Anda di halaman 1dari 4

1.

Faktor social yang mendorong lahirnya masa reformasi


Gerakan reformasi terjadi atas tuntutan rakyat kepada pemerintah. Secara umum latar belakang
munculnya reformasi karena penyelewengan dan perlakuan tidak adil pada era Orde Baru. Ketidakadilan
tersebut terjadi di berbagai bidang, yaitu politik, hukum, dan ekonomi. Di mana semua bidang terjadi
korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Sehingga pemerintah masa Orde Baru dinilai tidak sesuai dengan
Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Kekecewaan tersebut kemudian mendorong gerakan
reformasi. Beberapa faktor yang menjadi penyebab munculnya gerakan reformasi antara lain:

 Banyak terjadinya kasus pelanggaran HAM misalnya pada tragedi Trisakti, yang banyak memakan
korban mahasiswa yang menuntut reformasi dan turunya Presiden Soeharto.
 Krisis ekonomi di Indonesia terjadi pada 1997 yang cukup besar dan dipicu dari krisis keuangan.
 Pembangunan selalu difokuskan di Pulau Jawa sehingga daerah lain kurang diperhatikan.
 Pemilu dilakukan untuk menyalurkan aspirasi rakyat dan untuk menegakkan demokrasi. Di Era Orde
Baru telah terjadi enam kali pemilihan umum, yaitu tahun 1971, 1977, 1982, 1992, dan 1997. Di
mana setiap pelakaanaan Pemilu, partai Golongan Karya selalu mendominasi pemenangan.

2.Adapun beberapa dampak yang terjadi di era Reformasi,

Dampak sosial.

Dampak positifnya antara lain adalah meningkatnya kebebasan pers dan hak asasi manusia, serta
terjadinya peningkatan kualitas pendidikan dan kesehatan.
dampak negatifnya antara lain adalah terjadinya kerusuhan dan konflik sosial yang berkepanjangan

dampak politik
Dampak postif Reformasi 1998 di bidang politik, yakni:

 Mengganti 5 paket undang-undang, 3 di antaranya diubah agar lebih demokratis, yaitu UU Otonomi
Daerah, UU Pers, dan UU Independensi Bank Indonesia
 Rakyat bebas dalam menyalurkan aspirasi
 Melakukan pencabutan terhadap pembredelan pers
 Jejak pendapat wilayah Timor-Timur
 Memberikan abolisi (hak kepala negara untuk menghapuskan hak tuntutan pidana) kepada 18
tahanan dan narapidana politik
 Pengurangan jumlah anggota ABRI di MPR, dari 75 orang menjadi 38 orang
 Polri memisahkan diri dari ABRI menjadi kepolisian RI.
 Rakyat bebas menyaurkan aspirasi
 Melakukan pencabutan terhadap pembredelan pers
 Pengurangan jumlah anggota ABRI di MPR dari 75 orang menjadi 38 orang
 Derajat Indonesia di mata dunia semakin terangkat
 Indonesia lebih terbuka dengan dunia internasional
dampak negative Reformasi 1998 di bidang politik, yakni:
 Iklim politik semerawut karena banyak yang menyalah artikan makna dari demokrasi
 Banyak demonstrasi yang harusnya sebagai sarana penyampaian aspirasi, justru mengganggu
kenyamanan masyarakat
 Meningkatnya kerusuhan dalam masyarakat
Dampak ekonomi

 Nilai tukar rupiah berhasil dipotong terhadap dolar, berkisar Rp 10.000 – 15.000
 Mulai diterapkan independensi Bank Indonesia agar lebih fokus mengurus perekonomian Indonesia
 Merestrukturasi dan rekapitulasi perbankan melalui pembentukan Badan Penyehatan Perbankan
Nasional (BPPN) dan unit Pengelola Aset Negara
 Melikuidasi beberapa bank yang bermasalah
 Menaikkan nilai tukar rupiah terhadap dolar hingga di bawah Rp 10.000
 Membentuk lembaga pemantau dan penyelesaian masalah utang luar negeri
 Mengimplementasikan reformasi ekonomi yang disyaratkan International Monetary Fund (IMF)
 Mengesahkan UU No. 5 Tahun 1999 tentang larangan praktik monopoli dan persaingan yang tidak
sehat
 Kondisi perekonomian di Indonesia sudah jauh lebih baik,meski belum stabil. Seperti laju
pertumbuhan PDB (nilai pasar semua barang dan jasa yang diproduksi negara) mulai positif dan laju
pertumbuhan ekonomi hamper mencapai 5 persen.
 Membentuk Dewan Ekonomi Nasional untuk mengatasi krismon
 Kurs rupiah mulai stabil
 Pengajuan untuk menunda pembayaran hutang senilai 5.800.000.000 dolar Amerika
 Melakukan pembayaran hutang luar negeri senilai Rp 116.300.000.000.000
 Melakukan Privatisasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
 Angka pertumbuhan ekonomi rata-rata 5 persen per tahun
 Pengurangan subsidi BBM
 Pemberian Bantuan Langsung Tunai (BLT)
 Mengurangi hutang luar negeri dan melunasi hutang IMF senilai 3.100.000.000 dolar Amerika

