Anda di halaman 1dari 18

Latar Belakang

PIH (Pengantar Ilmu Hukum) objek mempelajari hukum secara umum


(pengertian-pengertian pokok, disiplin hukum, dan asas-asas hukumnya) sifat
universal, tidak terikat ruang dan waktu, pengetahuan mengenai hukum secara
umum di seluruh dunia. Semua hukum pasti mengatakan pengertian dasar ini, ada
masyarakat hukum, subjek hukum, peranan hukum, peristiwa hukum,
akibat/hubungan hukum, dan objek hukum.
Perekonomian yang sehat lahir melalui kegiatan bisnis, perdagangan
ataupun usaha yang sehat. Kegiatan ekonomi yang sehat memiliki aturan yang
menjamin terjadinya bisnis, perdagangan ataupun usaha yang sehat. Aturan atau
hukum bisnis ini diperlukan karena pihak yang terlibat dalam bisnis memerlukan
sesuatu yang lebih resmi bukan hanya janji atau iktikad baik saja. Selain itu
hukum bisnis diperlukan karena kebutuhan untuk menciptakan upaya hukum yang
bisa digunakan sebagaimana mestinya jika salah satu pihak tidak memenuhi
kewajiban atau melanggar perjanjian yang sudah disepakati maka hukum bisnis
dapat diperankan sebagaimana mestinya.
Pengertian hukum secara umum dan definisi hukum bisnis serta prinsip
syariah Islam dalam muamalah yang merupakan dasar hubungan antar manusia
yang mempunyai relevansi dengan kegiatan bisnis, jenis-jenis muamalah dan
kaitan muamalah dengan perubahan sosial masyarakat serta berbagai produk
perundangundangan negara Republik Indonesia yang erat kaitannya dengan
aturan-aturan dalam berbagai kegiatan bisnis.

Pengertian Dokma Hukum Dan Arti Hukum


Dogmatik Hukumadalah Ajaran hukum dalam arti sempit, mencakup ilmu
hukum yang terbagi atas ilmu tentang pengertian, kaedah, dan kenyataan (bagan
berwarna hijau diatas) sedangkan arti Hukum
Belum ada definisi ajeg mengenai hukum karena luasnya ruang lingkup hukum
mencakup banyak segi dan aspek. Berikut adalah pengertian hukum menurut
masyarakat pada umumnya. Menurut Soerjono Soekanto
1. Hukum sebagai Ilmu Pengetahuan, Pengetahuan yang tersusun secara
sistematis
2. Hukum sebagai Disiplin Sistem ajaran mengenai kenyataan dan gejala-gejala
yang dihadapi
3. Hukum sebagai Kaedah Pedoman sikap tindak yang pantas atau yang
diharapkan
4. Hukum sebagai Tata Hukum, Struktur dan proses perangkat kaedah-kaedah
hukum yang berlaku pada waktu dan tempat tertentu, serta bentuknya tertulis
5. Hukum sebagai Petugas Pribadi-pribadi yang berhubungan erat dengan
penegakan hukum (pejabat hukum seperti polisi, jaksa, hakim, dsb)
6. Hukum sebagai Keputusan Penguasa Hasil atau proses pertimbangan/kebijakan
penguasa
7. Hukum sebagai Proses Pemerintahan Proses hubungan timbal balik antara
unsur-unsur pokok dalam sistem kenegaraan
8. Hukum sebagai Perikelakuan Ajeg Perikelakuan yang diulang-ulang dengan
cara sama dan bertujuan untuk mencapai kedamaian
9. Hukum sebagai Jalinan Nilai-Nilai Jalinan dari konsep-konsep abstrak tentang
apa yang baik dan buruk

