PENDAHULUAN
Jual beli adalah inti dari kegiatan perdagangan barang dan jasa, dari aktifitas
tersebut menimbulkan perikatan antara para pihak (antara pembeli dan penjual).
sewa beli, penjual menjual barangnya secara angsuran artinya setelah barang
diserahkan oleh penjual kepada pembeli, harga barang atau benda baru dibayar secara
angsuran tetapi selama angsuran terakhir belum dibayar lunas oleh pembeli maka
status pembeli hanya sebagai penyewa saja terhadap barang yang dikuasai dan akan
Unsur pokok dalam perjanjian jual beli adalah barang dan harga, dimana
antara penjual dan pembeli harus ada kata sepakat tentang harga dan benda yang
menjadi objek jual beli. Suatu perjanjian jual beli yang sah lahir apabila kedua belah
Pada dasarnya suatu perjanjian atau kontrak berawal dari suatu perbedaan atau
kontraktual tersebut pada umumnya diawali dengan proses negoisasi di antara para
1
Qirom Syamsudin meliala A.Pokok –Pokok Hukum Perjanjian Beserta Perkembangannya.
Cetakan I. Yogyakarta: Liberty. 1986. hal. 88
2
R.Subekti.Aneka Perjanjian. Bandung : Citra Aditya Bakti. 1995. hal. 2.
diakomodirdanselanjutnya dibingkai dengan perangkat hukum sehingga mengikat
Perumusan tentang objek dan nilai ekonomis perjanjian yang menjadi klausul
dan transaksi diantara para pihak; Penggunaan bentuk, wujud dan format tertentu
(sesuai keinginan para pihak).4 Setelah subjek hukum dalam perjanjian telah jelas,
perjanjian harus menguasai materi atas perjanjian yang akan dibuat oleh para pihak.
Dua hal paling penting dalam perjanjian adalah objek dan hakikat daripada perjanjian
Suatu kontrak atau perjanjian harus memenuhi syarat sahnya perjanjian, yaitu
kata sepakat, kecakapan, hal tertentu dan suatu sebab yang halal, sebagaimana
ditentukan dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Dengan dipenuhinya empat syarat sahnya
perjanjian tersebut, maka suatu perjanjian menjadi sah dan mengikat secara hukum
bagi para pihak yang membuatnya, tidak ada satupun syarat dalam Pasal 1320 KUH
pengertian sebab yang halal. Yang dimaksud dengan sebab yang halal adalah bahwa
kesusilaan dan ketertiban umum. Syarat pertama dan kedua merupakan syarat
3
Agus Yudha Hernoko. Hukum Perjanjian : Asas Proporsionalitas Dalam Kontrak Komesial.
Yogyakarta: Laks Bang Mediatama. 2008. hal. 1-2.
4
Ibid, hal. 120
5
I Ketut Artadi dan I Dewa Nyoman Rai Asmara Putra, Implementasi KetentuanKetentuan
Hukum Perjanjian Kedalam Perancangan Kontrak, Udayana University Press, Denpasar,2010. hal.49
6
Suharnoko, Hukum Perjanjian (Teori dan Analisa Kasus) Jakarta : Prenada Media2004. hal. 1.
subjektif karena berkaitan dengan subjek perjanjian dan syarat ketiga dan keempat
merupakan syarat objektif karena berkaitan dengan objek perjanjian. Apabila syarat
pertama dan syarat kedua tidak terpenuhi, maka perjanjian itu dapat diminta
pembatalannya.7
KUH Perdata tidak menjelaskan mengenai kata sepakat, tetapi di dalam Pasal
1321 ditentukan syarat bahwa tidak ada sepakat yang sah apabila sepakat itu diberikan
yaituobjektifdansubjektif9
mendalilkan sesuatu hak harus membuktikannya”. Oleh karena itu, Akta adalah suatu
pernyataan tertulis yang ditandatangani dan dibuat oleh seorang atau lebih pihak-
pihak dengan maksud dapat digunakan sebagai alat bukti dalam proses hukum, 10jika
peristiwa hukum yang terjadi seperti yang disebutkan diatas, maka harus dilakukan
konstruksi bukti hukum agar perbuatan hukum tanpa bukti hukum itu mendapat dasar
kuitansi, tanpa ada saksi, sedangkan perbuatan itu oleh para pihak sama-sama diakui
dilakukan.
tertulis, dengan kata lain, suatu Perjanjian yang dibuat secara lisan juga mengikat
secara hukum bagi para pihak yang membuatnya, pacta sun servanda (Pasal 1338
KUH Perdata). Suatu perjanjian, memuat hal-hal apa saja yang diperjanjikan, hal-hal
tersebut dinyatakan dalam akta autentik dan itu adalah benar seperti apa yang
beli tanah beserta bangunannya, dimana pihak penyewa rumah selaku pembeli
membeli tanah beserta bangunanya dari pihak pemberi sewa (penjual) dengan cara
mencicil dan dengan perjanjian lisan. Pihak penjual dalam hal ini menjual objek
tersebut kepada orang lain dengan dibuktikannya akta pengikatan jual beli, selaku
pihak yang berhak atas objek jual beli itu harus membuktikan perjanjiannyadi
Pengadilan.
Seperti yang terjadi dalam kasus putusan Mahkamah Agung Nomor 1660
pemiliktanahdanbangunan.
harga objek tanahdanbangunan sebesar Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta
11
I.G. Rai Widjaya. Merancang suatu kontrak. Jakarta: Kesaint Blanc.2002 hal 10.
rupiah) dan disetujui oleh penyewa. Pembayaran harga objek tanahdanbangunan
dilakukan dengan cara mengangsur dan mulai dibayarkan pada 4 April 2010 yang
bulan kurang lebih Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah), hal ini dikarenakan hampir
setiap bulan pemilikobjekselalu datang untuk mengambil uang angsuran dalam kurun
waktu yang tidak tertentu. Pemilikobjek bahkan menawarkan kepada penyewa untuk
menyerahkan izin pemakaian tanah pengelolaan tanah dan rumah, namun penyewa
kepada penyewa untuk pindah dan keluar dari objek tersebut.Pihakketigatidak pernah
Februari 2010 (untuk selanjutnya disebut Surat Jual Beli) yang dibuat oleh
Olimansedangmelakukantransaksijualbelidengancaramencicilsehinggaaktajualbeli
MahkamahAgungNomor : 1660k/Pdt/2014).”
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas dan untuk lebih memfokuskan diri
sebagai berikut :
Batalnya Akta Pengikatan Jual Beli Dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor:
1660k/Pdt/2014
D. Manfaat Penelitian
tanah.
b. perkembangan ilmu dan pengetahuan hukum, khususnya di bidang
2. Manfaat Praktis
perjanjian perikatan jual beli dan juga sebagai sumbangan pemikiran bagi
ini.
E. Keaslian Penelitian
penelitian yang sudah ada maupun yang sedang dilakukan di Program Studi Magister
pengusaha dan pekerja yang didasarkan pada perjanjian kerja secara lisan
2. Tesis yang berjudul : Kajian Yuridis Pembatalan Akta Pengikatan Jual Beli
(PJB) Tanah Yang Dibuat Dihadapan Notaris. Penelitian ini dilakukan oleh T.
a. Bagaimana kekuatan hukum akta pengikatan jual beli hak atas tanah yang
Kuasa Jual. Penelitian ini dilakukan oleh Herry Santoso ( NIM 017011025).
Adapunrumusanmasalahnyaadalah :
4. Tesis yang berjudul: kajian yuridis pembatalan akta pengikatan jual beli (pjb)
a. Bagaimanakah kekuatan hukum akta pengikatan jual beli hak atas tanah
1. Kerangka Teori
Padadasarnyateorihukumsangatlahdiperlukansebabmemegangperananpenting
yaituberfungsimemberikanarahanataupetunjuksertamenjelaskangejala yang
diamati.12Adapuntujuanadanyateorihukumadalahuntukmenganalisisdanmenerangkanp
munculdalampenelitianhukum.13
hukum berarti bahwa dengan adanya hukum setiap orang mengetahui yang mana dan
seberapa besar hak dan kewajibannya. Kepastian bukan hanya berupa pasal-pasal
antara putusan hakim yang satu dengan putusan hakim lainnya untuk kasus yang
Menurut Utrecht,
1) kepastian hukum mengandung dua pengertian, yaitu adanya aturan yang
bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa yang boleh
atau tidak boleh dilakukan.
2) berupa keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah
karena dengan adanya aturan yang bersifat umum itu individu dapat
mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh negara
terhadap individu.16
12
Lexy J. Moleong. MetodologiPenelitianKualitatif, RemajaRosdakarya,Bandung,2006 hal. 35.
13
Salim H.S, PerkembanganTeoriDalamIlmuHukum, RajawaliPers,Jakarta, 2004.hal. 54.
14
Peter Mahmud Marzuki.Pengantar lmu Hukum, Kencana Pranada Media Group,
Jakarta,2008.hal 158.
15
Ibid, h. 159
16
Riduan Syahrani, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, Penerbit Citra Aditya Bakti, Bandung,
1999.hal. 24
Menurut Sudikno Mertokusomo : “kepastian hukum adalah jaminan bahwa
hukum dijalankan, bahwa yang berhak menurut hukum dapat memperoleh haknya
dan putusan dapat dilaksanakan, walau kepastian hukum erat kaitannya dengan
keadilan namun hukum tidak identik dengan keadilan. Hukum bersifat umum,
mengikat setiap orang, sedangkan keadilan bersifat subyektif, individualistis dan
tidak menyama ratakan.”17
hukum itu harus adil dan mempunyai kegunaan bagi masyarakat adalah diluar
oleh Bernard Arief Sidharta, yaitu kepastian hukum dalam situasi tertentu
17
Soedikno Mertokusomo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta
2002 hal 160
18
Soerjono soekanto, Suatu Tinjauan Sosiologi Hukum Terhadap Masalah-Masalah Sosial,
Alumni, Bandung,1982, hal 21.
19
M.Solly Lubis, Serba-serbi Politik dan Hukum, PT.Sofmedia, Jakarta, 2011, hal 54,
4) Bahwa hakim-hakim (peradilan)yang mendiri dan tidak berpihak
menerapkan aturan-aturan hukumitu secara konsisten sewaktu mereka
menyelesaiakan sengketa hokum, dan
5) Bahwa keputusan peradilan secara konkrit dilaksanakan.
kepastian hukum dapat dicapai jika substansi hukumnya sesuai dengan kebutuhan
masyarakat, aturan hukum yang mampu menciptakan kepastian hukum adalah hukum
yang lahir dan mencerminkan budaya masyarakat. Kepastian hukum yang seperti
inilah yang disebut dengan kepastian hukum yang sebenarnya (realistic legal
adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa yang
boleh atau tidak boleh dilakukan; dan kedua berupa keamanan hukum bagi individu
dari kesewenangan pemerintah karena dengan adanya aturan hukum yang bersifat
20
Bernard Arief Sidharta, Refleksi Tentang Struktur Ilmu Hukum, Mandar Maju, Bandung, 2006
hal 85.
21
Peter Mahmud Marzuki, Penetian Hukum, Kencana, (Jakarta : Kencana , 2005), hal. 59-60
umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau
Kepastian hukum itu diwujudkan oleh hukum dengan sifatnya yang hanya
membuat suatu aturan hukum yang bersifat umum. Sifat umum dari aturan-aturan
hukum membuktikan bahwa hukum tidak bertujuan untuk mewujudkan keadilan atau
Tanpa kepastian hukum orang tidak tahu apa yang harus diperbuatnya dan
hukum, terlalu ketat mentaati peraturan hukum, akibatnya kaku dan akan
menimbulkan rasa tidak adil, apapun yang terjadi peraturannya adalah demikian dan
harus ditaati atau dilaksanakan. Undang-undang itu sering terasa kejam apabila
ketidakpastian hokum antara para pihak yang terlibat dalam perjanjian jual beli objek
oleh hukum. Kepastian hukum yang dikehandaki disini adalah status kepemilikan
22
Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana Prenada MediaGroup, Jakarta,
2006 .hal. 137
23
Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum (suatu kajian filosofis dan sosiologis), Penerbit Toko
Gunung Agung, Jakarta,2002. hal. 82-83
Menurut Satjipto Raharjo, ”hukum melindungi kepentingan seseorang dengan
cara mengalokasikan suatu kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam rangka
kepentingannya tersebut. Pengalokasian kekuasaan ini dilakukan secara terukur,
dalam arti, ditentukan keluasan dan kedalamannya. Kekuasaan yang demikian itulah
yang disebut hak. Tetapi tidak di setiap kekuasaan dalam masyarakat bisa disebut
sebagai hak, melainkan hanya kekuasaan tertentu yang menjadi alasan melekatnya
hak itu pada seseorang”.24
yang menjelma dalam sikap dan tindakan dalam menciptakan adanya ketertiban
dua, yaitu:27
mengetahui perlindungan hukum yang bisa didapatkan oleh kedua belah pihak.
Perlindunganhukumseharusnyamemberikanperlindunganhukumkepadapihak yang
diketahui sejauh mana akibat hukum yang timbul dari kedudukan perjanjian lisan
2. Konsepsi
hubungan antara konsep-konsep khusus, yang ingin diteliti akan tetapi merupakan
suatu abstraksi dari gejala tersebut. Gejala ini sendiri biasanya dinamakan fakta,
beberapa konsep yang akan dipergunakan dalam penulisan ini, dengan tujuan untuk
orang atau lebih, yang memberi kekuatan hak pada satu pihak untuk
28
Soerjono Soekanto.Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta ,1989 hal. 132
memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk
menunaikan prestasi.29
b. Perjanjian lisan adalah suatu perjanjian yang dibuat oleh para pihak dalam
d. Jual beli adalah perjanjian dengan mana penjual memindahkan atau setuju
kesalahan salah satu pihak yang terikat dengan perjanjian baik karena
properti miliknya kepada pembeli yang dibuat dengan akta notaris. PJB bisa
dibuat karena alasan tertentu seperti belum lunasnya pembayaran harga jual
beli dan belum dibayarkannya pajak-pajak yang timbul karena jual beli.
