PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sewa beli mula mula ditimbulkan dalam praktek untuk menampung persoalan
bagaimanakah caranya memberikan jalan keluar apabila pihak penjual menghadapi
banyak permintaan atau hasrat untuk membeli barangnya tetapi calon-calon pembeli
tidak mampu membayar harga barang – barang sekaligus. Penjual bersedia untuk
menerima bahwa harga barang itu dicicil atau diangsur, tetapi penjual memerlukan
jaminan bahwa barangnya (sebelum harganya dibayar lunas) tidak akan dijual lagi
oleh si pembeli.
Sebagai jalan keluar lalu diketemukan suatu macam perjanjian dimana selama
harga belum dibayar lunas itu, si pembeli menjadi penyewa dahulu dari barang yang
ingin dibelinya. Harga sewa sebenarnya adalah angsuran atas harga barang.
Perumpamaannya seperti apabila langsung di bayar tunai harga barang adalah
Rp.100.000, namun dalam sewa beli harga itu menjadi Rp.120.000 yang akan
diangsur tiap-tiap bulan sampai dua belas kali angsuran. Dengan dijadikannya
1
penyewa maka pembeli akan dikenakan hukum pidana apabila ia menjual barangnya
atau dengan kata lain adalah menggelapkan barang tersebut. Dengan perjanjian yang
seperti itu kedua pihak tertolong, artinya pembeli dapat mengangsur harga yang ia
tidak mampu membayarnya secara tunai dan seketika dapat menikmati barangnya,
sedangkan si penjual merasa aman karena barangnya tidak akan dihilangkan oleh si
pembeli selama harga belum dibayar lunas.
B. Identifikasi Masalah
1. Apakah perbedaan antara perjanjian sewa beli dengan perjanjian jual beli
dengan angsuran dan perjanjian Leasing ?
2. Bagaimana Prosedur dan syarat – syarat dalam pendirian perusahaan sewa
beli ?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui perbedaan antara perjanjian sewa beli dengan perjanjian
jual beli dengan angsuran dan perbedaan perjanjian sewa beli dengan perjanjian
Leasing.
2. Untuk mengetahui prosedur dan syarat – syarat dalam pendirian perusahaan
sewa beli
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Latar belakang timbulnya sewa beli pertama kali adalah untuk menampung
persoalan bagaimanakah caranya memberikan jalan keluar, apabila pihak penjual
menghadapi banyaknya permintaan untuk membeli barangnya, tetapi calon pembeli tidak
mampu membayar harga barang secara tunai. Pihak penjual bersedia menerima harga
barang itu dicicil atau diangsur, tetapi ia memerlukan jaminan bahwa barangnya, sebelum
harga dibayar lunas, tidak akan dijual lagi oleh pembeli.1
Disamping itu, yang menjadi latar belakang lahirnya kontrak sewa beli karena
adanya asas kebebasan berkontrak sebagaimana diatur dalam pasal 1338 ayat (1) Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata. Pasal ini memberikan kebebasan pada para pihak untuk:
Para ahli berbeda pandangan mengenai tentang definisi atau pengertian sewa beli,
yang kemudian dibagi menjadi 3 macam definisi, yaitu3:
1. Definisi pertama, berpendapat bahwa sewa beli sama dengan jual beli
angsuran;
1 Subekti, R., Aspek-Aspek Hukum Perikatan Nasional, 1986, Bandung: Alumni, Hlm. 34
2 Salim H. S., Perkembangan Hukum Kontrak Innominat Di Indonesia, 2008, Jakarta: Sinar Grafika, Hlm.
128.
Unsur atau elemen perjanjian sewa beli menurut Keputusan Bersama tersebut adalah:
5 Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perdata Tentang Persetujuan Tertentu, 1981, Bandung: Sumur, Hlm. 65.
4
“Pokoknya persetujuan dinamakan sewa-menyewa barang, dengan akibat
bahwa si penerima tidak menjadi pemilik, melainkan pemakai belaka. Baru
kalau uang sewa telah dibayar, berjumlah sama dengan harga pembelian,
si penyewa beralih menjadi pembeli, yaitu brangnya menjadi miliknya.”