Pengertian Kaedah
Kaedah adalah pedoman sikap tindak dalam hidup Hakekat Kaedah adalah
perumusan suatu pandangan (ordeel) Sumber Kaedah adalah hasrat/keinginan
untuk hidup pantas.
Secara umum ada 2 aspek kehidupan
1. Aspek Hidup Pribadi
Kaedah Kepercayaan, mencapai kesucian hidup pribadi atau kehidupan
beriman yang meyakini adanya kekuasaan tertinggi yaitu Sang Pencipta
Kaedah Kesusilaan, mencapai kebaikan hidup pribadi berdasarkan nurani dan
akhlak
2. Aspek Hidup Antar-Pribadi
Kaedah Kesopanan, bertujuan mencapai keselarasan hidup bersama Kaedah
Hukum, bertujuan mencapai kedamaian hidup bersama (ketertiban dan
keamanan dalam proses interaksi antar individu dalam kelompok, serta
ketentraman dalam diri batiniah masing-masing individu)
Teori Hans Kelsen
Reine Rechtslehre/Teori Hukum Murni Menurut Kelsen, hukum adalah
suatu sistem norma. Hukum dibersihkan dari faktor-faktor politis, sosiologis,
filosofis, dll yang mempengaruhi hukum. Metode pengkajian tidak boleh
dicampuradukkan dengan metode pengkajian ilmu-ilmu lain, sehingga makna dan
hakekat ilmu hukum terpelihara. (The Pure Theory of Law – Hans Kelsen).
Stufenbau Theory Setiap tata hukum suatu negara merupakan susunan
(hierarki) kaedah-kaedah (stufenbau) yang semuanya berasal dari kaedah dasar
(grundnorm). Grundnorm menjadi kaedah dasar hipotesis yang lebih tinggi dan
bukan merupakan kaedah positif, tetapi merupakan kaedah yang dihasilkan dari
pemikiran yuridis yang aktualisasinya dalam tingkatan dibawahnya menjadi
hukum positif.

Isi Kaedah Hukum


a. Gebod (Suruhan) Kaedah yang berisi suruhan untuk berbuat sesuatu (ciri-ciri:
ada kewajiban) Contoh: Pasal 45 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974, mewajibkan
orangtua untuk memelihara dan mendidik anak-anak mereka dengan sebaik-
baiknya
b. Verbod (Larangan) Kaedah yang berisi larangan untuk melakukan sesuatu
(ciri-ciri: ada larangan) Contoh: Pasal 8 UU No. 1 Tahun 1974, tentang
larangan perkawinan
c. Mogen (Kebolehan) Kaedah yang berisi kebolehan, dilakukan boleh, tidak juga
tidak ada sanksi (ciri-ciri: tidak ada larangan & kewajiban) Contoh: Pasal 29
ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974, bahwa pihak yang melakukan perkawinan
boleh mengadakan perjanjian tertulis, asal tidak melanggar batas-batas hukum,
agama, dan kesusilaan

Sifat Kaedah Hukum


a. Imperatif, Memaksa secara apriori2 yang bersifat imperatif adalah Gebod dan
Verbod
b. Fakultatif, Tidak harus dilakukan, yang bersifat fakultatif adalah Mogen
Perumusan Kaedah Hukum
Dalam perumusan harus dibedakan antara Rules of Law dan Legal Norm.
Deskripsi ilmu-ilmu hukum yang disusun secara hipotesis (bersyarat dan
mengandung prinsip imputasi) maupun secara kategoris (tidak mengatur
hubungan antara kondisi dan konsekuensi). Kaedah hukum hasil ciptaan hipotesis
dan pandangan orang pada umumnya. Legal Norm Putusan pejabat hukum yang
harus ditaati oleh subjek hukum. Kaedah hukum hasil ciptaan pejabat hukum,
memiliki kekuatan hukum yang mengikat.

Tujuan Hukum Dan Tugas Hukum


Teori Etis Hukum semata-mata bertujuan keadilan. Isi hukum ditentukan
oleh keyakinan terhadap apa yang etis dan apa tidak etis (Algra) Hukum bertujuan
mewujudkan keadilan (Geny) Konsep Keadilan menurut Aristoteles, Justitia
Commutativa (sama rata, sama jumlah) Contoh: setiap orang mendapatkan 1
karung beras saat pembagian sembako, Justitia Distributiva (proporsional sesuai
hak) Contoh: setiap orang memiliki kesempatan yang sama untuk menuntut ilmu,
mendapatkan lapangan pekerjaan, dsb
Teori Utilitis Menjamin kebahagian yang terbesar bagi manusia dalam
jumlah yang sebanyakbanyaknya (the greatest good of greatest number) – Jeremy
Bentham
Teori Campuran Mochtar Kusumaatmadja, tujuan pokok hukum adalah
ketertiban. Purnadi & Soerjono Soekanto, kedamaian hidup antar pribadi dan
ketenangan intern pribadi. Soebekti, mendatangkan kemamkmuran dan
kebahagiaan bagi rakyatnya
Secara umum tugas kaedah hukum adalah menciptakan kedamaian hidup
pribadi, kepastian, dan kesebandingan.Dikatakan Dwi Tunggal karena pada
kaedah umum/abstrak harus dapat dilaksanakan dua tugas tersebut sekaligus. Dwi
Tunggal maksudnya harus dapat dicapai selaras dan berbarengan, Yakni :
1. Kaedah Hukum Umum mengutamakan kepastian
2. Kaedah Hukum Individu mengutamakan kesebandingan
Hubungan Hukum Dengan Kekuasaan
1. Hakekat kekuasaan: memaksakan kehendak pada orang lain
2. Hukum memerlukan kekuasaan yang sah dan memiliki dasar, tapi kekuasaan
bukan hukum - Hukum perlu kekuasaan supaya dapat ditegakkan dan keduanya
berjalan selaras
3. Hukum tanpa kekuasaan = mandul
4. Kekuasaan tanpa hukum = sewenang-wenang
5. Hukum bersumber pada kekuasaan yang sah