G. Metode Penelitian
29
M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian,1986 hal. 6
30
Salim H.S, Hukum Kontrak teori dan teknik penyusunan Kontrak, Op .Cit, hal. 42
31
Kamus Besar Bahasa Indonesia
32
Abdulkadir Muhammad.Hukum Perjanjian, PT Alumni, Bandung,2010 hal. 243
33
J. Satrio, HukumPerikatan (PerikatanPadaUmumnya), Bandung: PT Alumni .1999.hal 122.
pengetahuan. Usaha mana dilakukan dengan metode-metode ilmiah yang disebut
dengan metodologi penelitian.34 Kata metode berasal dari bahasa Yunani yaitu
“methods” yang berarti cara atau jalan sehubungan dengan upaya ilmiah, maka
metode menyangkut masalah cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi
Metode penelitian merupakan hal yang penting dalam upaya mencapai tujuan
tertentu di dalam penulisan tesis ini. Hal ini agar terhindar dari suatu penilaian bahwa
penulisan tesis dibuat dengan cara sembarangan dan tanpa didukung dengan data yang
lengkap. Penulisan sebagai salah satu jenis karya tulis ilmiah yang membutuhkan
data-data yang mempunyai nilai kebenaran yang dapat dipercaya. Untuk memperoleh
data-data sebagaimana yang dimaksud maka dilakukan suatu metode tertentu, karena
diawali dengan pengumpulan data sehingga analisis data yang dilakukan dengan
1. Jenis Penelitian
34
Sutrisno Hadi.Metodologi Research, Yayasan Penerbit Fakultas Psikologi UGM,
Yogyakarta,1973, hal.5
35
Koentjaraningrat.Metode-Metode Penelitian Masyarakat, Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta,1997 hal. 16.
36
Bambang Sunggono.Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1997.hal 39.
hukum37 maka penelitian ini menekankan kepada sumber-sumber bahan sekunder,
langsungdenganperjanjianlisandanaktapengikatanjualbelisertakekuatanhukumnya.
2. Sifat Penelitian
fakta yang diperoleh dan akan dilakukan secara cermat bagaimana menjawab
tentangperjanjianlisandanaktapengikatanjualbeliterhadapperbuatanhukum yang
dilakukanolehsipemilikobjek.
3. Sumber Data
Data dalam penelitian dapat dibagi atas 2 (dua) yaitu Data Primer dan Data
sekunder. Dalam penelitian ini digunakan data sekunder yaitu teknik pengumpulan
data pada studi kepustakaan.. Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari studi
kepustakaan dari arsip-arsip, bahan pustaka data resmi pada instansi pemerintah,
37
Ibid, hal 13
38
Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta,2009 hal. 105-106.
Undang-Undang, makalah yang ada kaitannya dengan masalah yang sedang diteliti
a. Bahan Hukum Primer,39 yaitu bahan hukum yang mengikat yaitu seperti,
hukum primer, antara lain berupa buku, hasil-hasil penelitian, tulisan atau
primer dan sekunder, seperti jurnal hukum, jurnal ilmiah, surat kabar,
39
Ronny Hanitjo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghia Indonesia,
Jakarta,1988.hal. 55
peraturan perundangundangan. Tahap-tahap pengumpulan data melalui
peraturan perundangundangan.
yang diteliti.40
40
Ronitijo Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, (Jakarta: Ghalia
Indonesia, 1990), hal. 63
Alat pengumpulan data yang digunakan untuk mengumpulkan data dan
ini.
5. Analisis Data
Sesuai dengan sifat penelitian ini yang bersifat deskriptif analitis, dimana
dalam pola kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat
Analisis data yang digunakan dalam penelitian tesis ini adalah analisis data
para ahli, narasumber hingga dapat menjawab permasalahan dari penelitian ini.
Salah satu jenis penelitian kualitatif adalah berupa penelitian dengan metode
atau pendekatan studi kasus .Sebagai sebuah studi kasus maka data yang
dikumpulkan berasal dari berbagai sumber dan hasil penelitian ini hanya berlaku pada
intensif tentang latar belakang masalah, keadaan dan posisi suatu peristiwa yang
sedang berlangsung serta interaksi lingkungan unit sosial tertentu yang bersifat apa
adanya .
evaluasi terhadap semua data yang dikumpulkan. Disusun secara sistematis, diolah
dan diteliti serta dievaluasi. Kemudian data dikelompokkan atas data sejenis, untuk
yang dicatat satu persatu untuk dinilai kemungkinan persamaan jawaban. Oleh karena
itu data yang telah dikumpulkan kemudian diolah, dianalisis secara kualitatif dan
42
Mukti Fajar & Yulianto Achmad Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Pustaka
Pelajar, Yogyakarta,2010 , hal.109.
BAB II
Kegiatan jual beli dalam kehidupan masyarakat Indonesia telah ada sejak
dahulu kala, namun seiring dengan perkembangan zaman dan Indonesia telah meraih
kemerdekaannya maka kegiatan jual beli telah diatur lebih lanjut dalam berbagai
peraturan perundang-undangan yaitu didalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata
maupun Kitab Undang-undang Hukum Dagang. Jual beli juga termasuk dalam
Menurut pasal 1457 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, jual beli adalah
suatu persetujuan, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk
menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang
telah dijanjikan. Jual beli diatur dalam buku ketiga Bab V Kitab undang-undang
hukum perdata.
Menurut Salim H.S., S.H.,M.S., Perjanjian jual beli adalah Suatu Perjanjian
yang dibuat antara pihak penjual dan pihak pembeli Di dalam perjanjian itu pihak
penjual berkewajiban untuk menyerahkan objek jual beli kepada pembeli dan berhak
menerima harga dan pembeli berkewajiban untuk membayar harga dan berhak
menerima objek tersebut.43Harga dalam hal ini harus berupa uang, sebab jika harga
itu berupa suatu barang maka tidak akan terjadi jual beli, melainkan yang terjadi
adalah tukar menukar. Unsur yang terkandung dalam defenisi tersebut adalah44 :
b. Adanya kesepakatan antara penjual dan pembeli tentang barang dan harga
c. Adanya hak dan kewajiban yang timbul antara pihak penjual dan pembeli
43
Salim H.S. Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak. Jakarta : Sinar Grafika.
2003. hal. 49.
44
A Qirom Syamsudin Meliala. Pokok-pokok Hukum Perjanjian Beserta Perkembangannya.
Yogyakarta : Liberty. 2002. hal. 38.
Suatu perjanjian jual beli yang sah lahir apabila kedua belah pihak telah setuju
tentang harga dan barang. Sifat konsensual dari perjanjian jual beli tersebut
ditegaskan dalam pasal 1458 yang berbunyi “ jual beli dianggap sudah terjadi antara
kedua belah pihak seketika setelah mereka mencapai kata sepakat tentang barang dan
harga, meskipun barang ini belum diserahkan maupun harganya belum dibayar ”
maka dengan kata lain unsur paling penting dalam perjanjian jual beli adalah barang
dan harga.45
- ahli waris berdasarkan alas hak umum karena mereka itu memperoleh segala hak
- pihak ketiga yang diuntungkan dari perjanjian yang dibuat berdasarkan alas hak
khusus karena mereka itu memperoleh segala hak dari seseorang secara terperinci /
khusus.
kesepakatan diantara kedua belah pihak dan alasan-alasan yang oleh undang-undang
3) perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Melaksanakan apa yang menjadi
hak di satu pihak dan kewajiban di pihak yang lain dari yang membuat perjanjian.
45
R.Subekti. Aneka Perjanjian. Bandung : Citra Aditya Bakti. 1995. hal. 2.
46
Handri Raharjo. Hukum Perjanjian di Indonesia. Jakarta : Pustaka Yustisia. 2009. hal. 58.
Hakim berkuasa menyimpangi isi perjanjian bila bertentangan dengan rasa
Pada umumnya perjanjian tidak terikat pada bentuk tertentu, perjanjian dapat
dibuat secara lisan dan tulisan yang akhirnya dapat menjadi alat bukti apabila terjadi
tertentu, sehingga apabila bentuk itu tidak dituruti maka perjanjian itu tidak
1. Lisan, yaitu dilakukan secara lisan dimana kedua belah pihak bersepakat untuk
mengikatkan dirinya melakukan perjanjian jual beli yang dilakukan secara lisan.
2. Tulisan, yaitu Perjanjian Jual beli dilakukan secara tertulis biasanya dilakukan
1. Asas konsensualisme
tercapainya kata sepakat antara pihak-pihak, dengan kata lain perjanjian itu sudah sah
dan membuat akibat hukum sejak saat tercapainya kata sepakat antara pihak-pihak
mengenai pokok perjanjian. Dari asas ini dapat disimpulkan bahwa perjanjian dapat
dibuat secara lisan atau dapat pula dibuat dalam bentuk tertulis berupa akta, jika
dikehendaki sebagai alat bukti, kecuali untuk perjanjian perjanjian tertentu yang harus
dibuat secara tertulis sebagai formalitas yang harus dipenuhi sebagai perjanjian
2. Asas kepercayaan
kepercayaan di antara kedua pihak bahwa satu sama lain akan memegang janjinya
47
Mariam Darus Badrulzaman. Aneka Hukum Bisnis. Bandung : Alumni Bandung. 1994. hal.
108-115.
Asas kekuatan mengikat mengatur bahwa para pihak pada suatu perjanjian tidak
semata-mata terikat pada apa yang diperjanjikan dalam perjanjian, akan tetapi juga
terhadap beberapa unsur lain sepanjang dikehendaki oleh kebiasaan, kepatutan, serta
moral.
Asas persamaan hukum menempatkan para pihak di dalam persamaan derajat, tidak
ada perbedaan yang menyangkut perbedaan kulit, bangsa, kekayaan, kekuasaan dan
jabatan.
5. Asas keseimbangan
Asas ini merupakan lanjutan dari asas persamaan hukum.Kreditur atau pelaku usaha
mempunyai kekuatan untuk menuntut prestasi dan jika diperlukan dapat menuntut
pelunasan prestasi melalui kekayaan debitur, namun kreditur memikul pula beban
untuk melaksanakan perjanjian itu dengan itikad baik.Di sini terlihat bahwa
hukum.Asas kepastian hukum disebut juga asas pacta sunt servanda.Asas pacta sunt
servanda merupakan asas dalam perjanjian yang berhubungan dengan daya mengikat
suatu perjanjian.Perjanjian yang dibuat secara sah oleh para pihak mengikat bagi
perbuatan hukum para pihak, kecuali apabila perjanjian tersebut memang ditujukan
untuk kepentingan pihak ketiga. Maksud dari asas pacta sunt servanda ini dalam
suatu perjanjian tidak lain adalah untuk memberikan kepastian hukum bagi para pihak
yang telah membuat perjanjian, karena dengan asas ini maka perjanjian yang dibuat
oleh para pihak mengikat sebagai Undang-Undang bagi para pihak yang membuatnya
7. Asas moral
Asas moral terlihat pada perikatan wajar, dimana suatu perbuatan sukarela dari
seseorang tidak menimbulkan hak baginya untuk menggugat kontra prestasi dari
pihak debitur.Asas moral terlihat pula dari zaakwarneming, dimana seseorang yang
melakukan perbuatan suka rela (moral) mempunyai kewajiban untuk meneruskan dan
Perdata.
8. Asas kepatutan
Asas kepatutan berkaitan dengan isi perjanjian, dimana perjanjian tersebut juga
mengikat untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian diharuskan oleh
9. Asas kebiasaan
Asas kebiasaan menyatakan bahwa hal-hal yang menurut kebiasaan secara diam-diam
selamanya dianggap diperjanjikan.Asas ini tersimpul dari Pasal 1339 juncto 1347
KUH Perdata.
Namun menurut Salim H.S terdapat dua asas lagi yang digunakan dalam
Perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikad baik (Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata).
2. Asas Kepribadian
Pada umumnya tidak seorang pun dapat mengadakan perjanjian kecuali untuk dirinya
Perjanjian jual beli merupakan suatu perbuatan hukum dimana terdapat subjek
didalamnya, subjek dalam perjanjian jual beli disebut sebagai subjek hukum.Subjek
Subjek jual beli berupa orang atau manusia harus memenuhi syarat tertentu
untuk dapat melakukan suatu perbuatan hukum secara sah.Seseorang harus cakap
48
Salim H.S.,Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak. Jakarta : Sinar Grafika.
2003. hal. 49.
49
Handri Rahardjo. Hukum Perjanjian di Indonesia. Jakarta : Pustaka Yustisia. 2009. hal. 45.
untuk melakukan tindakan hukum, tidak lemah pikirannya, tidak berada dibawah
pengampuan atau perwalian.Apabila anak belum dewasa, orang tua atau wali dari
Subjek jual beli yang merupakan badan hukum, dapat berupa kooperasi dan
adalah suatu badan hukum dilahirkan oleh suatu pernyataan untuk suatu tujuan
tersendiri.
Pada dasarnya semua orang atau badan hukum dapat menjadi subjek dalam
perjanjian jual beli yaitu sebagai penjual dan pembeli, dengan syarat yang
bersangkutan telah dewasa dan atau sudah menikah. Namun secara yuridis ada
beberapa orang yang tidak diperkenankan untuk melakukan perjanjian jual beli,
adalah karena sejak terjadinya perkawinan, maka sejak saat itulah terjadi
pencampuran harta, yang disebut harta bersama kecuali ada perjanjian kawin. Namun
50
Salim H.S. Opcit ., hal. 50.
