Reformasi
Otonomi Daerah
Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan (Tim
Kemdikbud, 2017, hlm. 274).
Penerapan otonomi daerah ini juga diiringi dengan perubahan sistem pemilu.
Pemilu langsung diselenggarakan untuk mengangkat kepala daerah mulai dari
gubernur hingga bupati dan walikota.
Pada masa reformasi Dwi Fungsi ABRI dihapuskan secara bertahap sehingga
ABRI berkonsentrasi pada fungsi pertahanan dan keamanan. Kedudukan ABRI
dalam MPR jumlahnya sudah dikurangi dari 75 orang menjadi 38 orang.
Mulai tanggal 5 Mei 1999 uga Polri memisahkan diri dari ABRI menjadi
Kepolisian Negara Republik Indonesia. Selanjutnya ABRI berubah menjadi
Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Berbeda dengan pemilu-pemilu pada masa Orde Baru yang hanya diikuti oleh
tiga partai politik, pemilu pada masa reformasi diikuti oleh banyak partai
politik. Meskipun diikuti oleh banyak partai politik, pemilu pada masa
reformasi berlangsung aman dan tertib.
Pemilu tahun 2004 adalah pemilu pertama yang memungkinkan rakyat untuk
memilih presiden secara langsung. Pemilu ini dilaksanakan minimal dua tahap
dan maksimal tiga tahap.
1. Tahap pertama adalah pemilu legislatif untuk memilih partai politik dan
anggotanya yang dicalonkan menjadi anggota DPR, DPRD, dan DPD.
2. Tahap kedua adalah pemilu presiden putaran pertama. Pada tahap ini,
pasangan presiden dan wakil presiden dirilis secara langsung oleh rakyat.
3. Tahapan ketiga adalah pemilu presiden tahap kedua. Pemilu presiden
putaran kedua adalah tahap terakhir yang hanya dilaksanakan apabila pada
tahap kedua belum ada pasangan calon presiden yang mendapatkan 50%
suara pada pemilihan presiden putaran pertama.
Cara pelaksanaan pemilu tahun 2004 ini masih digunakan pada pemilu tahun
2009 dan tahun 2014.