Di sisi lain, politik adalah sub sistem dari sistem yang lebih besar yakni
sistem negara. Dalam kedudukan ini, bersama-sama dengan sub sistem ekonomi,
sub sistem hukum, sub sistem sosial dan sebagainya, sub sistem politik membentuk
suatu sistem bernegara (1). Dengan kata lain, dalam suatu negara, keseluruhan
sub sistem tersebut tidak dapat dipisahkan, sebaliknya saling memberikan
pengaruh terhadap sub sistem lainnya. Dalam bab ini akan dipaparkan teori sistem
yang diiciptakan Davis Easton, dirangkai teori struktural fungsional sebagai revisi dari
teori sistem tersebut.
4. Bagi Easton sangat penting bagi negara untuk selalu beroperasi secara legitimate.
Politik adalah suatu ilmu pengetahuan dan sebagai ilmu pengetahuan politik
memiliki dimensi ontologis, epistemologis dan aksiologis. Easton memaksudkan teori
yang dibangunnya mampu mewakili ketiga unsur ilmiah tersebut. Easton juga
memandang sistem politik tidak dapat lepas dari konteksnya. Sebab itu pengamatan
atas suatu sistem politik harus mempertimbangkan pengaruh lingkungan.
Serupa dengan paradigma fungsionalisme, dalam kerangka kerja sistem politik pun
terdapat unit-unit yang satu sama lain saling berkaitan dan saling bekerja sama
untuk mengerakkan roda kerja sistem politik. Unit-unit ini adalah lembaga-lembaga
yang sifatnya otoritatif untuk menjalankan sistem politik seperti legislatif, eksekutif,
yudikatif, partai politik, lembaga masyarakat sipil, dan sejenisnya. Unit-unit ini
bekerja di dalam batasan sistem politik, misalnya dalam cakupan wilayah negara
atau hukum, wilayah tugas, dan sejenisnya.
2. Input-output
Input merupakan masukan dari masyarakat ke dalam sistem politik. Input yang
masuk dari masyarakat ke dalam sistem politik dapat berupa tuntutan dan
dukungan. Tuntutan secara sederhana dapat disebut seperangkat kepentingan yang
alokasinya belum merata atas ejumlah unit masyarakat dalam sistem politik.
Dukungan secara sederhana adalah upaya masyarakat untuk mendukung
keberadaan sistem politik agar terus berjalan. Output adalah hasil kerja sistem
politik yang berasal baik dari tuntutan maupun dukungan masyarakat. Output
terbagi dua yaitu keputusan dan tindakan yang biasanya dilakukan oleh pemerintah.
Keputusan adalah pemilihan satu atau beberapa pilihan tindakan sesuai tuntutan
atau dukungan yang masuk. Sementara itu, tindakan adalah implementasi konkrit
pemerintah atas keputusan yang dibuat.
Sistem yang baik harus memiliki diferensiasi (pembedaan dan pemisahan) kerja. Di
masyarakat modern yang rumit tidak mungkin satu lembaga dapat menyelesaikan
seluruh masalah. Misalkan saja dalam proses penyusunan Undang-undang Pemilu,
tidak bisa hanya mengandalkan DPR sebagai penyusun utama, melainkan pula harus
melibatkan Komisi Pemilihan Umum, lembaga-lembaga pemantau kegiatan pemilu,
kepresidenan, ataupun kepentingan-kepentingan partai politik serta lembaga-
lembaga swadaya masyarakat sehingga dalam konteks undang-undang pemilu ini,
Integrasi adalah keterpaduan kerja antar unit yang berbeda untuk mencapai tujuan
bersama. Undang-undang Pemilihan Umum tidak akan diputuskan serta
ditindaklanjuti jika tidak ada kerja yang terintegrasi antara DPR, Kepresidenan, KPU,
Bawaslu, Partai Politik, dan media massa.