Subjek dalam perjanjian sewa beli adalah kreditur (penjual sewa beli), yaitu
perusahaan yang menghasilkan barang sendiri dan atau usaha yang khusus bergerak dalam
perjanjian sewa beli, dan debitur (penyewa beli), yaitu orang yang membeli barang
dengan sistem sewa beli.
6 Subekti, R. dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, 1984, Jakarta: Pradnya Paramita,
Hlm. 33.
Hak penyewa beli (kreditur) adalah menerima uang pokok beserta angsuran setiap
bulan dari pembeli sewa (debitur). Kewajiban penyewa beli (kreditur), adalah9:
Hak penyewa beli (debitur) adalah menerima barang yang disewabelikan setelah
pelunasan terakhir. Kewajiban penyewa beli (debitur), adalah10:
PEMBAHASAN
“Sewa beli (Hire Purchase) adalah Jual beli barang dimana penjual
melaksanakan penjualan barang dengan cara memperhitungkan setiap
pembayaran yang dilakukan oleh pembeli dengan pelunasan atas harga
yang telah disepakati bersama dan diikat dalam suatu perjanjian, serta hak
milik atas barang tersebut beralih dari penjual kepada pembeli setelah
harganya dibayar lunas oleh pembeli kepada penjual.”
“Jual beli dengan angsuran adalah jual beli barang dimana penjual
melaksanakan penjualan barang dengan cara menerima pelunasan
pembayaran yang dilakukan oleh pembeli dalam beberapa kali angsuran
atas harga barang yang telah disepakati bersama dan yang diikat dalam
suatu perjanjian, serta hak milik atas barang tersebut beralih dari penjual
7
kepada pembeli pada saat barangnya diserahkan oleh penjual kepada
pembeli.”
Istilah leasing sebenarnya berasal dari kata lease yang berarti sewa
menyewa. Karena memang dasarnya leasing adalah sewa menyewa, jadi leasing
merupakan suatu bentuk deruvatif dari sewa menyewa. Tetapi kemudian dalam dunia
bisnis berkembanglah sewa menyewa dalam bentuk khusus yang disebut leasing itu
atau kadang – kadang disebut sebagai lease saja, dan telah berubah fungsinya
menjadi salah satu jenis pembiayaan.11 Dalam bahasa Indonesia leasing sering
diistilahkan dengan “sewa guna usaha”.
1. Tujuan utama dari perjanjian sewa beli adalah peralihan hak atas suatu
barang (objek) melalui suatu jual beli. Sementara itu, tujuan utama dari
perjanjian leasing adalah untuk memperoleh hak pakai (sewa) atas suatu barang
tanpa adanya peralihan hak milik atas barang tersebut. Peralihan hak milik atas
barang (objek) dalam perjanjian leasing baru terjadi jika pihak lessee (debitur)
mempergunakan hak opsinya untuk membeli barang tersebut pada akhir masa
sewa, dengan membayar harga sisa yang disepakati antara pihak lessor dengan
pihak lessee.
2. Barang objek dalam perjanjian leasing biasanya adalah barang modal
perusahaan, seperti mesin-mesin dan mobil-mobil perusahaan. Sementara itu,
tidak ada ketentuan yang mengatur mengenai barang objek apa yang diperjual-
belikan dalam perjanjian sewa beli.
Pada dasarnya, tidak semua orang atau badan usaha dapat mendirikan
perusahaan sewa beli. Akan tetapi, hanya perusahaan yang memenuhi syarat-syarat
yang telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Kegiatan sewa beli
hanya dapat dilakukan oleh perusahaan perdagangan nasional. 13 Untuk melakukan
13 Pasal 3 ayat (1) Surat Keputusan Menteri Perdagangan dan Koperasi Nomor 34/K/II/1980 tentang
Perizinan Kegiatan Usaha Beli Sewa (Hire Purchase), Jual Beli dengan Angsuran, dan Sewa (Renting).
14 Pasal 3 ayat (2) Surat Keputusan Menteri Perdagangan dan Koperasi Nomor 34/K/II/1980 tentang
Perizinan Kegiatan Usaha Beli Sewa (Hire Purchase), Jual Beli dengan Angsuran, dan Sewa (Renting).
