Anda di halaman 1dari 4

Perkembangan Politik pada Masa

Reformasi

Perkembangan politik pada masa reformasi ditengarai oleh beberapa


peristiwa dan kebijakan penting seperti Sidang Istimewa MPR 1998, Otonomi
Daerah, Pencabutan pembatasan partai politik, penghapusan Dwifungsi Abri,
dan penyelenggaraan pemilu yang lebih demokratis.

Berikut adalah pemaparan masing-masing perkembangan politik di masa


reformasi menurut Tim Kemdikbud (2017, hlm. 274 – 275).

Sidang Istimewa MPR 1998

Pada tanggal 10-13 November 1998, MPR mengadakan Sidang Istimewa


untuk menentapkan langkah pemerintah dalam melaksanakan reformasi di
segala bidang. Dalam Sidang Istimewa MPR 1998 terjadi perombakan besar-
besaran terhadap sistem hukum dan perundang-undangan.

Sidang Istimea MPR 1998 menghasilkan 12 ketetapan MPR yang


memperlihatkan adanya upaya mengakomodasi tuntutan reformasi,
ketetapan-ketetapan tersebut antara lain adalah sebagai berikut.

1. Ketetapan MPR No.VIII Tahun 1998, yang memungkinkan UUD 1945


diamandemen.
2. Ketetapan MPR No.XII Tahun 1998, mengenai pencabutan Ketetapan MPR
No. IV Tahun 1993 tentang Pemberian Tugas dan Wewenang Khusus
kepada Presiden/Mandataris MPR dalam rangka Menyukseskan
Pembangunan Nasional sebagai Pengamalan Pancasila.
3. Ketetapan MPR No. XVIII Tahun 1998, mengenai Pencabutan Ketetapan
MPR No. II Tahun 1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan
Pancasila (Eka Prasetya Pancakarsa).
4. Ketetapan MPR No. XIII Tahun 1998, tentang Pembatasan Masa Jabatan
Presiden dan Wakil Presiden Maksimal Dua Periode.
5. Ketetapan MPR No. XV Tahun 1988, tentang Penyelenggaraan Otonomi
Daerah, Pengaturan Pembangunan dan Pemanfaatan Sumber Daya
Nasional yang berkeadilan serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah
dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
6. Ketetapan MPR No XI Tahun 1998, tentang Penyelenggaraan Negara yang
Bersih dan Bebas dari KKN.

Otonomi Daerah

Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan (Tim
Kemdikbud, 2017, hlm. 274).

Pada masa reformasi otonomi daerah dilaksanakan dengan lebih demokratis


dari masa sebelumnya. Pembagian hasil eksplorasi dan eksploitasi sumber
daya alam antara pemerintah pusat dan daerah juga disesuaikan dengan
kebutuhan daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah.

Penerapan otonomi daerah ini juga diiringi dengan perubahan sistem pemilu.
Pemilu langsung diselenggarakan untuk mengangkat kepala daerah mulai dari
gubernur hingga bupati dan walikota.

Pencabutan Pembatasan Partai Politik

Kebebasan berpolitik pada masa reformasi dilakukan uga dengan cara


pencabutan pembatasan partai politik. Melalui kebebasan untuk mendirikan
partai politik, pada pertengahan bulan Oktober 1998 sudah tercatat sebanyak
80 partai politik yang dibentuk.
Menjelang Pemilihan Umum tahun 1999, partai politik yang terdaftar
mencapai 141 partai. Setelah diverifikasi oleh Komisi Pemilihan Umum hanya
sebanyak 48 partai saja yang berhak mengikuti Pemilihan Umum. Dalam hal
kebebasan berpolitik, pemerintah juga telah mencabut larangan
mengeluarkan pendapat, berserikat, dan mengadakan rapat umum.

Penghapusan Dwi Fungsi ABRI

Pada masa reformasi Dwi Fungsi ABRI dihapuskan secara bertahap sehingga
ABRI berkonsentrasi pada fungsi pertahanan dan keamanan. Kedudukan ABRI
dalam MPR jumlahnya sudah dikurangi dari 75 orang menjadi 38 orang.

Mulai tanggal 5 Mei 1999 uga Polri memisahkan diri dari ABRI menjadi
Kepolisian Negara Republik Indonesia. Selanjutnya ABRI berubah menjadi
Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Penyelenggaraan Pemilu pada Masa Reformasi

Berbeda dengan pemilu-pemilu pada masa Orde Baru yang hanya diikuti oleh
tiga partai politik, pemilu pada masa reformasi diikuti oleh banyak partai
politik. Meskipun diikuti oleh banyak partai politik, pemilu pada masa
reformasi berlangsung aman dan tertib.

Pemilu tahun 2004 adalah pemilu pertama yang memungkinkan rakyat untuk
memilih presiden secara langsung. Pemilu ini dilaksanakan minimal dua tahap
dan maksimal tiga tahap.

1. Tahap pertama adalah pemilu legislatif untuk memilih partai politik dan
anggotanya yang dicalonkan menjadi anggota DPR, DPRD, dan DPD.
2. Tahap kedua adalah pemilu presiden putaran pertama. Pada tahap ini,
pasangan presiden dan wakil presiden dirilis secara langsung oleh rakyat.
3. Tahapan ketiga adalah pemilu presiden tahap kedua. Pemilu presiden
putaran kedua adalah tahap terakhir yang hanya dilaksanakan apabila pada
tahap kedua belum ada pasangan calon presiden yang mendapatkan 50%
suara pada pemilihan presiden putaran pertama.

Cara pelaksanaan pemilu tahun 2004 ini masih digunakan pada pemilu tahun
2009 dan tahun 2014.

Anda mungkin juga menyukai