51
Ibid.,
a. Jika seorang suami atau istri menyerahkan benda-benda kepada isteri atau
suaminya, dari siapa ia oleh Pengadilan telah dipisahkan untuk memenuhi apa yang
b. Jika penyerahan dilakukan oleh seorang suami kepada isterinya, juga dari siapa ia
dipisahkan berdasarkan pada suatu alasan yang sah, misalnya mengembalikan benda-
benda si istri yang telah dijual atau uang yang menjadi kepunyaan istri, jika benda itu
2. Jual beli oleh para Hakim, Jaksa, Advokat, Pengacara, Juru Sita dan Notaris. Para
Pejabat ini tidak diperkenankan melakukan jual beli hanya terbatas pada benda-benda
atau barang dalam sengketa.Apabila hal itu tetap dilakukan, maka jual beli itu dapat
Yang dimaksud dalam hal ini adalah membeli untuk kepentingan sendiri terhadap
Jika subjek hukum dalam sebuah perjanjian jual beli adalah pihak yang
melakukan perjanjian tersebut, maka pengertian objek hukum dari perjanjian jual beli
adalah hal yang diwajibkan kepada pihak penjual diberikan kepada pihak yang berhak
yaitu pembeli. Dengan kata lain bahwa objek hukum dalam jual beli adalah benda.
Yang dapat menjadi objek dalam jual beli adalah semua benda bergerak dan
benda tidak bergerak, baik menurut tumpukan, berat, ukuran, dan timbangannya.
Perjanjian jual beli hak atas tanah merupakan suatu kegiatan yang sering
dilakukan oleh masyarakat.Pengertian jual beli tanah adalah perbuatan hukum yang
berupa penyerahan hak milik atau penyerahan tanah untuk selama-lamanya oleh
penjual kepada pembeli, yang pada saat itu juga pembeli membayar harganya kepada
penjual.Dalam hukum agraria atau hukum tanah jual beli mengakibatkan beralihnya
jual beli adalah salah satu macam perjanjian atau perikatan seperti termuat dalam
Buku III tentang perikatan.Menurut Pasal 1457 KHUPerd apa yang disebut ”jual beli
52
Ibid., hal. 51.
53
Boedi Harsono. Menuju Penyempurnaan Hukum tanah Nasion. . Jakarta : Universitas
Trisakti. 2002. hal. 135.
tanah” adalah suatu perjanjian dalam mana pihak yang mempunyai tanah, yang
disebut ”penjual”, berjanji dan mengikatkan diri untuk menyerahkan haknya atas
tanah yang bersangkutan kepada pihak lain, yang disebut pembeli. Sedang pihak
pembeli berjanji dan mengikatkan diri untuk membayar harga yang telah disetujui.
”tanah-tanah hak barat”, yaitu tanah-tanah Hak Eigendom,Erfpacht, Opstal dan lain-
lain54. Biasanya jual belinya dilakukan dihadapan notaris, yang membuat aktanya.
Dalam hal jual beli tanah dari bunyi Pasal 1457, Pasal 1458, dan Pasal 1459
dapat disimpulkan bahwa jual beli adalah suatu perjanjian, dimana satu pihak
mengikatkan dirinya untuk menyerahkan tanah dan pihak lainnya untuk membayar
Pengertian jual beli tanah ruang lingkup objeknya terbatas hanya pada hak
milik atas tanah. Namun dalam hukum positif yang mengatur hak-hak atas tanah,
yang dapat menjadi obyek jual beli tidak hanya terbatas hanya pada hak milik, namun
juga hak guna usaha ,hak guna bangunan, hak pakai, maupun hak milik atas satuan
rumah susun.
Hak atas tanah yang dapat dijadikan obyek jual beli adalah Hak Milik, Hak
Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai atas tanah negara dengan izin dari
pejabat yang berwenang, dan Hak Milik atas Satuan Rumah Susun sebagaimana
54
Boedi Harsono. Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan Undang‐Undang Pokok
Agraria, Isi dan Pelaksanaannya. Jakarta : Djambatan. 2007. hal. 28.
diatur dalam undang-undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun. Tidak
Hak atas tanah yang tidak dapat diperjualbelikan adalah hak pakai atas tanah
negara yang diberikan untuk waktu yang tidak ditentukan selama tanahnya digunakan
untuk keperluan tertentu. Misalnya, Hak Pakai yang dimiliki oleh lembaga/instansi
Badan Sosial diatur dalam Pasal 45 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996.
Peralihan hak atas tanah dalam bentuk jual beli harus memenuhi beberapa
Apabila syarat-syarat yang telah ditentukan tidak terpenuhi maka akan membawa
konsekuensi pada legalitas jual beli hak atas tanah tersebut. Di samping itu apabila
suatu perbuatan jual beli hak atas tanah tidak memenuhi syarat, juga dapat
berkonsekuensi tidak dapat didaftarkannya peralihan hak atas tanah melalui jual beli
tersebut.
konsensual karena ada juga perjanjian jual beli yang termasuk perjanjian formal,
yaitu yang mengharuskan dibuat dalam bentuk tertulis yang berupa akta otentik,
Penyerahan hak itu, dalam istilah hukumnya disebut jurisdische levering yaitu
penyerahan menurut hukum, yang harus dilakukan dengan pembuatan akta dimuka
55
Ahmadi Miru. Hukum Kontrak Perancangan Kontrak. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
2007. hal. 127.
dan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah berdasarkan PP No.24 Tahun 1997 tentang
sebutan Balik Nama.Jadi tegasnya, sebelum dilangsungkan Balik Nama itu, maka hak
Agraria, diundangkan pada tanggal 24 September 1960 dalamLNRI Tahun 1960 No.
104 – TLNRI No. 2043, undang-undang ini lebih dikenal dengan sebutan Undang-
yang bersifat mendasar atau fundamental pada Hukum Agraria di Indonesia terutama
suatu perangkat hukum, konsepsi yang mendasari maupun isinya.UUPA harus sesuai
permintaan zaman.56
Macam-macam hak atas tanah disebutkan dalam Pasal 16 UUPA, yaitu Hak
Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, Hak Sewa Untuk
Bangunan, Hak Membuka Tanah, dan Hak Memungut Hasil Hutan. Hak atas tanah
yang bersifat sementara disebutkan dalam Pasal 53 UUPA, yaitu Hak Gadai, Hak
Usaha Bagi Hasil, Hak Menumpang, dan Hak Sewa Tanah Pertanian
56
Boedi Harsono. Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan Undang-undang Pokok
Agraria, Isi, dan Pelaksanaannya. Jakarta : Djambatan. 2003. hal. 1.
Selain hak yang telah disebutkan dalam Pasal 16 ayat (1) dan Pasal 53 UUPA,
terdapat hak penguasaan atas tanah yang tidak termasuk dalam jenis hak atas tanah,
yaitu hak bangsa Indonesia atas tanah, hak menguasai negara atas tanah, hak ulayat,
Agraria atau Kepala BPN No. 9 Tahun 1999, Pasal 1 angka (3)adalah hak untuk
kepada pemegangnya, sehingga hak pengelolaan ini bukan hak atas tanah
jenis hak pengelolaan, yaitu: hak pengelolaan pelabuhan, hak pengelolaan otorita, hak
(Persero), Badan Otorita Batam, PD Pasar Surya Surabaya, PD Pasar Jaya DKI
Hak pengelolaan sebagai jenis hak penguasaan atas tanah lahir tidak
Nomor 9 Tahun 1965.Hak pengelolaan lahir dari konversi hak penguasaan atas tanah
mengikat, baik bagi pemegang hak pengelolaan maupun pihak lain yang
58
Urip Santoso. Pengaturan Hak Pengelolaan JurnalMedia Hukum. Yogyakarta : Fakultas
Hukum Universitas Muhammadiyah. 2008 . hal. 144.
Menurut Hukum Tanah Nasional, Pemerintah Kota sebagai subyek hak dapat
memiliki Hak Pakai atau Hak Pengelolaan. Jika berupa Hak Pakai, maka hak atas
dipergunakan oleh pihak lain atas persetujuan Pemerintah Kota. Tanah-tanah yang
dimiliki oleh Pemerintah Kota sebagai asetnya dapat dipergunakan untuk kepentingan
Kantor Kecamatan, Dinas- dinas. Namun, terdapat tanah Pemerintah Kota yang dapat
Izin Pemakaian Tanah (IPT), atau yang dikenal oleh masyarakat dengan sebutan
Surat Hijau, atau Hak Guna Bangunan atas Hak Pengelolaan denganPerjanjian
sewa atas tanah yangdikelola Badan Pengelolah Tanah dan Bangunan Pemerintah
WalikotamadyaKepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk untuk memakai tanah dan
bukan merupakanpemberian Hak Pakai atau hak-hak atas tanah lainnya sebagaimana
Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Surabaya No. 1 Tahun 1998, pihak ketiga
yang hendak memakai tanah milik atau tanah yangdikuasai/dikelola oleh Pemerintah
Kota Surabaya harus mendapat izin terlebihdahulu dari Walikota Surabaya atau
pejabat yang ditunjuk, yaitu Kepala Dinas Pengelolaan Tanah dan Bangunan dalam
Tahun 1998, pihak ketiga yang hendak memakai tanah milik atau tanah yang
dikuasai/dikelola oleh Pemerintah Kota Surabaya harus mendapat izin terlebih dahulu
dari Walikota Surabaya atau pejabat yang ditunjuk, yaitu Kepala DinasPengelolaan
1. IPT jangka pendek yang berlaku selama 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang
setiap kali paling lama 2 (dua) tahun. Ijin diberikan terhadap kaveling yang tidak
setiap kali paling lama 5 (lima) tahun. Ijin diberikan terhadap kaveling yang telah
3. IPT jangka panjang yang berlaku selama 20 (dua puluh) tahun dan dapat
diperpanjang setiap kali paling lama 20 (dua puluh) tahun. Ijin diberikan khusus
untuk lokasi usaha dan perumahan yang sebelumnya telah diterbitkan Ijin Pemakaian
Tanah dan telah sesuai dengan tata perencanaan kota serta luas peruntukan dan
penggunaan.
surathijau tidak mendapatkan sertifikat hak atas tanah apa pun selain surat hijau itu
sendiri, namun pemegang ijin pemakaian tanah dapatmemohon agar diberikan Hak
diperoleh, maka warga yang hendak menjaminkan tanahdengan ijin pemakaian tanah
ditentukan hak dan kewajibannya pada Bab V bagian ketiga Pasal 1513-1518.
Pembeli yang telah memenuhi semua kewajibannya, maka secara langsung akan
memperoleh haknya.
Perjanjian jual beli meletakkan hak dan kewajiban secara timbal balik antara
kedua belah pihak yaitu penjual dan pembeli dikarenakan para pihak telah saling
setuju dan mengikatkan diri, hal tersebutlah yang menjadi sumber untuk menetapkan
Dari pengertian yang diberikan pasal 1457 dalam Kitab Undang-Undang Hukum
2. Kewajiban pihak pembeli membayar harga barang yang dibeli kepada penjual.
Hak pembeli adalah menuntut penyerahan barang yang telah dibelinya dari
hukum pelengkap, maka para pihak diperbolehkan dengan janji khusus memperluas
untuk para pihak baik penjual maupun pembeli. Sebagai contoh jika para pihak
sesuatu apapun, hal tersebut dapat dilakukan namun dengan pembatasan bahwa :
59
M. Yahya Harahap. Segi-segi Hukum Perjanjian. Bandung : Alumni. 1986. hal. 181.
a. penjual tetap bertanggung jawab tentang sesuatu akibat dari suatu perbuatan yang
hakim untuk menyerahkan barang yang dibelinya itu, hal ini sesuai dengan Pasal
Dalam hal ini selama pihak pembeli merupakan seorang yang cakap, dan
dalam perjanjian jual beli, maka kedudukan hukum pembeli jika terjadi sengketa dan
a. Pengertian Akta
Pengertian akta menurut Pasal 165 Staatsblad Tahun 1941 Nomor 84 Adalah
“surat yang diperbuat demikian oleh atau dihadapan pegawai yang berwenang untuk
membuatnya menjadi bukti yang cukup bagi kedua belah pihak dan ahli warisnya
maupun berkaitan dengan pihak lainnya sebagai hubungan hukum, tentang segala hal
yang disebut didalam surat itu sebagai pemberitahuan hubungan langsung dengan
perihal pada akta itu”. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, akta
adalah:
60
I.G Rai Widjaya. Merancang Suatu Kontrak Teori dan Praktek. Jakarta : Kesaint Blanc.
2002. hal.133.
“Surat tanda bukti berisipernyataan (keterangan, pengakuan, keputusan)
tentang peristiwa hukum yang dibuat,dan disahkan oleh pejabat resmi.”
Sedangkan istilah atau perkataan akta dalam bahasa Belanda disebut “acte”
atau “akta” dan dalam bahasa Inggris disebut “act” atau “deed” menurut pendapat
b. Suatu tulisan yang dibuat untuk dipakai atau untuk digunakan sebagai
pembuktian tertentu.
Akta adalah suatu pernyataan tertulis yang ditandatangani dan dibuat oleh
seorang atau lebih pihak-pihak dengan maksud dapat digunakan sebagai alat bukti
dalam proses huku,. Ini berartu bahwa akta adalah surat yang diberi tanda tangan,
yang memuat peristiwa-peristiwa yang menjadi dasar dari suatu haka tau perikatan,
yang dibuat sejak semula dengan sengaja untuk pembuktian. Jadi, untuk dapat
ditandatanganinya surat untuk dapat disebut akta terdapat dalam Pasal 1869 KUH
Perdata.
