Anda di halaman 1dari 9

PENEMUAN HUKUM DAN INTERPRETASI HUKUM

Mata Kuliah: Pengantar Ilmu Hukum

Dosen pengampu: Bapak Dr. Muliadi Nur, M.H.

Di susun oleh:

Devi Annisa Potabuga (22111039)

PROGRAM STUDI AKHWAL AL-SYAKHSIYYAH


FAKULTAS SYARIAH
IAIN MANADO
2022
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI......................................................................................................................i
BAB 1.............................................................................................................................1
A. LATAR BELAKANG..................................................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH.............................................................................................1
BAB II.............................................................................................................................2
A. Pengertian penemuan hukum (rechtsvinding).......................................................2
B. Sistem penemuan hukum......................................................................................2
C. Sumber Penemuan Hukum....................................................................................3
D. Metode penemuan hukum....................................................................................3
BAB III............................................................................................................................5
Kesimpulan................................................................................................................5
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................6

i
BAB 1
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Merasa aman adalah hal yang sangat penting bagi manusia. Aman disini
berarti bahwa kepentingan-kepentingan maupun hak-haknya tidak diganggu.
Oleh karena itu, untuk melindungi kepentingan-kepentingan tersebut dari
permasalahan, gangguan, atau marabahaya yang mengancam bahkan
menyerang kepentingan dirinya dan sekitar maka dari itu hukum harus
terlaksana. Jika hukum tidak terlaksana dengan baik maka keseimbangan
tatanan masyarakat akan rusak.

Pelaksanaan hukum dapat terlaksana dengan normal dan damai walaupun


dapat juga terjadi pelanggaran hukum. Dalam kasus pelanggaran inilah, hukum
harus ditegakkan. Dari penegakkan hukum inilah yang menjadikan hukum
terealisasi. Dalam menegakkan hukum, ada tiga unsur yang harus di perhatikan,
yaitu: kepastian hukum, kemanfaatan hukum, serta keadilan hukum.

Hukum cenderung dikaitkan dengan undang-undang. Undang-undang


sendiri tidak sempurna, dalam artian undang-undang tidak mungkin dapat
mengatur permasalahan manusia secara tuntas. Seperti undang-undang yang
tidak jelas maupun tidak lengkap, walaupun begitu undang-undang tersebut
tetap harus dilaksanakan. Jika dalam perkara tertentu undang-undangnya tidak
lengkap atau tidak jelas, maka hakim harus mencari hukumnya atau
menemukan hukumnya. Usaha penemuan hukum merupakan salah satu
kegiatan yang harus dilakukan hakim dalam memutuskan perkara.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apakah yang dimaksud dengan penemuan hukum?

2. Bagaimanakah interpretasi hukum?

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian penemuan hukum (rechtsvinding)

Dalam pasal 10 ayat (1) UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan


Kehakiman menentukan bahwa: “Pengadilan dilarang menolak untuk
memeriksa, mengadili dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih
bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa
dan mengadilinya”1. Menurut ketentuan pasal tersebut, bahwa hakim harus
bertindak berdasarkan inisiatif untuk menyeleasaikan suatu perkara yang
hukumnya tidak jelas atau tidak lengkap. Tindakan hakim inilah yang
dinamakan penemuan hukum.2

B. Sistem penemuan hukum

Menurut Mertokusumo (2010: 53), sistem penemuan hukum pada dasarnya


dibagi atas dua yakni otonom dan heteronom. Sistem penemuan hukum otonom
hakim terikat pada putusan hakim yang telah dijatuhkan mengenai perkara
sejenis dengan yang akan diputus hakim yang bersangkutan. Dalam penemuan
hukum otonom, hakim tidak lagi dipandang sebagai terompetnya undang-
undang melainkan sebagai pembentuk hukum yang secara individu atau
mandiri dan menyesuaikan hukum tersebut dengan kebutuhan atau
perkembangan yang ada. Sedangkan sistem penemuan hukum heteronom
adalah hakim mendasarkan pada peraturan-peraturan di luar dirinya, hakim
tidak mandiri karena harus tunduk pada undang-undang. Hakim di Indonesia
menganut penemuan hukum heteronom, sepanjang hakim terikat dengan UU.
Walaupun begitu penemuan hukum mempunyai unsur otonom yang kuat,

1
“UU 48 Tahun 2009”. DPR RI, 2009. Web. 24 Oktober 2022
2
Fence Wantu. “Pengantar Ilmu Hukum”. (Gorontalo: Reviva Cendekia, 2015), hlm. 44

2
karena hakim seringkali harus menjelaskan atau melengkapi UU dengan
pandangannya sendiri.3

C. Sumber Penemuan Hukum

Sumber penemuan hukum tentunya adalah tempat utama bagi hakim dalam
menemukan hukumnya (Mertokusumo (2010: 63)). Sumber utama penemuan
hukum sebagai berikut: peraturan perundang-undangan, hukum kebiasaan,
yurisprudensi, perjanjian internasional, dan doktrin. Sumber hukum yang utama
adalah undang-undang.4

D. Metode penemuan hukum

Menurut Mertokusumo (2010: 73) untuk menemukan hukum terdapat


beberapa metode penemuan hukum. Pada peraturan perundang-undangan yang
tidak jelas, maka tersedia metode interpretasi atau metode penafsiran.

