Anda di halaman 1dari 22

UPAYA HUKUM

-HUKUM ACARA
PERDATA-

OLEH :
1.SANDY GUSTIAWAN R 110110170155
2.GIO SAPUTRA 110110170156
3.WIDYA LESTARI 110110170157
4.ULFAH NURFAUZIAH 110110170158
5.AGUNG KURNIAWAN 110110170159
6.NIKI ANANE SETYADANI 110110170160
A. Pengertian Upaya Hukum, Perlawanan, dan
Pembatalan Putusan Pengadilan
 Upaya Hukum
Upaya hukum adalah upaya yang diberikan oleh undang-undang kepada
seseorang atau adan hukum untuk dalam hal tertentu melawan putusan hakim
atau upaya atau alat untuk mencegah atau memperbaiki kekeliruan serta
kesalahan dari suatu putusan.
 Perlawanan / Verzet
Istilah yang biasa digunakan untuk perlawanan adalah Verzet. Perlawanan
merupakan upaya hukum terhadap putusan. Verzet tergolong upaya hukum
biasa yang sifatnya menghentikan pelaksanaan putusan untuk sementara. Lebih
khusus lagi, istilah verzet dalam Hukum Acara Perdata merupakan suatu upaya
hukum terhadap putusan verstek (putusan yang dijatuhkan diluar hadirnya
Tergugat)
 Pembatalan Putusan Pengadilan
Dikenal juga sebagai kasasi yang merupakan pembatalan putusan atas penetapan
pengadilan dari semua lingkungan peradilan dalam tingkat peradilan akhir.
Pembatalan putusan dilakukan oleh Mahkamah Agung demi kepentingan
persatuan peradilan.
B. Macam – Macam Upaya Hukum
1. Upaya Hukum Biasa
Upaya hukum biasa adalah upaya hukum yang dipergunakan
bagi putusan yang belum memiliki hukum tetap. Upaya
hukum biasa yaitu verzet, banding dan kasasi.
(Pasal180 ayat(1)HIR/Pasal191 ayat(1)RBG)

2. Upaya Hukum Luar Biasa


Dilakukan terhadap putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap dan pada asasnya upaya hukum ini tidak menangguhkan eksekusi.
Mencakup:
a. Peninjauan kembali (request civil)
b. Perlawanan pihak ketiga (denderverzet) terhadap sita eksekutorial
1. UPAYA HUKUM BIASA

A. Verzet
Verzet merupakan salah satu upaya hukum biasa
yang dapat diminta oleh salah satu atau kedua
belah pihak yang berperkara terhadap suatu
putusan Pengadilan Negeri. Putusan verstek adalah
putusan yang dijatuhkan apabila tergugat tidak
hadir atau tidak juga mewakilkan kepada kuasanya
untuk menghadap meskipun ia sudah dipanggil
dengan patut. Apabila tergugat tidak mengajukan
upaya hukum verzet (perlawanan) terhadap
putusan verstek itu, maka putusan tersebut
dianggap sebagai putusan yang berkekuatan
hukum tetap
 Prosedur Mengajukan Verzet
Menurut pasal 129 ayat (1) HIR adalah sebagai berikut.
1. Dalam waktu 14 hari setelah putusan verstek itu diberitahukan kepada tergugat
sendiri, jika putusan tidak diberitahukan kepada tergugat sendiri maka :
2. Perlawanan boleh diterima sehingga pada hari kedelapan setelah teguran
(aanmaning) yang tersebut dalam pasal 196 HIR atau;
3. Dalam delapan (8) hari setelah permulaan eksekusi (pasal 197 HIR).

 Tenggang Waktu Untuk Mengajukan Verzet/Perlawanan :


a) Dalam waktu 14 hari setelah putusan diberitahukan (Pasal 129 (2) HIR).
b) Sampai hari ke 8 setelah teguran seperti dimaksud Pasal 196 HIR; apabila yang
ditegur itu datang menghadap.
c) Kalau tidak datang waktu ditegur sampai hari ke 8 setelah eksekutarial (pasal 129
HIR).
 Perlawanan Terhadap Verstek, Bukan Perkara Baru
Perlawanan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisah dengan gugatan semula.
Oleh karena itu, perlawanan bukan gugatan atau perkara baru, tetapi tiada lain
merupakan bantahan yang ditujukan kepada ketidakbenaran dalil gugatan, dengan
alasan putusan verstek yang dijatuhkan, keliru dan tidak benar. Putusan MA No.
494K/Pdt/1983 mengatakan dalam proses verzet atas verstek, pelawan tetap
berkedudukan sebagai tergugat dan terlawan sebagai Penggugat