Hubungan Hukum Dengan Nilai Dan Asas


Asas-asas hukum adalah aturan dasar dan prinsip-prinsip hukum yang
bersumber pada nilai. Nilai-nilai yang dianggap baik tersebut melatarbelakangi
terbentuknya kaedah hukum yang konkrit termasuk bagaimana melaksanakan
hukum tersebut.

Asas Asas Hukum


1. Nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali
Tidak ada suatu perbuatan dapat dihukum tanpa adanya peraturan yang
mengaturnya terlebih dahulu sebelum perbuatan dilakukan (asas legalitas)
2. Lex specialis derogat legi generalis Hukum yang khusus mengesampingkan
hukum yang umum
3. Lex superior derogat legi inferior
Hukum yang lebih tinggi mengesampingkan hukum yang lebih rendah
tingkatannya
4. Lex posterior derogat legi priori
Hukum yang lebih baru mengesampingkan hukum yang lama
5. Presumption of innocence
Asas praduga tak bersalah, seseorang tidak boleh dianggap bersalah sebelum
dapat dibuktikan sebaliknya
6. Unus testis nullus testis
Satu saksi bukanlah saksi (digunakan dalam hukum acara pidana)
7. In dubio pro reo
Dalam keraguan, hakim menggunakan hukum yang lebih ringan terhadap
terdakwa Ne bis in idem Perkara yang sama tidak dapat diadili 2x
8. Stare decisis et quieta non movere/the binding force of precedent Seorang
hakim terikat pada putusan hakim sebelumnya yang telah in kracht mengenai
perkara yang sama
9. Fictie hukum Setiap orang dianggap telah mengetahui isi UU saat tercatat
pada lembaran negara/diundangkan
10. Asas publisitas Negara bertanggung jawab untuk menyebarluaskan/
mempublikasikan UU sebelum diundangkan sehingga warga negara
mengetahui isi UU tersebut
11. Pacta sunt servanda Setiap perjanjian menjadi hukum yang mengikat bagi
para pihak yang bersangkutan dalam perjanjian tersebut
12. No punishment without guilt Seseorang tidak dapat dihukum jika tidak
terbukti melakukan kesalahan Lex dura sed temen scripta Peraturan hukum
itu keras karena memang demikianlah sifatnya
13. Ius curia novit Hakim dianggap mengetahui hukum
14. Audi et alteram partem Hakim harus mendengar para pihak yang bersengketa
secara seimbang sebelum menjatuhkan putusannya
15. Similia similibus Perkara yang sama diadili dengan ketentuan yang sama
16. Judex ne procedat ex officio Hakim bersifat menunggu datangnya tuntutan
hak diajukan kepadanya

Subjek Hukum
Segala sesuatu yang dapat memiliki hak dan kewajiban menurut hukum Dibagi
menjadi :
1. Manusia (natuurlijk persoon): manusia sebagai pembawa hak dan kewajiban
sejak lahir hingga meninggal selalu punya hak dan kewajiban
2. Badan Hukum (rechtsperson): pribadi ciptaan hukum, dibuat oleh manusia
sesuai kebutuhan

Pembidangan/Penggolongan/Klasifikasi Hukum
Berdasarkan Bentuknya
1. Tertulis
2. Tidak tertulis

Berdasarkan Isi/Kepentingan
1. Privat
Mengatur hubungan antara subjek hukum dengan subjek hukum lain
(kepentingan pribadi) Contoh: hukum perdata, hukum ekonomi bisnis, dsb
2. Publik
Mengatur hubungan antara negara dengan warganegaranya (kepentingan
umum)
Contoh: pidana, hukum tata negara, hukum administrasi negara, hukum
internasional

Berdasarkan Sifat/Kekuatan yg Berlaku


1. Hukum yang Mengatur (volunteer)
Mengatur hubungan antara individu yang berlaku apabila yang bersangkutan
tidak menggunakan alternatif lain yang dimungkinkan oleh hukum Contoh:
rambu-rambu lalu lintas (tidak ada sanksi)
2. Hukum yang Memaksa (compulser)
Mutlak harus ditaati dengan sanksi yang mengikat
Contoh: semua yang ada sanksi baik privat (perjanjian-perjanjian) maupun
publik (pidana)

