Anda di halaman 1dari 27

PENEGAKAN HUKUM DAN

KEADILAN, IDEALITAS
DAN REALITAS
Komper Wardopo
Negara hukum
Sejak 1945 para pendiri bangsa sudah meletakkan
dasar bahwa Indonesia merupakan negara hukum
(rechtsstaat) , bukan negara kekuasaan (machstaat).
Para pendiri bangsa juga sudah berhasil
mengintegrasikan atau menyatukan berbagai suku
bangsa, berbagai kerajaan, menjadi satu, menjadi
negara kesatuan berbentuk Republik, bukan
kerajaan.
4 elemen negara hukum
Menurut Julius Stahl, konsep Negara Hukum yang
disebutnya dengan istilah 'rechtsstaat' itu mencakup
empat elemen penting, yaitu: 1. Perlindungan hak
asasi manusia. 2. Pembagian kekuasaan. 3.
Pemerintahan berdasarkan undang-undang. 4.
Peradilan tata usaha Negara.
Kuliah hukum Ketua MK
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman
memberikan kuliah umum di Sekolah Tinggi Ilmu
Hukum Muhammadiyah Bima, Senin, (12/04/2021).
Dalam kegiatan yang berlangsung secara luring dan
daring ini, Ketua MK memaparkan tema
“Kewenangan Mahkamah Konstitusi Republik
Indonesia Dalam Wewujudkan Keadilan Sosial”.
Keadilan sosial di tangan bersama
“Keadilan sosial yang hendak diwujudkan bukan
berada di tangan Mahkamah Konstitusi, bukan di
tangan siapa-siapa, tapi ada di tangan kita bersama.
Mahkamah Konstitusi hanya bisa meluruskan ketika
ada sebuah produk yang dibuat oleh Presiden dan
DPR diuji ke MK,” ujar Anwar Usman.
Menghukum secara adil
Lebih lanjut Anwar mengatakan, kewajiban
Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung serta
jajaran di bawahnya berdasar Undang-Undang Dasar
(UUD) pasca amendemen tidak hanya menegakkan
hukum, tetapi juga menegakkan keadilan. Menurut
Anwar, hal tersebut juga ditegaskan dalam Al-Qur’an
surah An-Nisa yang memerintahkan kepada manusia
untuk menghukum secara adil, bukan sekedar
menghukum sesuai aturan.
Pengadilan paling tinggi: pengadilan hati

“Penegakan hukum tidak identik dengan penegakan


keadilan. Menegakkan hukum belum tentu
menegakkan keadilan. Oleh karena itu seorang tokoh
dunia, Mahatma Gandhi, mengatakan pengadilan
yang paling tinggi adalah pengadilan hati, karena
keadilan dapat dirasan oleh hati” jelas Anwar.
Tujuan Reformasi
Tujuan utama Era Reformasi di Indonesia adalah
penegakan hukum dan keadilan. Namun pada
kenyataannya hal itu belum berjalan maksimal.
Indikasinya masih banyak kasus jual beli putusan
pengadilan, kekecewaan pada pihak yang berperkara,
serta anarkisme yang di sebabkan putusan pengadilan
yang kurang tepat
Ada indikasi atau sinyalemen mafia hukum

Ikhtiar untuk melakukan penegakan hukum di negara


kita merupakan fokus utama dalam proses reformasi,
tetapi kenyataannya upaya itu masih belum
menunjukkan hasil yang maksimal, untuk tidak
menyatakan masih sebatas retorika pejabat, para
pemerhati hukum, penegak hukum dan tidak kurang
Presiden pernah mengatakan bahwa di Indonesia ini
tumbuh subur “mafia atai mafia peradilan”. Hukum
dapat dipermainkan, vonis atau
keputusan hukum dapat diperjualbelikan
Intervensi hukum
Tidak jarang terjadi, persoalan yang murni hukum, tiba-tiba
kandas begitu saja, akibat intervensi kepentingan-kepentingan
politik tertentu, memang disadari sepenuhnya bahwa
tidak mudah membuktikan adanya “mafia peradilan” atau
“jual beli vonis hakim”. Bahwa suatu perbuatan yang jelas-
jelas merupakan pelanggaran terhadap norma-norma hukum,
susila, dan etika, aparat penegak hukum “Terpaksa harus”
menanggung rasa untuk dapatmelakukan tindakan hukum,
karena penyelesaia secara drastis dan frontal, akan berakibat
muncul permasalahan baru yang tidak kalah rumitnya
Menurut M Sulthon (UIN Sunan Ampel) menyitir
Masatria Liba

Ada 14 kendala penegakan hukum di Indonesia:


1. Ketatanegaraan yang menempatkan jaksa agung
sejajar dengan menteri;
2. Sistem perundangan yang belum memadai;
3. Factor sumber daya manusia;
4. Factor kepentingan yang melekat para aparat
pelaksana , baik itu kepentingan pribadi,
golongan, maupun politik kenegaraan;
Kendala penegakan hukum
5. Corpsoiest dalam institusi
6. Tekanan yang kuat kepada aparat penegak hukum;
7. Faktor budaya;
8. Factor agama;
9. Legislative sebagai “Lembaga legislasi” kurang
memberi contoh tauladan yang baik
dalam penegakan hukum
Kendala penegakan hukum
10. Kemasan politik pemerintah
11. Faktor kepemimpinan;
12. Kuatnya jaringan kerjasama pelaku kejahatan;
13. Kuatnya pengaruh kondisi dalam jiwa pensiunan
aparat penegak hukum, dan
14. Pemanfaatan kelemahan peraturan perundang-
undangan
Kebenaran formal
Ada sebagian pendapat menyatakan bahwa
ketidakberdayaan penegakan hukum dan
keadilan di Negara kita ini, salah satunya adalah
kerana corak dan format hukum yang
positivistik. Kebenaran dilihat dan diukur lebih pada
kebenaran formal dan prosedural,
tanpa menimbang tepa selira kepada rasa keadilan
dalam masyarakat
Integritas moral
Faktor lain yang turut menyebabkan maandegnya
penegakan hukum dan keadilan adalah sumber daya
manusia dlam penegakan hukum, aparat penegak
hukum kurang atau tidak cukup memiliki integritas
moral dan komitmen yang tinggi dalam mewujudkan
rasa keadilan dalam masyarakat, sudah terlalu banyak
terjadi, rasa keadilan masyarakat dilukai, karena
pertimbaangan-pertimbangan pragmatis politik,
penegakan supremasi hukum harus dikorbankan
Hukum harus membahagiakan masyarakat

Berbagai pelanggaran dalam proses penegakan hukum telah


terjadi seperti suap, jual beli keputusan hakim dan
ketidakadilan hukum. Jika demikian halnya, dari mana harus
dimulai suatu ikhtiar untuk untuk menegakkan hukum dan
keadilan adalah pekerjaan besar namun mulia dan menuntut
kesungguhan kita secara bersama-sama secra simultan.
Prof. Satjipto Raharjo, Begawan Sosiologi Hukum
Universitas Diponegoro Semarang menegaskan, hukum bukan
hanya untuk kepentingan hukum itu sendiri, akan tetapi hukum
haruslah membahagiakan masyarakat.
Keadilan di depan hukum
Keberadaannya dan etika penegakan hukumnya
semakin dipertanyakan oleh masyarakat. Di sisi lain,
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 secara tegas mengatur soal keadilan di
depan hukum bagi seluruh warga negara.
Sama di hadapan hukum
Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa
"Semua warga negara sama di hadapan hukum dan
pemerintahannya..." Selain itu, Pasal 28D Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945. Negara Republik Indonesia juga menyatakan
bahwa "setiap orang berhak atas pengakuan,
keamanan, perlindungan, kepastian hukum, dan
perlakuan yang sama di depan hukum.
Berhak mencari keadilan
Tentang cita-cita pemerataan dalam supremasi hukum,
Undang-Undang Hak Asasi Manusia No. 39 Tahun
1999, Pasal 17, secara khusus mengatur tentang hak
untuk memperoleh keadilan. Pasal 17 Undang-Undang
Nomor 39 Tahun 1999 menyatakan: "Setiap orang
tanpa diskriminasi berhak mencari keadilan dengan
mengajukan permohonan, pengaduan, dan tuntutan
hukum, baik dalam proses pidana, perdata, dan
administrasi, untuk diadili oleh badan peradilan yang
independen dan adil. .adil dan adil.
Setara di hadapan hukum
Tidak ada pembenaran bagi suatu proses peradilan
yang diskriminatif, tidak jujur, dan berpihak pada
kelompok tertentu, terutama mereka yang menduduki
posisi kekuasaan.dihormati atau paling dihormati
sebagai pejabat tinggi. Semua warga negara harus
diperlakukan secara adil dan setara di hadapan
hukum, agar hukum dapat ditegakkan dan berfungsi
secara sungguh-sungguh sebagai sarana untuk
mencapai keadilan.
Keadilan hukum: hak dan kewajiban

Keadilan menurut hukum atau yang sering dimaksud


dalah keadilan hukum (legal justice) adalah keadilan
yang telah dirumuskan oleh hukum dalam bentuk hak
dan kewajiban, dimana pelanggaran terhadap
keadilan ini akan ditegaskkan lewat proses hukum
(Fuady, 2007 : 118).
Definisi adil
Merujuk Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),
keadilan berasal dari kata dasar "adil". Definisi adil
dalam KBBI sendiri terbagi menjadi tiga, yaitu: Sama
berat, tidak berat sebelah, dan tidak memihak.
Berpihak kepada yang benar, berpegang pada
kebenaran. Sepatutnya, dan tidak sewenang-wenang.
Menurut Aristoteles
Dikutip dari Filsafat Hukum (2011) karya
Hyronimus Rhiti, keadilan menurut Aristoteles
adalah keseimbangan berupa kesamaan numerik dan
proporsional. Kesamaan numerik artinya setiap
manusia disamakan dalam satu unit. Misalnya, setiap
orang memiliki kedudukan sama di hadapan hukum.
Sementara kesamaan proporsional, memberikan
setiap orang apa yang menjadi haknya sesuai
kemampuan dan prestasi masing-masing.
2 macam keadilan
Lebih lanjut, Aristoteles membagi keadilan ke dalam
dua macam, antara lain: Keadilan distributif:
Keadilan yang berlaku dalam ranah hukum publik,
yaitu fokus pada distribusi kekayaan dan barang lain
yang diperoleh masyarakat. Keadilan korektif:
Berhubungan dengan mengoreksi sesuatu yang salah,
memberikan kompensasi bagi pihak yang dirugikan,
maupun memberikan hukuman bagi pelaku
kejahatan.
Keadilan umum dan khusus
Konsep keadilan milik Aristoteles kemudian
dikembangkan oleh Thomas Aquinas. Dilansir dari
Undang: Jurnal Hukum (2019) tulisan Zakki
Adlhiyati dan Achmad, Aquinas membagi konsep
keadilan menjadi dua, yaitu keadilan umum dan
khusus. Konsep keadilan umum berkaitan dengan
hubungan sesama manusia, yakni memberikan apa
yang menjadi haknya. Tujuan dari keadilan ini adalah
kebaikan umum (bonum comune)
Kesimpulan
UUD 1945 telah menegaskan bahwa negara Indonesia
merupakan negara hukum. Namun dalam realitas
perjalanan bangsa ini untuk mewujudakan keadilan hukum
masih harus memerlukan perjuangan panjang. Ada banyak
kendala karena faktor budaya politik dan perilaku penegak
hukum itu sendiri. Mewujudkan penegakan hukim yang
adil bukan hanya menjadi kewenangan penegak hukum,
tetapi semua pihak harus terpanggil mewujudkan
penegakan hukum yang adil dan mampu memberikan
kebahagiaan atau membahagiakan bagi semua warga
negara.
Pustaka dan Bacaan
H Kaelan, 2016. Pendidikan Kewarganegaraan untuk
Perguruan Tinggi. Yogyakarta: Paradigma
Ady Riyansyah, Penegakan Hukum dan Kadilan di
Indonesia, Kompas.com 16 Juli 2022.
M. Sulthon, Upaya Penegakan Hukum dan Keadilan
(Perspektif Sosio-Historis Islam, artikel.
Ketua MK: Penegakan Hukum Berbeda dengan
Penegakan Keadilan
https://www.mkri.id/index.php?page=web.Berita&id
=17221&menu=2

Anda mungkin juga menyukai