oleh karena itu ketentuan undang-undang harus diberi arti,
hukumnya harus dicari lebih dahulu dari peristiwa konkretnya, kemudian undang-
9
Bambang Sutiyoso, 2015, Metode Penemuan Hukum (Upaya Meweujudkan Hukum yang
Pasti dan Berkeadilan), UII Press, Yogyakarta, h.102.
10
Jazim Hamidi, 2005, Hermeneutika Hukum (Teori Penemuan Hukum Baru dengan
Interpretasi Teks), UII Press, Yogyakarta, h.52.
11
Sudikno Mertokusumo dan A. Pitlo, Op.Cit, h.12.
23
menimbulkan ruang kosong, yang perlu diisi. Tugas mengisi ruang kosong itulah,
dibebankan kepada para hakim”.12 Penemuan hukum oleh hakim tersebut dapat
dilakukan dengan metode interpretasi atau kontruksi, dengan catatan bahwa hakim
tidak boleh memperkosa maksud dan jiwa undang-undang atau tidak boleh
bersikap sewenan-wenang.
Dapat dipahami dari pendapat Ahmad Rifai tersebut diatas bahwa hakim
tidak serta merta dapat melakukan penemuan hukum, melainkan harus terlebih
undangan yang terkait tidak memadai dalam mengatasi peristiwa konkret, maka
12
Andi Zainal Abidin, 1984, Asas-asas Hukum Pidana Bagian Pertama, Alumni, Bandung
h.33.
13
Ahmad Rifai, 2014, Op.Cit., h.25.
24
(kontruksi hukum).14
metode interpretasi dan metode kontruksi.15 Hal serupa juga diungkapkan oleh
hukum”16
menjadi tiga bagian yaitu selain metode penemuan hukum interpretasi dan
kontruksi seperti yang diungkapkan oleh Achmad Ali dan Philuphus M. Hadjon,
14
Sudikno Mertokusumo, Op.Cit, h.56.
15
Achmad Ali, Op.Cit, h.164.
16
Philipus M. Hadjon dan Tatiek Sri Djatmiati, 2014, Argumentasi Hukum, Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta, h. 25.
17
Ibid, h.61-87.
25
penjelasan yang harus menuju kepada pelaksanaan yang dapat diterima oleh
suatu kesimpulan dalam memberikan penjelasan atau pengertian atas suatu kata
atau istilah yang kurang jelas maksudnya, sehingga orang lain dapat
ganda, norma kabur (vage normen), antinomy hukum (konflik norma hukum),
18
Sudikno Mertokusumo dan A. Pitlo, Op.Cit, h.13.
19
Ahmad Rifai, Op.Cit, h.61.
20
Ahmad Rifai, Loc.Cit.
21
Bambang Sutiyoso, Op.Cit, h.106.
26
a. Interpretasi Gramatikal
b. Interpretasi Historis
(recht historisch).23
22
Johnny Ibrahim, 2005, Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia
Publishing, Jakarta, h.221.
23
Sudikno Mertokusumo, Op.Cit, h.60.
24
Bambang Sutiyoso, Op.Cit, h.112.
27
sangat menentukan.
kelembagaan hukumnya”.25
c. Interpretasi Sistematis
sebagai peraturan yang berdiri sendiri, tetapi sebagai bagian dari satu
25
Bambang Sutiyoso, Loc.Cit.
26
Sudikno Mertokusumo, Op.Cit, h.58-59.
27
Bambang Sutiyoso, Op.Cit, h.111.
28
d. Interpretasi Teleologis/Sosiologis
yaitu:
saat ini. Jadi, peraturan hukum yang lama disesuaikan dengan keadaan
baru atau dengan kata lain peraturan yang lama dibuat aktual.
e. Interpretasi Komparatif
28
Pontang Moerad B.M., 2005, Pembentukan Hukum melalui Putusan Pengadilan dalam
Perkara Pidana, Alumni, Bandung, h.92-93.
29
Sudikno Mertokusumo dan A. Pitlo, Op.Cit, h.19.
29
f. Interpretasi Futuristik/Antisipatif
g. Interpretasi Restriktif
30
Achmad Ali, Op.Cit. h.186.
30
dalam undang-undang.
h. Interpretasi Ekstensif
i. Interpretasi Autentik
dengan cara lain selain dari apa yang telah ditentukan dalam
j. Interpretasi Interdisipliner
hukum perdata.
k. Interpretasi Multidisipliner
disiplin ilmu lain di luar ilmu hukum”.36 Hal ini berarti hakim
putusan, demi membuat suatu putusan yang adil dan memberi kepastian
hukum.
35
Johnny Ibrahim, Loc.Cit.
36
Johnny Ibrahim, Loc.Cit.
32
akan mendatangkan para ahli atau pakar dalam disiplin ilmu terkait
hal, oleh karena itu harus cukup sederhana dan tidak menimbulkan masalah
agar putusan hakim dalam peristiwa konkrit dapat memenuhi tuntutan keadilan
37
Achmad Ali, Op.Cit, h.192.