Berdasarkan Fungsi
1. Hukum Materiil
Secara isi berlaku umum mengenai apa yang dilarang dan apa yang dibolehkan
Contoh: hukum pidana, hukum perdata
2. Hukum Formil
Bagaimana cara melaksanakan dan mempertahankan hukum materiil
Contoh: hukum acara pidana, hukum acara perdata

Berdasarkan Sumbernya
1. Sumber Hukum Materiil
Sumber yang menentukan ISI suatu peraturan hukum
2. Sumber Hukum Formil
Sumber yang menentukan BENTUK dari suatu peraturan hukum

Berdasarkan Hubungan yang Diatur


1. Objektif Hukum yang mengatur hubungan antara 2 orang atau lebih yang
berlaku umum Contoh: perjanjian hutang-piutang
2. Subjektif Hukum yang mengatur kewenangan/hak yang diperoleh seseorang
berdasarkan apa yang diatur oleh hukum objektif dimana di pihak yang satu
menimbulkan hak dan di pihak lain menimbulkan kewajiban
Contoh: isi peraturan dalam perjanjian hutang-piutang diatas
Berdasarkan Waktu Berlakunya
1. Ius Constitutum Hukum yang berlaku saat ini pada suatu tempat dan waktu
tertentu (hukum positif)
2. Ius Constituentum Hukum yang masih dicita-citakan untuk diberlakukan atau
ditetapkan di kemudian hari

Berdasarkan Tempat Berlakunya


1. Hukum Nasional Berlaku dalam batas wilayah suatu negara itu saja
2. Hukum Internasional Mengatur hubungan antar negara dan berlakunya tidak
dibatasi oleh wilayah suatu negara Berlaku secara universal baik secara
keseluruhan maupun terhadap negara-negara yang mengikatkan dirinya pada
suatu perjanjian internasional, dapat juga berlaku secara nasional untuk
perjanjian yang telah diratifikasi

Berdasarkan Luas Berlakunya


1. Hukum Umum : Berlaku bagi setiap orang tanpa memandang statusnya
Contoh: KUHP mengikat semua orang di Indonesia untuk tindak pidana
2. Hukum Khusus : Berlaku hanya bagi golongan orang-orang tertentu saja
Contoh: SK (Surat Keputusan), putusan pengadilan yang sudah in kracht van
gewijsde

Perbuatan Hukum
Setiap tindakan subjek hukum yang mempunyai akibat hukum, dan akibat
hukum itu memang dikehendaki oleh subjek hukum
Contoh: jual-beli, sewa-menyewa, hutang-piutang, dsb Dibagi menjadi 2 jenis
1. Perbuatan Hukum Bersegi 1 Dilakukan oleh 1 pihak saja, misalnya pewarisan,
pengakuan anak, dsb
2. Perbuatan Hukum Bersegi 2 Dilakukan 2 pihak atau lebih, misalnya perjanjian
utang-piutang, jual beli, dsb

Akibat Hukum
Akibat atas suatu persitiwa hukum atau perbuatan dari subjek hukum, dibagi
menjadi 3
1. Lahirnya, berubahnya, atau lenyapnya suatu keadaan hukum tertentu 1.
1. Orang gila dibawah pengampuan, melenyapkan kecakapan hukumnya
2. Seorang anak baru saja berusia 21 tahun, menjadi cakap bertindak
Lahirnya, berubahnya, atau lenyapnya suatu hubungan hukum tertentu.
3.Sejak perjanjian hutang-piutang ditandatangani, terjadi perikatan diantara
kedua pihak
2. Sanksi, yang tidak dikehendaki oleh subjek hukum
1. Sanksi Pidana (Pasal 10 KUHP, pidana pokok, dan pidana tambahan)
2. Sanksi Perdata (wanprestasi atau perbuatan melawan hukum)

Perbuatan Melawan Hukum (Onrechtmatigedaad)


Suatu perbuatan digolongkan sebagai PMH/Perbuatan Melawan Hukum
apabila :
1. Menimbulkan pelanggaran terhadap hak orang lain atau bertentangan dengan
kewajiban hukum si pelaku
2. Melanggar kesusilaan maupun kepantasan yang layak dalam pergaulan
masyarakat terhadap orang lain maupun benda milik orang lain

