Bergerak
OLEH:
B22212044
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
1
R. Subekti, 1996, Hukum Perjanjian, PT.Intermasa, Jakarta 1996, Hukum Perjanjian,
PT.Intermasa, Jakarta,hlm.29
2
J. Satrio, 1993, Hukum Perikatan, Alumni, Bandung,hlm.1
1
Di dalam hukum perdata diatur mengenai perikatan sebagaimana
yang dirumuskan Pasal 1233 KUH Perdata sebagai berikut :
"Tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuan baik karena
undang-undang"
3
R. Subekti, 1992, Aneka Perjanjian, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung,hlm.125
2
dipakai itu habis karena pemakaian. Dalam pinjam pakai pihak yang
meminjamkan tetap menjadi pemilik atas barang yang dipijamkan
sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1741 KUH Perdata lain dengan
pinjam meminjam, maka dalam perjanjian pinjam meminjam barang
yang dipinjam menjadi miliknya orang yang meminjamkan. Baik dalam
pinjam pakai maupun dalam pinjam meminjam orang yang meminjam
mempunyai kewajiban untuk mengembalikan benda/ barang yang
dipinjam itu.
3
Pasal 1234 KUH Perdata ada tiga yaitu memberikan sesuatu, untuk
berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu.
4
J. Satrio,1993,Op.Cit,hlm.122
4
bersamaan dengan tanggal penandatanganan akta pengakuan utang,
masih dilakukan di dalam praktek. Tindakan hukum semacam ini
bertentangan dengan asas yang bersifat ”bertentangan dengan
kepentingan umum (van openbare orde) karena penjualan benda
jaminan harus dilakukan secara suka rela atau di muka umum melalui
lelang. Sehingga pemberian kuasa jual semacam ini adalah batal demi
hukum.
5
itu mesti dijelaskan dalam akta dan jika tidak, menyebabkan
legalisasi cacat formil.5
B. Perumusan masalah
5
M. Yahya Harahap, 2008, Hukum Acara Perdata, Sinar Grafika, Jakarta, hal. 598
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengertian Perjanjian
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, perjanjian adalah
“persetujuan tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau
lebih,
masing- masing bersepakat akan mentaati apa yang tersebut
dalam persetujuan itu.6
Kamus Hukum menjelaskan bahwa perjanjian adalah
“persetujuan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, tertulis maupun
lisan, masing masing sepakat untuk mentaati isi persetujuan yang
telah dibuat bersama.” Menurut Pasal 1313 KUH Perdata, “Suatu
persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau
7
lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”
Para sarjana Hukum Perdata pada umumnya berpendapat
bahwa definisi perjanjian yang terdapat di dalam ketentuan tersebut
tidak lengkap dan terlalu luas. Tidak lengkap karena hanya mengenai
perjanjian sepihak saja dan dikatakan\ terlalu luas karena dapat
mencakup hal-hal yang mengenai janji kawin, yaitu perbuatan di dalam
lapangan hukum keluarga yang menimbulkan perjanjian juga, tetapi,
bersifat istimewa karena diatur dalam ketentuan-ketentuan tersendiri
sehingga Buku III KUH Perdata secara langsung tidak berlaku
terhadapnya. Juga mencakup perbuatan melawan hukum, sedangkan
di dalam perbuatan melawan hukum ini tidak ada unsur persetujuan.
6
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Ikthasar Indonesi Edisi Ketiga,
Jakarta : Balai Pustaka. 2005. h. 458
7
Sudarsono, Kamus Hukum, Jakarta: Rineka Cipta, 2007, h. 363
7
Dari pengertian-pengertian di atas dapat dilihat beberapa unsur-
unsur yang tercantum dalam kontrak, yaitu
1. Adanya hubungan hukum. Hubungan hukum merupakan hubungan
yang menimbulkan akibat hukum. Akibat hukum yaitu timbulnya
hak dan kewajiban.
2. Adanya subjek hukum. Subjek hukum yaitu pendukung hak dan
kewajiban. Subyek dalam hukum perjanjian termasuk subyek
hukum yang diatur dalam KUH Perdata, Sebagaimana diketahui
bahwa Hukum Perdata mengkualifikasikan subjek hukum terdiri
dari dua bagian yaitu manusia dan badan hukum. Sehingga yang
membentuk perjanjian menurut Hukum Perdata bukan hanya
manusia secara individual ataupun kolektif, tetapi juga badan
hukum atau rechtperson, misalnya Yayasan, Koperasi dan
Perseroan Terbatas.