38
Philipus M. Hadjon dan Tatiek Sri Djatmiati, Op.Cit., h.26
33
mencari esensi yang lebih umum dari sebuah peristiwa hukum atau
itu terbatas pada peristiwa tertentu dan bagi peristiwa di luarnya berlaku
bersifat terlalu abstrak, pasif, dan sangat umum sifatnya. Hal tersebut
39
Bambang Sutiyoso, Op.Cit, h.133.
40
Achmad Ali, Op.Cit, h.197.
34
d. Fiksi Hukum
Fiski hukum adalah “...sesuatu yang khayal yang digunakan dai dalam
41
Jazim Hamidi, Op.Cit, h.61.
42
Bambang Sutiyoso, Op.Cit, h.139
43
Jazim Hamidi, Op.Cit, h.5
35
untuk memasukan konsep habeas corpus di dalam sistem hukum acara pidana di
Indonesia. Menurut Prof. Oemar Seno Adji, “...konsep ini dihadirkan sebagai
mekanisme testing atas sah tidaknya suatu tindakan penangkapan dan penahanan,
arti luas”.45 Hal tersebut berarti bahwa “...di dalam masyarakat yang beradab,
lingkupnya terbatas pada hukum acara pidana, habeas corpus mempunyai ruang
lingkup yang lebih luas, baik dalam hukum acara pidana maupun pada hak-hak
sipil dari warganya berhubungan dengan hak kebebasan seseorang yang telah
dijamin dalam Undang-Undang Dasarnya”.47 Jadi dalam hal ini, konsep habeas
44
Oemar Seno Adji, Loc.Cit.
45
Loebby Loqman, Op.Cit., h.57.
46
Ibid, h.55.
47
Ibid, h.57.
36
corpus yang diadopsi dalam KUHAP Indonesia dalam bentuk mekanisme hukum
merupakan hal yang baru dalam peradilan negara kita, lembaga ini diperkenalkan
dipahami bahwa arti praperadilan adalah “...suatu lembaga hukum yang bertugas
48
Badudu dan Zein, 1999, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta,
h.236.
49
M. Yahya Harahap, 2010, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Sinar
Grafika, Jakarta, h.3.
37
Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan
tersangka atau keluarganya atau pihak lain atau kuasa tersangka; sah atau
tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas
permintaan demi rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak
lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan; sidang
Pengadilan Negeri untuk memeriksa tentang sah tidaknya penangkapan
dan penahanan oleh pejabat-pejabat yang ditugaskan melakukan
penyidikan dalam perkara pidana.50
ditempatkan dalam Bab X, Bagian Kesatu, sebagai salah satu bagian ruang
tindakan itu harus dilakukan secara bertanggung jawab menurut ketentuan hukum
dan undang-undang yang berlaku (due process of law)”.52 Untuk mengawasi dan
diadakan suatu lembaga yang diberi wewenang untuk menentukan sah atau
50
Setiawan Widagdo, Op.Cit., h.472.
51
M. Yahya Harahap, Op.Cit., h.3.
52
M. Yahya Harahap, Loc.Cit.
38
tidaknya tindakan upaya paksa yang dikenakan kepada tersangka. Lembaga inilah
upaya paksa yang dilakukan oleh penyidik atau penuntut umum kepada tersangka
yang berlaku”.53
wewenang apa saja yang dimilki hakim dalam praperadilan, yaitu sebagai berikut:
mengenai sah atau tidaknya upaya paksa disini berarti adalah wewenang untuk
53
Andi Sofyan dan Abs. Asis, Op.Cit., h. 187.
39
a. Penangkapan
penuntutan dan atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur
sebagai pelaku tindak pidana dengan bukti permulaan yang cukup. Hal
54
Andi Sofyan dan Abd. Asis, Op.Cit., h.188.
40
bukti seperti dimaksud dalam Pasal 184 (1) KUHAP, yang dapat
menjamin bahwa penyidik tidak akan menjadi terpaksa untuk
menghentikan penyidikannya terhadap seseorang yang disangka
melakukan tindak pidanasetelah terhadap orang tersebut
dilakukan penangkapan.55
dilakukan paling lama satu hari, hal ini diatur dalam Pasal 19 ayat (1)
KUHAP.
oleh pihak kepolisian maka terdapat syarat materiil dan syarat formil
b. Penahanan
hakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur
55
P.A.F Lamintang, 1984, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dengan Pembahasan
Secara Yuridis menurut Yurisprudensi dan Ilmu Pengetahuan Hukum Pidana, Sinar Baru,
Bandung, h.117.
56
Syprianus Aristeus, 2007, “Penelitian Hukum tentang Perbandingan antara Penyelesaian
Putusan Praperadilan dengan Kehadiran Hakim Komisaris dalam Peradilan Pidana”, Penelitian
Hukum Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen HAM RI, Jakarta, h.37.