Tujuan Hukum
1. Kepastian Hukum (Rechtssisicherheit) Perlindungan terhadap tindakan
sewenang-wenang
2. Kebermanfaatan (Zweckmassigkeit) Penegakan hukum harus dapat
memberikan manfaat bagi masyarakat
3. Keadilan (Gerechtigkeit) Dalam pelaksanaan penegakan hukum, keadilan harus
diperhatikan.
Dalam literatur hukum, dikenal ada dua teori tentang tujuan hukum, yaitu
teori etis dan utilities. Teori etis mendasarkan pada etika. isi hukum itentukan oleh
keyakinan kita yang etis tentang yang adil dan tidak. Menurut teori ini, hukum
bertujuan untuk semata-mata mencapai keadilan dan memberikannya kepada
setiap orang yang menjadi haknya.
Tujuan hukummempunyai sifat universal seperti ketertiban, ketenteraman,
kedamaian, kesejahteraan dan kebahagiaan dalam tata kehidupan bermasyarakat.
Dengan adanya hukum maka tiap perkara dapat di selesaikan melaui proses
pengadilan dengan prantara hakim berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku,
selain itu Hukum bertujuan untuk menjaga dan mencegah agar setiap orang tidak
dapat menjadi hakim atas dirinya sendiri.
Sedangkan teori utilities, hukum bertujuan untuk memberikan faedah bagi
sebanyak-banyaknya orang dalam masyarakt. Pada hikikatnya, tujuan hukum
adalah manfaat dalam memberikan kebahagiaan atau kenikmatan besar bagi
jumlah yang terbesar.
Berikut adalah tujuan hukum :
1. Mendatangkan kemakmuran masyarakat mempunyai tujuan;
2. Mengatur pergaulan hidup manusia secara damai;
3. Memberikan petunjuk bagi orang-orang dalam pergaulan masyarakat;
4. Menjamin kebahagiaan sebanyak-banyaknya pada semua orang;
5. Sebagai sarana untuk mewujudkan keadilan sosial lahir dan batin;
6. Sebagai sarana penggerak pembangunan; danSebagai fungsi kritis.

Dalam literatur, tujuan hukum dikaji melalui 3 teori, yaitu :