3. Adanya prestasi. Prestasi menurut Pasal 1234 KUH Perdata terdiri
atas untuk memberi sesuatu, untuk berbuat sesuatu, dan untuk
tidak berbuat sesuatu. Di bidang harta kekayaan. Pada umumnya
kesepakatan yang telah dicapai antara dua atau lebih pelaku bisnis
dituangkan dalam suatu bentuk tertulis dan kemudian ditanda
tangani oleh para pihak. Dokumen tersebut disebut sebagai
“Kontrak Bisnis” atau “Kontrak Dagang”
8
tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada
kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain. Lebih singkatnya yang
dimaksud dengan Hak Tanggungan adalah hak jaminan atas tanah
untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan
diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain. 8
Perumusan pengertian Hak Tanggungan di atas, Hak Tanggungan
dimaksud hanya Hak Tanggungan yang dibebani dengan hak atas
tanah atau dengan kata lain UUHT hanya mengatur lembaga hak
jaminan atas tanah atas hak atas tanah belaka, sedangkan lembaga
hak jaminan atas benda-benda lain selain hak atas tanah tidak
termasuk dalam luas ruanglingkup pengertian Hak Tanggungan
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Hak Tanggungan.
Lembaga-lembaga hak jaminan di luar Hak Tanggungan tersebut akan
dibiarkan berkembang sendiri-sendiri sesuai dengan perkembangan
kebutuhan hukum dalam masyarakat. Hal ini menggambarkan adanya
gejala kurangnya keinginan untuk menciptakan kesatuan hukum
jaminan nasional. Kalau gejala ini terus dibiarkan, tidak mustahil akan
dapat menumbuhkan pranata hukum dan hukum-hukum yang liar,
yang tidak jelas arah dan tujuan perkembangannya. 9
Ada beberapa unsur pokok dari Hak Tanggungan yang termuat di
dalam definisi tersebut.
1. Hak Tanggungan adalah hak jaminan untuk pelunasan utang.
2. Obyek Hak Tanggungan adalah hak atas tanah sesuai UUPA.
3. Hak Tanggungan dapat dibebankan atas tanahnya (hak atas tanah)
saja, tetapi dapat pula dibebankan berikut benda-benda lain yang
merupakan satu kesatuan dengan tanah itu.
4. Utang yang dijaminkan harus suatu utang tertentu.
8
Rachmadi Usman, 1999. Pasal-Pasal Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah, Cetakan
II, Jakarta: Djambatan, Hal.69
9
M. Khoidin, 2017. Hukum Jaminan ( Hak-Hak Jaminan Tanggungan dan Eksekusi Hak
Tanggungan ), Surabaya: Laksbang Yustisia Surabaya, Hal.6-7
9
5. Memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu
terhadap kreditor-kreditor lain.10
Proses Pembebanan Hak tanggungan dilakukan melalui 2 tahap
kegiatan, yaitu :
1. Tahap pemberian Hak Tanggungan, dengan dibuatnya APHT oleh
PPAT,yang didahului dengan perjanjian utang-piutang yang
dijamin.
2. Tahap pendaftaran oleh kantor Pertanahan, yang merupakan saat
lahirnya Hak Tanggungan yang dibebankan.
Ketentuan dalam Pasal 10 (1) UUHT yang menyatakan :
“Pemberian Hak Tanggungan didahului dengan janji untuk
memberikan Hak Tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang
tertentu, yang dituangkan di dalam dan merupakan bagian tak
terpisahkan dari perjanjian utang-piutang yang bersangkutan atau
perjanjian lainnya yang menimbulkan utang tersebut.”
Dari ketentuan dalam Pasal 10 ayat (1) UUHT tersebut dapat
diketahui, bahwa pemberian Hak Tanggungan harus diperjanjikan
terlebih dahulu dan janji itu dipersyaratkan harus dituangkan di dalam
dan merupakan bagian yang tidak terpisah dari perjanjian utang
piutang yang bersangkutan atau perjanjian lainnya yang menimbulkan
utang tersebut. Ini berarti setiap janji untuk memberikan hak
Tanggungan terlebih dahulu dituangkan dalam utang piutang.
Untuk memenuhi asas spesialitas dari Hak Tanggungan, baik itu
mengenai subjek, objek maupun utang yang dijamin, maka menurut
ketentuan dalam Pasal 11 ayat (1) UUHT, didalam Akta Pemberian
Hak Tanggungan wajib dicantumkan hal-hal di bawah ini :
1. Nama dan identitas pemegang dan pemberi Hak Tanggungan;
2. Domisili pihak-pihak pemegang dan pemberi Hak Tanggungan;
10
3. Penunjukan secara jelas utang atau utang-utang yang dijamin,
yang meliputi juga nama dan identitas debitor yang bersangkutan;
4. Nilai tanggungan;
5. Uraian yang jelas mengenai objek hak tanggungan;
11
suatu jumlah terntentu barang-barang yang menghabis karena
pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan
mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang
sama pula”
Perjanjian utang-piutang sebagai sebuah perjanjian menimbulkan
hak dan kewajiban kepada kreditur dan debitur yang bertimbal balik.
Inti dari perjanjian utang-piutang adalah kreditur memberikan pinjaman
uang kepada debitur, dan debitur wajib mengembalikannya dalam
waktu yang telah ditentukan disertai dengan bunganya. Pada
umumnya, pengembalian utang dilakukan dengan cara mengangsur
setiap bulan.
Resiko-resiko yang umumnya merugikan kreditur tersebut perlu
diperhatikan secara seksama oleh pihak kreditur, sehingga dalam
proses pemberian kredit diperlukan keyakinan kreditur atas
kemampuan dan kesanggupan dari debitur untuk membayar
hutangnya sampai dengan lunas.
12
BAB III
PEMBAHASAN
13
1. Berkaitan dengan hal tersebut di dalam praktek dapat kita lihat:
Seorang anak di bawah umur di dalam melakukan hak dan
kewajibannya diwakili oleh orang tua/wali;
2. Perhimpunan dalam melakukan tindakan hukumnya diwakili
oleh pengurusnya;
3. Seseorang yang tidak berada di tempat dan pada suatu saat
tetangganya telah melakukan tindakan hukum tertentu tanpa
adanya persetujuan atau perintah apapun demi kepentingan
tetangga yang berhalangan untuk melakukannya sendiri;
4. Orang yang berperkara di pengadilan memberikan kuasa
kepada seorang pengacara untuk mewakili di dalam membela
kepentingannya.
14
Dalam prakteknya Notaris akan membuatkan suatu kuasa menjual
yang dibuat dengan itikad baik dari para pihak dan tidak terkait dengan
suatu perbuatan hukum utang piutang.
15
Pada umumnya untuk suatu perjanjian yang digolongkan pada
perjanjian formil, di mana oleh undang-undang diharuskan dibuat dalam
bentuk tertentu, yaitu dalam akta otentik, maka kuasanya pun sebaiknya
dibuat pula dalam bentuk otentik.
16
arti suatu pernyataan dari pemberi kuasa yang memberi kekua- saan,
kewenangan atau hak untuk mewakilinya terhadap pihak ketiga.
17
dimiliknya, sehingga pemberi kuasa tidak dapat memberikan kuasa
lebih daripada hak atau kewenanangan yang dimiliknya. Perlu
diperhatikan akan ketentuan umum bahwa suatu kuasa bersifat privatif
yang berarti, bahwa dengan adanya kuasa tidak berarti pemberi kuasa
sendiri tidak dapat melakukan perbuatan hukum yang telah
dikuasakannya. Suatu kuasa bukan suatu peralihan hak.
18
dengan undang- undang ketertiban umum dan kesusilaan (Pasal 1335
sampai dengan Pasal 1337 KUHPerdata).
Fungsi dari akta kuasa menjual merupakan alat bukti otentik untuk
adanya tindakan hukum tersebut. Oleh karena itu tatacara/prosedur
dari pembuatan akta otentik sesuai dengan Undang- Undang Republik
Indonesia Nomor 30 tahun 2004 jo Undang Undang Nomor 2 tahun
2014 tentang Jabatan Notaris (UUJN) harus dipenuhi, karena akan
berakibat aktanya bukan hanya mempunyai kekuatan pembuktian
sebagai akta di bawah tangan, tetapi akta tersebut menjadi batal demi
hukum.
19
di muka umum secara lelang menurut kebiasaan setempat, sehingga
pemberian kuasa jual semacam ini adalah batal demi hukum.
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
berdasarkan ketentuan Undang undang Nomor 4 tahun 1996
tentang hak tanggungan adalah bertentangan dengan pasal 6 dan pasal
20 ayat 2 dan 3 bahwa atas kesepakatan pemberi dan pemegang Hak
Tanggungan, penjualan obyek Hak Tanggungan dapat dilaksanakan
dibawah tangan jika dengan demikian itu akan dapat diperoleh harga
tertinggi yang menguntungkan semua pihak.
Sehingga dengan tidak dipenuhinya syarat tersebut maka eksekusi
yang dilaksanakan seharusnya batal demi hukum, sebagaimana
tercantum pada pasal 20 ayat 4 undang undang hak tanggungan tersebut.
Hal ini menunjukkan tidak adanya perlindungan hukum bagi pemberi
kuasa/ penjamin dan debitur, karena tidak ada perhitungan selisih nilai
transaksi tanah dengan nilai hutang denda dan bunga serta perhitungan
cicilan pembayaran yang telah dilakukan oleh debitur kepada kreditur. Hal
20
ini karena kreditur menganggap nilai obyek jaminan yang telah dijual
dianggap sama dengan nilai transaksi atas tanah ditambah dengan jumlah
hutang denda dan bunga.
Saran
1. Perlunya sosialisasi kepada notaris untuk tidak menggunakan kuasa
Jual dalam suatu Perjanjian Utang Piutang akan tetapi dengan
memberikan nasehat dan penyuluhan hukum bagi masyarakat untuk
melaksanakan Undang-undang Hak tanggungan yaitu dengan
Pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan dan atau Surat Kuasa
Membebankan Hak Tanggungan.
2. Memberlakukan sanksi yang tegas kepada notaris yang tetap
mempergunakan kuasa Jual yang berhubungan dengan perjanjian
hutang piutang.
3. Putusan hakim tidak hanya mengandung unsur Kepastian Hukum,
akan tetapi juga harus memenuhi unsur manfaat dan unsur keadilan,
namun unsur keadilan adalah hal harus diutamakan bagi masyarakat
yang mencari keadilan.
21