3.Pada tahun 1985, Presiden Soeharto mengelurkan 5 paket undang undang yaitu:

UU No. 1 Tahun 1985 tentang Pemilu


UU No. 2 Tahun 1985 tentang Susunan dan Kedudukan Anggota MPR, DPR dan DPRD
UU No. 3 Tahun 1985 tentang Partai Politik dan Golongan Karya
UU No. 5 Tahun 1985 tentang Referendum
UU No. 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan
Menjadi
UU No. 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik,
UU No. 3 Tahun 1999 Tentang Pemilihan Umum, dan
UU No. 4 Tahun 1999 tentang Susunan dan Kedudukan DPR/MPR.

4.Undang-Undang Dasar 1945 berdasarkan Pasal II Aturan Tambahan terdiri atas Pembukaan dan pasal-
pasal. Tentang sistem pemerintahan negara republik Indonesia dapat dilihat di dalam pasal-pasal sebagai
berikut:

1) Negara Indonesia adalah negara Hukum.


Tercantum di dalam Pasal 1 ayat (3). Negara hukum yang dimaksud adalah negara yang menempatkan
kekuasaan kehakiman sebagai kekuasaan yang merdeka, menghormati hak asasi mansuia dan prinsip due
process of law. Pelaksanaan kekuasaan kehakiman yang merdeka diatur dalam bab IX yang berjumlah 5
pasal dan 16 ayat. (Bandingkan dengan UUD 1945 sebelum perubahan yang hanya 2 pasal dengan 2 ayat).
Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna
menegakkan hukum dan keadilan (Pasal 24 ayat 1 UUD 1945). Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah
Mahkamah Agung dan badan peradilan yang ada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum,
peradilan agama, peradilan militer dan peradilan tata usaha negara dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
Sedangkan badan-badan lainnya yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam
undang- undang.

2) Sistem Konstitusional
Sistem Konstitusional pada era reformasi (sesudah amandemen UUD 1945) berdasarkan Check and
Balances. Perubahan UUD 1945 mengenai penyelenggaraan kekuasaan negara dilakukan untuk
mempertegas kekuasaan dan wewenang masing-masing lembaga-lembaga negara, mempertegas batas-
batas kekuasaan setiap lembaga negara dan menempatkannya berdasarkan fungsi-fungsi penyelenggaraan
negara bagi setiap lembaga negara. Sistem yang hendak dibangun adalah sistem “check and balances”,
yaitu pembatasan kekuasaan setiap lembaga negara oleh undang-undang dasar, tidak ada yang tertinggi
dan tidak ada yang rendah, semuanya sama diatur berdasarkan fungsi- fungsi masing-masing. Atas dasar
semangat itulah perubahan pasal 1 ayat 2, UUD 1945 dilakukan, yaitu perubahan dari “Kedaulatan di
tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR”, menjadi “Kedaulatan di tangan rakyat dan
dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”. Ini berarti bahwa kedaulatan rakyat yang dianut adalah
kedaulatan berdasar undang-undang dasar yang dilaksanakan berdasarkan undang-undang dasar oleh
lembaga-lembaga negara yang diatur dan ditentukan kekuasaan dan wewenangnya dalam undang-undang
dasar. Oleh karena itu kedaulatan rakyat, dilaksanakan oleh MPR, DPR, DPD, Presiden, Mahkamah Agung,
Mahkamah Konstitusi, Komisi Yudisial, BPK dan lain-lain sesuai tugas dan wewenangnya yang diatur oleh
UUD. Bahkan rakyat secara langsung dapat melaksanakan kedaulatannya untuk menentukan Presiden dan
Wakil Presidennya melalui pemilihan umum.

Pada era reformasi diadakan tata urutan terhadap peraturan perundang-undangan sebanyak dua kali, yaitu
Menurut TAP MPR III Tahun 2000: 1) UUD 1945; 2) TAP MPR; 3) UU; 4) PERPU; 5) PP; 6) Keputusan
Presiden; dan 7) Peraturan Daerah.
Sedangkan Menurut UU No. 10 Tahun 2004: 1) UUD 1945; 2) UU/PERPU; 3) Peraturan Pemerintah; 4)
Peraturan Presiden; dan 5) Peraturan Daerah

3) Sistem Pemerintahan
Sistem ini tetap dalam frame sistem pemerintahan presidensial, bahkan mempertegas sistem presidensial
itu, yaitu Presiden tidak bertanggung jawab kepada parlemen, akan tetap bertanggung kepada rakyat dan
senantiasa dalam pengawasan DPR. Presiden hanya dapat diberhentikan dalam masa jabatannya karena
melakukan perbuatan melanggar hukum yang jenisnya telah ditentukan dalam Undang-Undang Dasar atau
tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden. DPR dapat mengusulkan untuk memberhentikan Presiden
dalam masa jabatannya manakala ditemukan pelanggaran hukum yang dilakukan Presiden sebagaimana
yang ditentukan dalam Undang- Undang Dasar.

4) Kekuasaan negara tertinggi di tangan Majelis Permusyawaratan Rakyat.


Sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) bahwa MPR terdiri dari anggota DPR dan anggota Dewan Perwakilan Daerah
(DPD). MPR berdasarkan Pasal 3, mempunyai wewenang dan tugas sebagai berikut: 1) Mengubah dan
menetapkan Undang- Undang Dasar; 2) Melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden; 3) Dapat
memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut UUD; dan 4) Presiden
ialah penyelenggara pemerintah Negara yang tertinggi menurut UUD. Masih relevan dengan jiwa Pasal 3
ayat (2), Pasal 4 ayat
(1) dan ayat (2). Presiden adalah kepala negara dan sekaligus kepala pemerintahan. Pada awal reformasi
Presiden dan wakil presiden dipilih dan diangkat oleh MPR (Pada Pemerintahan BJ. Habibie, Abdurrahman
Wahid, dan Megawati Soekarnoputri untuk masa jabatan lima tahun. Tetapi, sesuai dengan amandemen
ketiga UUD 1945 (2001) presiden dan wakil presiden akan dipilih secara langsung oleh rakyat dalam satu
paket.

5) Presiden tidak bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat.


Dengan memperhatikan pasal-pasal tentang kekuasaan pemerintahan negara (Presiden) dari Pasal 4 s.d.
16, dan Dewan Perwakilan Rakyat (Pasal 19 s.d. 22B), maka ketentuan bahwa Presiden tidak bertanggung
jawab kepada DPR masih relevan. Sistem pemerintahan negara republik Indonesia masih tetap menerapkan
sistem presidensial.

6) Menteri negara ialah pembantu Presiden,


menteri negara tidak bertanggungjawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Presiden dibantu oleh menteri-
menteri negara. Menteri-menteri diangkat dan diberhentikan oleh presiden yang pembentukan,
pengubahan dan pembubarannya diatur dalam undang-undang (Pasal 17).

7) Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas.


Presiden sebagai kepala negara, kekuasaannya dibatasi oleh undang-undang. MPR berwenang
memberhentikan Presiden dalam masa jabatanya (Pasal 3 ayat 3). Demikian juga DPR, selain mempunyai
hak interpelasi, hak angket, dan menyatakan pendapat, juga hak mengajukan pertanyaan, menyampaikan
usul dan pendapat serta hak imunitas (Pasal 20 A ayat 2 dan 3).

8) Sistem Kepartaian
Sistem kepartaian di era Reformasi menggunakan sistem multipartai atau banyak partai.
Pada pemilu 1999 partai politik yang lolos verifikasi dan berhak mengikuti pemilu ada 48 partai. Jumlah ini
tentu sangat jauh berbeda dengan era Orde Baru. Pada tahun 2004 peserta pemilu berkurang dari 48
menjadi 24 parpol saja. Ini disebabkan telah diberlakukannya ambang batas (Electroral Threshold)
Pemerintahan Sejak 1999-2014.

Anda mungkin juga menyukai