15 Pasal 5 ayat (1) Surat Keputusan Menteri Perdagangan dan Koperasi Nomor 34/K/II/1980 tentang
Perizinan Kegiatan Usaha Beli Sewa (Hire Purchase), Jual Beli dengan Angsuran, dan Sewa (Renting).
10
Surat permohonan yang disampaikan kepada Direktur Jenderal Perdagangan
Dalam Negeri tersebut harus dilengkapi dengan16:
1. Nama perusahaan;
2. Alamat perusahaan;
3. Nama pemimpin perusahaan;
4. Kegiatan bidang usaha;
5. Batas waktu berlakunya izin usaha; dan
6. Kewajiban-kewajiban perusahaan untuk memenuhi ketentuan yang berlaku.
Kegiatan bidang usahanya adalah sewa beli. Jangka waktu berlakunya izin
usaha adalah 5 tahun, setelah tanggal dikeluarkannya SIU, dan dapat diperpanjang
lagi setelah berakhirnya jangka waktu tersebut.18
BAB IV
PENUTUP
16 Pasal 5 ayat (2) Surat Keputusan Menteri Perdagangan dan Koperasi Nomor 34/K/II/1980 tentang
Perizinan Kegiatan Usaha Beli Sewa (Hire Purchase), Jual Beli dengan Angsuran, dan Sewa (Renting).
17 Pasal 7 ayat (1) dan (2) Surat Keputusan Menteri Perdagangan dan Koperasi Nomor 34/K/II/1980 tentang
Perizinan Kegiatan Usaha Beli Sewa (Hire Purchase), Jual Beli dengan Angsuran, dan Sewa (Renting).
18 Pasal 7 ayat (3) dan (4) Surat Keputusan Menteri Perdagangan dan Koperasi Nomor 34/K/II/1980 tentang
Perizinan Kegiatan Usaha Beli Sewa (Hire Purchase), Jual Beli dengan Angsuran, dan Sewa (Renting).
11
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian yang telah penulis uraikan pada bab sebelumnya, dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut :
1. Perbedaan antara perjanian sewa beli dengan perjanjian leasing yaitu dapat
dilihat dari pertama adalah tujuan utama dari perjanjian sewa beli yang
merupakan peralihan hak atas suatu barang (objek) melalui jual beli. Sedangkan
tujuan utama dari perjanjian leasing yaitu untuk memperoleh hak pakai (sewa)
atas suatu barang tanpa adanya peralihan hak milik atas barang tersebut.
Peralihan hak milik atas barang (objek) dalam perjanjian leasing baru terjadi jika
pihak lessee (debitur) mempergunakan hak opsinya untuk membeli barang
tersebut pada akhir masa sewa, dengan membayar harga sisa yang disepakati
antara pihak lessor dengan pihak lessee. Kedua, barang objek dalam perjanjian
leasing biasanya adalah barang modal perusahaan, seperti mesin-mesin dan
mobil-mobil perusahaan. Sementara itu, tidak ada ketentuan yang mengatur
mengenai barang objek apa yang diperjual-belikan dalam perjanjian sewa beli.
2. Prosedur dan syarat – syarat dalam pendirian perusahaan sewa beli bagi
pihak yang akan mendirikan yaitu dengan mengajukan permohonan izin usaha
kepada Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri melalui Kantor Wlayah
Perdagangan di tempat kedudukan kantor tetap perusahaan. Syarat-syarat untuk
mengadakan izin tersebut diatur dalam Pasal 4 ayat (2), Pasal 5 ayat (1),(2), dan
Pasal 7 ayat (1),(2),(3),(4) Surat Keputusan Menteri Perdagangan dan Koperasi
Nomor 34/K/II/1980 tentang Perizinan Kegiatan Usaha Sewa Beli (Hire
Purchase), Jual Beli dengan Angsuran, dan Sewa (Renting),
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
12
Munir Fuady.,Hukum Tentang Pembiayaan, 2006, Bandung:Citra Aditya Bakti.
Salim H. S., Perkembangan Hukum Kontrak Innominat Di Indonesia, 2008, Jakarta: Sinar
Grafika.
Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perdata Tentang Persetujuan Tertentu, 1981, Bandung: Sumur
Peraturan Perundang-Undangan:
13