1. Teori keadilan (Teori etis), dikaji dari sudut pandang falsafah hukum
(Memberikan keadilan bagi masyarakat).
Menurut teori etis, hukum semata-mata bertujuan keadilan. Isi hukum
ditentukan oleh keyakinan kita yang etis tentang yang dan tidak. Dengan
perkataan lain, hukum menurut teori ini bertujuan merealisir atau mewujudkan
keadilan. Geny termasuk salah seorang pendukung teori ini.Hakikat keadilan
adalah penilaian terhadap suatu perlakuan atau tindakan dengan mengkajinya
dengan suatu norma yang menurut pandangan subjektif (subjektif untuk
kepentingan kelompoknya, golongannya dan sebagainya) melebihi norma norma
lain. Dalam hal ini ada dua pihak yang terlibat, yaitu pihak memperlakukan dan
pihak yang menerima perlakuan: orang tua dan anaknya, majikan dan buruh,
hakim dan yistisiabel, pemerintah dan warganya serrta kreditur dan debitur.
Pada umumnya keadilan merupakan penilaian yang hanya dilihat dari
pihak yang menerima perlakuan saja: para yustisiabel (pada umumnya pihak yang
dikalahkan dalam perkara perdata) menilai putusan hakim tidak adil, buruh yang
diputuskan hubungan kerja merasa diperlakukan tidak adil oleh majikannya;
dalam pencabutan hak atas tanah atau pemungutan pajak, warga yang
bersangkutan merasa diperlakukan tidak adil oleh pemerintahnya. Jadi penilaian
tentang keadilan ini pada umumnya hanya ditinjau dari satu pihak saja, yaitu
pihak yang menerima perlakuan. Apakah pihak yang melakukan tindakan atau
kebijaksanaannya tidak dapat menunutut tindakan atau kebijaksanaannya itu
dinilai adil?. Kalau kebijaksanaan pemerintah telah dipertimbangkan matang
matang bahwa hal itu demi kepentingan umum, tetapi ada warga negara yang
tidak sepenuhna terpenuhi kebutuhannya, apakah kebijaksannaa pemerintah itu
dapat dinilai tidak adil ?. kalau buruh ternyata telah melakukan perbuatan-
perbuatan yang merugikan perusahaan dan kemudian majikan memutuskan
hubungan kerja terhadap buruh yang bersangkutan, apakah tindakan majikan itu
tidak adil?. Keadilan kiranya tidak harus hanya dilihat dari satu pihak saja, tetapi
harus dilihat dari dua pihak.
Tentang isi keadilan sukar untuk memberi batasannya. Aristoteles
membedakan adanya dua macam keadilan, yaitu justitia distributiva (distributive
justice, verdelende, atau begevende gerechtigheid) dan justtia commutativa
(remedial justice, vergeldende, atau ruilgerechtigheid).
Justitia distributiva menuntut bahwa setiap orang mendapat apa yang
menjadi hak atau jatahnya: suum cuique tribuere (to reach hos own). Jatah ini
tidak sama untuk setiap orang, tergantung pada kekayaan, kelahiran, pendidikan,
kemampuan, dan sebagainya; sifatnya profesional. Yang dinilai adil disini adalah
apabila setiap seorang mendapatkan hak atau jatahnya secara proporsional
mengingat akan pendidikan, kedudukan, kemampuan, dan sebagainya. justitia
distributiva merupakan tugas pemerintah terhadap warganya, menentukan apa
yang dapat dituntut oleh warga masyarakat. justitia distributiva ini merupakan
kewajiban pembentuk undang undang untuk diperhatikan dalam menyusun
undang-undang. Keadilan ini memberi kepada setiap orang menurut jasa atau
kemampuannya. Disini bukan kesamaan yang dituntut, tetapi perimbangan. Tiap
tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan
keamanan negara, demikian bunyi pasal 30 ayat 1 UUD (amandemen kedua). Ini
tidak berarti bahwa setiap orang tanpa kecuali dapat menjadi prajurit, tetapi hanya
merekalah yang setelah diadakan penyaringan dan pemeriksaan kesehatan
dianggap mampu menjalani tugas sebagai prajurit, sedangkan yang sakit sakitan
tentu tidak akan mendapat perhatian.
Justtia commutativa memberi kepada setiap orang sama banyaknya.
Dalam pergaulan didalam masyarakat, justtia commutativa merupakan kewajiban
setiap orang terhadap sesamanya. Disini yang dituntut adalah kesamaan. Yang
adil adalah apabila setiap orang diperlakukan sama tanpa memandang kedudukan
dan sebagainya. Dalam kamp pengungsian, pembagian beras yang sama
banyaknya akan dirasakan adil.
Kalau justtia commutativa itu merupakan urusan-urusan pembentuk
undang-undang, justtia commutativa terutama merupakan urusan hakim. Hakim
memperhatikan hubungan perorangan yang mempunyai kedudukan prosesuil yang
sama tapa membedakan orang (equality before the law). Kalau justtia
commutativa itu sifatnya proporsional, justtia commutativa karena memperhatikan
kesamaan, sifatnya mutlak.
Didalam perjalan sejarah, isi keadilan itu ditentukan secara historis dan
selalu berubah menurut tempat dan waktu, maka tidak mudah menentukan isi
keadilan. Kalau dikatakan bahwa hukum bertujuan mewujudkan keadilan, itu
berarti bahwa hukum identik atau tumbuh dengan keadilan. Hukum tidaklah
identik dengan keadilan. Peraturan hukum tidaklah selalu mewujudkan keadilan.
Sebagai contoh:
Dapat disebutkan hukum lalu lintas: Mengendarai kendaraan di sebelah
kiri jalan di indonesia tidak berarti adil, sedangkan mengendarai kendaraan
disebelah kanan jalan tidak berarti tidak adil. Itu tidak lain agar lalu lintas berjalan
teratur, lancar, sehingga tidak terjadi tabrakan dan dengan demikian kepentingan
manusia terlindungi.
Sudah menjadi sifat pembawaan hukum bahwa hukum itu menciptakan
peraturan peraturan yang mengikat setiap orang dan oleh karenanya bersifat
umum. Hal tersebut dapat kita lihat dalam ketentuan ketentuan yang pada
umumnya berbunyi: “Barang siapa…” Ini berarti bahwa hukum itu bersifat
menyamaratakan : setiap orang dianggap sama. Suatu tata hukum tanpa peraturan
hukum yang mengikat setiap orang tidak mungkin ada. Tanpa adanya peraturan
peraturan umum berarti tidak ada kepastian hukum. Kalau hukum menghendaki
penyamarataan, tidak demikian dengan keadilan. Untuk memenuhi keadilan,
peristiwanya harus dilihat secara kasuistis. Dengan demikian, teori etis itu berat
berat sebelah.

2. Teori kegunaan/ kemanfaatan (Teori utility/Eudaemonistis), dikaji dari sudut


pandang sosiologi (memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi
masyarakat, karen hukum diatas kepentingan pribadi ataupun golongan).