 Pemeriksaan Perlawanan (Verzet)


1. Pemeriksaan Berdasarkan Gugatan Semula
Dalam Putusan MA No. 938K/Pdt/1986, terdapat pertimbangan sebagai berikut :
- Substansi verzet terhadap putusan verstek, harus ditujukan kepada isi
pertimbangan putusan dan dalil gugatan terlawan/penggugat asal.
- Verzet yang hanya mempermasalahkan alasan ketidakhadiran pelawan/tergugat
asal menghadiri persidangan, tidak relevan, karena forum untuk memperdebatkan
masalah itu sudah dilampaui.
- Putusan verzet yang hanya mempertimbangkan masalah sah atau tidak
ketidakhadiran tergugat memenuhi panggilan sidang adalah keliru. Sekiranya
pelawan hanya mengajukan alasan verzet tentang masalah keabsahan atas
ketidakhadiran tergugat memenuhi panggilan, Pengadilan yang memeriksa verzet
harus memeriksa kembali gugatan semula, karena dengan adanya verzet, putusan
verstek mentah kembali, dan perkara harus diperiksa sejak semula.

2. Surat Perlawanan Sebagai Jawaban Tergugat Terhadap Dalil Gugatan


Berdasarkan Pasal 129 ayat (3) HIR, perlawanan diajukan dan diperiksa dengan
acara biasa yang berlaku untuk acara perdata. Dengan begitu, kedudukan pelawan
sama dengan tergugat. Berarti surat perlawanan yang diajukan dan disampaikan
kepada PA, pada hakikatnya sama dengan surat jawaban yang digariskan Pasal 121
ayat (2) HIR. Kualitas surat perlawanan sebagai jawaban dalam proses verzet
dianggap sebagai jawaban pada sidang pertama.
B. Banding
Banding atau appeal merupakan salah satu upaya hukum biasa yang dapat
diminta oleh salah satu atau kedua belah pihak yang berperkara terhadap
suatu putusan Pengadilan Negeri. Para pihak mengajukan banding bila
merasa tidak puas dengan isi putusan Pengadilan Negeri kepada Pengadilan
Tinggi melalui Pengadilan Negeri dimana putusan tersebut dijatuhkan.

 Dasar Hukum Banding


Dasar Hukum Banding diatur dalam :
a. pasal 188 s.d. 194 HIR (untuk daerah Jawa dan Madura)
b. pasal 199 s.d. 205 RBg (untuk daerah di luar Jawa dan Madura).
Kemudian berdasarkan pasal 3 Jo pasal 5 UU No. 1/1951 (Undang-
undang Darurat No. 1/1951), pasal188 s.d. 194 HIR dinyatakan tidak
berlaku lagi dan diganti dengan UU Bo. 20/1947 tentang Peraturan
Peradilan Ulangan di Jawa dan Madura.
 Tenggang Waktu Mengajukan Banding
Tenggang waktu pernyataan mengajukan banding adalah 14
hari sejak putusan dibacakan bila para pihak hadir atau 14 hari
pemberitahuan putusan apabila salah satu pihak tidak hadir.
Ketentuan ini diatur dalam pasal 7 ayat (1) dan (2) UU No. 20/1947
jo pasal 46 UU No. 14/1985. Dalam praktek dasar hukum yang biasa
digunakan adalah pasal 46 UU No. 14 tahun 1985.
Apabila jangka waktu pernyatan permohonan banding telah
lewat maka terhadap permohonan banding yang diajukan akan
ditolak oleh Pengadilan Tinggi karena terhadap putusan
Pengadilan Negeri yang bersangkutan dianggap telah
mempunyai kekuatan hukum tetap dan dapat dieksekusi.
 Prosedur Mengajukan Permohonan Banding
 Dinyatakan dihadapan Panitera Pengadilan Negeri dimana putusan tersebut
dijatuhkan, dengan terlebih dahulu membayar lunas biaya permohonan banding.
 Permohonan banding dapat diajukan tertulis atau lisan (pasal 7 UU No. 20/1947)
oleh yang berkepentingan maupun kuasanya.
 Panitera Pengadilan Negeri akan membuat akte banding yang memuat hari dan
tanggal diterimanya permohonan banding dan ditandatangani oleh panitera dan
pembanding
 Permohonan banding tersebut oleh panitera diberitahukan kepada pihak lawan
paling lambat 14 hari setelah permohonan banding diterima
 Para pihak diberi kesempatan untuk melihat surat serta berkas perkara di
Pengadilan Negeri dalam waktu 14 hari.
 Walau tidak harus tetapi pemohon banding berhak mengajukan memori banding
sedangkan pihak Terbanding berhak mengajukan kontra memori banding
 Pencabutan permohonan banding tidak diatur dalam undang-undang sepanjang
belum diputuskan oleh Pengadilan Tinggi pencabutan permohonan banding
masih diperbolehkan.
C. Kasasi
Kasasi merupakan upaya hukum biasa yang dapat diminta oleh salah satu atau
kedua belah pihak yang berperkara terhadap suatu putusan Pengadilan Tinggi
dimana para pihak dapat mengajukan kasasi bila merasa tidak puas dengan isi
putusan Pengadilan Tinggi kepada Mahkamah Agung.