41
berikut:
syarat atau alasan yaitu syarat objektif dan syarat subjektif”.58 Yang
57
C. Djisman Samosir, Op.Cit., h.50.
42
dimaksud dengan syarat objektif yaitu “...syarat tersebut dapat diuji ada
atau tidak oleh orang lain”.59 Sedangkan yang dimaksud dengan syarat
penahanan tadi, apakah syarat itu ada atau tidak”.60 “Syarat objektif
berikut:
merupakan tindak pidana yang telah pernah dituntut dan diadili, dan
58
Andi Sofyan dan Abd. Asis, Op.Cit., h.134.
59
Ibid.
60
Ibid.
61
Duwi Handoko, 2015, Kekuasaan Kehakiman di Indonesia, Hawa dan AHWA, Pekanbaru,
h. 95.
43
Tuntutan ganti rugi ini diatur dalam Pasal 95 KUHAP, dimana tuntutan
dipahami bahwa tunutan ganti kerugian dapat diajukan karena ditangkap, ditahan,
dituntut, dan diadili atau dikenakan “tindakan lain” tanpa alasan yang sesuai
ditangkap, ditahan, atau diperiksa. Yang dimaksud dengan tindakan lain adalah
yang tidak sah menurut hukum, termasuk juga penangkapan atau penahanan. Hal
4. Permintaan Rehabilitasi
undang. Atau rehabilitasi atas kekeliruan mengenai orang atau hukum yang
62
Andi Sofyan dan Abd. Asis, Op.Cit, h.189.
63
M. Yahya Harahap, Op.Cit, h.6.
44
KUHAP dalam Bab X, Bagian Kesatu, Pasal 79 sampai dengan Pasal 83. Sebelum
terlebih dahulu akan diuraikan menganai siapa saja yang memeiliki hak untuk
80
M. Yahya Harahap, Op.Cit, h.9.
65
M. Yahya Harahap, Loc.Cit.
45
Hal ini diatur dalam Pasal 80 KUHAP yang berbunyi, “Permintaan untuk
dapat diajukan oleh penyidik atau penuntut umum atau pihak ketiga yang
alasannya”.
Bunyi pasal tersebut terlihat bahwa penuntut umum dan pihak ketiga yang
perkara pidana, ialah saksi yang menjadi korban dalam peristiwa pidana yang
bersangkutan”.66 Hal ini berarti selain penunutut umum, yang berhak utuk
adalah saksi korban, yaitu yang mengalami langsung dan menjadi korban
penghentian penyidikan bukan hanya berada ditangan penuntut umum saja, tapi
diperluas jangkauannya kepada saksi.”67 Pemberian hak kepada saksi ini dapat
66
M. Yahya Harahap, Loc.Cit.
67
M. Yahya Harahap, Loc.Cit.
46
Hal ini sesuatu dengan ketentuan Pasal 95 ayat (2) KUHAP, yang berbunyi
sebagai berikut:
ahli warisnya, atau kuasanya dapat mengajukan tuntutan ganti kerugian kepada
68
M. Yahya Harahap, Op.Cit, h.10.
47
Hal tersebut berarti tersangka atau pihak ketiga yang berkepentingan dapat
69
M. Yahya Harahap, Loc.Cit.
70
M. Yahya Harahap, Loc.Cit.
48
penuntutan berkedudukan”.71
biasa”.72
negeri menunjuk hakim tunggal dan panitera, hal ini diatur dalam Pasal 78 ayat
(2) KUHAP, yang bunyi pasalnya adalah, “Praperadilan dipimpin oleh hakim
tunggal yang ditunjuk oleh ketua pengadilan negeri dan dibantu oleh seorang
panitera”.
penentuan hari sidang, hal ini diatur dalam Pasal 82 ayat (1) hurf a KUHAP
yang berbunyi, “Dalam waktu tiga hari setelah diterimanya permintaan, hakim
71
Andi Sofyan dan Abd. Asis, Op.Cit, h. 193
72
M. Yahya Harahap, Loc.Cit.
49
segera bersidang. Menyangkut hal ini, telah ditentukan dalam Pasal 82 ayat (1)
putusannya”.
menjatuhkan putusan”.73
diputus oleh hakim tunggal. Hal ini ditegaskan dalam bunyi Pasal 78 ayat (2)
yang ditunjuk oleh ketua pengadilan negeri dan dibantu oleh seorang panitera”.
b KUHAP, yaitu:
73
Andi Sofyan dan Abd. Asis, Op.Cit, h.194.
50
82 ayat (1) huruf d KUHAP”74 yang menentukan bahwa, “Dalam hal suatu
tersebut gugur”.
Maksudnya adalah bahwa jika pokok perkara telah mulai diperiksa oleh
74
Andi Sofyan dan Abd. Asis, Loc.Cit.