Menurut teori ini, hukum ingin menjamin kebahagian yang terbesar bagi
manusia dalam jumlah sebanyak banyaknya (the greatst good the greatst number).
Pada hakikatnya menurut teori ini tujuan hukum adalah manfaat dalam
menghasilkan kesenangan atau kebahagian yang terbesar bagi jumlah orang yang
terbanyak. Penganur teori ini antara lain adalah Jeremy Bentham. Teori ini pun
berat sebelah.

3. Teori kepastian hukum (Yuridis formal/Campuran), dikaji dari sudut pandang


Hukum normatif (menjaga kepentingan setiap orang sehingga tidak diganggu
haknya).

Menurut Mochtar Kusumaatmadja, tujuan pokok dan pertama dan hukum


adalah ketertiban. Kebutuhan akan ketertiban ini syarat pokok (fundamental) bagi
adanya suatu masyarakat manusia yang teratur. Disamping tercapainya keadilan
yang berbeda beda isi dan ukurannya menurut masyarakat dan zamannya.
Kemudian menurut Purnadi dan Soerjono Soekanto, tujuan hukum adalah
kedamaian hidup antarperibadi yang meliputi ketertiban ekstren antar peribadi dan
ketenangan intern peribadi. Mirip dengan pendapat Purnadi adalah pendapat van
Apeldoorn yang mengatakan bahwa tujuan hukum adalah mengatur pergaulan
hidup manusia secara damai.
Sedangkan subekti berpendapat bahwa hukum iti mengabdi kepada tujuan

negara, yaitu mendatangkan kemakmuran dan kebahagian para rakyatnya. Dalam

mengabdi kepada tujuan negara itu dengan menyelenggarakan keadilan

ketertiban.Berkenaan dengan tujuan hukum (menjamin kepastian hukum), ada

beberapa pendapat dari para ahli hukum sebagai berikut :

1. Aristoteles (Teori Etis )


Tujuan hukum semata-mata mencapai keadilan. Artinya, memberikan
kepada setiap orang, apa yang menjadi haknya. Disebut teori etis karena isi
hukum semata-mata ditentukan oleh kesadaran etis mengenai apa yang adil dan
apa yang tidak adil.

2. Jeremy Bentham (Teori Utilitis )


Hukum bertujuan untuk mencapai kemanfaatan. Artinya hukum bertujuan
menjamin kebahagiaan bagi sebanyak-banyaknya orang/masyarakat (Jeremy
Bentham : 1990).

3. Geny (D.H.M. Meuvissen : 1994)


Hukum bertujuan untuk mencapai keadilan, dan sebagai unsur keadilan
adalah ”kepentingan daya guna dan kemanfaatan”.

4. Van Apeldorn
Tujuan hukum ialah mengatur pergaulan hidup manusia secara damai.
Hukum menghendaki perdamaian. Perdamaian di antara manusia dipertahankan
oleh hukum dengan melindungi kepentingan-kepentingan hukum manusia seperti:
kehormatan, kemerdekaan jiwa, harta benda dari pihak-pihak yang merugikan
(Van Apeldorn : 1958).

5. Prof Subekti S.H.


Tujuan hukum adalah menyelenggarakan keadilan dan ketertiban sebagai
syarat untuk mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan (Subekti : 1977).
6. Purnadi dan Soerjono Soekanto
Tujuan hukum adalah kedaimaian hidup manusia yang meliputi ketertiban
ekstern antarpribadi dan ketenangan intern pribadi (Purnadi - Soerjono Soekanto:
1978).
Sumber Hukum
Adalah tempat dimana dapat menemukan/menggali hukum
1. Sebagai asas hukum, sebagai sesuatu yang merupakan permulaan hukum
(kehendak Tuhan, akal manusia, jiwa bangsa, dsb).
2. Menunjukkan hukum terdahulu yang memberi pedoman kepada hukum yang
sekarang berlaku (misal asal mula civil law dari hukum Perancis, hukum
Romawi, dsb)
3. Sebagai sumber berlakunya, yang memberi kekuatan berlakunya hukum secara
formal kepada peraturan hukum (dari penguasa, dari masyarakat seperti hukum
adat)
4. Sebagai sumber dari mana kita dapat mengenal hukum (UU, dokumen, dsb)
5. Sebagai sumber yang menimbulkan hukum