Mertokusumo (2010: 73-12) menyatakan bahwa metode interpretasi atau


metode penafsiran sejak awal dibagi menjadi 4, yakni: (1) Interpretasi
gramatikal, (2) Sistematis, (3) Historis, dan (4) Teologis. Selain itu dikenal
interpretasi komporatif dan interpretasi antisipatif. Yudha Bhakti Ardhiwisastra
(2000: 9), membagi penafsiran dalam sebagai berikut:

a. Menafsirkan undang-undang menurut arti perkataan (istilah) atau


sering disebut dengan penafsiran gramatikal, yaitu adanya
hubungan yang erat antara Bahasa dan hukum. Salah satu alat yang
dipakai pembuat undang-undang untuk menyatakan kehendaknya
ialah Bahasa.
b. Menafsirkan undang-undang menurut sejarah atau penafsiran
historis, yaitu setiap ketentuan perundang-undangan memiliki

3
Ibid.
4
Ibid, h. 44-45

3
sejarahnya. Hakim dapat mengetahui maksud pembuat peraturan
perundang-undangan dari sejarahnya.
c. Menafsirkan undang-undang menurut sistem yang ada di dalam
hukum atau biasa disebut dengan penafsiran sistematik, yaitu
perundang-undangan suatu negara merupakan kesatuan, yang
artinya tidak satupun dari peraturan tersebut dapat ditafsirkan
seolah-olah berdiri sendiri.
d. Menafsirkan undang-undang menurut cara tertentu sehingga
undang-undang tersebut dapat dijalankan sesuai dengan keadaan
sekarang yang ada di dalam masyarakat, yang disebut dengan
penafsiran sosiologis atau penafsiran teologis.
e. Penafsiran otentik atau penafsiran secara resmi, yaitu adakalanya
pembuat undang-undang itu sendiri menafsirkan tentang arti atau
istilah yang digunakannya dalam membuat undang-undang. Hakim
tidak diperkenankan untuk melakukan penafsiran dengan cara lain
selain dari apa yang telah di tafsirkan pembuat undang-undang.
f. Penafsiran interdisipliner yaitu penafsiran yang dilakukan dalam
menganalisis suatu masalah yang terkait dengan berbagai disiplin
ilmu hukum dengan menggunakan logika lebih dari satu cabang
ilmu hukum.
g. Penafsiran multidisipliner yaitu seorang hakim dalam memberikan
penafsiran harus mempelajari satu atau beberapa disiplin ilmu
lainnya di luar ilmu hukum.5

Metode penafsiran banyak dipengaruhi oleh ajaran Von Savigny yang


dikutip dalam Mertokusumo (2010: 74). Savigny menyatakan “Penafsiran
adalah rekonstruksi pikiran yang tersimpul dalam undang-undang” ia juga
menyatakan bahwa penafsiran merupakan suatu seni.6

5
Ibid, h. 45-46
6
Ibid, h. 46

4
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Penemuan hukum ialah tindakan hakim dalam menyelesaikan suatu


perkara yang hukumnya tidak jelas atau tidak lengkap. Penemuan hukum
berdasarkan pada nilai-nilai hukum, kebenaran dan keadilan, serta etika dan
moralitas. Penemuan hukum diharapkan mampu menciptakan nilai-nilai baru
dalam kehidupan masyarakat yang sesuai dengan perekembangan zaman dan
teknologi juga sesuai dengan keadaan atau kebutuhan masyarakat.

Interpretasi atau penafsiran adalah salah satu metode penemuan hukum


dengan memberikan pernyataan atau penjelasan mengenai suatu undang-
undang dengan jelas dan mudah dimengerti agar ruang lingkup kaidah dapat
diterapkan sehubungan dengan suatu peristiwa.

5
DAFTAR PUSTAKA

DPR RI. (2009). UU 48 Tahun 2009.

Wantu, Fence. (2015). Pengantar Ilmu Hukum. Gorontalo: Reviva


Cendekia.

6
7

Anda mungkin juga menyukai