Anda di halaman 1dari 4

NAMA : ROBY HATLAN JULHARDI

NIM : 041016985

PERTANYAAN :

1. Putusan Pengadilan Tinggi (PT) menyatakan tidak dapat diterima (NO) terhadap permohonan
banding yang diajukan oleh Terdakwa karena Terdakwa mengajukan banding melebihi jangka
waktu pengajuan banding. Terdakwa mengajukan kasasi terhadap putusan PT tersebut.
Menurut saudara apakah dibenarkan Terdakwa dapat mengajukan kasasi? Kalau dapat
diajukan kasasi apa argumentasi saudara? Kalau tidak dapat dilakukan upaya kasasi apa
upaya Terdakwa yang bisa dilakukan? (poin25)

2. dalam Pasal 237 KUHAP mengatur: Selama pengadilan tinggi belum mulai memeriksa suatu
perkara dalam tingkat banding, baik terdakwa atau kuasanya maupun penuntut
umum dapat menyerahkan memori banding atau kontra memori banding kepada pengadilan
tinggi. Menurut Saudara bagaimana akibat hukumnya jika Terdakwa atau kuasanya maupun
penuntut umum tidak mengajukan memori banding atau kontra memori banding? (poin25)

3. Dengan adanya Putusan MK No. 34/PUU-XI/2013, untuk upaya hukum luar biasa


yaitu peninjauan kembali dapat dilakukan lebih dari satu kali, namun  Mahkamah Agung
berdasarkan SEMA  Nomor 7 Tahun 2014, menyatakan “tidak ada Peninjauan Kembali kedua
atau lebih, kecuali dengan alasan terdapat berbagai putusan dalam satu obyek perkara”,
bagaimana pendapat saudara mengenai hal tersebut? (poin50)

JAWABAN :

1. Permohonan kasasi diajukan pihak yang berperkara atau wakilnya yang secara khusus
dikuasakan untuk itu dalam perkara perdata atau perkara tata usaha negara yang diperiksa dan
diputus oleh Pengadilan Tingkat Banding atau Tingkat Terakhir di Lingkungan Peradilan Umum,
Lingkungan Peradilan Agama, dan Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara atau Terdakwa
atau wakilnya yang secara khusus dikuasakan untuk itu atau Penuntut Umum atau Oditur
dalam perkara pidana yang diperiksa dan diputus oleh Pengadilan Tingkat Banding atau
Tingkat Terakhir di Lingkungan Peradilan Umum dan Lingkungan Peradilan Militer.
Permohonan kasasi dapat diajukan hanya jika pemohon terhadap perkaranya telah
menggunakan upaya hukum banding kecuali ditentukan lain oleh Undang- undang,
Permohonan kasasi dapat diajukan hanya 1 (satu) kali. Alasan Permohonan Kasasi (Pasal 30)
a. Pengadilan tidak berwenang atau melampaui batas wewenang;
b. Pengadilan salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku;
c. Pengadilan lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-
undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan.

Permohonan kasasi dalam perkara perdata disampaikan secara tertulis atau lisan melalui
Panitera Pengadilan Tingkat Pertama yang telah memutus perkaranya, dalam tenggang waktu
14 (empat belas) hari sesudah putusan atau penetapan Pengadilan yang dimaksudkan
diberitahukan kepada pemohon. Apabila tenggang waktu 14 (empat belas) hari tersebut telah
lewat tanpa ada permohonan kasasi yang diajukan oleh pihak berperkara, maka pihak yang
berperkara dianggap telah menerima putusan. Setelah pemohon membayar biaya perkara,
Panitera tersebut ayat (1) mencatat permohonan kasasi dalam buku daftar, dan pada hari itu
juga membuat akta permohonan kasasi yang dilampirkan pada berkas perkara.
Selambat-lambatnya dalam waktu 7 (tujuh) hari setelah permohonan kasasi terdaftar,
Panitera Pengadilan Dalam Tingkat Pertama yang memutus perkara tersebut memberitahukan
secara tertulis mengenai permohonan itu kepada pihak lawan. Dalam pengajuan permohonan
kasasi pemohon wajib menyampaikan pula memori kasasi yang memuat alasan-
alasannya, dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari setelah permohonan yang
dimaksud dicatat dalam buku daftar. Panitera Pengadilan yang memutus perkara dalam
tingkat pertama memberikan tanda terima atas penerimaan memori kasasi dan
menyampaikan salinan memori kasasi tersebut kepada pihak lawan dalam perkara yang
dimaksud dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari. Pihak lawan berhak
mengajukan surat jawaban terhadap .memori kasasi kepada Panitera sebagaimana
dimaksudkan ayat (1), dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal diterimanya
salinan memori kasasi. Setelah menerima memori kasasi dan jawaban terhadap memori kasasi
sebagaimana dimaksudkan Pasal 47, Panitera Pengadilan yang memutus perkara dalam
tingkat pertama, mengirimkan permohonan kasasi, memori kasasi, jawaban atas memori
kasasi, beserta berkas perkaranya kepada Mahkamah Agung dalam waktu selambat-lambatnya
30 (tiga puluh) hari. Panitera Mahkamah Agung mencatat permohonan kasasi tersebut dalam
buku daftar dengan membubuhkan nomor urut menurut tanggal penerimaannya, membuat
catatan singkat tentang isinya, dan melaporkan semua itu kepada Mahkamah Agung.

Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 46 dan 47 Pasal 70, 71, dan 72 Undang-Undang Nomor
14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, prosedur pengajuan permohonan kasasi/peninjauan
kembali, penyampaian memori dan kontra memori kasasi harus disampaikan kepada
pengadilan tingkat pertama yang memutus perkara yang diajukan upaya hukum dalam
tenggang waktu yang telah ditentukan. Ketentuan tersebut juga secara analogis diberlakukan
bagi tambahan memori/kontra memori. Bahwa apabila dokumen tambahan memori/kontra
memori tersebut disampaikan langsung ke Mahkamah Agung, maka akan dokumen tersebut
akan dikembalikan ke pengadilan tingkat pertama yang terkait; Bahwa terhadap dokumen
tambahan memori kasasi/PK yang disampaikan melewati ketentuan jangka waktu yang
ditetapkan oleh Undang-Undang hal tersebut hanya bersifat informasi biasa (ad informandum)
bukan menjadi bahan pertimbangan majelis hakim; Perhatikan SEMA 20 Tahun 1983 ;
“Tambahan Memori Kasasi yang disampaikan di luar tenggang waktu 14 hari, maka tambahan
tersebut hanya berlaku sebagai bahan ad informandum bagi Mahkamah Agung dan tidak
dipertimbangkan sebagai alasan kasasi yang membatalkan putusan”.

Sebelum permohonan kasasi diputus oleh Mahkamah Agung, maka permohonan tersebut
dapat dicabut kembali oleh pemohon, dan apabila telah dicabut, pemohon tidak dapat lagi
mengajukan permohonan kasasi dalam perkara itu meskipun tenggang waktu kasasi belum
lampau. Apabila pencabutan kembali sebagaimana dimaksudkan ayat (1) dilakukan
sebelum berkas perkaranya dikirimkan kepada Mahkamah Agung, maka berkas perkara itu
tidak diteruskan kepada Mahkamah Agung. Bahwa permohonan pencabutan oleh Pemohon
Kasasi/PK yang perkaranya sudah diregister di Mahkamah Agung, harus disampaikan melalui
pengadilan tingkat pertama dan dibuatkan akta pencabutan oleh Panitera Pengadilan,
selanjutnya dikirim oleh pengadilan kepada Panitera Mahkamah Agung.

2. Pengajuan memori banding merupakan hak bagi pemohon banding (baik terdakwa maupun
penuntut umum), demikian pula dengan mengajukan kontra memori banding oleh pihak yang
dituntut banding. Pasal 237 KUHAP mengatur : “Selama pengadilan tinggi belum mulai
memeriksa suatu perkara dalam tingkat banding, baik terdakwa atau kuasanya maupun
penuntut umum dapat menyerahkan memori banding atau kontra memori banding kepada
pengadilan tinggi.” Ada atau tidaknya memori banding tidak menghalangi pemeriksaan banding.
Membuat dan mengajukan memori banding “bukan kewajiban hukum” yang dibebankan oleh
undang-undang terhadap pemohon banding. Tanpa memori banding, permintaan banding sah
dan dapat diterima. Demikian pula dengan kontra memori banding, hal tersebut merupakan hak
bagi pihak yang dituntut hingga tingkat banding. Sedangkan mengenai Anda ingin tetap
mengajukan kontra memori banding, berdasarkan penjelasan Yahya Harahap, bahwa tujuan
kontra memori banding berupa risalah yang memuat bantahan-bantahan terhadap isi memori
banding, serta menekankan kembali kebenaran dan ketepatan putusan yang dijatuhkan, tentu
secara logika ada memori banding terlebih dahulu untuk dapat dibantah dalam kontra memori
banding. memori banding secara singkat dapat diartikan sebagai risalah yang disusun oleh
pemohon banding dan merupakan tanggapan terhadap sebagian maupun atas seluruh
pemeriksaan dan putusan yang dijatuhkan. Tanggapan itu tidak terbatas hanya sepanjang
mengenai kesalahan penerapan, penafsiran, dan kewenangan mengadili, tapi meliputi aspek
penilaian keadaan dan pembuktian. Di samping itu, memori banding dapat juga
mengemukakan hal-hal baru atau fakta dan pembuktian baru, dan meminta supaya hal-hal atau
fakta baru itu diperiksa dalam suatu pemeriksaan tambahan. Memori banding diajukan oleh
pemohon banding, pihak yang lain dapat mengajukan kontra memori banding. Misalnya, jika
terdakwa mengajukan permintaan banding. Permintaan banding itu didukung dengan memori
banding. Dalam hal ini pihak penuntut umum mempunyai hak untuk mengajukan kontra memori
banding.