 Alasan Pengajuan Kasasi menurut Pasal 30 UU No. 14/1985


 Tidak berwenang atau melampaui batas wewenang.
 Salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku.
 Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang –
undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang
bersangkutan
 Tenggang Waktu Mengajukan Kasasi
Permohonan kasasi harus sedah disampaikan dalam jangka waktu 14 hari setelah
putusan atau penetepan pengadilan yang dimaksud diberitahukan kepada Pemohon
(pasal 46 ayat (1) UU No. 14/1985), bila tidak terpenuhi maka permohonan kasasi
tidak dapat diterima.
 Prosedur Mengajukan Kasasi
 Permohonan kasasi disampaikan oleh pihak yang berhak baik secara tertulis atau lisan
kepada Panitera Pengadilan Negeri yang memutus perkara tersebut dengan melunasi
biaya kasasi.
 Pengadilan Negeri akan mencatat permohonan kasasi dalam buku daftar, dan hari itu juga
membuat akta permohonan kasasi yang dilampurkan pada berkas (pasal 46 ayat (3) UU
No. 14/1985)
 Paling lambat 7 hari setelah permohonan kasasi didaftarkan panitera Pengadilan Negeri
memberitahukan secara tertulis kepada pihak lawan (pasal 46 ayat (4) UU No. 14/1985)
 Dalam tenggang waktu 14 hari setelah permohonan kasasi dicatat dalam buku daftar
pemohon kasasi wajib membuat memori kasasi yang berisi alasan-alasan permohonan
kasasi (pasal 47 ayat (1) UU No. 14/1985)
 Panitera Pengadilan Negeri menyampaikan salinan memori kasasi pada lawan paling
lambat 30 hari (pasal 47 ayat (2) UU No. 14/1985).
 Pihak lawan berhak mengajukan kontra memori kasasi dalam tenggang waktu 14 hari
sejak tanggal diterimanya salinan memori kasai (pasal 47 ayat (3) UU No. 14/1985)
 Setelah menerima memori dan kontra memori kasasi dalam jangka waktu 30 hari
Panitera Pengadilan Negeri harus mengirimkan semua berkas kepada Mahkamah Agung
(pasal 48 ayat (1) UU No. 14/1985)
2. UPAYA HUKUM LUAR
BIASA
A. Peninjauan Kembali
Dalam Pasal 67 UUMA diketahui bahwa terhadap
putusan yang telah mempunyai hukum tetap dapat
diajukan peninjauan kembali atau disebut dengan
requestcivil. Dalam pasal 24 ayat (1) UU No.48/2009
yang ditentukan bahwa terhadap putusan Mahkamah
Agung yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap
dapat diajukan peninjauan kembali.
Lilik Mulyadi menegaskan bahwa upaya hukum
peninjauan kembali merupakan suatu upaya terhadap
putusan pengadilan negeri, pengadilan tinggi, dan
putusan Mahkamah Agung yang telah mempunyai
kekuatan tetap mentah kembali.
Dua hal penting yang harus digarisbawahi dalam peninjauan kembali adalah
:
 Bahwa putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap masih mungkin
dibatalkan oleh Mahkamah Agung dengan mendasarkan bukti-bukti yang
diajukan pada pengadilan tingkat pertama.
 Bahwa pihak yang mengajukan peninjauan kembali dapat mengajukan bukti
untuk mendukung permohonannya.