Input adalah pemberi makan sistem politik. Input terdiri atas dua jenis: tuntutan dan
dukungan. Tuntutan dapat muncul baik dalam sistem politik maupun dari lingkungan
Di dalam karyanya yang lain - A Framework for Political Analysis (1965) dan A
System Analysis of Political Life (1965) Chilcote menyebutkan bahwa Easton mulai
mengembangkan serta merinci konsep-konsep yang mendukung karya sebelumnya
– penjelasan-penjelasannya yang abstrak – dengan coba mengaplikasikannya pada
kegiatan politik konkrit dengan menegaskan hal-hal sebagai berikut:[9]
Masyarakat terdiri atas seluruh sistem yang terdapat di dalamnya serta bersifat
terbuka;
Sistem politik adalah seperangkat interaksi yang diabstraksikan dari totalitas
perilaku sosial, dengan mana nilai-nilai dialokasikan ke dalam masyarakat secara
otoritatif. Kalimat ini sekaligus merupakan definisi politik dari Easton; dan
Lingkungan sosial misal dari lingkungan ini adalah budaya, struktur sosial, kondisi
ekonomi dan demografis.
Lingkungan extrasocietal adalah bagian dari lingkungan fisik serta sosial yang
terletak di luar batasan sistem politik dan masyarakat tempat sistem politik berada.
Lingkungan extrasocietal terdiri atas:
Sistem Sosial Internasional. Misal dari sistem sosial internasional adalah kondisi
pergaulan masyarakat dunia, sistem ekonomi dunia, gerakan feminisme, gerakan
revivalisme Islam, dan sejenisnya, atau mudahnya apa yang kini dikenal dalam
terminologi International Regime (rezim internasional) yang sangat banyak
variannya.
Sistem ekologi internasional. Misal dari sistem ekologi internasional adalah
keterpisahan negara berdasar benua, kelangkaan sumber daya alam, geografi
wilayah berdasar lautan (asia pasifik, atlantik), isu lingkungan seperti global
warming atau berkurangnya hutan atau paru-paru dunia.
Sistem politik internasional. Misal dari sistem politik internasional adalah PBB,
NATO, ASEAN, ANZUS, Europa Union, kelompok negara-negara Asia Afrika, blok-
blok perdagangan dan poros-poros politik khas dan menjadi fenomena di aneka
belahan dunia. Termasuk ke dalam sistem politik internasional adalah pola-pola
Seluruh pikiran Easton mengenai pengaruh lingkungan ini dapat dilihat di dalam
bagan model arus sistem politik berikut:
Tuntutan dan dukungan dikonversi di dalam sistem politik yang bermuara pada
output yang dikeluarkan oleh Otoritas. Otoritas di sini berarti lembaga yang memiliki
kewenangan untuk mengeluarkan keputusan maupun tindakan dalam bentuk policy
(kebijakan), bukan sembarang lembaga, melainkan menurut Easton diposisikan oleh
negara (state). Output ini kemudian kembali dipersepsi oleh lingkungan dan proses
siklis kembali berlangsung.
Kecenderungan orientasi politik individu atas sistem politik – atau biasa disebut
budaya politik – juga berbeda baik antar negara atau bahkan di dalam negara itu
sendiri. Almond bersama Sidney Verba secara khusus menyelidiki budaya politik ini
yang tersusun di dalam buku The Civic Culture: Political Attitudes and Democracy in
Five Nations yang terbit tahun 1963(12). Pada perkembangannya, konsep budaya
politik ini semakin populer dan luas digunakan para peneliti di dunia termasuk
Indonesia. Budaya politik di masing-masing individu sifatnya subyektif. Subyektivitas
ini mendorong terdapatnya lebih dari satu macam budaya politik di dalam
masyarakat suatu bangsa. Layaknya budaya yang bersifat sosial (budaya daerah atau
lokal), budaya politik masyarakat dalam satu negara sangat mungkin berbeda.
Pustaka:
[1] Kedelapan nilai ini diutarakan Harold D. Lasswell dikutip dalam Miriam Budiardjo,
Dasar-dasar Ilmu Politik (Jakarta: Gramedia, 2003) h. 33. Lasswell menyebut ke-
8 nilai ini berkembang di Amerika Serikat modern. Untuk kondisi Indoesia
seharusnya ditambah nilai-nilai kebudayaan lokal dan keagamaan.
