Anda di halaman 1dari 6

Nama: Yulisa Melsy

NPM: 20.000.03
Mata Kuliah : Teori Perundang-Undangan

HARTA BERSAMA SEBAGAI OBJEK JAMINAN PERJANJIAN KREDIT BANK TANPA SEPENGETAHUAN
SUAMI ATAU ISTRI

Secara Umum perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Kata persetujuan tersebut merupakan
terjemahan dari perkataan Overeekomst dalam Bahasa Belanda. Kata Overeekomst tersebut lazim
diterjemahkan juga dengan kata perjanjian. Dalam hal melakukan perbuatan hukum di kehidupan
modern para pihak biasanya diaktualisasi dalam bentuk perjanjian tertulis hal tersebut dianggap
memudahkan para pihak untuk dapat mengetahui hak dan kewajiban masing-masing pihak.
Perjanjian tertulis ini sebagai alat bukti apabila terjadinya wanprestasi oleh salah satu pihak. Para
ahli juga mengemukakan pendapat mereka tentang Perjanjian.

Sudikno Mertokusumo1 menyebutkan pengertian perjanjian yang diatur dalam

ketentuan Pasal 1313 KUHPerdata yang berbunyi “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan

dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.”

Sudikno Mertokusumo2 menyebutkan bahwa menurut pendapat yang banyak dianut (communis

opinion cloctortinz) perjanjian adalah perbuatan hukum berdasarkan kata sepakat untuk

menimbulkan suatu akibat hukum. Wiryono Projodikoro3 berpendapat bahwa :

“Perjanjian diartikan sebagai hubungan hukum mengenai harta kekayaan antara dua
belah pihak, dimana satu pihak berjanji untuk melakukan satu hal atau tidak melakukan
satu hal, sedang pihak yang lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu. Ini berarti dalam
suatu perjanjian para pihak mempunyai hak dan kewajiban untuk melakukan sesuatu
seperti apa yang telah diperjanjikan dalam perjanjian tersebut.”

1
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 1985, h. 97.
2
Ibid,
3
Wiryono Projodikoro, Hukum Perdata tentang Persetujuan Tertentu, Penerbit Sumur, Bandung, 1981, h.
11.
Kartini Muljadi dan Gunawan4 mengemukakan bahwa dalam mengadakan perjanjian

tiap pihak mempunyai hak dan kewajiban secara timbal balik. Pihak satu mempunyai hak untuk

menuntut sesuatu dari pihak lain, sedangkan pihak lain mempunyai kewajiban untuk memenuhi

tersebut begitu juga sebaliknya. Dalam kehidupan sehari-hari perjanjian juga sering dikaitkan

dengan kredit atau yang lebih dikenal dengan perjanjian kredit.

Adapun kredit menururt Yohanes Benny Apriyanto5 didalam tulisannya menjelaskan

bahwa kredit berasal dari bahasa Romawi "credere" yang berarti percaya atau credo atau
6
creditum yang berarti saya percaya. Yohanes Benny Apriyanto menjelaskan lebih lanjut

“Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan

persetujuan atau kesepakatan pinjammeminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan

pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian

bunga”.

Pasal 1 angka 11 Undang-undang Nomor 10 tahun 19987 mengatakan bahwa:

“Berdasarkan pengertian undang-undang, kredit merupakan perjanjian pinjam-meminjam


uang antara bank sebagai kreditur dan nasabah sebagai debitur dalam jangka waktu
tertentu dan pengembalian utang disertai dengan imbalan berupa bunga. Bunga itu sendiri
merupakan keharusan untuk pemberian kredit karena merupakan imbalan jasa bagi bank
yang merupakan keuntungan perusahaan.”

Adapun yang dimaksud dengan perjanjian kredit menurut Gatot Supramono8 Perjanjian

kredit merupakan perjanjian pendahuluan (pactum de contrahendo). Dengan demikian

4
Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan Pada Umumnya, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003,
h. 13.
5
Yohanes Benny Apriyanto, Penyelesaian Kredit Bermasalah Pada Bank Dki Jakarta Cabang Solo,
Universitas Atma Jaya, Yogyakarta, 2015, h. 6
6
Ibid,
7
Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan
8
Gatot Supramono, Hukum Yayasan di Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, 2007, h. 2
perjanjian ini mendahului perjanjian hutang piutang. Sedangkan perjanjian hutang piutang

merupakan pelaksanaan dari perjanjian pendahuluan atau perjanjian kredit.