 Pihak yang mengajukan, Jangka Waktu Pernyataan


Berdasarkan Pasal 68 UUMA, permohonan peninjauan kembali diajukan oleh
subjek hukum berupa pihak yang berperkara sendiri (Penggugat) atau ahli warisnya
atau dengan wakil atau kuasa hukum yang diajukan paling lambat 180 hari dari
diketahuinya alasan-alasan peninjauan kembali. Tetapi dalam UUMA tidak
ditegaskan apakah pihak penggugat atau pihak tergugat. Hal ini harus dilihat dari
siapa yang dihukum atau diwajibkan untuk memenuhi kewajiban bila gugatan
dikabulkan.
Dalam Pasal 66 ayat (2) UUMA ditentukan bahwa permohonan peninjauan
kembali tidak menghentikan pelaksanaan putusan pengadilan.
 Alasan Peninjauan Kembali
 Berdasarkan pasal 67 UUMA, alasan peninjauan kembali adalah :
 apabila dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari yang dituntut;
 apabila mengenai sesuatu bagian belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab –
sebabnya;
 apabila dalam suatu putusan terdapat kekeliruan atau kekhilapan yang nyata;
 apabila putusan didasarkan pada kebohongan atau tipu muslihat pihak lawan
yang diketahui setelah perkaranya diputus atau bukti – buktiyang kemudian
hakm pidana menyatakan palsu;
 apabila setelah perkara diputus ditemukan bukti – bukti yang bersifat
menentukan, yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat ditemukan;
 apabila antara pihak-pihak yang sama , mengenai sesuatu yang sama, atas dasar
yang sama atas pengadilan yang sama diberikan putusan yang bertentangan satu
sama lain.
Bila dicermati, dapat dibagi menjadi dua kelompok :
Alasan-alasan yang menyangkut putusan pengadilan yang didasarkan pada
bukti – bukti dalam pemeriksaan perkara yang diajukan pada tingkat pertama
dan yang tidak didasarkan pada bukti – bukti dalam pemeriksaan perkara
 Waktu Pengajuan Bukti Peninjauan Kembali
 Waktu pengajuan bukti dilakukan dalam tenggang waktu 180 hari berdasarkan
pada ditemukannya bukti-bukti, yaitu :
 180 hari sejak diketahui kebohongan atau tipu muslihat atau sejak keputusan
hakim pidana memperoleh kekuatan hukum tetap dan telah diberitahukan kepada
yang berperkara;
 180 hari sejak ditemukan bukti-bukti, yang hari dan tanggalnya ditemukan harus
dinyatakan di bawah sumpah dan disahkan oleh pejabat yang berwenang;
 berkaitan dengan apabila dikabulkan suatu hal yang dituntut, apabila mengenai
sesuatu bagian belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya, apabila
dalam suatu putusan terdapat kekhilafan atau kekeliruan sejak 180 hari putusan
memperoleh kekuatan hukum tetap dan telah diberitahukan kepada yang
berperkara;
 berkaitan dengan apabila atara pihak-pihak yang sama, mengenai suatu yang
sama, atas dasar yang sama, atas pengadilan yang sama diberikan putusan yang
bertentangan satu sama lain, 180 hari sejak putusan terakhir telah mempunyai
kekuatan hukum tetap dan telah diberitahukan kepada yang berperkara
 Alasan dalam Memori Peninjauan Kembali untuk Pembatalan
Putusan Tingkat Kasasi
Memori peninjauan kembali dimaksudkan untuk pembatalan putusan tingkat
kasasi. pada tingkat kasasi, bila alasan kasasi tidak dibenarkan, artinya hakim
kasasi menolak permohonan kasasi. Sebaliknya, bila hakim kasasi membenarkan
alasan kasasi pemohon kasasi, artinya hakim kasasi mengabulkan permohonan
kasasi karena itu membatalkan putusan judexpacti dan dilanjutkan dengan
mengadili sendiri.
 Bila permohonan pemohon kasasi ditolak hakim kasasi, dimana putusan yang
ditolak adalah putusan pengadilan tinggi yang menguatkan putusan pengadilan
negeri, itu berarti alasan peninjauan kembali ditujukan kepada pertimbangan
hukum pengadilan negeri.
 Bila permohonan dikabulkan hakim kasasi, dimana putusan yang dikabulkan itu
ialah putusan pengadilan tinggi yang menguatkan putusan pengadilan negeri,
berarti alasan peninjauan kembali untuk pembatalan putusan kasasi ditujukan
kepada pertimbangan hukum hakim kasasi yang membatalkan putusan pengadilan
negeri.
 Penyampaian Kontra Memori Peninjauan Kembali
 Pasal 72 UUMA terdapat 3 hal yang berkaitan dengan pembuatan kontra
memori peninjauan kembali, yaitu:
 Pengadilan berkewajiban untuk menyerahkan atau mengirimkan memori
peninjauan kembali dalam waktu 14 hari penerimaan memori tersebut
kepada lawannya atau termohon peninjauan kembali;
 Dalam hal alasan peninjauan kembali yang berkaitan dengan putusan
didasarkan kebohongan, atau tipu muslihat pihak lawan yang diketahu
setelah perkara diputus, diperintahkan kepada pihak pengadilan untuk
menyampaikan memori peninjauan kembali kepada termohon peninjauan
kembali. Maksud penyampaian agar termohon peninjauan kembali
menjawab memori peninjauan kembali;
 Bila pemohon peninjauan kembali membuat hal di luar hal tersebut,
pengiriman memori peninjauan kembali tersebut hanyalah pemberitahuan
saja. Artinya, termohon peninjauan kembali tidak ada kewajiban untuk
menyampaikan kontra peninjauan kembali.
Dalam praktik, pengadilan akan mengirimkan memori permohonan peninjauan
kembali kepada kepaniteraan pengadilan negeri paling lama 30 hari diserahkan
pengadilan kepadanya. Atas penerimaan kontra memori kasasi, pengadilan
memebuat tanda penerimaan.
 Putusan Peninjauan Kembali
UUMA tidak membagi jenis putusan peninjauan kembali, tetapi dari Pasal 74
UUMA dapat diketahui bahwa Mahkamah Agung dapat mengabulkan atau menolak
permohonan peninjauan kembali. Yahya Harahap menyatakan bahwa putusan
peninjauan kembali dibagi menjadi mengabulkan dan menolak permohonan
peninjaun kembali.
V. Harlen Sinaga mengaitkan dengan UUMA bahwa putusan Hakim Agung dapat
berupa:
 menyatakan permohonan peninjauan kembali tidak dapat diterima : tidak
memenuhi persyaratan formalitas, antara lain mengenai subyek.
 Menolak permohonan peninjauan kembali : Apabila Mahkamah Agung
memandang bahwa alasan – alasan peninjauan kembali tidak dapat dijadikan
alasan yang cukup tidak diterima untuk dapat membatalkan putusan hakim
tingkat kasasi.
 Mengabulkan permohonan peninjauan kembali.
2. Perlawanan Pihak Ketiga pada Putusan Eksekutorial (Derden Verzet)