[2] Ronald H. Chilcote, Theories of Comparative Politics: The Search for a Paradigm,
(Colorado: Westview Press, 1981) p. 145-82. Gagasan dan penjelasan penulis di
dalam buku ini mendasarkan diri pada Chilcote ini.
[3] Ibid.
BAB II
Dari skema di atas, tampak bahwa budaya politik parokial sejajar dengan
struktur politik tradisional. Struktur politik tradisional ini banyak terdapat, misalnya
pada struktur komunitas di desa atau suku yang terpencil.Bila ditafsirkan sebaliknya,
maka dapat diartikan bahwa struktur politik tradisional sangat cocok diterapkan
pada masyarakat yang memiliki budaya politik parokial. Struktur politik yang
otoritarian sentralistis hanya cocok diterapkan pada masyarakat atau bangsa yang
memiliki budaya politik subjek. Struktur politik yang demokratis sangat cocok
diterapkan pada masyarakat atau bangsa yang telah memasuki taraf budaya politik
partisipan.
Jika struktur politik diterapkan pada masyarakat atau bangsa yang tidak
sesuai budaya politiknya maka bisa jadi akan timbul ketidakharmonisan.
Ketidakharmonisan itu bisa dalam bentuk tidak berjalannya atau tidak berfungsinya
sistem politik atau bahkan timbul kekacauan politik pada masyarakat atau bangsa
itu. Ketiga macam tipe budaya politik seperti yang tercantum dalam tabel di atas
merupakan tipe-tipe budaya politik yang bersifat murni. Kombinasi antara tipe-tipe
budaya politik tersebut di atas dapat membentuk tipe-tipe budaya politik campuran.
Secara konseptual ada tiga bentuk budaya politik campuran, yaitu: budaya subjek
parokial, budaya subjek partisipan, dan budaya parokial –partisipan.
CATATAN:
BAB IV bersumber buku Merancang Sistem Politik Demokratis
Menuju Pemerintahan Presidensial yang Efektif karya :
Utama Sandjaja, dkk. Terbitan Kemitraan Patnership tahun 2011
1. Pengertian Pemilu
Demokrasi mempercayai bahwa pemilu memainkan peranan vital untuk
menentukan masa depan bangsa. Sebagaimana transisi demokrasi, pemilu dalam
proses konsolidasi demokrasi membutuhkan prakondisi yang spesifik. Pada
dasarnya ada, ada tiga tujuan dalam pemilihan umum. Ramlan Surbakti
menyebutkan tujuan pemilu sebagai berikut:
Pertama, sebagai mekanisme untuk menyeleksi pada pemimpin
pemerintahan dan alternatif dan alternatif kebijakan umum (public policy). Dalam
demokrasi. Sesuai dengan prinsip demokrasi yang memandang rakyat yang
berdaulat, tetapi pelaksanaannya dilakukan oleh wakil-wakilnya (demokrasi
perwakilan). Oleh karena itu, pemilihan umum merupakan mekanisme
penyeleksian dan pendelegasian atau penyerahan kedaulatan kepada orang atau
partai yang dipercayai. Untuk menentukan alternatif kebijakan yang harus ditempuh
oleh pemerintah biasanya yang menyangkut hal yang prinsipiil beberapa negara
menyelenggarakan pemilihan umum sebagai mekanisme penyeleksian kebijakan
umum. Biasanya rakyat yang memilih diminta untuk menyatakan ”setuju” atau
”tidak setuju” terhadap kebijakan yang ditawarkan pemerintah. Pemilihan umum
menentukan kebijakan umum yang fundamental ini disebut referendum.
Kedua, pemilihan umum juga dapat dikatakan sebagai mekanisme
memindahkan konflik kepentingan dari masyarakat kepada badan-badan
perwakilan rakyat melalui wakil-wakil rakyat yang terpilih atau melalui partai-
partai yang memenangkan kursi sehingga integrasi masyarakat tetap terjamin.
Hal ini didasarkan atas anggapan di dalam masyarakat terdapat berbagai
kepentingan yang tidak hanya berbeda, tetapi juga kadang-kadang malahan
saling bertentangan, dan dalam sistem demokrasi perbedaan atau pertentangan