Sebagai alat bukti tertulis, surat dibagi menjadi dua, yaitu surat yang
merupakan akta dan yang bukan akta. Lalu akta terbagi menjadi 2 bentuk yaitu, akta
autentik dan akta dibawah tangan.Yang menjadi dasar hukumnya adalah Pasal 1867
61
R. Soeroso. Perjanjian Di bawah Tangan. Jakarta : Sinar Grafika. 2010. hal. 6.
KUHPerdata yaitu pembuktian dengan tulisan dilakukan dengan tulisan-tulisan
yaitu akta pejabat/ambtelijk acte atau process verbal acte dan partij acte.apabila
suatu akta memuat keterangan-keterangan dari dua orang atau para pihak yang
menghadap pada seorang notaris, dan notaris hanya menyatakan apa yang
disampaikan oleh para pihak, maka akta tersebut dinamakan dengan partij acte.
Tetapi apabila suatu akta mengandung suatu proses verbal mengenai apa yang
dikerjakan oleh seorang notaris atau juru sita, maka akta yang demikian dinamakan
Kadang kala karena suatu hal seseorang itu dapat membatalkan apayang telah
ia berikan kepada orang lain yang karena tidak terpenuhinyaprestasi. Begitu dengan
hibah dan jual beli yang haknya sudahdialihkan kepada orang lain atau bahkan
diperlukan adanya bukti-bukti,namun dalam Pasal 163 HIR dan 283 Rbg tidak secara
1) Akta Autentik
sebagai akta autentik harus memenuhi syarat-syarat yaitu dibuat dalam bentuk yang
ditentukan undang-undang, dibuat oleh seorang pejabat atau pegawai umum, dan
pejabat atau pegawai umum tersebut harus berwenang untuk membuat akta tersebut
Pasal 165 HIR dan 285 Rbg, dijelaskan bahwa akta autentik adalah suatu akta
yang dibuat oleh atau dihadapan pejabat yang diberi wewenang untuk itu, merupakan
bukti yang lengkap antara para pihak dan para ahli warisnya dan mereka yang
mendapat hak daripadanya tentang yang tercantum di dalamnya dan bahkan sebagai
pemberitahuan belaka, akan tetapi yang terakhir ini hanya diberitahukan jika
berhubungan dengan akta itu. Pejabat yang dimaksudkan antara lain ialah Notaris,
suatu akta memiliki otensitasnya sebagai akta autentik yang harus memenuhi
a) Akta itu harus dibuat oleh (door) atau dihadapan (tenberstaan) seorang
pejabat umum, yang berarti akta-akta Notaris yang isinya mengenai
perbuatan, perjanjian dan ketetapan harus menjadikan Notaris sebagai
pejabat umum.
b) Akta itu harus dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-Undang,
maka dalam hal suatu akta dibuat tetapi tidak memenuhi syarat ini maka
akta tersebut kehilangan otensitasnya dan hanya mempunyai kekuatan
sebagai akta di bawah tangan apabila akta tersebut ditandatangani oleh para
penghadap (comparanten)
c) Pejabat umum oleh atau di hadapan siapa akta tersebut dibuat, harus
mempunyai wewenang untuk membuat akta tersebut, sebab seorang
Notaris hanya dapat melakukan atau menjalankan jabatannya di dalam
daerah hukum yang telah ditentukan baginya. Jika Notaris membuat akta
yang berada di luar daerah hukum jabatannya maka akta yang dibuatnya
menjadi tidak sah.
Pasal 38 UUJN, namun sebagai perbandingan, berikut adalah kerangka akta yang
Perseroan Terbatas)
d) Akta kuasa memasang hipotek (Pasal 1171 ayat (2) KUH Perdata)
Suatu perjanjian, memuat hal-hal apa saja yang diperjanjikan, hal-hal tersebut
dinyatakan dalam akta autentik dan itu adalah benar seperti apa yang diperjanjikan,
dinyatakan oleh para pihak sebagai yang dilihat dan didengar oleh notaris atau PPAT
terutama benar mengenai tanggal akta, tanda tangan di dalam akta, identitas yang
hadir, dan tempat dibuat akta itu, merupakan kekuatan pembuktian materiil isi atau
materi akta adalah benar. Sedangkan pembuktian secara formil adalah, apa yang
diperjanjikan, dinyatakan dalam akta adalah benar seperti apa yang diperjanjikan,
dinyatakan oleh para pihak sebagai yang dilihat atau didengar oleh notaris.
Maka dapat disimpulkan bahwa akta autentik dibuat dengan tiga syarat 63,
yaitu syarat pertama yang harus terpenuhi adalah akta autentik harus dibuat dalam
62
I.G Rai Widjaya. Merancang Suatu Kontrak Teori dan Praktek. Jakarta : Kesaint Blanc.
2002. hal.10.
63
Kumpulan Akta-Akta Notaris. “Akta Otentik Sebagai Bukti yang Sempurna”. melalui
www.kumpulanakta.co.id. diakses Jumat, 30 November 2018. Pukul 15.08 WIB.
kata belanda vorm dan tidak diartikan bulat, lonjong, panjang, dan sebagainya. Akan
autentik adalah keharusan pembuatannya di hadapan atau oleh pejabat umum. Kata
sedangkan akta yang dibuat oleh pejabat umum karena adanya suatu kejadian,
pemeriksan, keputusan, dan sebagainya (berita acara rapat, protes wesel, dan lain-
lain). Syarat ketiga adalah bahwa pejabatnya harus berwenang untuk maksud itu di
tempat akta tersebut dibuat. Berwenang (bevoegd) dalam hal ini khususnya
menyangkut :
Akta di bawah tangan adalah akta yang sengaja dibuat untuk pembuktian oleh
pihak-pihak tanpa bantuan dari pegawai umum yang berwenang untuk itu.Yang
termasuk dalam akta dibawah tangan adalah surat-surat, daftar (register) catatan
mengenai rumah tinggal dan surat-surat lain yang dibuat tanpa bantuan pegawai
Sebuah akta dibawah tangan dapat dibubuhi pernyataan oleh notaris atau
pegawai lain yang ditunjuk undang-undang dan dibukukan menurut aturan yang
64
Alfitra. Hukum Pembuktian. Jakarta: Raih Asa Sukses. 2002. hal. 96.
“legalisasi” yang berarti pengesahan.Dalam akta autentik tidak menjadi persoalan
mengenai tanda tangan, namun dalam akta dibawah tangan pemeriksaan tentang
a) Notaris
c) Walikota
d) Bupati
e) Camat.
Akta yang dibuat oleh atau di hadapan pejabat umum juga menjadi akta di
bawah tangan, jika pejabat itu tidak berwenang untuk membuat akta itu jika terdapat
cacat dalam bentuk akta itu, sebagaimana disebut dalam Pasal 1869 KUH Perdata
yaitu : “Suatu akta, yang karena tidak berkuasa atau tidak cakapnya dalam pegawai
termaksud di atas, atau karena suatu cacat dalam bentuknya, tidak dapat diberlakukan
sebagai akta autentik, namun demikian mempunyai kekuatan sebagai akta di bawah
tangan.”
dan tidak menyangkal tanda tangannya, tidak menyangkal isi dan apa yang tertulis
dalam surat perjanjian tersebut, maka akta dibawah tangan mempunyai kekuatan
pembuktian yang sama dengan akta autentik, sesuai dengan Pasal 1875 KUH Perdata.
65
Ibid,.
Jika salah satu pihak tidak mengakuinya, beban pembuktian diserahkan kepada pihak
yang menyangkal akta tersebut, dan penilaian penyangkalan atas bukti tersebut
diserahkan kepada Hakim. Baik alat bukti akta di bawah tangan maupun akta autentik
Pasal 1320 KUHPerdata, dan secara materil mengikat para pihak yang membuatnya
(Pasal 1338 KUHPerdata) sebagai suatu perjanjian yang harus ditepati oleh para
Akta di bawah tangan cara pembuatan atau terjadinya tidak dilakukan oleh
dan atau dihadapan pejabat pegawai umum, tetapi cukup oleh pihak yang
berkepentingan saja (Pasal 1874 KUHPerdata dan Pasal 286 RBg). Contoh dari akta
autentik adalah akta notaris, vonis, surat berita acara sidang, proses perbal penyitaan,
tangan contohnya adalah surat perjanjian sewa menyewa rumah, surat perjanjian jual
yaitu, ketiadaan saksi yang membuat akta di bawah tangan tersebut akan kesulitan
inilah menjadi salah satu pertimbangan mengapa masyarakat dari waktu ke waktu
dilakukannya.
Perbedaan antara akta autentik dengan akta di bawah tangan adalah sebagai
berikut:
a) Akta autentik dibuat dalam bentuk sesuai dengan yang ditentukan oleh
Undang-Undang
seterusnya)
g) Tanggal dari akta yang dibuat di bawah tangan tidak selalu pasti
eksekutorial.
Dalam hal apabila seseorang ingin menjual sebidang tanah dan pihak yangsatu
Pembuat Akta Tanah, untuk dimintakan pembuatan akta jual beli atas tanahtersebut.
Namun karena suatu sebab tertentu jual beli tersebut tidak dapatdilaksanakan, misalnya
karena jual beli tersebut tidak lunas. Namun seandainya parapihak tersebut tetap
berkeinginan untuk dimintakan pembuatan akta jual beli, untukmengantisipasi hal itu
PPAT yang juga berprofesi sebagai seorang Notaris akanmenyarankan kepada para pihak
untuk membuat akta persetujuan jual beli. Tujuandari dibuatnya akta persetujuan jual beli
tersebut salah satunya adalah agar pihak penjual dapat memperoleh sebagian atau
seluruhnya dari harga jual beli tersebut dan pihak pembeli dapat memperoleh hak atas
dengan perjanjian pada umumnya. Hanya saja perjanjian pengikatan jual beli
merupakan perjanjian yang lahir akibat adanya sifat terbuka dari Buku III Kitab
subyek hukum untuk mengadakan perjanjian yang berisi apa saja dan berbentuk apa
kesusilaan.
bantuan yang berfungsi sebagaiperjanjian pendahuluan yang bentuknya bebas 67. Para
pihak dalam proses jual beli sebelum mendapatkan sebuah akta jual beli, memilih
untuk melakukan kegiatan perjanjian pengikatan jual beli, dimana hal ini membuat
para pihak memiliki hak dan tanggung jawab yang jelas. Perjanjian pengikatan jual
beli merupakan ikatan awal antara penjual dan dan pembeli tanah yang bersifat
66
Heriyanto Jusran. Hukum Perjanjian Innominaat Dalam Praktek. Jakarta : Citra Media
Ilmu. 2009. hal.15.
67
Herlien Budiono. artikel “Pengikatan Jual Beli dan Kuasa Mutlak” Majalah Renovi, edisi
tahun I, No. 10 Bulan Maret. 2004. hal. 57.
dibawah tangan (akta non autentik).Akta non autentik berarti akta yang dibuat hanya
oleh para pihak (calon penjual dan pembeli) dan tidak melibatkan notaris /
PPAT.Karena sifatnya non autentik, hal itu menyebabkan PPJB tersebut tidak
a. Sertifikat belum terbit atas nama pihak penjual, dan masih dalam proses di Kantor
Pertanahan.
b. Sertifikat belum atas nama pihak penjual, dan masih dalam proses balik nama
c. Sertifikat sudah ada dan sudah atas nama pihak penjual tapi harga jual beli yang
telah disepakati belum semuanya dibayar oleh pihak pembeli kepada pihak penjual.
d. Sertifikat sudah ada, sudah atas nama pihak penjual dan harga sudah dibayar lunas
oleh pihak pernbeli kepada pihak penjual, tetapi pelunasan belum terjadi.
e. Sertifikat pernah dijadikan sebagai jaminan di Bank dan masih belum dilakukan
roya.
Sebagai perjanjian yang terjadi dikarenakan kebutuhan dan tidak diatur secara
tidak mempunyai bentuk tertentu.Hal ini sesuai dengan pendapat dari Herlien
68
Kurniawan Ghazali. Cara Mudah Mengurus Sertifikat Tanah. Jakarta: Kata Pena. 2013. hal.
63.