Terjadi apabila dalam suatu putusan pengadilan merugikan kepentingan


dari pihak ketiga, maka pihak ketiga tersebut dapat mengajukan perlawanan
terhadap putusan tersebut.
Derden verzet diatur pada pasal 195 ayat (6) HIR dan 378-384 Rv. Di
dalam pasal itu dapat dilihat bahwa perlawana yang termasuk upaya derden
vezet adalah perlawanan terhadap Sita Eksektorial, sementara sita jaminan
tidak tidak diatur dalam HIR maupun RBg ssesungguhnya yang demikian
dalam peraktik pengadilan sering dijumpai perlawanan sita jaminan dari
pihak ketiga, dan pengadilan tidak boleh menolak gugatan atau permohonan
yang diajukannya.
Dikatakan sebagai upaya hukum luar biasa karena pada dasarnya suatu
putusan hanya mengikat pihak yang berperkara saja (pihak penggugat dan
tergugat) dan tidak mengikat pihak ketiga (tapi dalam hal ini, hasil putusan
akan mengikat orang lain/pihak ketiga, oleh sebab itu dikatakan luar biasa).
Dender verzet diajukan ke Pengadilan Negeri yang memutus perkara tersebut
pada tingkat pertama
 Tatacara Derden Verzet
 Pihak ketiga merasa dirugikan atas pelaksanaan
sita, mengajukan permohonan ke Pengadilan
Agama yang mewilayahi objek sengketa.
 Membayar biaya perkara, walaupun demikian
derden \verzet tidak menangguhkan eksekusi
dan mempunyai hak banding dan kasasi seperti
perkara pada umumnya.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai