Anda di halaman 1dari 11

PERJANJIAN JUAL BELI DAN WANPRESTASI

diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Dagang

Dosen Pengampu:
ACENG ASNAWI ROHANI , S.H., M.H.

Oleh:
Faezathy Feekan Cahyawardani
1111220448

FAKULTAS HUKUM
2023
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA

i
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Jual-Beli dalam perkara perdata diatur di Buku ke III Kitab Undang- undang
Hukum Perdata,Bab ke lima tentang “Jual-Beli. Didalam pasal 1457 yang dijelaskan :
“bahwa yang dimaksud dengan jual beli adalah suatu perjanjian dengan mana pihak
yang satu (penjual) mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan,dan
pihak yang lain (pembeli) untuk membayar harta yang telah dijanjikan”. Berdasarkan
pengertian tersebut dapat dikemukakan lebih lanjut bahwa perjanjian jual beli
merupakan perjanjian timbal balik sempurna, dimana kewajiban penjual merupakan
hak dari pembeli dan sebaliknya kewajiban pembeli merupakan hak dari penjual.
Dalam hal ini, penjual berkewajiban untuk menyerahkan suatu kebendaan serta
berhak untuk menerima pembayaran,sedangkan pembeli berkewajiban untuk
melakukan pembayaran dan berhak untuk menerima suatu kebendaan. Apabila hal
tersebut tidak dipenuhi,maka tidak akan terjadi perikatan jual beli.1
Dalam melakukan kegiatan jual beli dilakukan dengan membuat perjanjian
yang mengikat para pihak. “Perikatan merupakan suatu hubungan hukum antara dua
orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu
hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan
itu” (Subekti, 2010). Sumber perikatan adalah adanya perjanjian, sehingga
menyebabkan terjadinya perikatan. Perjanjian menjadi suatu hubungan hukum yang
menyangkut dengan harta benda antara dua pihak, dimana salah satu pihak yang
berjanji untuk melakukan sesuatu hal, sedangkan pihak lainnya memiliki hak untuk
menuntut pelaksanaan perjanjian tersebut (Prodjodikoro, 2011).

1 H.R Daeng Naja, 2006, Seri Keterampilan Merancang Kontrak Bisnis, Bandung : PT. Citra Aditya, hal.34.

2
Terdapat 2 (dua) jenis perjanjian, yaitu perjanjian yang dibuat secara tertulis
dan perjanjian tidak tertulis. Pada perjanjian tertulis terbagi menjadi 2 (dua) jenis
terdiri atas akta otentik dan akta yang dibuat di bawah tangan. Akta otentik
merupakan akta yang formatnya diatur dan ditentukan oleh undang-undang dan
dibuat oleh atau di hadapan pejabat yang berwenang untuk membuat akta tersebut
(Subekti, 2008). Sedangkan akta dibawah tangan adalah akta yang sengaja dibuat
untuk pembuktian oleh para pihak tanpa bantuan dari seorang pejabat. Jadi, semata-
mata dibuat antara pihak yang berkepentingan (Mertokusumo, 1998).
Namun dalam prakteknya sering ditemukan keadaan dimana salah satu pihak
tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana yang telah diperjanjikan, dengan
demikian hal tersebut dapat dikatakan sebagai wanprestasi. Wanprestasi merupakan
suatu keadaan di mana seseorang tidak melaksanakan kewajibannya atau ingkar janji
yang disebabkan karena kesengajaan ataupun lalai.
1.2 Rumusan Masalah
Sesuai dengan penjelasan singkat diatas penulis dapat merumuskan
masalah yang akan menjadi pokok pembahasan dalam makalah ini yaitu :
a. Apa yang dimaksud dengan Perjanjian Jual Beli?
b. Apa yang dimaksud dengan Wanprestasi?
c. Bagaimana bentuk dan akibat hukum Wanprestasi dalam perjanjian jual beli
1.3 Tujuan Penulisan
a. Untuk mengetahui tentang Perjanjian Jual Beli
b. Untuk memahami tentang Wanprestasi
c. Untuk mengetahui dan memahami bagaimana bentuk dan akibat hukum
Wanprestasi dalam perjanjian jual beli