69
R. Subekti. Opcit., hal. 80.
Budiono, perjanjian pengikatan jual beli adalah perjanjian bantuan yang
Perjanjian pengikatan jual beli diatur dengan syarat-syarat tertentu yang harus
dipenuhi oleh para pihak agar dapat dilakukannya Akta Jual Beli.Dengan demikian
maka Perjanjian pengikatan jual beli merupakan ikatan awal yang bersifat dibawah
tangan untuk dapat dilakukannya Akta Jual Beli yang bersifat autentik.
yang akan dilakukan, karena perjanjian pengikatan jual beli merupakan awal dari
hubungan hukum apabila hal-hal yang telah disepakati dalam perjanjian pengikatan
Dalam perjanjian pengikatan jual beli yang dibuat dihadapan notaris pada
umumnya calon pembeli telah melakukan pembayaran awal (uang muka), sehingga jika
calon pembeli membatalkan transaksi jual beli maka ia akan kehilangan uang muka yang
telah dibayarnya tersebut. Dengan begitu perjanjian pengikatan jual beli mengikat para
pihak baik penjual maupun pembeli untuk dengan serius melakukan transaksi jual beli
tanah yang nantinya ditandai dengan penandatanganan akta jual beli dihadapan PPAT,
dimana pembeli sudah harus melunasi harga jual dari tanah tersebut dan membayar bea
perolehan hak atas tanah dan bangunan sedangkan penjual telah menyerahkan tanah
tersebut dan membayar Pajak Penghasilan (PPh) sebelum ditantanganinya akta jual beli
dihadapan notaris tidak mengakibatkan hak atas tanah tersebut beralih pada saat itu
juga dari tangan pemilik tanah kepada calon pembeli.Hal ini disebabkan karena
sebelum dilaksanakannya perjanjian jual beli melalui akta pejabat akta pembuat akta
tanah (PPAT).
pendahuluan untuk lahirnya perjanjian pokok/ utama biasanya adalah berupa janji-
janji dari para pihak yang mengandung ketentuan tentang syarat-syarat yang
pengikatan jual beli hak atas tanah, dalam klausul perjanjiannya biasanya berisi
janjijanji baik dari pihak penjual hak atas tanah maupun pihak pembelinya tentang
pemenuhan terhadap syarat-syarat agar perjanjian pokoknya yaitu perjanjian jual beli
dan akta jual beli tersebut dapat ditanda tangani dihadapan Pejabat Pembuat Akta
Tanah (PPAT), seperti janji untuk melakukan pengurusan sertipikat tanah sebelum
jual beli dilakukan sebagaimana diminta pihak pembeli, atau janji untuk segera
melakukan pembayaran oleh pembeli sebagai syarat dari penjual sebagai akta jual
tentang hak memberikan kuasa kepada pihak pembeli.Hal ini terjadiapabila pihak penjual
Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), baik karena lokasiyang jauh, atau karena ada
halangan dan sebagainya.Dan pemberian kuasa tersebutbiasanya baru berlaku setelah
semua syarat untuk melakukan jual beli hak atas tanahdi Pejabat Pembuat Akta Tanah
atau baru membayar sekian hari setelah tanggal jatuh tempo,ataupun pembeli
pengikatan jual beli tanah, misalnya menjual obyek dariperjanjian tersebut kepada
pihak lain
notaris dan dijadikan sebagai akta. Akta tersebut akan menjadi akta autentik
walaupun belum menjadi akta jual beli. Mengenai Akta Autentik diatur dalam pasal
Akta Pejabat adalah akta yang dibuat oleh pejabat yang diberi wewenang untuk itu
dengan mana pejabat tersebut menerangkan apa yang dilihat serta apa yang
dilakukannya. Jadi inisiatifnya tidak berasal dari orang yang namanya diterangkan di
Akta Para Pihak adalah akta yang inisiatif pembuatannyadari para pihak di hadapan
Sebuah akta pengikatan jual beli dilakukan sebagai upaya agar para pihak
agar perjanjian tersebut dapat dituangkan didalam sebuah akta dan kekuatan
KUH Perdata tidak menjelaskan apa itu akta pengikatan jual beli, namun
dalam hal pembuktian, akta pengikatan jual beli adalah suatu akta autentik yang sama
dengan akta jual beli. Dan dalam hal jual beli tanah atau bangunan, para pihak
dihadapan notaris.
D. kekuatan hukum akta pengikatan jual beli yang dilakukan dihadapan notaris
dilakukan oleh kalangan Notaris untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi dalam
pelaksanaan jual-beli hak atas tanah sebagaimana telah diterangkan
yang minta dibuatkan akta.Masalah hukum Konkrit atau peristiwa yang diajukan oleh
hakim merupakan peristiwa konkrit yang masih harus dipecahkan atau dirumuskan
yang dilakukan dan diterapkan oleh Notaris yang dalam hal ini yaitu tentang
pemakaian akta Pengikatan Jual Beli (PJB) dalam membantu pelaksanaan jual beli
atas tanah atau sebagai perikatan bersyarat atau perjanjian pendahuluan sebelum
pembuatan Akta Jual Beli, dan hal ini bukanlah sesuatu hal yang melanggar ketentuan
dan norma hukum yang ada, sehingga Pengikatan Jual Beli (PJB) sah-sah saja untuk
diterapkan dan dipakai. Karena menurut Guru Besar Universitas Gajah Mada
Penjelasan mengenai akta autentik diatur dalam Pasal 165 HIR dan Pasal 285
Rbg, yang berbunyi: “Akta autentik adalah suatu akta yang dibuat oleh atau di
hadapan pejabat yang diberi wewenang untuk itu, merupakan bukti yang lengkap
antara para pihak dari para ahli warisnya dan mereka yang mendapat hak daripadanya
tentang yang tercantum di dalamnya dan bahkan sebagai pemberitahuan belaka, akan
72
Herlien Budiono. artikel “Pengikatan Jual Beli dan Kuasa Mutlak” Majalah Renvoi, edisi
Tahun I No. 10. Bulan Maret 2004. hal. 5
73
Sudikno Mertokusumo. artikel Arti Penemuan Hukum”, Majalah Renvoi, edisi tahun I, No.
12, Bulan Mei 200. hal. 48-49.
tetapi yang terakhir ini hanya diberitahukan itu berhubungan langsung dengan perihal
Lalu dalam Pasal 1868 Kitab Undang-Undang HukumPerdata ditetapkan atau dapat
a. Akta itu harus dibuat “oleh” (door) atau “dihadapan” (ten overstaan) seorangpejabat
umum;
c. Pejabat umum oleh atau dihadapan siapa aka itu dibuat, harus mempunyaiwewenang
Dari keterangan di atas terlihat bahwa pada Pengikatan Jual Beli (PJB), yangdibuat
dihadapan atau oleh Notaris maka akta perjanjian Pengikatan Jual Beli (PJB)menjadi
sebuah akta yang otentik. Karena telah dibuat dihadapan atau oleh pejabatyang
berwenang, sehingga telah memenuhi ketentuan atausyarat tentang akta otentik yaitu
harus dibuat “oleh” (door) atau “dihadapan” (tenoverstaan) seorang pejabat umum.
Akta yang dibuat di hadapan atau oleh notaris/ PPAT yang berkedudukan sebagai
akta otentik menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam Undang-undang
Jabatan Notaris74, hal ini sejalan dengan pendapat Philipus M. Hadjon, bahwa syarat
untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat umum dalam pembuatan akta dan
legalisasi akta.Akta adalah surat yang dibuat agar dapat menjadi alat bukti, berkenaan
pihak. Para pihak tersebut adalah orang yang memerlukan jasa notaris.
Jabatan Notaris, Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta
otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh
tanggal pembuatan akta, menyimpan akta dan memberikan grosse, salinan dan
kutipannya semuanya sepanjang pembuatan akta itu tidak juga ditugaskan atau
dalam undang-undang.
2004 tentang Jabatan Notaris adalah Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), Pasal 1
ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 37 Tahun 1998 tentang
Akta Tanah atau selanjutnya disebut PPAT adalahpejabat umum yang diberi
mengenai hak atas tanah atau hak milik satuan rumah susun.
Menurut Pasal 1870 KUHPerdata, suatu akta otentik memberikan di antara
para pihak beserta ahli warisnya atau orang-orang yang mendapat hak dari mereka
suatu bukti yang sempurna tentang apa yang dimuat didalamnya. Akta otentik
merupakan suatu bukti yang sempurna, dalam arti bahwa ia sudah tidak memerlukan
suatu penambahan pembuktian. Ia merupakan suatu alat bukti yang mengikat dan
sempurna76. Akta Notaris sebagai akta otentik mempunyai kekuatan nilai pembuktian
sebagai berikut:
akta itu sendiri untuk membuktikan kebasahannya sebagai akta otentik. Jika dilihat
dari lahirnya sebagai akta otentik serta sesuai dengan aturan hukum yang sudah
ditentukan mengenai syarat akta otentik, maka akta tersebut berlaku sebagai akta
akta tersebut bukan akta otentik secara lahiriah.Dalam hal ini beban pembuktian ada
pada pihak yang menyangkal keontetikan akta Notaris yang bersangkutan, baik yang
ada pada minuta dan salinan serta adanya awal akta sampai dengan akhir akta.
Akta Notaris harus memberikan kepastian bahwa sesuatu kejadian dan fakta tersebut
dalam akta benar dilakukan oleh Notaris atau diterangkan oleh pihak-pihak yang
menghadap pada saat yang tercantum dalam akta sesuai dengan prosedur yang sudah
ditentukan dalam pembuatan akta. Secara formal untuk membuktikan kebenaran dan
76
R.Subekti. Hukum Pembuktian. Jakarta : PT. Pradnya Paramitha. 2005. hal.27.
77
Habib Adjie. Sanksi Perdata Dan Administratif Terhadap Notaris Sebagai Pejabat Publik.
Opcit. hal.72-74
kepastian tentang hari, tanggal bulan, tahun, waktu menghadap, dan para pihak yang
menghadap, saksi dan Notaris, serta membuktikan apa yang dilihat, disaksikan,
didengar oleh Notaris (pada akta berita acara), dan mencatatkan keterangan atau
Jika aspek formal dipermasalahkan oleh para pihak, maka harus dibuktikan
formalitas dari akta, yaitu harus dapat membuktikan ketidakbenaran hari, tanggal,
bulan, tahun, dan waktu menghadap, membuktikan ketidakbenaran apa yang dilihat,
disaksikan, dan didengar oleh Notaris. Selain itu juga harus dapat membuktikan
disampaikan dihadapan Notaris, dan ketidakbenaran tanda tangan para pihak saksi,
dan Notaris ataupun ada prosedur pembuatan akta yang tidak dilakukan. Dengan kata
terbalik untuk menyangkal aspek formal dari akta Notaris. Jika tidak mampu
siapapun.
Kepastian tentang materi suatu akta sangat penting, bahwa apa yang tersebut dalam
akta merupakan pembuktian yang sah terhadap pihak-pihak yang membuat akta atau
mereka yang mendapat hak dan berlaku untuk umum, kecuali ada pembuktian
sebaliknya. Keterangan atau pernyataan yang dituangkan atau dimuat dalam akta
pejabat (atau berita acara), atau keterangan para pihak yang diberikan atau
disampaikan di hadapan Notaris dan para pihak harus dinilai benar.Perkataan yang
kemudian dituangkan atau dimuat dalam akta harus dinilai telah benar berkata
tidak benar, maka hal tersebut tanggungjawab para pihak sendiri.Dengan demikian isi
akta Notaris mempunyai kepastian sebagai yang sebenarnya, menjadi bukti yang sah
di antara para pihak dan para ahli waris serta para penerima hak mereka.
maka para pihak yang akan melakukan jual beli hak atas tanah sebelumnya harus
memenuhi semua persyaratan yang telah diatur dalam pelaksanaan jual beli tanah.
Persyaratan tentang objek jual belinya, misalnya hak atas tanah yang akan
diperjualbelikan merupakan hak atas tanah yang sah dimiliki oleh penjual yang dapat
dibuktikan dengan adanya tanah atau tanda bukti sah lainnya mengenai hak tersebut,
dan tanah yang diperjualbelikan tidak berada dalam sengketa dengan pihak lain.
Jual beli harus dibayar secara lunas dan semua pajak yang berkaitan
denganjual beli seperti Pajak Penghasilan (PPh) dan pajak pembeli yaitu Bea
Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) juga harus telah dilunasi oleh
pihak-pihak yang akan melakukan jual beli agar pembuatan akta jual belinya dapat
terpenuhi maka pembuatan dan penandatanganan terhadap akta jual beli hak atas
tanah belum dapat dilakukan di hadapan PPAT untuk membuatkan akta jual belinya
sebagai akibat belum terpenuhinya semua syarat tentang pembuatan akta jual beli.
Untuk mengatasi hal tersebut, dan guna kelancaran tertib administrasi
pertanahan maka dibuatlah Akta Perikatan Jual Beli yang dilaksanakan dihadapan
Notaris dimana isinya sudah mengatur tentang jual beli tanah namun formatnya baru
sebatas pengikatan jual beli yaitu suatu bentuk perjanjian yang dapat dikatakan
para pihak untuk melakukan peralihan hak atas tanah.Pengikatan jual beli ini memuat
janji-janji untuk melakukan jual beli tanah apabila persyaratan yang diperlukan untuk
itu telah terpenuhi.Pengikatan jual beli tanah merupakan perjanjian tidak bernama
Akta perjanjian pengikatan jual beli yang dibuat dihadapan notaris adalah
suatu perjanjian pengikatan jual beli atas objek tanah yang dibuat antara calon penjual
dan calon pembeli sebelum ditandatanganinya Akta Jual Beli (AJB).Karena objek
yang diperjualbelikan yakni tanah merupakan benda yang tidak bergerak yang
pengalihan haknya melalui suatu perbuatan hukum jual beli harus dibuat melalui
suatu akta PPAT maka sebelum dibuat, akta jual beli tersebut pada umumnya perlu
dilakukan pemenuhan sejumlah persyaratan baik oleh penjual maupun oleh pembeli.
disimpulkan bahwa kekuatan hukum dari akta perjanjian pengikatan jual beli hak atas
tanah yang dibuat oleh Notaris dalam pelaksanaan pembuatan Akta Jual Belinya
adalah sangat kuat. Hal ini karena pengikatan jual beli (PJB) yang dibuat dihadapan
notaris, maka aktanya telah menjadi akta notaril sehingga merupakan akta autentik,
sedangkan untuk yang dibuat tidak dihadapan notaris maka menjadi akta dibawah
tangan yang pembuktiannya berada dibawah akta autentik, walaupun dalam Pasal
dibawah tangan dapat mempunyai pembuktian yang sempurna seperti akta autentik
apabila tanda tangan dalam akta tersebut diakui oleh para pihak yang menanda
menyatakan bahwa akta dibawah tangan dapatlah menjadi seperti akta autentik
namun tidak memberikan bukti yang sempurna tentang apa yang termuat didalamnya,
karena akan dianggap sebagai penuturan belaka selain sekedar apa yang dituturkan itu
Akta notaris awalnya merupakan perjanjian para pihak yang mengikat bagi
para pihak yang membuatnya, oleh sebabnya syarat-syarat sahnya suatu perjanjian
subjek yang mengadakan atau membuat perjanjian, dan syarat objektif yang berkaitan
kemudian menjadi sah dan dapat dibuatkan dalam sebuah akta.Syarat subjektif
dicantumkan dalam awal akta, dan syarat objektif dicantumkan dalam badan akta
Unsur subjektif yang pertama berupa adanya kesepakatan antara para pihak.
perjanjian harus memberikan persetujuannya, apa yang dikehendaki oleh pihak yang
satu haruslah merupakan kehendak dari pihak lain. Dengan demikian kesepakatan
tercapai apabila kedua pihak mempunyai kehendak yang sama secara timbal bali.
umumnya adalah mereka yang telah dewasa yang dikaitkan dengan umur dan tidak
45 ayat (1) huruf g Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1997
untuk melakukan pendaftaran peralihan hak atau pembebanan hak, jika perbuatan
hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor
24 Tahun 1997 dibatalkan oleh para pihak sebelum didaftar oleh Kantor Pertanahan.
Pasal 37 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 menegaskan: Peralihan
hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jual-beli, tukar-
hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang, hanya dapat didaftarkan, jika
dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan
Akta notariil yang dapat dibatalkan adalah akta pihak yang tidak memenuhi
kedua unsur tersebut di atas. Pembatalan akta notariil adalah pernyataan batalnya
suatu tindakan hukum atas tuntutan dari pihak (-pihak) yang oleh undang-undang
tuntutan pihak yang diberikan hak oleh undang-undang untuk menuntut seperti itu.
Akibat pembatalan oleh hakim berlaku mundur/surut sampai pada saat tindakan itu
dilakukan, sehingga dengan pembatalan itu seakan-akan tidak pernah ada tindakan
seperti itu, dan sesudah pernyataan batal oleh hakim, maka keadaannya menjadi sama
Batal demi hukum adalah suatu perjanjian dianggap tidak pernah ada atau
tidak pernah dilahirkan dan tidak pernah ada suatu perikatan.Jika suatu akta dapat
dibatalkan karena salah satu syarat dalam perjanjian yang disebut syarat sujektif tidak
terpenuhi, maka akta yang batal demi hukum adalah suatu akta yang tidak memenuhi
Pasal 38 ayat (3) huruf a UUJN telah menentukan bahwa syarat subjektif dan
syarat objektif bagian dari badan akta, sehingga Jika dalam isi akta tidak memenuhi
78
J. Satrio. Hukum Perikatan, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian Buku II. Bandung. : PT.
Citra Aditya Bakti. 1995. hal. 29.
Para ahli hukum Indonesia umunya berpendapat, bahwa dalam hal syarat
objektif tidak dipenuhi, maka perjanjian itu bukanlah batal demi hukum melainkan
dapat dimintakan pembatalannya. Dengan kata lain, perjanjian ini sah atau mengikat
selama tidak dibatalkan oleh hakim atas permintaan pihak yang berhak meminta
pembatalan itu.
Selain batalnya suatu akta dilihat dari syarat-syarat perjanjian, adapun faktor-
faktor yang dapat menyebabkan suatu akta dapat dibatalkan menurut Undang-Undang
1. Adanya kesalahan dalam proses pembuatan akta yang tidak sesuai dengan Undang-
Undang
5. Adanya perbuatan melawan hukum yang dilakukan Notaris dalam pembuatan akta
Pembatalan terhadap akta pengikatan jual beli juga dapat dilakukan sama
halnya dengan pembatalan terhadap akta jual beli atau akta autentik lainnya, ini
mendapatkan akta jual beli yang bersifat akta autentik dan berkekuatan hukum yang
kuat.
Suatu akta pengikatan jual beli juga dapat batal disebabkan oleh 3 (tiga) faktor
yaitu: 79
79
Abdul Kadir Muhammad. Hukum Perjanjian. Bandung : Alumni. 1994. hal. 28.
1. Karena adanya kesepakatan dari para pihak
2. Karena syarat batal sebagaimana yang tercantum dalam klausulpengikatan jual beli
telah terpenuhi
3. Karena pembatalan oleh pengadilan atas tuntutan dari salah satu pihak
alasan mengapa suatu akta notaris dapat dibatalkan atau terjadi batal demi hukum.
Sehingga para pihak harus teliti dalam melakukan suatu perjanjian yang akan
BAB III
Sewa dan Menyewa, kata sewa berarti pemakaian sesuatu dengan membayar uang
sewa, sedangkan kata menyewa berarti memakai dengan membayar uang sewa.80
Defenisi yang diberikan oleh Pasal 1548 KUHPdt, mengenai perjanjian sewa-
menyewa adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya
untuk memberikan kepada pihak yang lainnya kenikmatan dari sesuatu barang,
selama suatu waktu tertentu dan dengan pembayaran suatu harga yang oleh pihak
80
Hasan Alwi. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi III. Jakarta : Balai Pustaka. 2005. hal.
1057.
Sedangkan Menurut pendapat Wiryono Projodikoro sewa menyewa barang
adalah suatu penyerahan barang oleh pemilik kepada orang lain itu untuk memulai
dan memungut hasil dari barang itu dan dengan syarat pembayaran uang sewa oleh
menyewa tidak ada penyerahan dalam arti pengalihan hak milik, yang ada hanyalah
penyerahan kekuasaan atas suatu barang untuk dinikmati penyewa, sedangkan dalam
perjanjian jual-beli terdapat penyerahan hak milik dari pihak penjual kepada pihak
menikmati hasil” atas suatu barang dan bukan pemilik yang bersangkutan sudah
tertulis.Jika sewa menyewa secara tertulis maka sewa tersebut berakhir demi hukum
atau otomatis jika waktu yang ditentukan telah selesai, tanpa pemberhentian.
Sedangkan perjanjian sewa menyewa secara lisan atau tidak tertulis, tidak berakhir
81
Wiryono Projodikoro. Hukum Perdata tentang Persetujuan Tertentu. Bandung : Alumni.
1981. hal. 190.
82
I.G Rai Widjaya. Merancang Suatu Kontrak Teori dan Praktek. Jakarta : Kesaint Blanc.
2002. hal.141.
memberitahukan kepada pihak penyewa bahwa pihak yang menyewakan akan
menghentikan sewanya.
c. Adanya objek sewa menyewa, yaitu barang (baik barang bergerak maupun barang
tidak bergerak)
membayar harga sewa.Jadi barang diserahkan tidak untuk dimiliki seperti halnya
dalam jual beli, tetapi hanya untuk dipakai dan dinikmati kegunaannya.Dengan
Sama halnya dengan perjanjian jual beli, dalam perjanjian sewa menyewa
83
Dyara Radhite Oryza. Panduan Mengurus Tanah Rumah Dan Perizinannya. Yogyakarta :
Legality. 2018. hal. 225.
tersebut, kedua belah pihak yang berikat atau mengikatkan diri dalam kegiatan sewa
manfaatnya dan membayar hak guna pakainya melalui perjanjian sewa menyewa
sedangkan pihak yang menyewakan adalah, mereka yang menyediakan barang yang
akan disewakan dan membutuhkan uang hasil sewa tersebut. biasanyadapat berupa
Jika objek dalam perjanjian jual beli adalah barang dan harga, berbeda dengan
perjanjian sewa menyewa karena objek dalam perjanjian ini adalah barang dan harga
sewa.Apabila penguasaan atas suatu barang diserahkan tetapi tidak memiliki harga
sewa, maka barang tersebut diserahkan untuk dipakai tanpa kewajiban untuk
membayar apapun dan ini disebut dengan perjanjian pinjam pakai bukan sewa
menyewa.84
Benda dalam arti kepemilikan asli dari orang atau lembaga yang
menyewakan, yang memiliki status yang sah dalam hukum.Benda yang dimaksud
juga dapat berwujud atau tidak berwujud, bergerak atau tidak bergerak, dan
sebagainya.
Kemudian sesuai dengan Buku III Bab VII KUHpdt .Tentang harga-sewa jika
dalam jual-beli harga harus berupa uang, karena jika berupa barang maka
84
I.G Rai Widjaya. Merancang Suatu Kontrak Teori dan Praktek. Jakarta : Kesaint Blanc.
2002. hal.141.
perjanjiannya bukan jual-beli lagi tetapi menjadi tukar-menukar, tetapi dalam sewa
menyewa tidaklah menjadi keberatan bahwa harga-sewa itu berupa barang atau
Dalam pasal 1548 KHUPdt terdapat kata-kata waktu tertentu, dalam hal ini
Pasal 1570
Jika sewa dibuat dengan tulisan, maka sewa itu berakhir demi hukum, apabila waktu
yang ditentukan telah lampau, tanpa diperlukannya suatu pemberhentian untuk itu
Pasal 1571 jika sewa tidak dibuat dengan tulisan, maka sewa itu tidak berakhir pada
waktu yang ditentukan, melainkan jika pihak lain bahwa ia hendak menghentikan
sewanya, dengan mengindahkan tenggang-tenggang waktu yang diharuskan menurut
kebiasaan setempat.
Pasal 1578
Seorang pembeli yang hendak menggunakan kekuasaan yang diperjanjikan dalam
perjanjian sewa, untuk, jika barangnya dijual, memaksa si penyewa mengosongkan
barang yang disewa diwajibkan memperingatkan si penyewa sekian lama sebelumnya
sebagaimanan diharuskan oleh adat kebiasaan setempat mengenai perberhentian-
perberhentian sewa.Dalam halnya sewa tanah, peringatan tersebut harus paling sedikit
satu tahun sebelumnya pengosongan.
Pasal. 1579 KUHpdt
Pihak yang menyewakan tidak dapat menghentikan sewanya dengan menyatakan
hendak memakai sendiri barangnya yang disewakan, kecuali jika telah diperjanjikan
sebaliknya.
Pasal-pasal tersebut tidak secara jelas menyatakan bahwa syarat waktu
tertentu harus dicantumkan, salah satunya dalam Pasal 1571 yang tampak
waktu sewa tetap menjadi hal yang sangat penting, meskipun tidak secara tegas
kebiasaan setempat, untuk mencegah timbulnya hal-hal yang tidak di harapkan timbul
di kemudian hari dan mencegah penafsiran serta makna berbeda, maka pencantuman
dengan berakhirnya perjanjian pada umumnya sebagaimana diatur dalam Pasal 1381
a. Karena pembayaran
j.Lewatnya waktu
berakhir karena ada salah satu pihak yang meninggal dunia, baik yang penyewa
maupun pihak yang menyewakan. Seluruh kewajiban dan haknya diteruskan kepada
ahli warisnya. Selain itu, perjanjian sewa menyewa juga tidak dapat diputus apabila
85
Abdul Kadir Muhamad. Hukum Perjanjian. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti. 2014. hal.86.
barang yang disewakan bralih hak kepemilikannya melalui jual beli, kecuali jika
hukum yang jelas karena hak dan kewajibannya pun tertera dalam KUHPerdata. Pasal
Pihak penyewa harus membayar uang sewa, secara periodik atau langsung tunai.
Kewajiban ini muncul setelah berakhirnya sewa menyewa, dari kedua belah
pun dalam bentuk baik.Setidak-tidaknya, sesuai dengan isi kesepakatan. Jika kedua
belah pihak telah membuat rincian mengenai benda sewaan, pihak penyewa wajib
mengembalikan benda sewaan menurut rincian ketika benda sewaan itu diterimanya,
dengan pengecualian apa yang telah musnah atau berkurang nilainya. Karena ketuaan
atau karena peristiwa yang tidak disengaja yang tidak dapat dihindarkan.
kepada orang lain, dengan ancaman pembatalan sewa menyewa dan pembayaran
ganti kerugian, sedangkan pihak yang menyewakan setelah pembatalan sewa, tidak
Kedudukan hukum yang jelas bagi pihak penyewa berlaku dalam perjanjian
sewa menyewa baik secara tulisan maupun lisan, ini dikarenakan perbedaan dari
bentuk perjanjian sewa menyewa ini hanya pada waktu berakhirnya saja.Hal ini jelas
sekaligus sebagai sumber hukum materiil bagi hukum perjanjian yang berlaku di
Indonesia. Perjanjian diatur secara khusus dalam KUH Perdata, Buku III, Bab II
tentang Perikatan-perikatan yang Dilahirkan dari Kontrak atau Perjanjian dan Bab V
sampai Bab XVIII yang mengatur asas-asas hukum dan norma-norma hukum
oranglain atau dapat dikatakan peristiwa dimana dua orang atau lebih
telahdiatur dalam Pasal 1313 KUH Perdata yang menyatakan bahwa, “Suatu
perjanjianadalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan
Untuk terbentuknya suatu perjanjian, harus ada dua pihak sebagai subjek
hukum, dimana masing-masing pihak sepakat untuk mengikatkan dirinya dalam suatu
hal tertentu.Hal tertentu yang dimaksud dapat berupa menyerahkan benda atau
berbuat sesuatu, maupun untuk tidak berbuat sesuatu. Perjanjian menerbitkan suatu
perikatan antara dua orang yang membuatnya, perjanjian dapat berupa suatu
maupun ditulis 86
Perjanjian bisa dilakukan dalam bentuk tertulis maupun dengan cara lisan.
Perjanjian secara lisan sering terjadi dalam kehidupan bermasyarakat, Hal ini sering
tidak disadari namun kesepakatan telah terjadi, misalnya dalam kegiatan sehari-hari
Bisa dikatakan bahwa perjanjian lisan sering dijumpai pada perjanjian yang
bentuknya sederhana, dalam artian perjanjian yang tidak rumit hubungan hukumnya
dan juga tidak menimbulkan kerugian besar bagi para pihak jika terjadi
yang rumit dan dapat menimbulkan kerugian besar bagi para pihaknya, para pihak ini
86
R.Subekti. Aneka Perjanjian. Bandung : Citra Aditya Bakti. 1995. hal. 1
Yang termasuk dalam perjanjian lisan adalah87 :
1) perjanjian konsensual, adalah perjanjian dimana adanya kata sepakat antara para
2) perjanjian riil, adalah perjanjian yang hanya berlaku sesudah terjadinya penyerahan
Membuat suatu perjanjian pada dasarnya tidak terikat dengan suatu bentuk
membuat perjanjian, dalam arti bebas membuat perjanjian secara lisan atau tertulis.