Menurut hukum perdata Indonesia9 bahwa:


“Perjanjian kredit merupakan salah satu dari bentuk perjanjian pinjam meminjam yang
diatur di dalam buku ketiga KUH Perdata. Sehingga pada pelaksanaannya diserahkan
pada kehendak para pihak yang mengikatkan diri. Dalam mengikatkan diri debitur lebih
diarahkan oleh bank sebagai pihak kreditur untuk menyesuaikan dengan fasilitas-
fasilitas kredit yang diberikan oleh bank tersebut. Setiap perjanjian kredit yang telah
disepakati dan disetujui antara pihak kreditur dan pihak debitur wajib dituangkan
didalam perjanjian kredit (akad kredit) secara tertulis.”
Gatot Supramono10 mengemukakan bahwa secara yuridis ada 2 (dua) jenis perjanjian

atau pengikatan kredit yang digunakan bank dalam memberikan kreditnya, yaitu perjanjian atau

pengikatan kredit dibawah tangan atau dengan menggunakan akta dibawah tangan dan perjanjian

atau pengikatan kredit yang dibuat oleh dan dihadapan notaris atau akta autentik.

1. Keabsahan Penggunaan Harta Bersama Sebagai Jaminan Tanpa Persetujuan dari

Suami Atau Istri

Menurut Damanhuri11 harta diartikan dalam kamus besar Bahasa Indonesia sebagai

benda yang berwujud bernilai serta beda yang bernilai tidak berwujud. Sedangkan kata bersama

memiliki arti sepemilik. Sedangkan definisi harta bersama secara terminologis yaitu uang,

barang dan harta yang diperoleh secara bersama dalam waktu tertentu selama dalam perikatan

perkawinan. Damanhuri 12 kembali mengemukakan bahwa hal-hal yang mengenai harta beda

sudah ditetapkan pada pasal 35 UU No. 1 Tahun 1974 jo UU No. 16 Tahun 2019 mengatur

mengenai Perkawinan dibagi atas 3 macam yakni berlandaskan Pasal 36 butir (1) Undang-

9
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia Buku Ketiga
10
Gatot Supramono, Op.Cit, h. 14
11
Damanhuri, Segi-Segi Hukum Perjanjian Harta Bersama, Mandar Maju, Bandung, 2012, h. 162
12
Ibid,
undang No. 1 Tahun 1974 jo Undang-undang No. 16 Tahun 2019 terkait Perkawinan,

menyatakan harta bersama bahwa dikuasai oleh suami isteri.

Ramulyo13 mengemukakan bahwa:


Dalam Pasal 35 butir (1) Undang-undang No. 1 Tahun 1974 jo Undang-undang No. 16
Tahun 2019 mengenai Perkawinan menjelaskan bahwa harta bersama suami isteri itu
ialah harta yang didapat dalam hubungan pernikahan berlangsung serta didapat tanpa
mempermasalahkan terdaftar atas nama siapapun. Hal demikian artinya bahwa harta
bersama yaitu seluruh harta yang didapat dalam pernikahan tanpa mempermasalahkan
atas nama siapa harta kekayaan itu terdaftar ataupun tanpa mempermasalahkan siapa di
antara suami isteri yang mencarinya. Harta bersama tersebut bisa dalam bentuk benda
berwujud ataupun tidak, yang berwujud bisa mencakup benda tidak bergerak, benda
bergerak dan surat berharga, sementara yang tidak berwujud bisa dalam bentuk hak
ataupun kewajiban.
Damanhuri14 kembali mengemukakan bahwa dalam keabsaan perjanjian kredit, suatu

perjanjian dikatakan tidak sah apabila tidak terdapat kesepakatan dari salah satu pihak antara

suami maupun isteri. Perjanjian pun juga tidak dianggap sah bila salah satu pihak tidak berkenan

menandatangani suatu perjanjian.

2. Akibat Hukum Atas Penjaminan Harta Bersama Dalam Perjanjian Kredit Bank tanpa

Persetujuan dari Pihak Suami Atau Isteri

Perjanjian kredit yang tidak ditandatangani oleh suami ataupun isteri bisa didefinisikan
belum ada ataupun tidak ada kata setuju antara bank dengan debitur dalam hal membuat
perjanjian harta bersama sebagai jaminan pembayaran pinjaman untuk dibebani hak tanggungan.
Sehingga, perjanjian yang dibuat tidak sesuai persyaratan sahnya perikatan. Sebab yang tidak
dipernuhi ialah syarat subjektif perjanjian yakni kesepakatan mereka yang mengikatkan diri,
maka pihak yang merasa dirugikan bisa meminta supaya perikatan tersebut dibatalkan.
Disamping itu, pada perjanjian kredit yang tidak mendapat tanda tangan dari istri maupun suami
tidak akan terdapat kekuatan hukum bagi bank untuk menagih hutang jika peminjam wanprestasi
dikarenakan statusnya ialah perikatan yang cacat hukum atau tidak sempurna.

13
Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam, Bumi Aksara, Jakarta, 2000, h. 163
14
Damanhuri, Op.Cit, h. 164
Secara yuridis terdapat 2 jenis pengikatan ataupun perjanjian kredit yang dipergunakan
bank untuk memberi kreditnya yakni pengikatan maupun perjanjian kredit dibawah tangan
ataupun krediit yang dibuat oleh serta akta autentik atau dihadapan notaris. Untung15
menjelaskan bahwa :

“Maksud dari akta perjanjian kredit dibawah tangan ialah pengikatan pemberian kredit
oleh bank pada nasabahnya yang dibuat hanya diantara debitur dan kreditur tanpa melalui
notaris. Akta dibawah tangan bentuknya bebas serta dibuat cukup dengan diberi tanda
tangan oleh pembuatnya. Akta ini memiliki kekuatan pembuktian seperti akta autentik
jika para pihak mengakui tanda tangan dan isi yang termuat dalam akta. Sementara akta
perjanjian autentik ialah pengikatan pemberian kredit oleh bank pada nasabahnya yang
hanya dihadapan ataupun dibuat oleh notaris.
Untung16 kembali mengemukakan bahwa dalam praktik perbankan, semua bank sudah

mempergunakan penerapan standard contract yang sudah ia buat. Standard contract sebagai

perikatan yang bentuknya tertulis yang isinya sudah ditetapan secara sepihak oleh kreditur dan

bersifat memaksa debitur untuk menyetujuinya. Perjanjian seperti itu tidak bisa diadakan secara

lisan.

3. Penyelesaian Hukum Akibat Penjaminan Aset Bersama Tanpa Izin dari Suami Ataupun
Isteri
Penyelesaian hukum mengenai penjaminan harta bersama tersebut dapat dilakukan
melalui jalur non litigasi dengan cara mediasi yang dilakukan oleh pihak bank. Perantaraan ialah
cara penanganan konflik non litigasi lewat permusyarawatan yang menyeret pihak ketiga yang
berkepribadian adil dan tidak membela dan keturut sertaannya ditoleransi para pihak yang
berkonflik. Mediasi diperlukan berlaku ujung pemecahan konflik yang dihadapkan oleh para
pihak yang dilimpahkan selaku konsesus bersama para pihak yang terjalin konflik. Suami dan
isteri diminta hadir untuk menyaksikan perjanjian yang telah dibuat oleh salah satu pihak. Mediasi
pada bidang perbankan ini berupaya menyelesaikan kegagalan daripada prosedur litigasi dan
berusaha mengamalkan keseimbangan terhadap golongan yang bentrok dikarenakan oleh
perantaraan bank, golongan hendak memperoleh laba lewat prosedur litigasi.

15
Untung, Kredit Perbankan Di Indonesia, Andi, Yogyakarta, 2000, h. 160
16
Ibid, h. 164
KESIMPULAN

Anda mungkin juga menyukai