Banyak terjadinya kasus pelanggaran HAM misalnya pada tragedi Trisakti, yang banyak memakan
korban mahasiswa yang menuntut reformasi dan turunya Presiden Soeharto.
Krisis ekonomi di Indonesia terjadi pada 1997 yang cukup besar dan dipicu dari krisis keuangan.
Pembangunan selalu difokuskan di Pulau Jawa sehingga daerah lain kurang diperhatikan.
Pemilu dilakukan untuk menyalurkan aspirasi rakyat dan untuk menegakkan demokrasi. Di Era Orde
Baru telah terjadi enam kali pemilihan umum, yaitu tahun 1971, 1977, 1982, 1992, dan 1997. Di
mana setiap pelakaanaan Pemilu, partai Golongan Karya selalu mendominasi pemenangan.
Dampak sosial.
Dampak positifnya antara lain adalah meningkatnya kebebasan pers dan hak asasi manusia, serta
terjadinya peningkatan kualitas pendidikan dan kesehatan.
dampak negatifnya antara lain adalah terjadinya kerusuhan dan konflik sosial yang berkepanjangan
dampak politik
Dampak postif Reformasi 1998 di bidang politik, yakni:
Mengganti 5 paket undang-undang, 3 di antaranya diubah agar lebih demokratis, yaitu UU Otonomi
Daerah, UU Pers, dan UU Independensi Bank Indonesia
Rakyat bebas dalam menyalurkan aspirasi
Melakukan pencabutan terhadap pembredelan pers
Jejak pendapat wilayah Timor-Timur
Memberikan abolisi (hak kepala negara untuk menghapuskan hak tuntutan pidana) kepada 18
tahanan dan narapidana politik
Pengurangan jumlah anggota ABRI di MPR, dari 75 orang menjadi 38 orang
Polri memisahkan diri dari ABRI menjadi kepolisian RI.
Rakyat bebas menyaurkan aspirasi
Melakukan pencabutan terhadap pembredelan pers
Pengurangan jumlah anggota ABRI di MPR dari 75 orang menjadi 38 orang
Derajat Indonesia di mata dunia semakin terangkat
Indonesia lebih terbuka dengan dunia internasional
dampak negative Reformasi 1998 di bidang politik, yakni:
Iklim politik semerawut karena banyak yang menyalah artikan makna dari demokrasi
Banyak demonstrasi yang harusnya sebagai sarana penyampaian aspirasi, justru mengganggu
kenyamanan masyarakat
Meningkatnya kerusuhan dalam masyarakat
Dampak ekonomi
Nilai tukar rupiah berhasil dipotong terhadap dolar, berkisar Rp 10.000 – 15.000
Mulai diterapkan independensi Bank Indonesia agar lebih fokus mengurus perekonomian Indonesia
Merestrukturasi dan rekapitulasi perbankan melalui pembentukan Badan Penyehatan Perbankan
Nasional (BPPN) dan unit Pengelola Aset Negara
Melikuidasi beberapa bank yang bermasalah
Menaikkan nilai tukar rupiah terhadap dolar hingga di bawah Rp 10.000
Membentuk lembaga pemantau dan penyelesaian masalah utang luar negeri
Mengimplementasikan reformasi ekonomi yang disyaratkan International Monetary Fund (IMF)
Mengesahkan UU No. 5 Tahun 1999 tentang larangan praktik monopoli dan persaingan yang tidak
sehat
Kondisi perekonomian di Indonesia sudah jauh lebih baik,meski belum stabil. Seperti laju
pertumbuhan PDB (nilai pasar semua barang dan jasa yang diproduksi negara) mulai positif dan laju
pertumbuhan ekonomi hamper mencapai 5 persen.
Membentuk Dewan Ekonomi Nasional untuk mengatasi krismon
Kurs rupiah mulai stabil
Pengajuan untuk menunda pembayaran hutang senilai 5.800.000.000 dolar Amerika
Melakukan pembayaran hutang luar negeri senilai Rp 116.300.000.000.000
Melakukan Privatisasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
Angka pertumbuhan ekonomi rata-rata 5 persen per tahun
Pengurangan subsidi BBM
Pemberian Bantuan Langsung Tunai (BLT)
Mengurangi hutang luar negeri dan melunasi hutang IMF senilai 3.100.000.000 dolar Amerika
3.Pada tahun 1985, Presiden Soeharto mengelurkan 5 paket undang undang yaitu:
4.Undang-Undang Dasar 1945 berdasarkan Pasal II Aturan Tambahan terdiri atas Pembukaan dan pasal-
pasal. Tentang sistem pemerintahan negara republik Indonesia dapat dilihat di dalam pasal-pasal sebagai
berikut:
2) Sistem Konstitusional
Sistem Konstitusional pada era reformasi (sesudah amandemen UUD 1945) berdasarkan Check and
Balances. Perubahan UUD 1945 mengenai penyelenggaraan kekuasaan negara dilakukan untuk
mempertegas kekuasaan dan wewenang masing-masing lembaga-lembaga negara, mempertegas batas-
batas kekuasaan setiap lembaga negara dan menempatkannya berdasarkan fungsi-fungsi penyelenggaraan
negara bagi setiap lembaga negara. Sistem yang hendak dibangun adalah sistem “check and balances”,
yaitu pembatasan kekuasaan setiap lembaga negara oleh undang-undang dasar, tidak ada yang tertinggi
dan tidak ada yang rendah, semuanya sama diatur berdasarkan fungsi- fungsi masing-masing. Atas dasar
semangat itulah perubahan pasal 1 ayat 2, UUD 1945 dilakukan, yaitu perubahan dari “Kedaulatan di
tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR”, menjadi “Kedaulatan di tangan rakyat dan
dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”. Ini berarti bahwa kedaulatan rakyat yang dianut adalah
kedaulatan berdasar undang-undang dasar yang dilaksanakan berdasarkan undang-undang dasar oleh
lembaga-lembaga negara yang diatur dan ditentukan kekuasaan dan wewenangnya dalam undang-undang
dasar. Oleh karena itu kedaulatan rakyat, dilaksanakan oleh MPR, DPR, DPD, Presiden, Mahkamah Agung,
Mahkamah Konstitusi, Komisi Yudisial, BPK dan lain-lain sesuai tugas dan wewenangnya yang diatur oleh
UUD. Bahkan rakyat secara langsung dapat melaksanakan kedaulatannya untuk menentukan Presiden dan
Wakil Presidennya melalui pemilihan umum.
Pada era reformasi diadakan tata urutan terhadap peraturan perundang-undangan sebanyak dua kali, yaitu
Menurut TAP MPR III Tahun 2000: 1) UUD 1945; 2) TAP MPR; 3) UU; 4) PERPU; 5) PP; 6) Keputusan
Presiden; dan 7) Peraturan Daerah.
Sedangkan Menurut UU No. 10 Tahun 2004: 1) UUD 1945; 2) UU/PERPU; 3) Peraturan Pemerintah; 4)
Peraturan Presiden; dan 5) Peraturan Daerah
3) Sistem Pemerintahan
Sistem ini tetap dalam frame sistem pemerintahan presidensial, bahkan mempertegas sistem presidensial
itu, yaitu Presiden tidak bertanggung jawab kepada parlemen, akan tetap bertanggung kepada rakyat dan
senantiasa dalam pengawasan DPR. Presiden hanya dapat diberhentikan dalam masa jabatannya karena
melakukan perbuatan melanggar hukum yang jenisnya telah ditentukan dalam Undang-Undang Dasar atau
tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden. DPR dapat mengusulkan untuk memberhentikan Presiden
dalam masa jabatannya manakala ditemukan pelanggaran hukum yang dilakukan Presiden sebagaimana
yang ditentukan dalam Undang- Undang Dasar.
8) Sistem Kepartaian
Sistem kepartaian di era Reformasi menggunakan sistem multipartai atau banyak partai.
Pada pemilu 1999 partai politik yang lolos verifikasi dan berhak mengikuti pemilu ada 48 partai. Jumlah ini
tentu sangat jauh berbeda dengan era Orde Baru. Pada tahun 2004 peserta pemilu berkurang dari 48
menjadi 24 parpol saja. Ini disebabkan telah diberlakukannya ambang batas (Electroral Threshold)
Pemerintahan Sejak 1999-2014.