Asas kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang memberikan kebebasan kepada
mengenai syarat sahnya suatu perjanjian dalam Pasal 1320 KUHPerdata, tidak ada
87
Salim H.S.. Perkembangan hukum kontrak innominate di Indonesia. Jakarta : Sinar Grafika.
2003. hal. 18.
88
J. Satrio.Hukum Perikatan, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian. Bandung : PT. Citra
Aditya Bakti. 1995. hal. 48.
89
Mariam Darus Badrulzaman. Kuhperdata buku III. Bandung: Alumni. 2006. hal 92-93.
90
Ibid.,
satupun syarat yang mengharuskan suatu perjanjian dibuat secara tertulis. Dengan
kata lain, suatu Perjanjian yang dibuat secara lisan juga mengikat secara hukum bagi
para pihak yang membuatnya, pacta sun servanda sesuai dengan Pasal 1338 KUH
Perdata Namun demikian, dalam proses pembuktian suatu perkara perdata, lazimnya
alat bukti yang dipergunakan oleh pihak yang mendalilkan sesuatu sesuai dengan
Pasal 163 HIR adalah alat bukti surat. Hal ini karena dalam suatu hubungan
keperdataan, suatu surat / akta memang sengaja dibuat dengan maksud untuk
Dalam hukum acara perdata, alat bukti yang sah atau diakui oleh hukum terdiri dari :
1) Bukti tulisan;
3) Persangkaan-persangkaan;
4) Pengakuan;
5) Sumpah;
perjanjian tertulis atau perjanjian lisan, sehingga perjanjian lisan memiliki kedudukan
hukum yang jelas dala KUHPerdata.Untuk pembuktian, perjanjian lisan tetap dapat
dibuktikan dengan menggunakan bukti dari saksi atau beberapa dokumen tertulis
Nomor: 1660k/pdt/2014
Perjanjian sewa menyewa merupakan perjanjian yang terdapat dalam Pasal
1548 KUHPdt, yaitu suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan
dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lainnya kenikmatan dari sesuatu
barang, selama suatu waktu tertentu dan dengan pembayaran suatu harga yang oleh
kewajiban dan hak sesuai undang-undang dan perjanjian yang dibuat oleh kedua
belah pihak dan harus dilaksanakan begitu juga bagi pihak yang menyewakan.
Sewa yang ditandatangani pada 22 Januari 2010 dengan masa sewa dimulai pada
tanggal 1 Agustus 2009 dan akan berakhir pada tanggal 1 Agustus 2012. Harga sewa
disepakati sebesar Rp30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah) dan telah dibayar secara
mengangsur oleh Penggugat mulai 12 Juni 2009 sebesar Rp7.000.000,00 (tujuh juta
rupiah) dan dibayar lunas sebesar Rp30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah) pada
tanggal 6 April2010.
memiliki bukti akta dibawah tangan karena perjanjian tersebut hanya dilaksanakan
oleh para pihak saja dan tidak dilakukan dihadapan seorang notaris.Sehingga
kedudukan hukum perjanjian tersebut lebih kuat jika dibandingkan hanya dengan
Akta dibawah tangan adalah akta yang dibuat serta ditandatangani oleh para
pihak yang bersepakat dalam perikatan atau antara para pihak yang berkepentingan
saja. Pengertian dari akta di bawah tangan ini dapat diketahui dari beberapa
a. Pasal 101 ayat b Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha
Negara, menyatakan bahwa akta di bawah tangan, yaitu surat yang dibuat dan
dipergunakan sebagai alat bukti tentang peristiwa atau peristiwa hukum yang
tercantum di dalamnya
dianggap sebagai tulisan di bawah tangan adalah akta yang ditandatangani di bawah
tangan, surat, daftar, surat urusan rumah tangga dan tulisan-tulisan yang lain yang
Mengenai akta dibawah tangan ini tidak ada diatur dalam HIR, tetapi di dalam
Rbg diatur dalam Pasal 286 sampai dengan Pasal 305, dan dalam KUHPdt diatur
dalam Pasal 1874 sampai dengan Pasal 1880, serta dalam Stb. 1867 No. 29.
Selama perjanjian sewa menyewa pihak penyewa juga telah dengan tepat
waktu membayar uang sewa dan telah memenuhi kewajiban sebagai penyewa.
pengikatan jual beli dan memenangkan kesepakatan lisan perjanjian jual beli antara
para pihak, adalah suatu putusan yang wajib dianalisis dengan alasan bahwa terdapat
Kasus posisi dalam putusan ini berawal dari Tuan Jerry Oliman sebagai
Tergugat yaitu, Nyonya Janda Pik Indahwti Gunawan (Tergugat 1), Nyonya Tengku
Handayani (Tergugat 2), Nyonya Tengku Noorina Sari (Tergugat 3) dan John
Tergugat III adalah ahli waris yang sah dari perkawinan almarhum Tuan Tengku
Aseng dengan Tergugat I, dengan demikian Tergugat I merupakan pemilik yang sah
atas sebuah bangunan rumah tempat tinggal yang berdiri diatas tanah Pemerintah
Kota Surabaya, berdasarkan Izin Pemakaian Tanah Dinas Pengelolaan Tanah dan
II, dan Tergugat III berdasarkan kwitansi pembayaran uang sewa yang diterima oleh
Tergugat I atau Tergugat II atau Tergugat III dan dituangkan dalam Surat Perjanjian
Sewa yang ditandatangani pada 22 Januari 2010 dengan masa sewa dimulai pada
tanggal 1 Agustus 2009 dan akan berakhir pada tanggal 1 Agustus 2012. Harga sewa
disepakati sebesar Rp. 30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah) dan telah dibayar secara
mengangsur oleh Penggugat mulai 12 Juni 2009 sebesar Rp. 7.000.000,00 (tujuh juta
rupiah) dan dibayar lunas sebesar Rp30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah) pada
tanggal 6 April2010 dan selama masa sewa menyewa Tergugat I, Tergugat II,
Tergugat III sebagai pemilik objek gugatan, telah menawarkan kepada Penggugat
untuk membeli objek gugatan. Tergugat I, Tergugat II dan Tergugat III menawarkan
harga objek gugatan sebesar Rp. 250.000.000 dan disetujui oleh Penggugat.
Pembayaran harga objek gugatan dilakukan dengan cara mengangsur dan mulai
dibayarkan pada 4 April 2010 dengan total angsuran pada April 2010 sebesar Rp.
15.800.000, yang diterima oleh Tergugat I, Tergugat II, Tergugat III baik sendiri-
angsuran pembelian objek gugatan secara tepat waktu kepada tergugat 1, tergugat 2
dan juga tergugat 3. Lalu setelah masa sewa berakhir pada 1 Agustus 2012 Pengugat
sesuai kesepakatan lisan antara penggugat dengan tergugat I, Tergugat II dan
Tergugat II dan Tergugat III sampai dengan diajukannya gugatan tidak pernah
II dan III masih datang dan meminta angsuran pembayaran pembelian objek sengketa
kepada Penggugat
objek gugatan, serta memerintahkan kepada Penggugat untuk pindah dan keluar dari
menunjukkan copy Salinan Akta Nomor 4 Perjanjian Pengikatan Jual Beli yang
2010 yang dibuat oleh Tergugat I, Tergugat II dan Tergugat III selaku Penjual kepada
Penggugat dimana dinyatakan sah dan berharga jual beli yang dilakukan oleh
Tergugat I, Tergugat II dan Tergugat III untuk melanjutkan jual beli objek gugatan
dengan Penggugat, Menyatakan Batal Akta Nomor 4 Perjanjian Pengikatan Jual Beli
Februari 2010 antara Tergugat I, Tergugat II, Tergugat III dengan Tergugat IV dan
Maret 2013 dengan amar Dalam Konvensi Menyatakan gugatan Penggugat Konvensi
membayar biaya yang timbul dalam perkara ini sebesar Rp636.000.00 (enam ratus
tiga puluh enam ribu rupiah) dan Dalam Rekonvensi Menolak gugatan Rekonvensi
oleh hakim Pengadilan Tinggi Surabaya dan putusan Pengadilan Negeri tersebut telah
Setelah itu Tergugat 4 melakukan upaya kasasi karna merasa perjanjian jual
beli yang dilakukan telah sesuai dengan aturan yang berlaku, namun dalam putusan
ditolak.
Perjanjian jual beli yang dilakukan oleh tergugat 4 dengan para ahli waris
objek sengketa yaitu tergugat 1, tergugat 2 dan tergugat 3 adalah perjanjian yang sah
dan telah dibuktikan dengan suatu akta pengikatan jual beli Nomor 4 tanggal 3
februari 2010. Namun akta tersebut dinyatakan batal oleh Pengadilan Tinggi
Surabaya, dikarenakan penggugat juga dalam proses jual beli yang belum selesai
Sesuai dengan Pasal 37 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997
tentang Pendaftaran Tanah dapat diketahui bahwa untuk peralihan hak atas tanah
diperlukan suatu akta autentik yang dibuat oleh seorang pejabat umum yang disebut
dengan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang diangkat oleh pemerintah.
Sehingga peralihan hak atas tanah tidak dapat dilakukan begitu saja tanpa memenuhi
berlaku.Pasal ini juga menjadi dasar dalam adanya perjanjian jual beli tanah yang
Kota Surabaya No. 1 Tahun 1997 diwajibkan oleh ahli waris untuk melanjutkan
yang ditunjuk diikuti dengan kuasa untuk mengalihkan hak sewa atas tanahnya jika
pemegang hak meninggal. Dalam kasus ini ahli waris yaitu Tergugat I, II dan III
belum mengajukan permohonan pengalihan hak sewa tersebut tapi telah melakukan
Pejabat yang ditunjuk, hal ini menyatakan bahwa dalam hal pengalihan hak tersebut
harus dilakukan berdasarkan peraturan daerah yang berlaku, dikarenakan objek yang
disengketakan adalah sebuah bangunan rumah tempat tinggal yang berdiri diatas
belum tentu barang itu menjadi milik pembeli, karena harus diikuti proses penyerahan
1. Benda Bergerak
Penyerahan benda bergerak dilakukan dengan penyerahan nyata dan kunci atas benda
tersebut.
Penyerahan akan piutang atas nama dan benda tak bertubuh lainnya dilakukan dengan
dimana Tergugat IV menyuruh orang untuk datang ke objek sengketa dan meminta
yang fatal dimana akta tersebut masih berupa akta pengikatan jual beli dan objek
dalam perjanjian tersebut tidak langsung menjadi hak milik pembeli, lalu dalam kasus
ini, perlu adanya izin dari Walikota sebagai dasar pengalihan hak objek sengketa
tersebut.
karena berdasarkan ketentuan mengenai syarat sahnya suatu perjanjian dalam Pasal
1320 KUHPerdata, tidak ada satupun syarat yang mengharuskan suatu perjanjian
dibuat secara tertulis. Dengan kata lain, suatu Perjanjian yang dibuat secara lisan juga
mengikat secara hukum bagi para pihak yang membuatnya, pacta sun servanda
sesuai dengan Pasal 1338 KUH Perdata. Namun demikian, dalam proses pembuktian
suatu perkara perdata, lazimnya alat bukti yang dipergunakan oleh pihak yang
mendalilkan sesuatu sesuai dengan Pasal 163 HIR adalah alat bukti surat. Hal ini
karena dalam suatu hubungan keperdataan, suatu surat / akta memang sengaja dibuat
Selain hal itu, hakim juga harus mempertimbangkan mengenai adanya unsur
penipuan yang dilakukan oleh tergugat 1, tergugat 2 dan tergugat 3 kepada penggugat
Adanya penipuan dikarenakan bahwa dalam perjanjian lisan jual beli objek
sengketa yang dilakukan oleh pengugat dengan tergugat 1, tergugat 2 dan tergugat 3
pada tanggal 4 April 2010, sedangkan perjanjian jual beli antara tergugat 1, tergugat 2
dan tergugat 3 dengan tergugat 4 dilakukan pada tanggal 3 Februari 2010 dihadapan
Herman Soesilo selaku pejabat berwenang. Dengan adanya hal ini, maka dapat
transaksi tersebut.
Suatu perjanjian yang mana tidak memenuhi syarat sah perjanjian, yaitu
kesepakatan yang masuk pada syarat subjektif maka perjanjian tersebut dapat
dibatalkan dengan permintaan salah satu pihak. Ini sudah dilakukan oleh tergugat 4
dalam upaya hukum selama persidangan yang berlangsung, namun hakim tetap
melihat dengan sisi berbeda bahwa penggugat masih menjalankan proses jual belinya
kewenangan seorang hakim tidak lepas dari undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009
mengenai kekuasaan kehakiman, dalam hal melakukan tugasnya para hakim harus
bertindak sesuai dengan aturan yang berlaku, selain itu para hakim juga harus
menyelidiki apakah hubungan hukum yang menjadi dasar gugatan benar-benar ada
atau tidak.Untuk itu hakim harus mengetahui secara objektif tentang kebenaran
hukum diantara kedua belah pihak dan menetapkan putusan berdasarkan hasil
pembuktian.
dapat diterima atau tidaknya suatu alat bukti serta menilai kekuatan
yang sah berdasarkan peraturan perundang-undangan dan diajukan oleh para pihak di
92
Tata Wijayanta, Hery Firmansyah. Perbedaan Pendapat dalam Putusan
Pengadilan.Yogyakarta: Pustaka Yustisia. 2011. hal. 15.
93
Ibid., hal. 34.