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Perjanjian Jual-beli


Jual-beli adalah suatu perjanjian dimana suatu pihak mengikat dirinya untuk
menyerahkan hak milik atas suatu barang dan pihak yang lain untuk membayar harga
yang telah diperjanjikan. Satu pihak menyerahkan benda, di pihak lain menentukan
dan menetapkan harga benda.
Perjanjian Jual Beli menurut Prof. R. Subekti→ Jual beli sebagai perjanjian
bertimbal balik dimana pihak yang satu (penjual) berjanji untuk menyerahkan hak
milik atas suatu barang sedangkan pihak lainnya (pembeli) berjanji untuk membayar
harga yang terdiri dari atas sejumlah uang sebagai imbalan dari perolehan hak
tersebut.
2.1.1 Hukum Jual Beli yaitu :
1. Dasar Hukum : Pasal 1457-1540 KUHPerdata
2. Pengertian : Pasal 1457 KUHPerdata
3. Unsur-Unsur Pokok
1) persetujuan
-menyerahkan ke "bedan" an
-membayar = harga
4. Terjadinya jual-beli : Pasal 1458 KUHPerdata Dianggap telah terjadi
seketika (aras Konsensualisme)
5. Penyerahan :
-Beralihnya hak milik (Pasal 1459 KUHPerdata)
-Tergantung jenis bendanya Pasal 612-613 dan PP 10/1961
6. Pembayaran :
-Harga harus berupa uang
-Waktu dan tempat pembayaran = Ps. 1514

4
2.1.2 Terjadinya Jual Beli
1). "Jual beli itu dianggap sudah terjadi antara kedua belah pihak, seketika
setelah meraka mencapai sepakat tentang barang dan harga, meskipun
barang itu belum diserahkan maupun harganya belum dibayar". (1458)
2). Jual beli hanya bersifat obligatoir, artinya menurut KUHPerdata jual beli
belum memindahkan hak milik, ia baru memberikan hak dan meletakkan
kewajiban kepada kedua belah pihak, yaitu hak pembeli untuk menuntut
diserahkannya hak milik atas barang yang dijual. (1459)
3). "Jual beli barang orang lain adalah batal, dan dapat memberikan dasar
untuk ganti rugi, jika si pembeli tidak mengetahui bahwa barang itu
kepunyaan orang lain" (1471)
2. Batasan
1). Pasal 1494 KUHPer : Meskipun telah diperjanjikan bahwa
penjualtidak akan menanggung sesuatu apa pun, ia tetap bertanggung jawab
atas akibat dari suatu perbuatan yang dilakukannya, segala persetujuan yang
bertentangan dengan ini adalah batal.
2). Pasal 1495 KHUPer : Dalam hal ada janji yang sama, jika terjadi
penuntutan hak melalui hukum untuk menyerahkan barang yang dijual
kepada seseorang, maka penjual wajib mengembalikan uang harga
pembelian, kecuali bila pembeli sewaktu pembelian diadakan telah
mengetahui adanya penghukuman untuk menyerahkan barang yang
dibelinya itu, atau membeli barang itu dengan menyatakan akan memikul
sendiri untung ruginya.
3). Jika dijanjikan penanggungan atau jika tidak dijanjikan apa-apa,maka
pembeli dalam hal adanya tuntutan hak melalui hukumuntuk menyerahkan
barang yang dibelinya kepada seseorang, pembeli berhak menuntut kembali
dari penjual : pengembalian uang harga pembelian; pengembalian hasil, jika
ia wajib menyerahkan hasil itu kepada pemilik yang melakukan tuntutan itu;
biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan gugatan pembeli untuk

5
ditanggung, begitu pula biaya yang telah dikeluarkan oleh penggugat asal;
penggantian biaya, kerugian dan bunga serta biaya perkara mengenai
pembelian dan penyerahan, sekedar itu telah dibayar oleh pembeli.
4). Jika ternyata bahwa pada waktu diadakan penuntutan hak
melaluihukum, barang itu telah merosot harganya atau sangat rusak, maka
penjual wajib mengembalikan uang harga pembelianseluruhnya. Jika
ternyata pada waktu diadakan penuntutan hak melalui hukum, barang itu
telah bertambah harganya, meskipun tanpa perbuatan pembeli, maka penjual
wajib untuk membayar kepada pembeli itu apa yang melebihi uang harga
pembelian itu.

2.2 Wanprestasi
Perkataan wanprestasi berasal dari bahasa Belanda, yang artinya prestasi
buruk. Wanprestasi adalah suatu sikap dimana seseorang tidak memenuhi atau lalai
melaksanakan kewajiban sebagai mana yang telah ditentukan dalam perjanjian yang
dibuat antara Penjual dan Pembeli.
Wanprestasi atau cidera janji itu merupakan suatu keadaan yang dikarenakan
kelalaian atau kesalahannya, Pembeli tidak dapat memenuhi prestasi seperti yang
telah ditentukan dalam perjanjian dan bukan dalam keadaan memaksa.
Menurut J Satrio, wanprestasi adalah suatu keadaan di mana debitur tidak
memenuhi janjinya atau tidak memenuhi sebagaimana mestinya dan kesemuanya itu
dapat dipersalahkan kepadanya.

2.3 Bentuk dan akibat hukum Wanprestasi dalam Perjanjian Jual-beli


2.3.1 Bentuk Wanprestasi dalam Perjanjian Jual-beli
Menurut Kamus Hukum, “wanprestasi adalah kealpaan, kelalaian,
cedera janji, serta tidak melaksanakan kewajibannya dalam perjanjian”
(Harahap, 1986). “Wanprestasi yaitu suatu keadaan karena kelalaian atau

6
kesalahannya, sehingga debitur tidak dapat melaksanakan prestasi seperti
yang telah diatur dalam perjanjian, hal tersebut dilakukan secara sadar
bukan karena keadaan terpaksa, sehingga wanprestasi adalah tidak
terpenuhinya atau lalai dalam melaksanakan kewajiban sesuai yang
ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara para pihak itu sendiri yaitu
kreditur dengan debitur” (HS, 2019). Wanprestasi memiliki hubungan
yang erat dengan somasi. Somasi diatur dalam Pasal 1238 dan Pasal 1243
KUHPerdata. Wanprestasi terjadi ketika debitur dinyatakan telah lalai
melakukan tanggung jawabnya, atau tidak mampu membuktikan bahwa ia
telah melakukan wanprestasi itu diluar kesalahannya atau karena keadaan
memaksa. Ketika tidak ditentukan tenggang waktunya dalam pelaksanaan
pemenuhan prestasi, maka kreditur perlu untuk memberi peringatan atau
menegur debitur untuk segera melakukan kewajibannya. Teguran
semacam ini disebut dengan somasi (HS, 2014) Wanprestasi (kelalaian
atau kealpaan) seorang debitur dapat berupa 4 (empat) macam:
a. Tidak melakukan prestasi yang telah disanggupinya;
b. Melaksanakan prestasi, tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan;
c. Melaksanakan prestasi tetapi tidak tepat waktu (terlambat);
d. Melaksanakan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.
Dalam Pasal 1338 KUHPerdata, perjanjian yang dibuat oleh kedua
belah pihak mengakibatkan perjanjian tersebut secara sah berlaku sebagai
undang-undang bagi keduanya. Pasal 1238 KUHPerdata yang berbunyi
“Debitur dinyatakan lalai dengan surat perintah, atau dengan akta sejenis
itu, atau berdasarkan kekuatan dari perikatan sendiri, yaitu bila perikatan
ini mengakibatkan debitur harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu
yang ditentukan.” Pada pokoknya dalam Pasal tersebut menjelaskan
bahwa seseorang dianggap telah melakukan wanprestasi ketika telah
mendapatkan somasi berupa surat perintah, akta, atau telah ditentukan
dalam perikatan itu sendiri.

7
2.3.2 Akibat Hukum Bagi Pihak Yang Telah Melakukan Wanprestasi
Wanprestasi menyebabkan terjadinya kerugian kepada pihak lain,
khususnya jika pihak lain tersebut merupakan pedagang maka ia akan
kehilangan keuntungan yang diharapkan (Subekti, 2010). Akibat hal
tersebut maka pihak selaku wanprestasi akan mendapatkan sanksi atau
harus menanggung akibat dari kerugian tersebut. Pihak yang melakukan
kelalaian atau kealpaan dalam hal pelaksanaan perjanjian yang telah
disepakati maka diancam dengan beberapa sanksi atau hukuman. Ada 4
macam hukuman sebagai akibat hukum bagi pihak yang telah melakukan
wanprestasi, yaitu:
a. Ganti rugi KUHPerdata menjelaskan kerugian yang harus
mendapatkan ganti rugi mencakup 3 hal antara lain:
1) Biaya adalah setiap uang (termasuk ongkos) yang harus
dikeluarkan secara nyata oleh pihak yang dirugikan akibat
adanya wanprestasi.
2) 2) Rugi adalah keadaan merosotnya jumlah/nilai dari kekayaan
kreditur yang diakibatkan terjadinya wanprestasi.
3) Bunga adalah keuntungan yang semestinya didapatkan oleh
kreditor akan tetapi batal yang disebkan adanya wanprestasi.
Dalam hal penuntutan ganti rugi, undang-undang memberikan
ketentuan mengenai pembatasan yang diperbolehkan dalam
menuntut ganti rugi. Meskipun demikian, debitur yang lalai
dalam tanggungjawabnya, tetap mendapatkan perlindungan
dari undang-undang. Hal tersebut diatur dalam Pasal 1247
KUHPerdata yang menyatakan: “Debitur hanya diwajibkan
mengganti biaya, rugi, dan bunga yang nyata telah, atau
sedianya harus dapat diduganya pada waktu perikatan
dilahirkan, kecuali jika hal tidak terpenuhinya perikatan itu
disebabkan suatu tipu daya yang dilakukan olehnya” dan Pasal

8
1248 KUHPerdata yang menyatakan: “Bahkan jika hal tidak
terpenuhinya perikatan itu disebabkan tipu daya Debitur,
penggantian biaya, rugi dan bunga sekedar mengenai kerugian
yang diderita oleh si Kreditur dan kehilangan keuntungan
baginya, hanyalah terdiri dari atas apa yang merupakan akibat
langsung dari tak dipenuhinya perikatan”.
b. Pembatalan perjanjian
Membahas tentang pembatalan perjanjian, “sebagai sanksi
kedua atas kelalaian seorang debitur mungkin ada orang yang tidak
dapat melihat sifat pembatalannya atau pemecahan tersebut sebagai
suatu hukuman” (HS, 2019). Pembatalan perjanjian, bertujuan untuk
membuat kedua belah pihak kembali dalam keadaan sebelum
diadakannya perjanjian tersebut. Pembatalan perjanjian yang
disebabkan karena kelalaian atau wanprestasi yang dilakukan salah
satu pihak ini, dalam KUHPerdata terdapat pengaturannya pada Pasal
1266 yang mengatakan bahwa: “Syarat batal dianggap selamanya
dicantumkan dalam perjanjian- perjanjian yang timbal balik,
manakala salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya”. Dalam
hal perjanjian dibatalkan, apabila salah satu pihak sudah memperoleh
sesuatu dari pihak lain “(berupa uang ataupun barang)” maka uang
atau barang tersebut harus dikembalikan. Dengan hal tersebut maka
perjanjian itu ditiadakan atau dianggap tidak pernah ada.
c. Peralihan resiko
Debitur yang lalai akan mendapatkan sanksi berupa
Peralihan resiko, sebagaimana tercantum dalam KUHPerdata pada
Pasal 1237 ayat (2) yaitu: “Jika si berutang lalai akan menyerahkan
suatu barang yang bersangkutan, maka semenjak perikatan dilakukan
barang itu menjadi tanggungannya”. Persoalan resiko ini menjadi
suatu persoalan dalam situasi memaksa. Dapat disimpulkan bahwa

9
manakala terjadi wanprestasi kreditur diberikan hak untuk memilih
dari beberapa alternatif pilihan, yaitu menuntut debitur untuk
melaksanakan semua tanggung jawabnya seperti yang disepakati
dalam perjanjian atau melakukan pembatalan perjanjian, dengan
menanggung biaya, kerugian dan bunga. Secara umum wanprestasi
terjadi karena kesalahan debitur. Debitur dituduh telah lalai, namun
demikian debitur masih dapat membela dirinya apabila ia tidak
sepenuhnya salah. Menurut Pasal 1244 KUHPerdata, debitur dapat
membebaskan dirinya dari tanggung jawabnya ketika ia dapat
menunjukkan bukti-bukti atas wanprestasi terjadi yang disebabkan
oleh keadaan yang tidak terduga dan tidak dapat dipersalahkan
kepadanya. Suatu pihak dikatakan telah melakukan perbuatan
wanprestasi, maka upaya hukum yang dapat dilakukan yaitu dengan
memberikan somasi berupa teguran atau ditagih janjinya terlebih
dahulu. Apabila seseorang tersebut telah secara tegas sudah
diperingatkan supaya memenuhi tanggung jawabnya seperti yang
sudah disepakati dalam perjanjiannya namun tidak menerima dan
melaksanakannya, maka ia dapat dikatakan telah ingkar janji atau
wanprestasi.
d. Membayar biaya perkara
Masalah wanprestasi tersebut ketika dibawa ke Pengadilan,
maka pihak yang kalah dalam perkara tersebut harus membayar
biaya perkara yang diperhitungkan oleh Majelis Hakim.

10
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasar pada uraian yang dikemukakan pada pembahasan terdahulu maka
dapat ditarik suatu simpulan sebagai berikut :Bahwa jika salah satu pihak tidak
memenuhi atau menyimpang dari perjanjian atau kesepakatan jual beli yang
diadakannya maka, secara yuridis ia dipandang telah lalai ataupun ia makar
(wanprestasi) maka akan dikenakan sanksi-sanksi tersebut. wanprestasi terjadi apabila
seseorang (pembeli) lalai melaksanakan kewajibannya, sebagaimana kesepakatan
yang telah diatur dalam perjanjian pengikatan jual beli antara penjual dan pembeli.
Dengan adanya Wanprestasi tersebut maka akibat hukum yang timbul adalah
perjanjian yang dibuat oleh para pihak dapat dibatalkan atau batal dengan sendirinya.

11

Anda mungkin juga menyukai