Sumber hukum menjadi 2, materiil dan formil


1. Sumber Hukum Materiil
Tempat dari mana materi hukum itu diambil, merupakan faktor yang
mempengaruhi terbentuknya hukum.
contohnya Hubungan sosial, Kekuatan politik, Situasi sosial ekonomi, Keadaan
geografis, Tradisi (pandangan keagamaan, masyarakat), Penelitian ilmiah.
2. Sumber Hukum Formil Tempat dari mana suatu peraturan memperoleh
kekuatan hukum, atau tempat dimana hukum dapat ditemukan, berkaitan
dengan bentuk atau cara yang menyebabkan peraturan hukum formal berlaku,
contohnya Undang-Undang, Kebiasaan masyarakat adat, Traktat/Perjanjian
Internasional (perjanjian yang diadakan antara 2 negara atau lebih, traktat
hanya berlaku setelah diratifikasi oleh presiden melalui DPR), Yurisprudensi
(putusan hakim terdahulu yang telah in kracht dan diikuti oleh hakim kemudian
mengenai masalah yang sama), Doktrin (pendapat para ahli hukum)

Sumber Hukum dapat juga dibedakan dari bentuknya


1. Tertulis (KUHP, KUHPer, UU)
2. Tidak Tertulis (hukum adat)
3. Tercatat

Aliran Penemuan Hukum


1. Legisme (Montesquieu) Menganggap bahwa semua hukum terdapat pada UU
sehingga hakim dapat menggunakan yuridis silogisme (deduksi logis)
2. Freie Rechtsbewegung (Kontorowicz) Berlawanan dengan aliran legisme
karena dalam aliran ini seorang hakim bebas menentukan untuk menggunakan
UU atau tidak.
3. Rechtsvinding Hakim memiliki kebebasan yang terikat atau keterikatan yang
bebas. Tugas hakim melakukan rechtsvinding yang artinya “menyelaraskan
UU pada tuntutan zaman” Contoh: menafsirkan UU dengan menambah arti
suatu istilah yang terdapat dalam UU.

Tujuan Hukum Bisnis


Adapun tujuan hukum bisnis diantaranya:
1. Untuk menjamin berfungsinya keamanan mekanisme pasar secara efisien dan
lancar
2. Untuk melindungi berbagai jenis usaha, khususnya untuk jenis Usaha Kecil
Menengah (UKM)
3. Untuk membantu memperbaiki sistem keuangan dan sistem perbankan
4. Memberikan perlindungan terhadap pelaku ekonomi atau pelaku bisnis
5. Untuk mewujudkan sebuah bisnis yang aman dan adil untuk semua pelaku
bisnis.

Fungsi Hukum Bisnis


Adapun Fungsi/Manfaat Hukum Bisnis, diantaranya:
1. Dapat dijadikan sumber informasi yang bermanfaat bagi semua pelaku bisnis.
2. Dapat memberikan penjelasan tentang hak dan kewajiban dalam praktik bisnis.
Pelaku bisnis dapat lebih mengetahui hak dan kewajibannya saat mambangun
sebuah usaha agar usaha atau bisnis mereka tidak menyimpang dari aturan
yang ada didunia perbisnisan yang telah tertulis di perundang-undangan dan
tidak ada yang dirugikan.
3. Mewujudkan suatu watak dan perilaku pelaku bisnis sehingga terwujud
kegiatan di bidang bisnis atau kegiatan usaha yang adil, jujur, wajar, sehat dan
dinamis kerena di jamin oleh kepastian hukum.

Ruang Lingkup Hukum Bisnis


Ruang lingkup hukum bisnis sendiri, mencakup beberapa hal berikut ini
diantaranya:
1. Kontrak bisnis
2. Bentuk badan usaha (PT, Firma, CV)
3. Pasar modal dan perusahaan go publik
4. Kegiatan jual beli oleh perusahaan
5. Investasi atau penanaman modal

Sumber Hukum Bisnis


Sumber hukum bisnis merupakan dasar terbentuknya hukum bisnis. Sumber
hukum bisnis meliputi:
1. Asas kotrak perjanjian antara pihak-pihak yang terlibat dimana masing-masing
pihak patuh pada aturan yang telah disepakati.
2. Asas kebebasan kontrak dimana pelaku bisnis dapat membuat dan menentukan
isi perjanjian yang mereka sepakati.

Secara umum sumber hukum bisnis menurut perundangan-undangan,


meliputi:
1. Hukum Perdata (KUH Perdata)
2. Hukum Publik (pidana Ekonomi/KUH Pidana)
3. Hukum Dagang (KUH Dagang)
4. Peraturan Perundang-undangan di luar KUH Perdata, KUH Pidana, ataupun
KUH Dagang
Sedangkan menurut Munir Fuady, sumber hukum bisnis, meliputi:
Perundang-undangan, perjanjian, traktat, yurisprudensi, kebiasaan dan doktrin ahli
hukum.

Anda mungkin juga menyukai