Dalam mengemukakan pertimbangan hukumnya, hakim mencari kualifikasi
menjelaskan pokok yang dipersengketakan. Proses ini dibagi oleh hakim, para pihak
dalam suatu persidangan diperlukan adanya bukti-bukti, namun dalam Pasal 163 HIR
dan 283 Rbg tidak secara tegas mengatur beban pembuktian ini apakah beban
pembuktian ini ada pada penggugat atau tergugat atau keduanya. Sehingga kemudian
berdasar pada latar belakang tersebut, maka dalam penelitian ini dapat dirumuskan
yang berlaku yang mengatur mengenai akta notaris yakni dengan memperhatikan
fakta-fakta yang ada dalam persidangan, apakah pembatalan akta jual beli tanah ini
Pasal 1320 KUHPerdata yang memuat syarat subyektif (sepakat mereka yang
mengikatkan dirinya, cakap untuk membuat suatu perjanjian) dan syarat obyektif
(obyek yang jelas, suatu sebab yang halal), dengan demikian apabila syarat tersebut
94
Ibid.
terpenuhi maka akta tersebut dapat dinyatakan oleh hakim batal demi hukum, dan
apabila akta PPAT dibatalkan oleh suatu putusan hakim, dapat dilihat terlebih dahulu
akibat yang timbul karenanya. Jika ternyata pembatalan (baik yang dapat dibatalkan
maupun yang batal demi hukum) menimbulkan kerugian bagi para pihak yang
meminta bantuan notaris dalam pembuatan akta tanah (termasuk penerima haknya),
memberikan pertanyaan bagi para pihak, apa alasan atau pertimbangan hakim dalam
memberikan putusan tersebut. Berikut adalah alasan hakim dalam membatalkan akta
1) Pada hakekatnya kekuatan pembuktian yang melekat pada akta notaris sebagai
akta autentik memiliki nilai kekuatan pembuktian yang sempurna dan mengikat.
Kekuatan pembuktian sempurna dan mengikat yang terdapat pada akta notaris
salah satu kekuatan itu memiliki "cacat" mengakibatkan akta notaris tidak
(bindende). Oleh karena untuk melekatkan nilai kekuatan yangseperti itu pada akta
95
Darma Indo Damanik. “Tinjauan Yuridis terhadap Kewenangan Hakim dalam Membatalkan
Akta Notaris sebagai Alat Bukti dalam Proses Pemeriksaan Perkara di Persidangan”,
www.researchgate.net, diakses Minggu, 02 Desember 2018, Pukul 08.00 WIB.
notaris, harus terpenuhi secara terpadu kekuatan pembuktian secara formil maupun
secara rnateriil.
2) Kewenangan Hakim dalam menilai dan membatalkan akta notaris yang diajukan
sebagai alat bukti dipersidangan terbatas pada peraturan perundang undangan yang
atas perubahan Undang-Undang Nomor 30 Tahum 2004. Hal ini berarti “bahwa
berlaku tidak ada mengatur tentang masalah tersebut, maka disinilah wewenang
Hakim dapat menjadi lebih luas untuk menilai danmemutuskan apakah sesuatu
akta dapat dibatalkan atau tidak, dengan pertimbangan bahwa Hakim dalam
masyarakat.
untuk membatalkan akta notaris yang diajukan sebagai alat bukti dipersidangan
a) Adanya kesalahan dalam proses pembuatan akta yang tidak sesuai dengan
ketentuan undang-undang.
b) Adanya perbuatan melawan hukum yang dilakukan Notaris dalam pembuatan akta
f) Sebuah akta yang dijadikan alat bukti dalam suatu perkara perdata, memberikan
keuntungan bagi pihak yang mengajukannya, ini dikarenakan sesuai dari uraian
diatas bahwa akta autentik bersifat sempurna sehingga, jika diajukan maka pihak
tersebut tidak membutuhkan alat bukti lainnya, namun akta autentik dapat
g) Masyarakat yang memiliki akta autentik hasil dari transaksi jual beli, merasa
bahwa akta autentik tersebut tidak dapat dipatahkan oleh pihak yang bermasalah,
pembatalan akta tersebut dilakukan seorang hakim dengan beberapa alasan yang
sempurna dan mengikat. Hal ini mempunya arti bahwa hakim dalam memeriksa
perkara yang berkaitan dengan akta notaris harus menganggap isi akta notaris
tersebut benar sepanjang tidak ada pihak yang menyangkal kebenaran isi akta
notaris tersebut. Apabila ada pihak yang menyangkal kebenaran isi akta notaris
sehingga dapat diketahui kebenaran materilnya.Baru setelah itu hakim dapat memutus
hukumnya dengan adil. Disamping itu hakim juga harus mempertimbangkan bukti-
bukti, seperti yang terdapat pada Pasal 163 HIR (Pasal 283 Rbg, Pasal 1865 BW)
yang berbunyi :“Barang siapa yang mengaku mempunyai hak atau mendasarkan pada
sesuatu peristiwa untuk menguatkan haknya itu atau untuk menyangkal hal orang
Dalam gugatan untuk menyatakan akta notaris tersebut tidak sah, maka harus
dibuktikan ketidakabsahan dari aspek lahiriah, formal, dan materiil akta notaris.Jika
tidak dapat dibuktikan maka akta yang bersangkutan tetap sah mengikat para pihak
atau siapa saja yang berkepentingan dengan akta tersebut. Asas ini telah diakui dalam
“Akta Notaris sebagai alat bukti tertulis yang terkuat dan terpenuh, apa yang
dinyatakan dalam akta Notaris harus diterima, kecuali pihak yang berkepentingan
pengadilan.”
96
Kumpulan Akta-Akta Notaris, “ Akta Otentik Sebagai Alat Bukti yang Sempurna”, melalui
www.kumpulanakta.com diakses Jumat, 30 November 2018, Pukul 17.45 WIB.
Putusan yang diberikan oleh hakim dalam suatu perkara haruslah mempunyai
alasan atau pertimbangan hukum untuk menemukan jawaban dan keadilan atas
putusan yang akan diberikan hakim tersebut. Dalam tingkat Mahkamah Agung, yaitu
upaya kasasi maka hakim memiliki wewenang memeriksa yang berbeda dalam
peradilan tingkat pertama yaitu oleh pengadilan negeri dan tingkat banding atau
berbeda yaitu tidak dikaji secara keseluruhan, dimana fakta-fakta yang menjadi
dalam pemeriksaan kasasi tidak ada lagi penelitian. Pemeriksaan kasasi ditujukan
kepada persoalan apakah judex facti sudah menerapkan hukum secara tepat,
yang permohonannya ditolak, dikarenakan dalam isi memori kasasi pemohon kasasi
kasasi ditolak adalah hakim dalam tingkat kasasi memeriksa keberatan-keberatan oleh
tidak dapat dibenarkan, maka permohonan kasasi ditolak baik dengan perbaikan amar
tingkat banding sudah tepat dan benar, karena Penggugat dapat membuktikan bahwa
jual beli yang dilakukan oleh Penggugat dengan Tergugat I, II, III atas rumah tinggal
(ruko) yang dibangun atas tanah pemerintah Kota Surabaya berdasarkan izin
Surabaya atas nama Tengku Aseng seluas 100 m² adalah sah, oleh karena proses jual
beli belum selesai maka Tergugat I, II, III harus melanjutkan proses jual beli objek
Bahwa oleh karena proses jual beli dengan Penggugat belum selesai, maka
Akta Jual Beli Nomor 4 tanggal 3 Februari 2010 dibuat antara Tergugat IV dengan
Tergugat I, III, III tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum, lagi pula
pemeriksaan pada tingkat kasasi, karena pemeriksaan dalam tingkat kasasi hanya
bila hakim tidak berwenang atau melampaui batas wewenang sebagaimana dimaksud
pemohon kasasi (Tergugat 4) ditolak sebagaimana yang telah dijelaskan. Dalam hal
ini maka, seharusnya pihak yang mengajukan kasasi haruslah memberikan keberatan-
keberatan yang sesuai mengenai apa yang akan diadili oleh hakim tingkat kasasi, dan
pemohon kasasi harus telah diwakili oleh kuasa hukum yang mengerti akan
hakim dalam tingkat kasasi tetap memberikan putusan sesuai dengan putusan yang
Hakim pada peradilan tingkat pertama yaitu pengadilan tinggi memilik alasan
membayarkan sejumlah uang pada awal perjanjian sewa menyewa yaitu sebesar Rp.
setiap bulannya, lalu pada bulan agustus tergugat 1, tergugat 2 dan tergugat 3 tidak
pernah dating lagi menemui penggugat yang berniat akan melunasi biaya jual beli
yang telah disepakati. Dengan ini berarti total pembayaran yang telah dilakukan oleh
15.800.000 ditambah dengan Rp.5.000.000 setiap bulan dimulai dari bulan mei 2010
sampai dengan bulan juli 2012 (31 bulan) adalah sebesar Rp. 170.800.000, biaya ini
lebih besar dari perjanjian jual beli yang dilakukan oleh tergugat 4 dengan tergugat 1,
tergugat 2 dan tergugat 3. Sehingga hakim pada tingkat judex facti memutuskan untuk
melanjutkan perjanjian jual beli antara penggugat dengan tergugat 1, tergugat 2 dan
dengan Tergugat I, Tergugat II dan Tergugat III melalui prosedur agraria agar para
pihak dapat memiliki haknya sesuai dengan aturan yang berlaku di Indonesia. Maka
dengan itu dapat dikatakan bahwa perjanjian antara tergugat 4 dengan tergugat 1,
diwajibkan untuk mengembalikan uang yang telah dibayarkan oleh tergugat 4 dalam
Nomor:1660K/pdt/2014
memberikan pengaruh yang sangat besar, terutama dalam kasus ini.Hakim memiliki
memberikan putusan yang bersifat adil yaitu para pihak merasa puas dan tidak merasa
dirugikan.
lembaran baru dalam dunia hukum dimana dalam suatu perjanjian jual beli tanah atau
bangunan, perjanjian lisan dapat dilaksanakan dan hanya dengan bukti kwitansi
dalam transaksinya. Hal ini juga memberikan berbagai spekulasi mengenai kinerja
seorang notaris yang aktanya ternyata dapat dibatalkan dalam suatu perkara.
beli dapat dilaksanakan dengan bentuk apapun asalkan sesuai dengan aturan yang
berlaku, hal ini yang membuat masyarakat masih menjadikan perjanjian lisan sebagai
perjanjian yang lazim dan dianggap sebagai perjanjian yang lebih aman karena sudah
dilakukan dalam sebuah perjanjian yang sederhana saja bentuknya, agar jika terjadi
hal-hal yang tidak di inginkan suatu hari nanti, permasalahannya tidak menjadi sulit
Dalam kasus ini Tergugat I, Tergugat II dan Tergugat III mengakui adanya
kesepakatan lisan yang dibuat bersama Penggugat, jika Tergugat I, Tergugat II dan
Tergugat III menyangkal / ingkar akan adanya perjanjian tersebut maka perjanjian
lisan dapat saja dianggap tidak pernah ada, sehingga Penggugat akan sangat
perjanjian tersebut bisa benar adanya dan bisa juga tidak ada, tergantungdari
tingkat banding sudah tepat dan benar, karena Penggugat dapat membuktikan bahwa
jual beli yang dilakukan oleh Penggugat dengan Tergugat I, II, III atas rumah tinggal
(ruko) yang dibangun atas tanah pemerintah Kota Surabaya berdasarkan izin
Surabaya atas nama Tengku Aseng seluas 100 m² adalah sah, oleh karena proses jual
beli belum selesai maka Tergugat I, II, III harus melanjutkan proses jual beli objek
sengketa tersebut sesuaidengan peraturan yang berlaku. Dikarenakan proses jual beli
dengan Penggugat belum selesai, maka Akta Jual Beli Nomor 4 tanggal 3 Februari
2010 dibuat antara Tergugat IV dengan Tergugat I, III, III tidak sah dan tidak
Akta pengikatan jual beli yang dinyatakan tidak sah oleh Pengadilan Tinggi
Surabaya dan disetujui oleh Mahkamah Agung membuktikan bahwa, tidak selamanya
akta autentik dapat menjadi bukti terkuat dalam suatu perkara, namun banyak hal
yang bias menjadi pertimbangan hakim terutama dengan dipenuhi atau tidaknya
Salah satu hal yang harus diperhatikan kemudian adalah, ketika hendak
memeriksa terlebih dahulu asal-usul tanah, status tanahnya atau adakah perjanjian
sewa menyewa diatas objek tersebut.Dikarenakan sebuah perjanjian jual beli tidak
Kemudian bahwa dengan adanya sebuah akta autentik maka tidak membuat
objek dalam perjanjian jual beli langsung menjadi hak milik pembeli. Dimana hak
milik atas tanahnya tidak dapat langsung berpindah kepada si pembeli selama
penyerahan yuridisnya belum dilakukan, karena antara perjanjian jual beli dengan
penyerahan yuridisnya (balik nama) dipisahkan secara tegas, jadi misalnya suatu
penyetoran sejumlah uang untuk Tegugat I, Tergugat II dan Tergugat III, belum
berarti tanah yang dijual itu otomatis menjadi milik Bapak Sudarmaji. Tetapi Bapak
Sudarmaji masih harus melakukan suatu perbuatan hukum lagi yaitu balik nama
Dengan adanya perpindahan hak milik atas tanah, maka pemilik yang baru
akan mendapatkan tanah hak miliknya dan wajib mendaftarkannya pada Kantor
peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah melalui jual beli, tukar
hak lainnya (kecuali lelang) hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta
berlaku”.
Dalam kasus ini alas hak objek sengketa juga merupakan hak izin pemakaian
tanah dari pemerintah daerah Surabaya, maka pemilik awal objek sengketa harus
yang berlaku adalah Peraturan Pemerintah Daerah Kota Surabaya No. 1 Tahun 1997.