3. Secara normatif, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) membedakan upaya
hukum menjadi dua macam, pertama, upaya hukum biasa yaitu Banding hingga Kasasi
sebagaimana diatur dalam Bab XVII Pasal 233 KUHAP sampai dengan Pasal 258 KUHAP.
Kedua, upaya hukum luar biasa yaitu Peninjauan Kembali (PK) yang diatur dalam Pasal 263
KUHAP sampai dengan Pasal 269 KUHAP, kemudian upaya hukum luar biasa yang lain adalah
Kasasi demi kepentingan hukum yang diatur dalam Pasal 259 KUHAP sampai dengan Pasal
262 KUHAP. Melalui upaya hukum yang tersedia tersebut, maka dalam rangka mewujudkan
keadilan, para pihak memiliki hak untuk mengajukan upaya hukum apabila terdapat putusan
hakim yang dirasa tidak adil. Secara historis, lahirnya upaya hukum luar biasa yaitu PK tidak
terlepas dari adanya kasus Sengkon dan Karta pada tahun 1977. Dalam kasus tersebut,
negara telah salah menerapkan hukum (miscarriage of justice) yaitu dengan mempidana orang
yang tidak bersalah, sehingga yang terjadi adalah proses peradilan sesat (rechterlijke dwaling).
Oleh karena itu, sebagai upaya untuk mengatasi kesalahan negara dalam kasus Sengkon dan
Karta, akhirnya Mahkamah Agung mengeluarkan PERMA No. 1 Tahun 1980 tentang
Peninjauan Kembali Putusan yang Telah Memperoleh Kekuatan Hukum yang Tetap. Kasus
Sengkon dan Karta pula yang kemudian melatarbelakangi lahirnya Bab XVIII Pasal 263 KUHAP
sampai dengan Pasal 269 KUHAP yang mengatur tentang upaya hukum PK. Pengaturan
upaya hukum PK hanya dapat dilakukan satu kali selain terdapat dalam ketentuan Pasal 268
ayat (3) KUHAP yang telah dibatalkan oleh MK berdasarkan Putusan MK 34/PUU-XI/2013.
Selain itu juga diatur dalam Pasal 24 ayat (2) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang
Kekuasaan Kehakiman, yaitu “Terhadap putusan peninjauan kembali tidak dapat dilakukan
peninjauan kembali”, serta Pasal 66 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang
Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004
dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 yaitu, “Permohonan
peninjauan kembali dapat diajukan hanya 1 (satu) kali”. Khusus dalam perkara pidana,
pengajuan permohonan PK tersebut dapat diuji dengan dua asas dalam teori hukum yaitu, “lex
posteriory derogate lex priory” dan “lex superiory derogate lex inferiory”. Menurut asas lex
posteriory derogate lex priory, dalam hirarki peraturan yang sama maka bila terjadi polemik
maka peraturan yang terbarulah yang digunakan. Artinya, putusan MK, yang memiliki posisi
sejajar dengan Undang-Undang tersebut seharusnya berlaku mengalahkan Undang-Undang
sebelumnya (UU Kekuasaan Kehakiman dan UU Mahkamah Agung). Begitu juga bila
menggunakan asas lex superiory derogate lex inferiory, yang mengatakan bahwa peraturan
yang lebih rendah dikalahkan oleh peraturan yang lebih tinggi, maka Putusan MK seharusnya
lebih tinggi daripada SEMA yang hanya mengikat secara internal. Dengan menggunakan kedua
asas ini ini maka secara hukum sebenarnya polemik tersebut telah dianggap selesai dan
dengan demikian yang diikuti oleh masyarakat dan aparat penegak hukum adalah Putusan MK
yang menyatakan bahwa permohonan PK dapat diajukan lebih dari 1 (satu) kali

Anda mungkin juga menyukai